Rukun Kematian di Tempat Ibadah

Ada yang menarik dari fenomena rukun kematian. Tidak hanya masjid yang memiliki rukun kematian, banyak musala juga telah memiliki rukun kematian. Secara statistik, 26 masjid telah memiliki rukun kematian, dan 23 musala juga telah memiliki rukun kematian. Selain itu, tidak hanya masjid atau musala besar, dengan daya tampung besar yang memiliki rukun kematian. Sejumlah musala dengan kapasitas daya tampung jamaah kurang dari 100 orang juga telah memiliki rukun kematian. Perlu ditambahkan, walaupun lebih akrab dengan watak urban dan warga komplek, gejala rukun kematian juga relatif merata diselenggarakan oleh tempat ibadah di pemukiman warga biasa kampung atau di kawasan komplek perumahan. Sebanyak 23.4 tempat ibadah di pemukiman sudah memiliki rukun kematian, dan 26.4 tempat ibadah di lingkungan komplek sudah memiliki rukun kematian. Ringkasnya, fenomena rukun kematian bukan hanya menjadi ciri tempat ibadah besar yang akrab dengan fenomena masyarakat urban. Bahkan fenomena rukun kematian juga lekat dengan tradisi masyarakat biasa yang tinggal di lingkungan tempat ibadah dengan kapasitas daya tampung yang sedikit. Bahkan ada sebuah musala yang menyelenggarakan rukun kematian hanya memiliki daya tampung jamaah sekitar 50 orang. Penyelenggaraan jenazah membutuhkan biaya, baik dari sisi prosesi paling awal, yaitu memandikan sampai pemakaman. Dari sisi ini, rukun kematian sangat wajar jika mewajibkan iuran kepada anggotanya. Perlu diingat betul bahwa kelahiran rukun kematian adalah refleksi kepedulian sosial-keagamaan pengurus-warga terhadap kesulitan umat Islam menyelenggarakan jenazah, baik dari segi tata krama agama maupun dari himpitan finansial. Oleh sebab itu, pengaturan iuran di lingkungan rukun kematian sangat tradisional. Bagaimana pengaturan iuran rukun kematian? Mayoritas 92.3 rukun kematian telah menetapkan besaran iuran. Satu hal yang cukup unik bahwa ada 7.7 rukun kematian menetapkan besaran iuran berdasarkan sifat sukarela warga. Besar iuran juga lebih berdimensi sosial, ketimbang komersial. Banyak rukun kematian 42 masih menetapkan besaran iuran di bawah Rp. 5.000 per bulan. Namun di sini lain, umumnya 81.8 , rukun kematian menetapkan batasan waktu kewajiban membayar iuran sampai anggota wafat. Analisis rinci dan kritis terhadap masalah pengaturan keanggotaan dan iuran rukun kematian akan didiskusikan pada pembahasan berikut ini yang didasarkan pada hasil studi mendalam di 6 rukun kematian.

B. Profil Sampel Tempat Ibadah dan Lembaga Sosial

Pijakan analisis mendalam berikut ini bersumber dari data hasil penelitian mendalam yang dilakukan tahun 2013. Ada dua jenis data yang digunakan dalam analisis model ini, yaitu data dokumenter dan studi mendalam interview pada 6 tempat ibadah dan lembaga sosial keagamaan. Data dokumenter yang digunakan meliputi dokumen yang berhasil diinventarisasi dan dibukukan oleh lembaga terkait. Sedang data empiris bersumber dari data dokumenter seperti pada Tabel 4. Tabel berikut ini memperlihatkan latar belakang tempat ibadah atau lembaga keagamaan yang menyelenggarakan rukun kematian. Tabel 4. Tempat Ibadah yang Menjadi Objek Penelitian No. Aspek Nama Masjid atau Yayasan Masjid Uswatun Hasanah Masjid An- Nashr Masjid Raya Bintaro Jaya Masjid Jami‟ Bintaro Jaya Masjid Raya Pondok Indah Yayasan Pesantren Islam Al Azhar

1. Tahun Berdiri Masjid

1989 1997 1997 1982 1990 1958

2. Tahun Berdiri Rukun

Kematian 1998 2010 2011 2007 2001 1993

3. Komunitas Mesjid

a. Komplek Perumahan Ya Tidak Ya Ya Ya Ya b. Perkotaan Ya Ya Ya Ya Ya Ya c. Pedesaan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

4. Kegiatan yang diselenggarakan di Mesjid

a. Pendidikan Ya Ya Ya Ya Ya Ya b. Kajian Keagamaan Ya Ya Ya Ya Ya Ya c. Klinik Pengobatan Tidak Ya Ya Ya Ya Ya d. Koperasi, BMT atau Usaha Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya e. KBIH Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya f. Penyewaan gedung Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya g. Website, buletin atau majalah Ya Tidak Ya Ya Ya Ya h. Lembaga Amil Zakat Ya Ya Ya Ya Ya Ya Keterangan: Data diolah dari hasil survei lapangan Rata-rata masjid yang mendirikan rukun kematian berada di areal perkotaan. Hampir seluruh masyarakat yang bertempat tinggal di kota merupakan individu dengan beragam aktivitas. Di kawasan ini juga banyak berdiri komplek perumahan. Sehingga seringkali mereka tidak mengenal tetangga sebelah rumahnya dan cenderung lebih individual. Kecuali ada sebuah organisasi atau perkumpulan yang menyatukan kepentingan mereka, seperti teman kantor, arisan, atau kelompok tertentu. Fenomena karakter di kota dan desa sedikit agak berbeda. Masyarakat pedesaan cenderung lebih mengutamakan kepentingan bersama dalam pengelolaan rukun kematian. Tradisi ini berimbas pada masalah pengaturan iuran yang akan dielaborasi nanti. Sebagai satu catatan, jika suatu musibah terjadi terhadap satu warga, maka warga lainnya akan segera merasa terpanggil untuk membantunya tanpa pamrih. Hal ini terjadi karena rasa kekeluargaan warga desa masih cenderung tinggi. Sehingga di pedesaan tidak banyak didirikan rukun kematian. Meskipun ada, mereka akan melakukannya dengan keikhlasan. Tempat ibadah atau masjid yang memiliki rukun kematian cenderung menyelenggarakan berbagai aktivitas. Setidaknya dalam bidang pendidikan dan kajian keagamaan. Semakin banyak kegiatan yang diselenggarakan pada sebuah masjid, maka pengelolaan rukun kematian akan semakin profesional.