179
kepada penyidik tentang telah dilakukan peringatan dan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2.
383
Selain itu, di dalam Pasal 15 juga dikatakan: Wilayatul Hisbah dapat mengajukan gugatan praperadilan kepada Mahkamah apabila
laporannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Ayat 1 tidak ditindak lanjuti oleh penyidik tanpa suatu alasan yang sah setelah jangka
waktu 2 dua bulan sejak laporan diterima penyidik.
384
2. Pandangan HAM Universal
Sudah diuraikan di atas, menurut sebagian kalangan, aplikasi Qanun No. 14 Tahun 2003 tidak hanya melangganggar UDHR 1948
terutama pasal 5-6 nya, namun juga banyak bertentangan dengan sejumlah kovenan-kovenannya. Hal ini dapat dilihat pada kovenan
HAMCEDAW. Menurut tinjauan Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women pelanggaran HAM bukan
hanya pada eksekusi tindak pidana khalwat namun sejak mulai penyelidikan opsporing oleh Wilayatul Hisbah tentang praktek
kebebasan individu yang berupa khalwat. Penyelidikan seperti ini juga bertentangan dengan kovenan HAMICCPR yakni
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
yang ditanda tangani RI pada tanggal 19 Desember 1966, sebagaimana diterangkan di atas. Diakui Sukron Kamil,
dkk bahwa di Bireuen Aceh memiliki frekwensi raziapenyelidikan wanita keluar malam paling tinggi dibandingkan tempat lain, karena
Bireuen memang telah menerapkan syariat Islam dalam berbagai aspek, termasuk larangan khalwat.
385
Selain yang berupa hanya penyelidikan tersebut, eksekusi tindak pidana khalwat seperti dialami masyarakat Aceh Barat, yang dihadapkan
pada panggung eksekusi pencambukan jelas terjadi pelanggaran HAM yang lebih besar. Bahkan aksi tersebut telah mengarah kepada
pelanggaran kovenan tentang penghukuman yang kejam dan melanggar harkat dan martabat manusiaConvention Against Toture CAT.
383
Lihat Qanun No. 14 Tahun 2003 Pasal 14 Ayat 1 sampai 3.
384
Lihat Qanun No. 14 Tahun 2003 Pasal 15.
385
Sukron Kamil, dkk, Syariah Islam dan HAM: Dampak Perda Syariah terhadap Kebebasan Sipil, Hak-hak Perempuan dan Non Muslim, 165.
180
Argumen ini ditegaskan dengan Pasal 5 dan Pasal 6 UDHR 1948.
386
Namun bagi konsep DUHAM hal ini jelas pertentangan besar dengan CAT yang mengadopsi Pasal 5 DUHAM, dan International Covenants
on Civil and Politics Rights ICCPR, dan instrumentkomponen HAM terkait lainnya. Pandangan seperti ini dikeluarkan oleh Komnas
Perempuan tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh.
387
Berbeda dengan pandangan sebagian kalangan, pihak yang mengesahkan Qanun khalwat memandang bahwa praktek hukuman
ta‘ zir yang dijatuhkan terhadap pelaku khalwat merupakan kebolehan
jika mahkamah syariat Islamhakim ternyata memutuskan hukum demikian, dan tidak terkategorikan melanggar hak individu, dan
penyiksaan yang menyiksa dan merendahkan martabat manusia.
Fenomena perdebatan yang menyangkut dengan HAM tersebut telah ditanggapi Alyasa‘ Abu Bakar dengan mengatakan bahwa
penerapan syariat Islam tidak boleh melanggar Hak-hak Asasi manusia HAM dan tidak mengabaikan hak perempuan gender;
388
sanksi cambuk bagi pelaku khalwat zina adalah hukuman alternatif yang—
menurutnya—tidak bertentangan
dengan HAM,
maka kalau
pelaksanaanya tidak cocok harus diselesaikan. Artinya kalau tidak Islamnya salah dipahami, makna HAM-nya salah dijelaskan. Jadi tidak
mungkin penerapan syariat Islam bertentangan dengan HAM. Ia
386
Pasal 5: Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, perlakuan tidak manusiawi atau merendahkan atau hukuman.
Pasal 6: Setiap orang berhak atas pengakuan di mana-mana sebagai pribadi di hadapan hukum.
387
Komnas Perempuan tentang Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh, “Analisis terhadap Qanun No. 12, 13, dan 14 tentang Jinayat”, Kertas Kebijakan, 10 Oktober
2005, 8.
388
Terminology gender memiliki pengertian yang luas ambiguation, namun yang dimaksudkan di sini adalah untuk kategori perbedaan individu ditinjau dari aspek
jenis kelamin. Keterkaitannya dengan perkara khalwat improper relation between sexes karena tindak pidana ini melibatkan dua orang yang berjenis kelamin berbeda
yakni laki-laki dan perempuan. Keterkaitannya dengan HAM karena ada pendapat dalam Islam yang melarang perempuan bekerja di sektor publik yang bercampur-baur
antara laki-laki dan perempuan, sehingga berat kemungkinan terjadi praktek khalwat pada situasi dan kondisi tertentu. Pandangan seperti ini bertentangan dengan UDHR
1948 Pasal 19 tentang kebebasan gender.
181
menegaskan bahwa penerapan syariat Islam di Aceh tidak mencontoh Malaysia, Afghanistan, dan berbagai negara Islam lainnya. Tetapi Aceh
memiliki model sendiri dan itu tak bisa dilaksanakan dalam waktu cepat. Sukron, dkk dengan mengutip Alyasa‘ juga mengatakan bahwa
perempuan dalam bingkai syariah di Aceh diperkenankan bekerja di luar rumah. Di dalam adat masyarakat Aceh, perempuan diberikan
penghargaan yang tinggi yakni ada yang menjadi ratu dan pahlawan.
389
Selain paparan Ayasa‘,—menyangkut dengan—persoalan gender di dalam Islam juga kerab diperdebatkan pakar-pakar HAM Islam
dan dunia.
390
Alyasa‘ mengakui dirinya menyetujui hukuman cambuk, baik kepada pelaku khalwat, khamar, dan maisir. Menurutnya, semua
hukuman adalah derita, yang menurut filosof Eropa, penderitaan paling berat adalah kehilangan kemerdekaan. Logikanya karena hak asasi paling
dasar adalah kebebasan, maka hukuman cambuk yang diterapkan adalah yang lebih ringan dan yang agak jauh dari pelanggaran HAM.
391
Senada dengan Alyasa‘ M. H. Syed menyetujui pelarangan khalwat illegal
sexual intercourse, sebagaimana katanya: “Islam prohibated illegal sexual intercourse in all forms, …”Islam melarang semua bentuk
hubungan seksual yang tidak sah”.
392
Dengan perkataan lain, mulai dari proses penyelidikan aspek HAM dalam pembuatan Qanun Aceh telah diperhatikan. Penyelidikan
sangat diperlukan karena hal ini merupakan aspek proses supremasi hukum agar tidak menyimpang dengan HAM dan hukum. Pasal 11
UDHR 1948 menyebutkan: 1 Setiap orang yang dituduh melakukan tindak pidana berhak untuk dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan
kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang diperlukan untuk pembelaannya.
2 Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran
389
Sukron Kamil dan Chaider S. Bamualim, Syariah Islam dan HAM: Dampak Perda Syariah terhadap Kebebasan Sipil, Hak-hak Perempuan dan Non Muslim , 134
390
Shahram Akbarzadeh and Benjamin MacQuen, Islam and Human Rights in Practice Prospectives across the Ummah, 1-10.
391
Alyasa‘ Abu Bakar, “Syariat Islam jangan Bertentangan dengan HAM”, Serambi Indonesia, 10 Juni 2010, 3. Lihat juga Sukron Kamil
Chaider S. Bamualim,
, Syariah Islam dan HAM
: Dampak Perda Syariah terhadap Kebebasan Sipil, Hak- hak Perempuan dan Non Muslim
207.
392
M. H. Syed, Human Rights in Islam: the Modern Perspective , 154
182
hukum karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran hukum menurut undang-undang nasional atau internasional,
ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan dikenakan hukuman yang lebih berat daripada yang berlaku pada saat tindak pidana
tersebut dilakukan.
393
Senada dengan Pasal 11 UDHR 1948 ini, di dalam Qanun Aceh tentang Khalwat Pasal 14 juga dikatakan: a. Dalam melaksanakan fungsi
pengawasannya, Pejabat WH sebgaimana dimaksud dalam pasal 13 bila menemukan pelaku terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 5 dan 6, menyampaikan laporan secara tertulis kepada penyidik; b. Dalam melaksanakan fungsi pembinaannya, Pejabat Wilayatul Hisbah
yang menemukan pelaku jarimah khalwatmesum dapat memberi peringatan dan pembinaan terlebih dahulu kepada pelaku sebelum
menyerahkannya kepada penyidik; c. Pejabat Wilayatul Hisbah wajib menyampaikan laporan kepada penyidik tentang telah dilakukan
peringatan dan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Ayat 2.
Di dalam Pasal 15 Qanun tersebut juga dikatakan, Wilayatul Hisbah dapat mengajukan gugatan praperadilan kepada Mahkamah
apabila laporannya sebagaimana dimaksud dalam pasal14 ayat 1 tidak ditindak lanjuti oleh penyidik tanpa suatu alasan yang sah setelah jangka
waktu 2 dua bulan sejak laporan diterima penyidik.
394
Hak gugatan dan perlindungan hukum yang terdapat di dalam pasal 15 Qanun tersebut juga senada dengan Pasal 12 UDHR yang
berbunyi: Tidak seorangpun dapat dikenakan terhadap interferensi dengan
sewenang-wenang, keluarganya
rumah privasi,
atau korespondensi, atau untuk serangan atas kehormatannya dan nama
baiknya. Setiap orang berhak atas perlindungan hukum terhadap campur tangan atau serangan.
Pasal 31 Qanun menyebutkan bahwa 1 ‘Uqubat cambuk dilakukan oleh seorang petugas yang ditunjuk oleh Jaksa Penuntut
Umum; dan Ayat 2 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, Jaksa Penuntut Umum harus
berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam Qanun ini danatau ketentuaan akan diatur dalam Qanun tentang hukum formil.
Mekanisme ini menunjukkan adanya keterlibatan unsur personalia terkait
393
Lihat UDHR 1948 Pasal 11.
394
Lihat Qanun No. 14 Tahun 2003 Pasal 14-15.
183
dalam prosesi pengeksekusian pelaku tindak pidana dalam suatu mahkamah.
395
Juga dikatakan bahwa keterlibatan hakim q
ād}i tidak terlepas sejak awal prosesi seperti penyelidikan sampai dengan penjatuhan
hukuman, sebagaimana dikatakan dalam Pasal 32 bahwa: 1 Pelaksanaan ‘
Uqubat
dilakukan segera setelah putusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap; dan ayat 2 menyatakan bahwa Penundaan
pelaksanaan ‘ uqubat hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan dari
Kepala Kejaksaan apabila terdapat hal-hal yang membahayakan terhukum setelah mendapat keterangan dokter yang berwenang.
Sebagaimana diketahui bahwa bahwa seorang jaksa merupakan unsur penting bagi keberlangsungan suatu prosesi pengeksekusian, maka tidak
mustahil ia diperankan dalam proses itu.
396
3. Pandangan CEDAW dan CAT