Judi Menurut Fiqh Pada masa sebelum Islam, perjudian merupakan salah satu dari

106 melahirkan. 224 Ketentuan ini mempertimbangkan bahwa ada beberapa halangan yang dimiliki wanita hamil untuk menerima cambukan. Halangan ini berupa akibat dari beratnya beban yang dipikul di dalam kandungannya, dapat mempengaruhi keselamatan dan kesehatan bayi yang ada di dalam kandungannya, sementra yang bersalah adalah adalah ibu bayi. Bayi yang berada di dalam kandungan ibunya wajib dijaga jiwa dan keselamatannya sebagaimana menjaga setiap manusia lain yang tidak bersakah sebagaimana semestinya, dalam hal ini Qanun mementingkan pertimbangan yang bersifat kemanusiaan. 225

2. Judi Menurut Fiqh Pada masa sebelum Islam, perjudian merupakan salah satu dari

banyak perilaku kejahatan yang diwariskan tradisi Arab sebelumnya. Masyarakat Arab telah terbiasa berjudi dengan pertaruhan tanpa mempertimbangkan harta dan keluarga isteri. Dikatakan Ibnu Abbas, pada masa Jahiliah seseorang kerap bertarung judi dengan lawannya dengan taruhan harta dan isteri woman folk, ahl. Siapa saja yang kalah dengan lawannya, ia harus meninggalkan harta dan isterinya untuk pemenangnya. 226 Setelah kedatangan Islam praktek seperti itu dilarang diharamkan. 227 Islam mengajarkan bahwa usaha judi sebenarnya masuk ke dalam kategori usaha untuk memperoleh harta secara tidak halal. Memang pendapat masyhur pakar fiqh tidak memasukkan perkara judi menjadi perkara jinayat dalam kitab-kitab Fiqh mereka, namun praktek judi merupakan perilaku usaha masyarakat tertentu yang tergolong ke dalam salah satu praktek ekonomi yang tidak sah menurut Islam. Praktek perjudian sering digolongkan ke dalam golongan perbuatan lagw sia-sia 224 Qanun No. 13 Tahun 2003 Pasal 30 Ayat 6 225 Al- Quran menyatakan: ﻥﺃﻭ ﺲﻴﻟ ﻥﺎﺴﻧﻼﻟ ﻻﺍ ﺎﻣ ﻲﻌﺳ . ﻥﺃﻭ ﻪﻴﻌﺳ ﻑﻮﺳ ﻯﺮﻳ . ﻢﺠﻨﻟﺍ ] ٣٥ [ : - ٤٠ - ٣٩ “Manusia hanya akan menerima balasan terhadap apa yang dilakukannya. Perbuatannya kelak akan diperlihatkan. al-Najm [35]: 39-40 226 Franz Rosenthal, Gambling in Islam Leiden: E.J. Brill, 1975, 68. 227 Lihat Qs. al-Baqarah [2]: 219; al-Baqarah [2] : 188; dan al-Maidah [6]: 90- 91. 107 karena menghabiskan waktu yang banyak bagi perbuatan yang tidak memberi faedah. Perilaku negatif ini menimbulkan dosa dan kerugian duniawi dan ukhrawi bagi pelakunya. ‘Abdul al-Qadir ‘ Udah dalam karyanya memisahkan perkara sibaq perlombaan dari perkara jinayath}udud. Beliau mengistilahkannya dengan al-’al‘ ab al-furusiyah. Bermain lomba pacuan kuda al-’al‘ ab al-furusiyah juga meliputi praktek olah raga lainnya yang berlaku sampai sekarang. Menurutnya, manfaat olah raga dapat meningkatkan kekuatan, ketangkasan yang bermanfaat bagi masyarakat baik di waktu damai maupun waktu perang. Perlomaaan pacuan kuda, lomba perahu, lomba balap mobil, lomba terbang, dan lain-lain sebagainya. Juga lomba ketangkasan bermain pedang, pergulatan, tinju boxing, lempar lembing, lomba tembak, angkat besi, lomba tarik tambang, dan renang. 228 Perbedaan antara mana mainan yang dibolehkandianjurkan yang berupa perlumbaan sibaq yang berupa lomba pacu kuda al-’al‘ab al- farusiyah kadang kala sulit dibedakan. Perbedaan ini tergantung kepada apa yang direncanakan pelakunya tentang ada atau tidaknya menggunakan taruhan uangmaterial dalam praktek perlombaan. Kalaupun menggunakan uang apakah itu merupakan hadiah atau memang benar-benar taruhan, yakni yang harus dibayar oleh pihak yang kalah. Sebab fiqh menyatakan bahwa pemberian hadiah bagi pemenang lomba ada keabsahan hukum dalam Islam. Tabel 3.4 menunjukkan bahwa keempat madhhab Fiqh sunni menganggap sesuai dengan Fiqh bila sesorang yang melakukan perjudiian dihukum dengan penghukuman cambuk sebanyak 6-12 kali. Pihak yang ikut serta di dalam membantu terselenggaranya tindak pidana tersebut dikenakan hukuman ta‘zir denda. 229 228 ‘ Abd al-Qadir ‘ Udah, al-Tashr ī` al-Jināī al-Islami Muqārinan bi al- Qānūn al- Wad}’i, 424. 229 Madhhab Hanafiyah dan Shafi’iyah dan H}anabilah menyatakan bahwa hukuman ta’zir jangan menyalahi sebab. H}anafiyah setuju dengan hukuman cambuk tidak lebih dari 39 kali. Sedangkan Shafi’iyah dan Ha}naqbilah menyetujui batas maksimal cambuk ta’zir sebanyak 19 kali. Sedangkan Malikiyah membolehkan ta’zir melebihi h}add dengan tinjauan ada kemaslahatan. Lihat ‘Abd al-Rah}man - al Jaziri, al- Fiqh ‘ala al- Madhahib al-Arba‘ah , Jilid 5, 308. Lihat juga ‘Abdu al-Qadir ‘Udah, al- Tashr ī’ al-Jinā’ī al-Islāmī Muqāranan bi al-Qānūn al-Wad}’ī, 154. 108 Tabel 3.4: Hukum Jarimah Judi dalam Perspektif Fiqh No Pelaku tindak pidanajarimah Hukuman dan Kesesuaiannya dengan Fiqh Hukuman Perspektif Fiqh Ta‘zir Cambuk Ta‘zir Kuru- ngan Ta‘zir Denda H ana fi ya h M al ik iy ah S ha fi iya h H ana b il ah Maz- hab Lain nya 1 Penjudi 6-12 kali - - Ss Ss Ss Ss 2 Penyedia Fasilitas - 15-35 juta rupiah Ss Ss Ss Ss 3 Penyelenggara - Sda Ss Ss Ss Ss Ss 4 Pelindung - Sda Ss Ss Ss Ss Ss 5 Pemberi Izin - Sda Ss Ss Ss Ss Ss Catatan: Bentuk jarimah: berjudi, menyediakan fasilitas, menyekenggarakan, melindungi, dan memberikan izin perjudian. A l-Jaziri dalam kitabnya al-Fiqh ‘ala al-Madhhahib al-Arba‘ah mencatat bahwa seorang penguasa, misalnya, dapat merangsang pelomba dengan mengatakan: “siapa yang menang di antara kalian berdua akan saya tanggung sekian dana hadiah.’’Di antara pihak yang menjadi petarung juga boleh mengatakan: “jika kamu menang dalam perlombaan ini maka saya akan bayar sekian dana untuk kamu.” Yang tidak boleh mereka katakan kepada yang kalah:” jika kamu kalah harus membayar sekian dana untuk saya.” Dengan perkataan lain, penerimaanpemberian hadiah untuk merangsang pelomba dibolehkan dalam hukum Islam. 230 Namun bila mengarah ke upaya untuk memperoleh laba dari usaha tersebut, dan ada unsur keterpaksaan, hal ini 230 ‘ Abd al-Qadir ‘Udah, al-Tashr ī` al-Jināī al-Islami Muqārinan bi al- Qānūn al- Wad}’i, 425. Lihat juga Abu Malik Kamal bin al-Sayyid Salim, S}ah}ih} Fiqh al- Sunnah, H}udud, Jin āyāt dan Diyat, Jual Beli Terj., 2-5. Lihat juga ‘Abd al-Rah}man al-Jaziri, al-Fiqh ‘ala al-Madhahib al-Arba‘ah, 14. 109 tidak dibolehkan. Apalagi dengan menjadikan usaha yang berbau judi tersebut dengan tujuan agar cepat menjadi kaya. Perkara pelarangan judi disebutkan disebutkan berbarengan dengan perkara khamar oleh al-Quran. Karena praktek judi kerap dilakukan berbarengan dengan dengan khamar. Khamar merupakan minuman yang kerap disuguhkan bagi para penjudi oleh wanita-wanita jahiliyah. Maka dengan melihat akibat yang ditimbulkan judi, berbagai tinjauan seperti pada aspek hukuman ta‘ zīr yang dijatuhkan kepada pelakunya, Qanun Aceh telah menggolongkannya ke dalam perkara jinayat. Pengqanunan judi bagi suatu masyarakat Islam tidak terlepas dari aspek historis khilafah Islamiyah, karena Qanun bersumber dari Fiqh sebagaimana diakui Abdul Halim. 231 Memang menurut perspektif ekonomi, kadang kala judi kerap digalakkan oleh pelakunya yang menginginkan cepat menjadi orang kaya dalam berdikarai, meskipun dalam realita di lapangan kerap terjadi sebaliknya. Praktek judi kerab bukan menguntungkan pelakunya secara ekonomi. Bahkan bila orang mengalami kekalahan, ia akan melakukan pengorbanan sisa hartanya demi ingin mengembalikan harta yang telah habis di “meja” judi. Ketika hartanya habis baru ia menyadari kerugiannya, sehingga bukan hanya kerugian besar secara ekonomi yang dialaminya, namun juga terhadap dampak psikologis yang dialaminya, seperti munculnya stress frustasi karena kerugian. Kerugian ini juga menimbulkan kebencian kepada si pemenang yang telah mengalihkan hartanya menjadi harta si pemenang, tanpa susah payah. Maka Islam melarang praktek judi yang merupakan salah satu cara memperoleh harta secara b āt}il tidak halal itu. Pelarangan Islam dalam mencari harta dengan cara yang batil, sebagaimana dinyatakan dalam Qs. al-Baqarah [2] ayat 188: ﻦﻳﺬﻟﺍﺎﻬﻳﺍﺎﻳ ﺍﻮﻨﻣﺍ ﻻ ﺍﻮﻠﻛﺄﺗ ﻢﻜﻟﺍﻮﻣﺃ ﻢﻜﻨﻴﺑ ﻞﻃﺎﺒﻟﺎﺑ ﺎﺍﻮﻟﺪﺗﻭ ﱃﺍ ﻡﺎﻜﳊﺍ ﺍﻮﻠﻛﺄﺘﻟ ﺎﻘﻳﺮﻓ ﻦﻣ ﻝﺍﻮﻣﺃ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﰒﻻﺎﺑ ﻭ ﻢﺘﻧﺃ ﻥﻮﻤﻠﻌﺗ . ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ ] ٢ :[ ١٨٨ “Wahai orang orang yang beriman janganlah kalian memakan harta sesame kalian dengan jalan yang batil tidak hak, dan kalian membawakannya 231 Abdul Halim, Politik Hukum Islam di Indonesia , 72-74. 110 kepada hakim agar kalian dapat memakan sebagian harta manusia dengan dengan dosa sementara kalian mengetahui Qs. al-Baqarah [2] ayat 188. Al-Quran telah menyatakan bahwa praktek usaha judi dalam bidang perekonomian termasuk cara perolehan harta yang digalakkan syaitan yang dapat membinasakan seseorang di dunia, dan bahkan di akhirat kelak. 232 Di akhirat orang akan disiksa karena harta haram yang ia konsumsikan dan belanjakan. Harta tersebut juga menjadi bahan penyiksa dirinya di neraka. 233 Maka Islam mengenakan hukuman bagi pelaku agar ia jera dan insaf sadar dan mencegah orang lain dari mengikuti seperti yang orang tersebut lakukan. Fiqh etika juga mengatakan bahwa usaha judi sebenarnya masuk ke dalam praktek memperoleh harta secara curang. Meskipun pendapat masyhur tidak memasukkan judi menjadi perkara Fiqh— bahkan tidak tidak menetapkan hukuman tertentu bagi pelakupelaksana perjudian, Qanun Aceh telah menggolongkannya ke dalam perkara jinayat jarimah karena berbagai tinjauan seperti adanya aspek hukuman ta‘ zir yang dijatuhkan terhadap pelaku kejahatanjarimah sebagaimana uraian di atas. Menurut pandangan Qanun Aceh praktek judi akan mengakibatkan masyarakat mengalami kebinasaan di dunia, bahkan akan menghancurkan system perekonomian rumah tangga. 234 Nabi Saw mengatakan: sesungguhnya Allah SWT membenci pada dirimu “qila wa qala” banyak berdebat, banyak bertanya dan membuang-buang harta”. 235 Seorang pakar Fiqh, Ibnu Qayyim juga pernah mengatakan bahwa apabila seseorang melihat orang-orang jahat dan fasiq bermain catur shat}ranji hendaklah seseorang mencegah mereka karena mereka tidak memahami dan mengalihkan mereka kepada permainan-permainan 232 Qs. al- Māidah [6]: 90-91. 233 Qs. al-Humazah [104]: 1-4. 234 Di dalam sosio-kultural masyarakat juga berkembang pemahaman bahwa harta yang diperoleh secara haram, sering diistilahkan dengan “harta Qarun”. Al-Quran mencotohkan praktek pengumpulan harta secara illegal haram pada kisah Qarun pada masa Musa AS. Qarun bersama dengan hartanya ditenggelamkan Allah ke dalam perut bumi. Lihat Qs. al- Qas}aș: 76-78. 235 Al-Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah Kairo: al-Fath li ‘ilam al-‘Arabi, 1365 H, 7. 111 yang disukai Allah SWT seperti latihan menembak rimayah, perlombaan, pacuan kuda sibaq, dan yang serupa itu. 236 Berdasarkan nas }s} teks di atas—meskipun Fiqh Islam tidak menetapkan hukuman tertentu bagi pelaku maisir—alangkah bagusnya bagi pelaku dikenakan hukuman agar ia tidak mengulangi lagi perbuatannya dan menakutkan orang lain dari mmengikuti seperti yang orang tersebut lakukan.

3. Eksekusi Tindak Pidana Judi di Aceh