Rumusan Qanun Pengaturan Qanun No. 12, 13, dan 14 Tahun 2003 1. Hukum Jinayat Menurut Qanun

64 antara Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupatenkota diatur dengan Qanun Aceh. Dengan demikian pelaksanaan Qanun jinayat tersebut dikuatkan oleh ketentuan yuridis dalam hukum perundang- undangan di Indonesia. 121 Rangkuman aspek jinayat yang dibahas dalam Fiqh dapat dilihat di dalam kitab-kitab Fiqh. ‘Abdu al-Qad ir ‘Udah, misalnya, menyebutkan bahwa aspek jinayat dalam Islam adalah menyangkut: al- irtidad, al-zina, al- qaz}af, al-khamar, qat}‘u al-t}ariq, al-qatl, sirqah, dan h}ira}bah. Menyangkut dengan aspek-aspek jinayat tersebut, Aceh telah mengqanunkan 2 dua aspek yang relevan, yaitu: syarb al-khamar, khalwat, dan judi. Jarimah judi maisir sendiri sebenarnya tergolong jarimah namun belum mencapai batas jinayat h}udud. Aspek pencurian al-sirqah pernah ada Rancangan Qanun di Aceh. 122 Sedangkan Aspek lainnya belum ditetapkan di dalam Qanun Aceh karena penerapannya masih mengundang kontroversi di kalangan masyarakat AcehIndonesia, terutama aspek riddah dan rajam. Aspek pelanggaran hak hidup dan aspek HAM lainya yang berlangsung selama konflik Aceh tahun 1976- 2005, juga tidak diqanunkan. Pemerintah Pusat dengan Gerakan Aceh Merdeka telah melakukan is}lah perdamaian yang dikenal Memorandum of Understanding MoU Helsinki, Finlandia. 123

2. Rumusan Qanun

Pelaksanaan hukum Islam masa Kerajaan Aceh Darussalam di bawah pengontrolan Turki Usmani, masa penjajahan dan pasca kemerdekaaan menjadi latar belakang dari pengesahan Qanun Jinayat Aceh. UU No. 24 Tahun 1956, UU No. 44 Tahun 1999 dan UU No. 18 Tahun 2001 dan UU No. 11 Tahun 2006 berupaya melakukan pewujudan keistimewaan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Dikatakan di dalam UU No. 44 Tahun 1999, Aceh memiliki 4 empat keistimewaan, yakni: 121 Lihat UU No. 11 Tahun 2005 Pasal 13. 122 Lihat Rancangan Qanun Prov. NAD Tanggal 13 Desember 2006 tentang Pencurian. 123 Lihat juga Susno Duaji, “Praktik-praktik Pelanggaran HAM di Indonesia,” pelangaran HAM-Susno duaji-Pdf-Adobe-Reader Denpasar, Juli 2003, diakses 12 Desember 2010. Susno mengatakan, Konflik Horizontal dan Konflik Vertikal telah melahirkan berbagai tindakan kekerasan yang melanggar hak asasi manusia baik oleh sesama kelompok masyarakat, perorangan, maupun oleh aparat, seperti:a. pembunuhan; b. penganiayaan; c. penculikan; d. pemerkosaan;e. pengusiran; f. hilangnya mata pencaharian; g. hilangnya rasa aman, dll. 65 a. Penyelenggaraan Kehidupan beragama; b.Penyelenggaraan Kehidupan Adat; c. Penyelenggaraan Pendidikan; dan d. Peran Ulama dalan penetapan kebijakan Daerah. 124 Abdul Halim dalam Politik Hukum Islam di Indonesia mengatakan “Pada zaman Usmani kata-kata Qanun sering dipakai sebagai istilah hukum untuk aturan-aturan hukum yang dibuat oleh Negara, yaitu untuk membedakannya dari aturan hukum syariat dan fiqh yang diproduk oleh ulama. Sesuai prinsip elaborasi norma, Qanun Islam bersumber kepada fiqh, dan fiqh bersumber kepada syariat. Qanun tentu tidak boleh bertentangan dengan fiqh dan fiqh tidak boleh bertentangan dengan syariat .” 125 Hukum Pidana Islam Jinayat yang disahkan melalui Qanun Aceh di Aceh telah memunculkan beberapa lembaga hukum baru sebagai pembaharuan bagi sistem hukum pidana Criminal Justice System di Indonesia, konsep-konsep hukum berdasarkan ketentuan nas}s }al-Qur’ ān dan al- H}adith yang diadopsi menjadi sebuah hukum positif dan formal. Qanun Jinayat menjadi acuan yang konstruktif dalam pembangunan hukum di zaman sekarang dan masa yang akan datang. Dapat dikatakan, Aceh merupakan pemrakarsa pertama yang menerapkan Syariat Islam jināyah sebagai hukum positif, tentunya tidak terlepas dari berbagai kendala pro-kontra, baik dalam konteks sosio-politik Keindonesiaan maupun konteks perspektif global, yang akan menjadi pembelajaran dan penyesuaian yang cukup panjang untuk sampai pada tujuan akhir yaitu menciptakan masyarakat Aceh yang tertib, aman dan tentram sesuai dengan fundamen-fundamen ke-Islaman yang kāffah. 126 124 Di dalam Pasal 4 Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa penyelenggaraan kehidupan beragama diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan Syariat Islam bagi para pemeluknya, dari momentum inilah kemudian Pemerintah Aceh menindaklanjuti dengan membentuk beberapa Qanun aturan setingkat PERDA yang bertujuan untuk mengimplementasikan Syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat di bidang Aqidah, Ibadah, Syi’ar dan Jinayat. Lihat D. Y. Witanto, “ Hukum Pidana Cambuk dalam Perspektif Hukum Pidana di Aceh”, Hukum dan Peradilan, Lampung, 17 Februari 2010, dalam http:hkmperadilan.blogspot.com2-1102pidana-cambuk- dalam-perspektif-hukum.htmldiakses tanggal 22 November 2010. 125 Abdul Halim, Politik Hukum Islam di Indonesia Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Dept. Agama RI, 2008, 72-74. 126 D. Y. Witanto, “ Hukum Pidana Cambuk dalam Perspektif Hukum Pidana di Aceh”, Hukum dan Peradilan, Lampung, 17 Februari 2010, dalam 66 Sistem Hukum Pidana Islam jināyah mengandung beberapa jenis sanksi pidana yang antara lain: qis}as}, h}add, dan ta‘ zīr. Qanun Jinayat Aceh hanya memberlakukan sebagian hukuman h}add dan ta‘zir. Hukuman h}add diaplikasikan dalam ketentuan pelanggaran khamar, dan hukuman ta‘z ir diberlakukan bagi pelaku khalwat, maisir. Ketiga perkara jinayat tersebut telah diqanunkan ke dalam tiga konsepsi Qanun Hukum yaitu: a. Qanun Jinayat No. 12 Tahun 2003 tentang khamar dan sejenisnya, b. Qanun Jinayat No. 13 Tahun 2003 tentang judi, dan c. Qanun Jinayat No. 14 Tahun 2003 tentang khalwat. a. Qanun Jinayat No. 12 Tahun 2003 tentang Khamar dan Sejenisnya. Pengesahan Qanun ini, sebagaima halnya Qanun lainnya, adalah menimbang bahwa Keistimewaan dan Otonomi Khusus yang diberikan untuk Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan UU No. 44 Tahun 1999 dan UU No. 18 Tahun 2001. Di dalam S{ah}ih Fiqh Sunnah dikatakan, pengkonsumsian minuman khamar beralkohol dan sejenisnya merupakan pelanggaran terhadap Syari‘at Islam, dan dapat merusak kesehatan fisik dan akal. Khamar juga dapat merugikan kehidupan masyarakat secara umum, seperti berpeluang munculnya maksiat lainnya dalam masyarakat dalam bentuk perzinaan dan permusuhan. Di dalam hukum Islam pelakunya didera sebanyak 40 kali dera sebagaimana hadits, atau 80 kali dera sebagaimana yang dilakukan oleh khalifah yang ke-2, Umar bin Khattab. 127 Pengqanunan hukum jinayat juga merupakan upaya manifestasi tujuan pengharaman khamar yang dipaparkan al-Quran. Pengharaman khamar dalam Islam menurut Qanun adalah pencegahan tindak pidana khamar dan kejahatan lainnya yang diakibatkan khamar. Maka di Aceh segala hal yang meliputi praktek khamar dan sejenisnya menjadi larangan dengan adanya pengesahan Qanun. 128 Menurut lugawi, kata khamar adalah bentuk jama‘ dari kata Khumur bentuk kata berkategori perempuan mu’annath dan bisa juga dinilai muzakkar. Namun, lebih sering digunakan sebagai mu’annath. http:hkmperadilan.blogspot.com2-1102pidana-cambuk-dalam-perspektif-hukum.htm diakses tanggal 22 November 2010. 127 Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, dkk., Sahih Fiqh al-Sunnah H}udud , Jinayat dan Diyat, Jual–beli Terj., Jilid 5 Jakarta: Pustaka at-Tazkia, 2006, 111. Lihat juga Abdu al-Rahman al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala al-Madhahib al-Arba‘ah Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2003, 18. 128 Qanun No. 12 Tahun 2003 Pasal 2 Ayat a, b, dan c. 67 Kata ini bisa dijadikan muannats dengan partikel ha’, sehingga bisa dikatakan humur yang berarti merah. Dinamakan demikian karena khamar dalam proses pembuatannya ditutup hingga matangmemerah ketika mendidih. Di antara pakar juga mengatakan bahwa kata “khamar” adalah isim mushtaq kata berimbuhan dari khamara-ykhamiru-khamran yang berarti menutupi dan mengacaukan. Dikatakan khamar karena menutupi dan mengacaukan aqal tukhamiru al-‘aqla. 129 Bagi tata peraturan perundang-undangan RI, Qanun khamar ini dapat membantu realisasi UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang- undang Hukum Acara Pidana Indonesia. Juga membantu terlaksananya Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 1997 tentang Larangan, Pengawasan, Penertiban, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol di Daerah. Qanun ini juga merupakan kelanjutan dari Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam No. 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam. Naskah qanun No. 12 Tahun 2003 terdiri dari 10 bab dengan 39 pasal dangan dilengkapi sejumlah ayat dan penjelasan-penjelasan. Qanun ini disahkan di Banda Aceh pada tanggal 15 Juli 2003 bertepatan dengan 7 Jumadil Awal 1424, dengan bubuhan tanda tangan gubernur Abdullah Puteh. Qanun ini juga diundangkan di Banda Aceh pada tanggal 16 Juli 2003 bertepatan dengan 16 Jumadil Awal 1424 . Naskahnya ini kemudian disimpan Lembaran Daerah provinsi Nangggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 25 Seri D Nomor 12. Qanun Aceh yang merupakan hasil “Ijma `” consensus eksekutif dan legislatif DPRD Aceh yang didukung oleh pertimbangan Majlis Permusyawaratan Ulama MPU Aceh. Qanun ini telah memuat konsep yang komplek yang menyangkut dengan pelarangan khamar. Qanun ini terdiri dari ketentuan definisi, kriteria, sampai penjatuhan hukuman bagi tindak pidana khamar tersebut. Rumusan naskah Bab 1 Ketentuan Umum Qanun No. 12 Tahun 2003 tertera dalam Pasal 1 Qanun ini. Bab ini memuat definisi, kriteria khamar, dan kriminalisasinya. 130 Tujuan dan 129 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adilatuhu, al-Juz-6 Damaskus: Da al-Fikr, 1984, 149. 130 Pasal 1 berbunyi: 1 Khamar dan sejenisnya adalah minuman yang memabukkan, apabila dikonsumsi dapat menyebabkan terganggu kesehatan, kesadaran dan daya pikir; 2 Selain mengkonsumsi, Memproduksi juga merupakan adalah serangkaian kegiatan atau proses penghasilkan, menyiapkan, mengolah, membuat, mengawetkan, mengemas, danatau mengubah bentuk menjadi minuman khamar dan 68 Ruang Lingkupnya dijelaskan dalam Bab II Pasal 2-3. Bab II dinyatakan dengan dua pasal. Menyangkut dengan pelarangan secara spesifik, praktek khamar tidak hanya dilarang untuk meminum dan mengkonsumsi namun meliputi larangan dan pencegahan, sebagaimana yang diungkapkan dalam Bab III Pasal 4-9. Di antara hal utama lainnya yang juga perlu diperhatikan dalam rangka penerapan hukun Islam jināyah adalah penyidikan dan penuntutan. Sebagaimana halnya terjadi hukum pelarangan praktek krimilanalitas dalam bentuk penanganan hukum secara umum memuat hal ini, demikian juga halnya dengan hukum jinayat yang diungkapkan Qanun. Penyelidikan suatu tindak criminal, secara umum, memiliki tahap-tahap prosesi hukum bagi pelaku pelanggaran syariat yang ikut diterapkandiatur Qanun. Fase penyelidikan sebelum Pemeriksaan di Persidangan memiliki Proses yang terdiri dari 5 fase: 1 Opsporing penyelidikan; 2 Vervolgin penuntutan; 3 Rehtspraak pemeriksaan pengadilan; 4 Executie pelaksanaan putusan; dan 5 Pengawasan putusan. 131 Keikutsertaan masyarakat dalam upaya pelaksanaan pencegahan khamar juga diperlukan. Proses pelarangan ini juga memerlukan pengawasan dan pembinaan. Untuk itu, keterlibatan pemimpin ‘umar a’ adalah penting adanya dalam merealisasikan pelarangan tersebut. Perkara-perkara ini dijelaskan di dalam Bab IV Pasal 16-19. Khusus sejenisnya; 3 Juga termasuk dengan cara Mengedarkan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penyaluran minuman khamar dan sejenisnya kepada perorangan danatau masyarakat; 4 Mengangkut adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan membawa minuman khamar dan sejenisnya dari suatu tempat ke tempat lain dengan kendaraan atau tanpa menggunakan kendaraan; 5 Memasukkan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan membawa minuman khamar dan sejenisnya dari daerah atau negara lain kedalam wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; 6 Memperdagangkan adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam rangka penawaran, penjualan ataumemasarkan minuman khamar dan sejenisnya; 7 Menyimpan adalah menempatkan khamar dan sejenisnya digudang, hotel, penginapan, losmen, wisma, bar, restoran,warung kopi, rumah makan, kedai, kios dan tempat-tempatlain; 8 Menimbun adalah mengumpulkan minuman khamar dansejenisnya digudang, hotel, penginapan, losmen, wisma, bar, restoran, warung kopi, rumah makan, kedai, kios dan tempat-tempat lain; dan 9 Mengkonsumsi adalah memakan atau meminum minuman khamar dan sejenisnya baik dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain. 131 UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. 69 menyangkut dengan peran serta masyarakat, diutarakan dalam Pasal 10- 15. Demikian sekilas empat bab Qanun yang perlu diutarakan dalam bab rumusan tentang Qanun No. 12 Tahun 2003 tentang khamar dan sejenisnya. b. Qanun No. 13 Tahun 2003 tentang Maisir Judi Sebelum menjelaskan konseps Qanun, perlu adanya penjelasan tentang bentuk-bentuk judi dan jenisnya. Judi al-maysir sinonim dengan al- qimar judi. Kata ini berasal dari al-yusr yang artinya as- suhalah kemudahan karena praktek ini merupakan usaha tanpa kesulitan dan tidak perlu bersusah payah; bisa juga bersasal dari kata al- yasar yang artinya al-gina kaya, karena praktik ini dimaksudkan untuk cepat kaya; bisa juga berasal dari kaya al-yasar yang bermakna al- tajz iyah dan al-iqtisam terbagi; dan bahkan ada juga orang yang mengatakan, setiap yang mengandung kerugian adalah maisir. 132 Seorang juru dakwah dari Arab Saudi, Erwandi Tarmizi membagikan bentuk perjudian ke dalam 5 bentuk, yaitu: Pertama, perjudian bangsa Arab Jahiliyah. Masyarakat Arab Jahiliyah berjudi dengan cara memotong seekor unta dan membaginya menjadi 28 bagian, lalu mengambil 10 anak panah dan menuliskan nama–nama tertentu pada anak panah itu, 3 nama anak panah itu kosong dan 7 berisi bagian unta, kemudian seluruh anak ditaruh disatu bejana dan masing–masing mereka mengambil satu anak panah, siapa yang mendapat anak panah kosong merakalah yang membayar harga unta. Orang yang menang sering memberikan daging unta itu untuk fakir miskin. Ruh judi kerap mengakar pada jiwa masyrakat Jahiliyah. Jika salah satu pihak kalah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Ibbas ra d}iyallahu ‘anhu, maka objek perjudian mereka sering meluas sampai kepada pertaruhan anak dan istri. 133 Kedua, kupon undian lottery ticket. Bentuk judi ini diciptakan dan diperkenalkan oleh orang-orang Barat yaitu membeli kupon undian dengan harga bentuk judi, yaitu membeli kupon undian dengan harga yang murah dengan imingan mendapatkan hadiah yang sangat besar. Pemenangnya ditentukan dengan cara yang tak jauh berbeda dengan perjudian jahiliyah. Kadang-kadang keuntungannya digunakan untuk 132 Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, dkk., Sahih Fiqh al-Sunnah H}udud , Jinayat dan Diyat, Jual–beli, 429. Lihat juga Erwandi Tarmizi, Al-Maiysir Qadi man wa H}adithan Riyad}: Maktab Da‘kwah wa Irshad Jaliyah Rabuwwah, 2007, 2-5. 133 Franz Rosenthal, Gambling in Islam Leiden: E. J. Brill, 1975, 68. 70 kepentingan olah raga dan sosial yang dahulu dikenal di Indonesia dengan nama Sumbangan Dana Sosial Berhadiah SDSB. 134 Ketiga, pertaruhan olah raga sporting gambling. Islam sangat menganjurkan olah raga ketangkasan berperang, seperti; berkuda, memanah, gulat dan lain-lain yang dalam bahasa modern bisa dikatakan merakit dan menggunakan senjata ringan dan berat, bela diri, dan lain- lain, dalam rangka mempersiapkan kekuatan menggentarkan musuh. Namun bila pertarungan dan perlombaan tersebut menyaratkan bayaran dengan sejumlah materi dari pihak yang kalah kepada yang menang, mengakibatkan perbuatan tersebut masuk ke dalam kategori perjudian. 135 Keempat, undian berhadiah. Biasanya diselenggarakan oleh supermarket atau perusahaan tertentu untuk meningkatkan penjualan mereka, ini termasuk perjudian bilamana si pembeli berniat membeli barang tersebut dengan tujuan bisa mengikuti undian berhadiah sekalipun harga barang yang dibeli tetap stabil . Kelima, ansuransi insurance. Asuransi yang dimaksudkan di sini adalah asuransi yang nasabahnya membayar premi dalam jumlah tertentu dan akan menerima jumlah yang jauh lebih besar dari bayarannya bila terjadi suatu peristiwa tertentu, seperti; kebakaran, kematian, kecelakaan, selain itu dana yang terhimpun dikelola dengan cara praktik ribaw ī , ini sama persis dengan defenisi judi di atas . 136 Selain bentuk type judi tersebut, di zaman globalisasi sekarang ini orang dapat bermain judi dengan games permaianan yang diakses melalui internet. Permainan judi dalam bentuk game ini sering 134 Pada tahun 1990-an, masa pemerintahan Orde Baru, SDSB pernah legal untuk sementara waktu di Indonesia, namun menimbulkan protes masyarakat muslim karena mengandung unsur judi undian di dalamnya. Gejolak protes masyarakat ini mengakibatkan Majlis Ulama Indonesia MUI mengeluarkan fatwa pengharaman dan pelarangannya di Indonesia. Kemudian pemerintah menghentikannnya secara resmi pada tahun 1993. Lihat C. Van Dijk, “Religious Authority, Politics and Fatwa in Contemporary Southeast Asia”, dalam R. Michael Feener and Mark E. Cammack, Islamic Law in Contemporary Indonesia Ideas and Istitutions, 49. Lihat juga Euis Nurlelawati, The Kompilasi Hukum Islam and Legal Practice in Indonesian Religious Courts: Modernization, Tradition and Identity Amsterdam: Amsterdam University Press, 1990, 75. 135 ‘Abd al-Qadir ‘ Udah, al- Tashrī‘ al-Jināī al-Islami Muqārinan bi al- Qānūn al- Wad}’i, 423. 136 Erwandi Tarmizi, al-Maiysir Qadi man wa H}adithan, 8. 71 digandrungi anak-anak. Anak-anak dapat memperoleh untung bila memenangi lomba dalam games ini. 137 Baik praktek judi yang dilakukan manusia zaman jahiliyah maupun setelah datangnya Islam termasuk judi Online yang berkembang sekarang —, dan berbagai praktek socio-ekonomi yang bersifat negatif — sangat dilarang Islam. Maka penyusunan dan pengesahan Qanun yang merupakan salah satu bentuk perundang-undangan bertujuan untuk mencegah realita negatif tersebut dari masyarakat Aceh. Meskipun praktek judi sulit dihilangkan, namun dengan adanya usaha-usaha pimpinantokoh masyarakat dalam mengayahkan suatu komponen masyarakat agar menghindari praktek perdagangan dan system ekonomi yang berbau judi yang berupa taruhan, undian, dan ansuransi, serta praktek judi lainnya yang dilarangdiharamkan oleh ketentuan Islam. Islam telah membuka bidang-bidang usaha lain yang tidak menyangkut dengan perjudian dan praktek ekonomi yang yang berhaluan negatif. Fenomena perjudian di Aceh di dalam serah Aceh adalah riskan. sebagaimana pengakuan Snouck Hurgronje. Snouck mengatakan bahwa meskipun ada larangan keras hukum Islam atas segala sesuatu yang berbau riba, namun tidak semua masyarakat Aceh taat kepada hukum agama. Di antara masyarakat ada yang melanggar ketentuan agama dengan cara terang-terangan. Meskipun ada larangan keras agama, ketaatan masyarakat kepada hukum agama tidak membawa dampak bagi mereka, disebabkan kecanduan mereka dalam bermain judi lebih dominan. Praktek bisnis riba juga dilakukan oleh golongan tertentu dari masyarakat Aceh. Praktek ekonomi negatif yang dinamakan permainan 137 Lihat Ariel Hikmah “ Judi On line” diakses tanggal 11 Desember 2010. Majlis Permusyawaratan Ulama MPU Aceh juga mengharamkan kegiatan menghimpun dan menggandakan uang atau dikenal dengan istilah Money Game MG dan Multi Level Marketing MLM, yang berkembang di zaman globalisasi ini. Khusus untuk LML yang memenuhi kaidah serta obyek transaksi jelas, ulama memberi label mubah boleh. Money Game adalah kegiatan menghimpun dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktek memberikan komisi dan bonus dari hasil perekrutan mitra usaha baru dan bukan dari hasil penjualan produk. Sementara, ulama mendefinisikan MLM adalah penjualan langsung berjenjang PLB dengan cara penjualan barang atau jasa melalui jaringan pemasaran yang dilakukan oleh perorangan atau badan usaha kepeda sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut- turut. Lihat “MPU Mengharamkan Money Game”, Serambi Indonesia, 12 Desember 2010, 1. 72 judi juga sering dijumpai dalam masyarakat. Snouck menambahkan bahwa dari keseluruhan aspek judi yang dilakukan masyarakat, banyak yang berupa taruhan. Sedangkan perjudian dalam bentuk kontrak ansuransi dan yang serupa dengannya tidak dijumpai di Aceh, karena kontrak demikian tidak dikenal masyarakat pada saat itu. Sekiranya system kontrak ansuransi sudah ada ketika itu, sebagaimana sifat umum perjudian sejati, orang akan menerima kontrak tersebut tanpa ragu-ragu. 138 Diakui pada permulaan Islam, praktek judi bagi masyarakat memang terdapat sedikit nilai positif pda social-kemasyarakatan. Al- Quran bahwa pada kelangsungan paraktek judi terdapat faedah yang sedikit namun dosanya lebih besar dari faedahnya. 139 Sebelum adanya pelarangan, manfaat judi adalah dapat mengumpulkan masyarakat dalam suatu kumunitas social yang dapat saling menukar ide dan saling bertemu melalui suatu kegiatan yakni perjudian. Kelompok sosial pada perjudian dimanfaatkan masyarakat untuk bermusyawarah dalam mengahadapi segala persoalan masyarakat, di samping banyak juga membawa mudarat bagi mereka. Sedangkan aspek mudarat kerugian, selain dosa, praktek judi mengundang persoalan social dan masalah kebangkrutan ekonomi yang fatal bagi masyarakat. Adapun konsep Qanun Aceh yang menyangkut dengan perjudian, ia terdiri dari 10 bab dengan 34 pasal dangan sejumlah ayat serta dilengkapi dengan penjelasan-penjelasan. Qanun ini disahkan di Banda Aceh pada tanggal 15 Juli 2003 bertepatan dengan 7 Jumadil Awal 1424, dengan bubuhan tanda tangan gubernur Abdullah Puteh. Qanun ini diundangkan di Banda Aceh pada tanggal 16 Juli 2003 bertepatan dengan 16 Jumadil Awal 1424 kemudian disimpan di Lembaran Daerah Provinsi Nngggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 No. 256 Seri D Nomor 13. Rumusan bab I Qanun ini memuat Ketentuan Umum yang terdiri cuma satu pasal. 140 Bab II membahas tentang Ruang lingkup sebagaimana dijabarkan dalam Pasal 2-3 Qanun ini. 138 Snouck Hurgronje, De Atjehers Terj. Sutan Maimun, Aceh, Rakyat dan Adat Istiadatnya, 162-256. 139 Qs. al-Baqarah [2]: 219. 140 Pasal 1 manyatakan: Dalam Qanun ini yang dimaksud dengan:a. Daerah adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; b. Pemerintah Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Gubernur beserta perangkat lain Pemerintah DaerahIstimewa Aceh sebagai badan eksekutif Provinsi NanggroeAceh Darussalam; c. 73 Pembahasan tentang Pengawasan, larangan dan pencegahan khamar, dimuat di dalam Bab III Pasal 4-8. Pembahasan Bab IV menyangkut dengan peran serta masyarakat dijelaskan dalam Pasal 9-13. Bab V yang menyangkut dengan pengawasan dan pembinaan dijelaskan dalam pasal 14-16. Bab VI penyidikan dan penuntutan, dijelaskan dalam pasal 17-22. 141 Berdasarkan uraian di atas, penyusunan Qanun ini penting dilakukan mengingat adanya ayat al-Quran yang menyatakan pentingnya pelarangan judi bagi masyarakat, di samping ada aspek historis pelarangan sebagaimana dikatakan Snouck Hurgronje di atas. 142 c. Qanun No. 14 Tahun 2003 tentang Khalwat Pemerintah KabupatenKota adalah BupatiWalikota beserta perangkat lain pemerintah KabupatenKota sebagai badan eksekutif KabupatenKota dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; d. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; e. BupatiWalikota adalah BupatiWalikota dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; f. Camat adalah kepala pemerintahan di kecamatan; g. Imeum MukimKepala Mukim adalah pimpinan dalam suatu kesatuan masyarakat hukum yang terdiri atas gabungan beberapa gampong; h. Guechik adalah Kepala pemerintahan terendah dalam suatu kesatuan masyarakat hukum di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri; i. Masyarakat adalah himpunan orang-orang yang berdomisili di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam;j Mahkamah adalah Mahkamah Syar’iyah KabupatenKotadan Mahkamah Syar’iyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; k. Wilayatul Hisbah adalah lembaga yang bertugas membina, mengawasi dan melakukan advokasi terhadap pelaksanaan amar makruf nahi mungkar; l. Polisi adalah Polisi Nanggroe Aceh Darussalam yang diberitugas dan wewenang khusus menangani pelaksanaan penegakan Syari’at Islam; m. Penyidik adalah Penyidik Umum danatau Penyidik Pegawai Negeri Sipil; n. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang diangkat oleh Gubernur yang diberi tugas dan wewenang untuk melakukan penyidikan pelanggaran Syari’at Islam; o. Jaksa adalah Jaksa Nanggroe Aceh Darussalam yang diberi tugas dan wewenang menjalankan tugas khusus di bidang Syari’at Islam; p. Penuntut Umum adalah Jaksa yang diberi tugas dan wewenang khusus untuk melaksanakan penuntutan dibidang Syari’at dan melaksanakan penetapan dan putusan hakim Mahkamah; q. Pejabat yang berwenang adalah Kepala Polisi Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam danatau pejabat lain di lingkungannya yang ditunjuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; r. Jarimah adalah perbuatan terlarang yang diancam dengan qis}as}-diyat, hudud, dan ta’zir; s. ‘Uqubat adalah ancaman hukuman terhadap pelanggaran jarimah; t. Maisir perjudian adalah kegiatan danatau perbuatan yangbersifat taruhan antara dua pihak atau lebih dimana pihak yang menang mendapatkan bayaran. 141 Lihat Qanun No. 13 Tahun 2003. 142 Lihat juga Snouck Hurgronje, the Achehers, Terj. Sutan Maimun,126. 74 Dalam menanggapi fenomena sosial yang negatif dalam bentuk praktek khalwat yakni berdua-duan di antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim di tempat yang sepi tanpa ikatan sah pernikahan, pemerintah Aceh ikut berperan untuk mengurangi aspek negatif yang bakal ditimbulkan dari perilaku sosial yang negatif seperti ini. Praktek ini dapat terjadi di berbagai dimensi ruang dan waktu, terutama akibat dari faktor biologis dan psikologis manusia yang menyukai lawan jenisnya, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan hal-hal yang melenceng dari ketentuaan agama seperti adanya perzinaan. Maka persoalan ini memerlukan campur tangan pemerintah dan semua pihak umat Islam demi menciptakan kehidupan masyarakat agamis dan Islami. Praktek khalwat dapat juga berupa bercinta-cintaan di tempat yang sepi, yang disadurkan dari terminology Arab khal ā-yakhlu-khalwah yang berarti bersunyi-sunyi; bersepi-sepi. 143 Berkhalwat dalam terminologi Aceh kadang kala dinamai “manok ek eumpung” artinya ayam naik tangga menuju ke tempat bertelur. Term istilah khalwat dalam konteks ini lebih mendekati kepada pengertian khalwat yang berupa percintaan muda-mudi yang belum nikahmenjelang nikah. Qanun Aceh mendefinisikan khalwat sebagai suatu perbuatan yang berupa bersunyi-sunyian antara dua orang mukallaf atau lebih yang berlainan jenis yang bukan muhrim atau tanpa ikatan perkawinan. 144 Di Aceh, untuk menghindari perbuatan maksiat khalwat terdapat larangan-larangan adat sebagai berikut: a. Pemuda bergaul rapat dengan pemudi, berkirim surat-surat cinta, menjemput pemudi untuk jalan-jalan dan mengantarnya pulang sebelum mereka menikah; b. Bertandang ke rumah orang tanpa hadir laki-laki yang empunya rumah atau isterinya; c. Mengunjungi seorang janda yang masih muda, jika tak ada orang tuamuhrimnya; d. Duduk-duduk di tangga rumah orang lain. e. Berjalan- jalan di bawah rumah orang lain; f. Masuk ke sumur orang lain, baik berdinding atau tidak berdinding tanpa meminta izin; g. Berbicara yang tidak perlu dengan isteri orang lain wanita yang bukan isteri. 145 Sisi lain yang dapat dipahami dari khalwah adalah dengan sengaja berada di tempat yang sunyi bersama lawan jenis yang bukan 143 Mukhtar al- S}ih} āh, 50. 144 Qanun No. 14 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 20. 145 Moehammad Hoesin, Adat Atjeh Banda Aceh: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Peopinsi Daerah Istimewa Atjeh, 1970, 183. 75 muhrim lelakiperempuan yang tidak dinikahi--yang tidak mesti ada atau tidaknya melakukan hubungan seksual. Bila tejadi perselingkuhan akan masuk ke dalam kategori lanjutan yang dikenal dengan ketentuan zina yang dikenakan hukuman h}add derarajam di dalam syariat Islam. 146 Adapun konsep qanun Aceh, yang telah disahkan pemerintah Daerah tentang khalwah ini terdiri dari 10 bab dengan 33 pasal. Qanun ini dilengkapi dangan sejumlah ayat dan penjelasan-penjelasan. Qanun ini disahkan di Banda Aceh pada tanggal pada tanggal 15 Juli 2003 bertepatan dengan 7 Jumadil Awal 1424, dengan bubuhan tanda tangan gubernur Abdullah Puteh. Qanun ini juga telah diundangkan di Banda Aceh pada tanggal 16 Juli 2003 bertepatan dengan 16 Jumadil Awal 1424. Sebagaimana hukum perundang-undangan lainnya, Qanun ini menjelaskan juga prosedur penerapan uqubat hukuman. Uqubat mesum khalwat yang ditetapkan Qanun ini terdapat dalam bab I yang membahas tentang ketentuan umum. Ketentuan Umum hanya terdiri dari 1 pasal yakni Pasal 1. 147 Bab II membahas tentang ruang lingkup dan tujuan yang perinciannya tersusun di dalam Pasal 2-3. 146 Kata “zina’ secara bahasa, diantaranya; fujur kekejian, dan d}aiyiq penyempitan. Kata zina ini juga dapat digunakan sebagai sebutan untuk perbuatan selain persetubuhan dengan wanita yang bukan isteri. Lihat Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, dkk., S}ahih Fiqh al-Sunnah Hudud , Jinayat dan Diyat, Jual – Beli, Terj., 30. 147 Pasal 1: Daerah adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; a. Pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Gubernur beserta perangkat lainnya sebagai badan eksekutif Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; b. Pemerintah KabupatenKota adalah BupatiWalikota beserta perangkat lain pemerintah KabupatenKota sebagai badan eksekutif KabupatenKota dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; c. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; d. BupatiWalikota adalah BupatiWalikota dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam e. Camat adalah kepala pemerintahan di kecamatan; f. Imeum MukimKepala Mukim adalah pimpinan dalam suatu kesatuan masyarakat hukum yang terdiri atas gabungan beberapa gampong; g. Keuchik adalah kepala pemerintahan terendah dalam suatu kesatuan masyarakat hukum di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri; h. Masyarakat adalah himpunan orang-orang yang berdomisili di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; i. Mahkamah adalah Mahkamah Syar’iyah KabupatenKota dan Mahkamah Syar’iyah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; j. Wilayatul Hisbah adalah lembaga yang bertugas membina, melakukan advokasi dan mengawasi pelaksanaan amar makruf nahi mungkar dan dapat berfungsi sebagai penyelidik. k. Polisi adalah Polisi Nanggroe Aceh 76 Qanun ini jua menyatakan bahwa pelarangan dan perintah suatu perkara dalam Islam merupakan ketentuan syara‘ yang wajib dijalankan, maka menetapkan ketentuan hukum dan hukuman dalam susunan batang tubuh dan kandunganisinya. Ketentuan ini merupakan konsekwensi logis suatu hukum perundang-undangan. Qanun ini menyatakan bahwa tujuan pengqanunan perkara pelarangan khalwat adalah untuk mencegah masyarakat dari melakukan kejahatan khalwat dan zina. Bab III Qanun ini mengatur tentang larangan dan pencegahan tersebut, yang diuraikan dan dirincikan di dalam Pasal 4-7. Dari sudut sasaran, hukum Islam sebenarnya dibebankan kepada umat Islam yang mukallaf, yakni bagi orang Islam yang balig dan berakal untuk dijalankan di dalam realita kehidupan. Maka keterlibatan semua pihak sangat digalakkan dalam rangka merealisasikan perkara ini. Perkara ini di bahas dalam Bab IV. Peran serta masyarakat merupakan aspek penting dalam realisasi Qanun, agar penegakan hukum mencapai sasarannya. Bab tersebut mengupas aspek tersebut dalam Pasal 8-12. Sebagaiman hukum Islam, upaya penegakan hukum bukan bermaksud untuk mencari-cari kesalahan tajassus, namun bertujuan agar masyarakat tidak terjermus ke dalam tindakan kriminal sebagaimana diuraikan di atas. 148 Karena itu Bab V Qanun ini mengatur tentang pengawasan dan pembinaan, yang merupakan suatu upaya hukum yang tidak diabaikan. Pengaturan tentang upaya ini dapat dilihat di dalam Pasal 13-15. Darussalam yang diberi tugas dan wewenang khusus menangani pelaksanaan penegakan Syari’at Islam; 1. Penyidik adalah Penyidik Umum danatau Penyidik Pegawai Negeri Sipil; m. Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah Pejabat PegawaiNegeri Sipil yang diangkat oleh Gubernur yang diberi tugas dan wewenang untuk melakukan penyidikan pelanggaran Syari’at Islam; n. Jaksa adalah Jaksa Nanggroe Aceh Darussalam yang diberi tugas dan wewenang menjalankan tugas khusus di bidang Syari’at Islam; o. Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi tugas dan wewenang khusus untuk melaksanakan penuntutan di bidang syari’at dan melaksanakan penetapan putusan hakim mahkamah; p. Pejabat yang berwenang adalah Kepala Polisi NanggroeAceh Darussalam danatau pejabat lain di lingkungannya yang ditunjuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; q. Jarimah adalah perbuatan terlarang yang diancam dengan q is}as-diat, hudud, dan ta‘zir. r. ‘Uqubat adalah ancaman hukuman terhadap pelanggaran jarimah; dan t. Khalwatmesum adalah perbuatan bersunyi-sunyi antara dua orang mukallaf atau lebih yang berlainan jenis yang bukan muhrim atau tanpa ikatan perkawinan. 148 Qs. al- H}ujurat [49]: 12. 77 Selain itu, sebelum merealisasikan dan menegakkan suatu hukuman bagi pelaku kriminalkejahatan perlu adanya kepastian hukuman yang disusun oleh para ulama. Kepastian hukum bertujuan agar penjatuhan hukuman dapat berjalan secara efektif dan ideal, bukan “hantam kromo” tanpa perhitungan yang menyebabkan kerugian bagi pihak tertentu. Praktek “hantam kromo” dalam penghukuman merupakan pelanggaran terhadap hak-hak individu sebagaimana yang dijamin dalam Isam. Jaminan Islam terhadap hak-hak individu dapat dilihat di dalam lembaran-lembaran naskah kitab suci al-Quran, Sunnah Nabi Saw, dan dalam kitab-kitab fiqh Islam. Maka Bab VI Qanun No. 14 Tahun 2003 mengatur juga tentang penyidikan dan penuntutan. Penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara diperlukan agar hukuman yang dijalankan mendapat tanggapan positif dari masyarakat, di samping agar tidak bertentangan dengan Islam dan hak-hak individu masyarakat. Pengaturan mengenai hal ini merupakan tuntutan suatu hukum perundang-undangan, sehingga hal ini dirincikan dalam Pasal 16-21 bab tersebut. 149 149 Lihat Qanun No. 14 Tahun 2003. 78 BAB PELAKSANAAN HUKUM JINAYAT DI ACEH DALAM PERSPEKTIF FIQH 3

A. Pelaksanaan Qanun No. 12 Tahun 2003 1.