32
madhhab fiqh saja.
56
Berbagai perkembangan hukum menunjukkan bahwa sosio-kultural Aceh sekarang belum terlepas dari bingkai sejarah
pra-kemerdekaan 1945 dan pra-penjajahan 1297-1903 M.
57
b.
Aspek sosio-yuridis
Sebelum membahas tentang aspek yuridis yang berkaitan dengan kehidupam masyarakat Aceh terlebih dahulu dipaparkan aspek teoritis
yang berkenaan dengan hukum yuridis itu sendiri. Secara umum, menyangkut dengan teori hukum, penelitian ini
ingin mengutip cuplikan dari sebuah Wikipedia menyatakan macam- macam istilahungkapan yang menggambarkan keumuman hukum di
dunia. Hukum-hukum tersebut antara lain: 1. Hukum Perjanjian Contract Law menggatur segala sesuatu, mulai
dari perjanjian membeli satu tiket bus sampai dngan perdagangan di pasar-pasar yang terjangkautertentu.
2. Hukum Hak Kepemilikan Property Law berarti hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang berkaitan dengan transfer hak
milik dari seseorang kepada orang yang dituju.
3. Hukum Kepercayaan Trust Law permohonan asset yang
diperuntukkan untuk investasi dan pengamanan uang. 4. Hukum PenyiksaanPelukaan Tort Law menyatakan tuntutan pada
ganti rugi compensation jika suatu hak seseorang atau harta kekayaannya diganggu harmed.
5. Hukum tindak pidana criminal law memberikan sarana dengan cara
Negara dapat memproses si penjahat itu, suatu perkara
dikriminalisasikan;
56
Wawancara pribadi dengan Ibrahim Kaoy Ketua Majlis Adat Aceh, Banda Aceh, 30 Juli 2008 mengenai pengetahuan qadi terhadap madhhab fiqh.
Wawancara ini bukan dalam kontek penelitian, namun berdasarkan pengalaman peneliti selama berada di Aceh. Lihat juga Idri STAIN Pamangkasan, Indonesia, “Religious
Court in Indonesia History and Prospect,” Journal of Indonesian Islam, Vol. 3 Number 2, Desember 2009, 302. Sistem lembaga peradilan Islam pra-kemerdekaan dan pra-
penjajahan juga berbeda, yakni Mahkamah Syariyah pasca MoU Helsinki 2005 berada dalam koridor hukum nasional RIdi bawah payung hukum tertingggi UUD 1945 RI.
Sedangkan pra-penjajahan tunduk di bawah ke-sultan-an penguasa. Lihat UU No. 11 Tahun 2006 bab XVIII tentang Mahkamah Syar‘iyah pasal 128, 132, 135, 136, dan
137.
57
Syamsuhadi Irsyad, Mahkamah Syariyah dalam Sistem Peradilan Nasional Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009, 101.
33
6. Hukum Konstitusi Constitutional Law memberikan kerangka bagi pembuatan hukum, perlindungan terhadap hak manusia human
rights dan pilihan dari suatu perwakilan politik.
7. Hukum Administrasi Administrative Law digunakan untuk
meninjau kembali keputusan dari badan-badan pemerintah. 8. Hukum internasional international law mengatur urusan-urusan di
antara negara-negara yang berdaulat sovereign nation states dalam aktifitas yang berhubungan dengan perdagangan trade sampai
mengatur wilayah aksi militer.
Macam-macam hukum tersebut menunjukkan bahwa banyak sector hidup dan kehidupan manusia yang memerlukan hukum sebagai
alat pengontrol kegiatan-kegiatan manusia. Aristoteles, philosof Yunani Greek philosopher—350 SM mengatakan, “ peraturan dari suatu
undang–undang adalah lebih baik dari peraturan banyak individu—the rule of law is better than the rule of any individual.
58
Bila dikaitkan dengan agama maka hukum akan melahirkan penamaan hukum agama religious law. Hukum agama secara eksplisit
adalah hukum yang berdasarkan persepsi agama religious precepts, seperti Halaka agama Yahudi Jewish Halakha dan syariat Islam
Islamic Sharia—yang keduanya dimaknai sebagai jalan untuk diikuti the path to follow—sementara hukum agama Kristen Christian canon
law juga berlaku pada sejumlah masyarakat gereja. Implikasi suatu agama terhadap hukum kerap tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata
unalterability, sebab kata-kata Tuhan tidak dapat ditetapkan oleh hakim maupun pemerintah cannot be amended or legislated against by judges
or governments. Bagaimanapun sebuah system hukum legal system yang mendetil memerlukan campur tangan manusia. Dalam agama
Kristen, Hukum perundangan Canon law hanya digunakan oleh sejumlah juru tulis di Roman Catholic Church, the Eastern Orthodox
Church dan Anglican Communion.
59
Torah atau Perjanjian Lama Old Testament di dalam the Pentateuch or Five Books of Moses juga mengandung peraturan dasar
basic code dari hukum Yahudi Jewish law, yang diamalkan oleh
58
Lihat http: en.wikipedia.orgwiki.Islamic
Law of the WorldLaw.htm diakses tanggal 18 Agustus 2010.
59
Lihat http:en.wikipedia.orgwiki.Islamic
Law of the WorldLaw.htm diakses tanggal 18 Agustus 2010. Lihat juga Qs. al-
Maidah [5]:32
34
sejumlah masyarakat Yuhudi. Halaka adalah kode peraturan dari hukum Yahudi a code of Jewish law yang meringkaskan sejumlah
penafsiran Talmut. Celakanya, Hukum Israel Israeli Law mengizinkan para individu litigants untuk menggunakan hukum-hukum agama hanya
jika mereka perlu atau mereka pilih, bahkan memutar balikkan isikandungan kitab suci.
60
Al-Quran juga memiliki sejumlah undang-undang yang bertindak sebagai sumber bagi sumber-sumber hukum selanjutnya melalui
penafsiran through interpretation, qiy as reasoning by analogy, Ijma`
consensus and precedent. Perkara yang utama ini meliputi sebuah tubuh hukum yang dikenal dengan Sharia dan Fiqh.
Istilah “hukum Islam” terambil dari istilah “fiqh al-Isl am” yang
mencakup ‘ ibādāt, mu‘amalāt, ah}wāl al-Shakhs}īyah, dan al-Jināyah.
61
Sedangkan makna “hukum” secara umum juga berarti sebuah sistem Undang-undang a system of rules.
Di dalam aspek Jinayah, para pakar hukum Islam membagikan perkara Jinayat
h}udud
ke dalam 8 delapan aspek.
Empat imam madhhab Fiqh Sunn
i sepakat bahwa tindak pidana dalam Islam terdiri dari 7 aspek. Keseluruhan
aspek
tersebut adalah: 1 Tindak pidana riddah apostasy; 2 tindak pidana khamar drinking wine; 3 Tindak pidana z
inā mesumadultery;
4 tindak
pidana penuduhan
qazaffalse accusation; 5 tindak pidana pemberontakan
bughwahh}irabah; 6 tindak pidana pencurian; 7 tindak pidana penyamunan
qat}’u al- t}ar
īqrobbery;
62
dan 8 tindak pidana pembunuhan.
63
60
Qs. al-Baqarah [2]: 79.
ﻼﻴﻠﻗ ﺎﻨﲦ ﻪﺑ ﺍﻭﺮﺘﺸﻴﻟ ﷲﺍ ﺪﻨﻋ ﻦﻣ ﺍﺬﻫ ﻥﻮﻟﻮﻘﻳ ﰒ ﻢﻬﻳﺪﻳﺎﺑ ﺏ ﺎﺘﻜﻟﺍ ﻥﻮﺒﺘﻜﻳ ﻦﻳﺬﻠﻟ ﻞﻳﻮﻓ ,
ﻞﻳﻮﻓ ﻥﻮﺒﺴﻜﻳ ﺎﳑ ﻢﳍ ﻞﻳﻭﻭ ﻢﻬﻳﺪﻳﺍ ﺖﺒﺘﻛ ﺎﳑ ﻢﳍ
.
“Kecelakaan telah menimpa orang-orang yang menulis al-Kitab dengan tangan-tangan mereka sendiri, kemudian mengatakan kitab ini dari sisi Allah, agar
memperoleh keuntungan sedikit dalam kehidupan dunia. Maka kecelakaan bagi mereka karena apa yang mereka tulis, dan kecelakaan bagi mereka karena apa yang
mereka lakukan.”
61
Abd Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, cet. 1 Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, 25.
62
Muhammad ‘Atha Alsid Sidahmad, the Hudud the Seven Spesific Criminal Law and Their Mandatory Punishment Petaling Jaya, Eagle Sdn., Bhd., 1995, 36.
35
Abdurrahman I. Doi dalam Shari‘ah the Islamic Law juga menyebutkan 8 delapan penggolongan jinayat. Dari delapan tersebut ia
tidak menyebutkan tindak pidana penyamunan qat}‘u al-t}ariqrobbery.
Ia hanya menambahkan dengan tindak pidana lari dari medan peperangan al-f
irār min al-zah}frunning away from the battle field in jihad.
64
Menurut qaidah fiqhiyah, untuk penghukuman bagi pelaku jinayat, terdapat hukuman
qis}as} dan diat.
65
Selain itu ada juga yang diterapkan h}add dan ta‘
zīr.
66
Pandangan ini disetujui ‘ Abdul Qadīr ‘Udah dalam
kitabnya al- Tashrī‘ al-Jinā’i al-Islami.
63
1 Riddah secara bahasa lugawi berarti menarik diri dari sesuatu dan
berpindah darinya. Menurut Istilah syariat, riddah adalah sikap seseorang muslim yang menyebabkan kekafirannya, baik berupa perkataan, perbuatan, meninggalkan sesuatu
kewajiban, keyakinan maupun keraguan , bila bila syarat-syaratnya terpenuhi; 2 Zin a
mempunyai dua pengertian luqgaw i: fujur kekejian, dan
d}aiyiq penyempitan. Zina juga dimaknai untuk sebutan bagi perbuatan persetubuhan dengan wanita yang bukan
isteri; 3 Qazaf adalah al-ramy melempar. Firman Allah SWT: “aniqzi fihi fi al- tabuti faqzi fiihi fi al-yammi” berarti: “letakkanlah ia Musa di dalam peti, kemudian
lemparkanlah hanyutkan ia ke sungai Nil”. Qs. T{aha: 39
; 4
H{ir ābah
perampokan secara bahasa , berasal dari kata al- h}arb perang, lawan kata dari as-silm
–dengan menfatah huruf ra’
—
yang artinya al-salbu permpasan. H}araba fulanan
malahu, artinya merampas harta si fulan. Obyeknya disebut mahrub atau h ārib
orang yang dirampas; 5
Mencuri adalah mengambil sesuatu yang bukan miliknya secara sembunyi-sembunyi. Menurut istilah adalah mengambil harta yang terjaga milik orang
lain dan mengeluarkannya dari tempat penyimpanannya tanpa ada kerancuan shubhat di dalamnya dan dilakukan secara sembunyi-sembunyi
; dan 6 Al-qatl pembunuhan ialah tindakan yang dilakukan oleh manusia untuk
menghilangkan nyawa, atau hilangnya nyawa manusia akibat tindakan manusia lainnya. Lihat
S{ah{ih Fiqh Sunnah, 280.
64
Do, I. Abdurrahman, Shari‘ah the Islamic Law Kuala Lumpur: A.S. Noordeen, 2002, 229-267.
65
Al-di yat adalah bentuh jama‘ dari al-diyah. Secara bahasa adalah bentuk
ma s}dar dari lafal wada‘ah al-
qātil, yadahu diatan, bila wali pembunuh memberikan tebusan nyawa atau selainnya kepada korban atau walinya karena disebabkan oleh
jinayat tindak pidana jiwa korban atau selainnya. Ada juga yang mengatakan bahwa al-qatl sinonim dengan diyat. Lihat
S{ah}ih Fiqh Sunnah, 342.
66
Jinayat selain pembunuhan adalah setiap tindakan haram yang dilakukan
terhadap anggota tubuh, baik dengan cara memotong, melukai, maupun menghilangkan fungsinya. Jinayat selain pembunuhan ada dua macam. Pertama, jinayat yang
mengharuskan qisās. Kedua, jinayat yang mengharuskan diyat dan lainnya. Lihat Sahih
Fiqh Sunnah, 319.
36
Abu Ishaq al-S hat}ibi dalam kitabnya al-
Muwāfaqāt fi Us}ul al- Sharī‘ah menyebutkan lima perkara yang disuruh lindungi dalam Islam.
Lima perkara tersebut dinamakan al-d}aruriyat al-khamsah lima perkara
yang asasi, yaitu 1 h}ifz} al-
dīn, perlindungan agama, 2 h}ifz} al-nafs perlindungan jiwa,
67
3 h}ifz} al-‘aqli perlindungan akal, 4 h}ifz} al-
nasl perlindungan keturunan, dan 5 h}ifz} al-
māl perlindungan harta benda. Abd. Shomad menggabungkan antara
h}ifz} al- dīn dan h}ifz} al-‘ird}
menjadi satu bagian dari lima perkara tersebut.
68
Adapun perkara hukum dalam sejarah Aceh, pasca terbentuknya Indonesia tahun 1945, pemerintah Pusat mengeluarkan UU Provinsi UU
No. 24 Tahun 1956 yang mengembalikan Aceh menjadi “provinsi Aceh”—sebagaimana telah disinggung di atas. UU tersebut turut
menyatakan bahwa sosio-kultural Aceh yang terdiri dari suku Aceh, suku Gayo, suku Alas, suku Aneuk Jameie, suku Kluet, suku Tamiang,
suku-suku di berbagai kepulauan, dan suku lain, yang dalam perkembangan selanjutnya dihuni juga oleh para pendatang. Refleksi
dari sejumlah UU yang menyangkut denan pemekaran wilayah provinsi dan kabupatenkota di Indonesia pasca tahun 1998, provinsi Aceh pada
saat ini mekar menjadi 13 tiga belas kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen, Pidie, Aceh Besar, Aceh Barat, Simeuleu,
Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Tenggara, dan Aceh Tengah, serta 4 empat kota yaitu Kota Banda Aceh, Sabang, Lhokseumawe, dan
Langsa. Sedangkan sekarangpasca MoU Helsinki 15 Agustus 2005 jumlah kabupaten di Aceh sudah sudah mencapai 23 kabupatenkota.
Konsep UU tersebut menyatakan bahwa secara geogafis Aceh terletak di ujung utara Pulau Sumatera mempunyai batas-batas: a. sebelah
utara dengan Selat Malaka; b. sebelah selatan dengan Provinsi Sumatera
67
Perkara hak perlindungan jiwa hifz al-nafs di Aceh, walaupun tidak diqanunkan, sudah ada kebijakan yang bernuansa ke arah penegakan hukuman diyat
dalam praktek pembunuhan. Pemerintah RI, misalnya, merasa bertanggung jawab atas terbunuhnya warga sipil yang tidak berdosa dalam konflik Aceh dengan memberikan
dana diyat. Dikatakan Azwar Abu Bakar, mantan Plt. Gubernur Aceh, Program dana diyat yang digagasnya, diterapkan pada 2002. Dananya baca; dana diyat bersumber
dari APBA yang ketika itu mendapat tambahan dana lebih dari Rp 1 triliun bersamaan dengan disahkannya UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Aceh. Lihat
Azwar Abu Bakar: “Santunan Korban Konflik Tetap Diperjuangkan: Dana Diyat Diberikan Selama 8 Tahun’’, Serambi Indonesia, 30 September 2010, 1.
68
Abd. Shomad, Hukum Islam: Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, 89.
37
Utara; c. sebelah timur dengan Selat Malaka; dan d. sebelah barat dengan Samudra Indonesia.
69
Sejak pasca kemerdekaan maupun sekarang hukum positif yang diterapkan di Indonesia adalah banyak menggunakan
peninggalan Belanda yang menurut sejumlah pakar hukum Indonesia masih relevan dengan jiwa masyarakat Indonesia yang majemuk.
Memang sejak zaman Belanda telah ada lembaga qad}i untuk menangani
perkara perdata masyarakat Islam, yang kemudian diperbaharui sedikit demi sedikit oleh putra–putra Indonesia di dalam kurun waktu tiga orde
pemerintahan hingga telah mengarah kepada penciptaan supremasi hukum pada saat sekarang ini.
70
Kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan pada masa orde lama menitikberatkan pada sistem yang terpusat centralistic dipandang
sebagai sumber bagi munculnya ketidakadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
71
Kondisi yang demikian mengakibatkan munculnya pergolakan masyarakat di Provinsi Daerah Istimewa Aceh
yang dapat memanifestasikan berbagai bentuk reaksi di berbagai belahan wilayah Indonesia. Namun permasalahan gejolak ini dapat dipecahkan
oleh pemerintah Pusat dengan berbagai kebijakan agar tidak mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Di awal orde reformasi tahun 1998 terdapat perubahan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan daerah bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh. Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat 1999 yang diketuai oleh Amien Rais telah mengamanatkan dalam Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat No. IVMPR1999, antara lain memberikan Otonomi Khusus kepada Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2000 juga telah dilakukan perubahan kedua terhadap
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia, antara lain dikatakan dalam Pasal 18B Ayat 1 bahwa negara mengakui dan
menghormati satuan satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus
69
Lihat Republik Indonesia, UU No. 24 Tahun 1956 Bab I Pasal 1.
70
Perbagai peraturan perdata yang menyangkut Hukum keluarga Islam telah mendapat pengesahan dari pemerintahan Belanda, seperti Undang–Undang perkawinan,
namun hukum pidana tetap berlaku KUHP.
71
Pemerintah Orde Baru mengesahkan UU No. 5 Tahun 1974 tentang pemerintahan di daerah. Dengan UU ini kewenangan pemuka adat Law Center Aceh
yang telah dilestarikan secara turun-temurun terhapus, sehingga menimbulkan gejolak hiruk-pikuk tahun 1976-2005.
38
atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Selain itu, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No.
IVMPR2000 juga telah merekomendasikan agar Undang-undang tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh dapat dikeluarkan
selambat-lambatnya bulan Mei 2001. Maka tepatnya tahun 2001 Pemerintah mensahkan UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus
bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Nanggroe Aceh Darussalam.
72
Pengesahan hak otonomi dan keistimewaan bagi Aceh menunjukkan bahwa sejarah panjang keberadaan masyarakat Aceh di
bumi Nusantara, memperlihatkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di daerah tersebut telah mampu menata kehidupan
kemasyarakatan yang unik, egaliter dan berkeseimbangan dalam menyiapkan kehidupan duniawi dan ukhrawi. Masyarakat Aceh tunduk
dan taat kepada ajaran Islam serta memperhatikan fatwa dan bimbingan ulama. Penghayatan terhadap ajaran Islam kemudian melahirkan budaya
Aceh yang tercermin dalam kehidupan adat yang mendapat gelar serambi Mekkah karena dari wilayah inilah kaum muslimin dari wilayah lain
berangkat ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Gelar ini merupakan realisasi penyatuan antara 3 tiga perkara
hukum Islam, pendidikan, dan adat-istiadat sosio-yuridis Aceh. Dengan perkataan lain, meskipun sebelum kedatangan Islam abad ke-7 di
Samudra Pasai masyarakat masih beragama Hindu, namun pengaruh keislaman lebih kental dalam kesejarahan Aceh.
Berlandaskan kepada UU No. 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh, pengaturan tentang Pelaksanaan Syariat Islam diatur dalam suatu Peraturan Daerah. Dampak
dari berbagai UU yang Islami tersebut menjelma ke dalam berbagai legislasi hukum lainnya yang bernuansa Islami untuk diterapkan dalam
berbagai pelosok Aceh. Di Aceh Barat misalnya bupati Ramli telah mengesahkan Peraturan Bupati Perbub yang menekankan pentingnya
busana muslimah yang dikenal dengan Perbub “tentang pakaian muslimah.”
73
Gubernur Aceh juga pernah mengeluarkan Perda No. 2
72
Alyasa‘ Abu Bakar, Penerapan Syariat Islam di Aceh: Upaya Penyusunan Fiqh dalam Negara Bangsa, 31. Lihat juga UUD 1945 Pasal 18B Ayat 1.
73
“Bupati Teken Perbub Rok,” Serambi Indonesia, tanggal 13 Maret 2010, 1. Lihat juga Muhammad Yani, “Saran untuk Bupati Aceh Barat”, Serambi Indonesia, 28
39
Tahun 2000 tentang pembentukan Majlis Permusyawaratan Ulama. Bahkan berbagai pengalaman yuridis-historis bagi otonomi Aceh menjadi
peluang realistis ketika UU No. 11 Tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh. Kebijakan hukum perundang-undangan yang berlaku dan konsep-
konsep fatwa ulama dapat disosialisasikan dalam rangka pelestarian adat keislaman yang diturunkan secara turun-temurun dari para pendahulu.
Dengan perkataan lain, upaya pencegahan praktek kriminal dan maksiat yang melanggar dengan syariat juga dapat mengalami tensi penurunan.
Berdasarkan hukum menurut persepsi agama maka keberadaan hukum Islam di di Aceh-Indonesia khususnya dan di dunia umumnya,
sama halnya dengan eksistensi hukum suatu agama di suatu Negara di dunia. Sejak zaman globalisasi tiba pada abad ke-20 seiring dengan
mulainya milenium ke-3 manusia sulit membedakan praktek hukum suatu agama di dunia. Dunia dapat melihat realitas pengamalan hukum
Islam pada Negara-negara yang manyoritas penduduknya muslim dan memiliki agama Islam sebagai agama resmi Negara state’s official
religion. Sedangkan Indonesia sebagai suatu Negara yang yang didirikan pasca penjajahan dan imperialisme Jepang dan Eropa, bukan sebuah
Negara Islam meskipun penduduknya mayoritas muslim.
74
Kesulitan dalam menerapkan hukum Islam akan dialami oleh banyak Negara monyoritas muslim yang pernah dijajah. Indonesia juga
memiliki banyak kendala bila melaksanakan hukum Islam. Bahkan lebih sulit jika membentuk Negara Islam. Kesulitan utama adalah disebabkan
konsensus pada awal berdirinya Negara Indonesia yang bukan berideologi Islam, namun Pancasila. Dengan perkataan lain Indonesia
adalah “Negara bangsa” bukan Negara agama.
Pemerintahan Islam pada Kekhalifahan Turki Usmani yang terletak
di dataran
Eropa juga
mengalami kesulitan
dalam mengaplikasikan hukum Islam. Sebagian kalangan memahami bahwa
hukum Islam memiliki banyak kontradiksi di dalamnya. Pemahaman kontradiktif ini juga ikut menyulitkan penerapan hukum Islam itu sendiri.
Fenomena ini membuat Kemal Attarturk presiden Turki meleburkannya
Juli 2010, 4. Lihat juga “Hukum dan Kriminalitas”, Gatra.Com, tanggal 9 Desember 2010, 1 dalam http:www.gatra.comartikel.php?id=143697 diakses tanggal 15-02-
2011.
74
Lihat http:www
. List of Muslim Moyarity Countries.
40
Khilafah Islamiyah Turki Usmani menjadi Negara sekuler tahun 1924.
75
Setelah itu Turki menjadi Negara sekular yang memisahkan hukum agama dan hukum negara hingga sekarang ini. Bahkan pemerintahan
dunia Islam hanya berbentuk kesultanan-kesultanankerajaan-kerajaan dan Negara-negara kebangsaan nasionalisme seperti Indonesia.
Paham nasionalis ini membawa dampak pada kebijakan pemerintahan Indonesia. Pemerintah Orde Lama Indonesia telah
menghilangkan upaya-upaya bangsa Indonesia dalam mendirikan negara Islam NII. Kesultanan Aceh, setelah bergabung dengan Indonesia, ikut
menjadi menjadi kawasan yang berpaham nasionalis secular juga pada tahun 1948. Aceh mengalami pengggabungan bersama dengan kerajaan-
kerajaan Islam Melayu lainnya di nusantara dalam wadah Negara Indonesia. Abdul Qadir Jailani mengatakan bahwa Nasionalisme juga
salah satu bentuk sekularime suatu Negara.
76
Oleh kerena itu upaya-upaya penerapan syariat Islam tidak dapat dilangsungkan dengan cepat seperti membalikkan telapak tangan, namun
pihak legislatif menenerapkannya melalui penyusunan Undang-undang Islami yang memiliki nuansa representatif bagi seluruh bangsa.
Keinginan masyarakat untuk mendirikan Negara Islam juga tidak dapat dilaksanakan. Negara melawan setiap aksi yang melawan ideologi
Negara Pancasia, seperti aksi pembentukan NII oleh Aceh dan beberapa daerah lainnya pada tahun 1950-an.
Sebenarnya, Hukum Islam yang ingin diterapkan di Aceh adalah sebagaimana di Negara–negara Islam lainnya di dunia, yakni meliputi
semua aspek hukum Islam termasuk jinayat, yang selama ini semua tindak pidana ditangani Kitab Hukum Tindak Pidana peninggalan
Belanda. Tujuan tersebut dalam rangka untuk menuju penerapan syariat Islam secara
kaffah menyeluruh. Penerapan hukum Jinayat secara kaffah bertujuan untuk pencegahan praktek kriminal dalam masyarakat.
Karena Hukum Jin āyāt juga memiliki motif, ciri-ciri dan sifat khusus
sebagaimana karakter hukum kriminal lainnya. Amir Muallimin, dengan didukung oleh Ketua Mahkamah Konstitusi RI Mohd. Mahfud MD
menulis dalam bukunya Konfigurasi Pemikiran Hukum Islam. Ia
75
Richard C. Martin, Ensycclopedy of Islam and the Muslim World, Vol. 1 New York: Macmillan Reference USA, 2003, 387.
76
Abdul Qadir Jailani, Islamisme Versus Sekularisme Jakarta: Yayasan Pengkajian Islam Madinah al-Munawwarah, 1999, 16.
41
mengatakan bahwa motif utama hukum ialah sensitif terhadap sangsi dan untuk menciptakan kepatuhan di kalangan masyarakat.
77
Berdasarkan uraian di atas, implementasi hukum Islam di Aceh- Indonesia tidak mesti melibatkan banyak kemponen muslim untuk
membentuk suatu Negara Islam dalam pengamalan Hukum Islam pada saat sekarang ini. Karena di zaman modern ini upaya ini akan mendapat
kecaman dari berbagai Negara bangsa, tidak terkecuali dari kalangan umat Islam Indonesia sendiri. Muhammad Arkoun
—
dalam Islam: to Reform or to Subvert?
—
mengatakan bahwa suatu kekeliruan sejarah yang
disesalkan the
apologetic historical
confusion bila
mengembalikan tradisi Islam kepada regime Islam seperti “rejim Islam” Iran yang dibentuk oleh Khomeini sejak 1978. Pembentukan regime
berlawanan dengan haluan para ilmuwan politik baru, para sejarahwan, dan para philosof di zaman demokratisasi global.
78
B. Sejarah Otonomi Khusus Aceh