Rata-rata masjid yang mendirikan rukun kematian berada di areal perkotaan. Hampir seluruh masyarakat yang bertempat tinggal di kota
merupakan individu dengan beragam aktivitas. Di kawasan ini juga banyak berdiri komplek perumahan. Sehingga seringkali mereka tidak
mengenal tetangga sebelah rumahnya dan cenderung lebih individual. Kecuali ada sebuah organisasi atau perkumpulan yang menyatukan
kepentingan mereka, seperti teman kantor, arisan, atau kelompok tertentu.
Fenomena karakter di kota dan desa sedikit agak berbeda. Masyarakat pedesaan cenderung lebih mengutamakan kepentingan
bersama dalam pengelolaan rukun kematian. Tradisi ini berimbas pada masalah pengaturan iuran yang akan dielaborasi nanti. Sebagai satu
catatan, jika suatu musibah terjadi terhadap satu warga, maka warga lainnya akan segera merasa terpanggil untuk membantunya tanpa
pamrih. Hal ini terjadi karena rasa kekeluargaan warga desa masih cenderung tinggi. Sehingga di pedesaan tidak banyak didirikan rukun
kematian. Meskipun ada, mereka akan melakukannya dengan keikhlasan.
Tempat ibadah atau masjid yang memiliki rukun kematian cenderung menyelenggarakan berbagai aktivitas. Setidaknya dalam
bidang pendidikan dan kajian keagamaan. Semakin banyak kegiatan yang diselenggarakan pada sebuah masjid, maka pengelolaan rukun
kematian akan semakin profesional.
C. Hasil Penelitian
1 Dasar Pembentukan Rukun Kematian
Jika kelahiran seorang bayi manusia disambut dengan berbagai prosesi serta perlengkapan kebutuhannya. Demikian pula dalam
kematiannya. Keperluan yang harus tersedia saat kematian datang, tidak jarang membuat sedikit kepanikan pada keluarga yang berduka.
Sehingga jika ada yang mampu mengurusi segala keperluan jenazah ini, hal tersebut tentu akan meringankan beban keluarga yang terkena
musibah. Penyelenggaraan jenazah merupakan fardhu kifayah bagi semua
muslimin mukallaf. Jika ada sebagian muslim melaksanakannya, maka kewajiban muslim lain telah gugur, akan tetapi jika tidak ada
seorangpun yang melaksanakannya, seluruh muslim mukallaf akan berdosa. Hal ini dibenarkan Dewan Pembina Masjid Uswatun Hasanah
Pondok Jaya Bintaro Sektor V, Ahmad Ghozali Masruri. “Ya kan
dasarnya sudah jelas. Kita ini disuruh melakukan pengurusan jenazah, mulai dari memandikan, mengkafani, mensholati, dan kemudian
menguburkan dan sebagainya. Semua ini adalah perintah Rasulullah ...”
21
tegasnya. Awal pendirian pengurusan jenazah di Masjid Uswatun Hasanah hanya terbentuk dari lingkup rukun tetangga, dan tahap
berikutnya berkembang luas; anggotanya berasal dari luar komunitas rukun tetangga mesjid.
“Awalnya peserta rukun kematian hanya
21
Wawancara dengan Ahmad Ghozali Masruri. Tangerang, 23 Juni 2013.
berasal dari rukun tetangga saja. Rukun tetangga, rukun keluarga, terus berkembang akhirnya ada semacam keinginan dari Majelis
Uswatun Hasanah, kalau dibentuk rukun kematian gimana? ...”, Sukoso, pengurus rukun kematian di masjid Uswatun Hasanah,
menjelaskan.
22
Inilah salah satu dasar utama awal yang melandasi terbentuknya semua rukun kematian. Pada kasus lainnya, permasalahan umat yang
kompleks menjadikan satu pedoman baku dalam menyelenggarakan pelayanan jamaah secara paripurna pada Masjid Raya Pondok Indah.
“... dari lahir sampai mati kalau bisa di masjid ...”, kata Rusmono, Ketua Unit Pelayanan Jenazah Masjid Raya Pondok Indah. Memenuhi
kebutuhan jamaahnya merupakan hal penting yang harus dilakukan pada sebuah tempat ibadah. Dalam hal ini, pengurusan jenazah menjadi
salah satu contoh kebutuhan masyarakat. Dengan jarak yang terjangkau, masyarakat dapat lebih cepat mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan.
Hal ini disampaikan oleh Cicih, Bendahara Layanan Pengurusan Jenazah Masjid Jami‟ Bintaro Jaya, “Tadinya kita juga untuk
keperluan penyelenggaraaan jenazah dari Yayasan Bunga Kemboja. Tetapi karena Yayasan Bunga Kemboja terlalu jauh, jadi bagian sosial
masjid kami membentuk sebuah badan yang seperti Kemboja di
22
Wawancara dengan Sukoso. Tangerang, 08 Juli 2013.