Korelasi Curah Hujan dengan Kejadian Tuberkulosis paru di Daerah Pesisir dan Bukan Pesisir

4.4.3 Korelasi Curah Hujan dengan Kejadian Tuberkulosis paru di Daerah Pesisir dan Bukan Pesisir

Tidak ada korelasi antara curah hujan dengan kejadian tuberkulosis paru pada daerah pesisir dan daerah bukan pesisir tahun 2009, 2010, 2011, 2012 dan periode 2009-2012, hal tersebut sejalan dengan curah hujan yang terjadi di daerah pesisir dan daerah bukan pesisir, tidak berada pada intensitas yang tinggi, yaitu antara 1 sampai 448 mm. Keadaan ini menyebabkan perkembangan bakteri tuberkulosis tidak berjalan dengan baik. Tabel 4.31 Analisis Korelasi Curah Hujan dengan Kejadian Tuberkulosis paru Daerah Pesisir dan Daerah Bukan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009-2012 Variabel Tahun Nilai p R Curah Hujan Pesisir 2009 0,310 0,174 2010 0,996 0,000 2011 0,141 -0,250 2012 0,397 -0,146 2009-2012 0,304 -0,086 Curah Hujan Bukan Pesisir 2009 0,167 0,235 2010 0,698 0,067 2011 0,903 -0,021 2012 0,205 -0,216 2009-2012 0,709 0,031 Hubungan antara variabel curah hujan dengan kejadian tuberkulosis paru pada daerah pesisir, dapat dilihat pada grafik 4.7, dibawah ini. Kejadian tuberkulosis paru tertinggi di daerah pesisir pada bulan Mei dan Oktober tahun 2012, sebesar 24 kasus, berada pada keadaan rata-rata curah hujan 179 mm dan 109 mm. Sedangkan kejadian tuberkulosis paru terendah sebesar 3 Universitas Sumatera Utara kasus, terjadi saat rata-rata curah hujan berada pada 124 mm. Saat rata-rata curah hujan tertinggi sebesar 324 mm pada bulan Nopember tahun 2010, jumlah kejadian tuberkulosis paru yang terjadi sebesar 6 kasus. Sedang saat rata-rata curah hujan terendah sebesar 20 mm, jumlah kejadian tuberkulosis paru yang terjadi sebanyak 10 kasus. Gambar 4.7 Grafik Korelasi Curah Hujan dengan Kejadian Tuberkulosis paru Daerah Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009-2012 Pola hubungan antara curah hujan dengan kejadian tuberkulosis paru daerah bukan pesisir dapat dilihat pada gambar grafik 4.8. Dimana diperoleh kejadian tuberkulosis paru tertinggi sebanyak 12 kasus terjadi ketika rata-rata curah hujan tercatat sebesar 168 mm di bulan Desember tahun 2009. Sedangkan 5 10 15 20 25 30 50 100 150 200 250 300 350 Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt 2009 2010 2011 2012 Curah hujan daerah pesisir tahun 2009-2012 Jumlah Kejadian Tb paru daerah pesisir tahun 2009-2012 C u rah H u ja n m m Ju m lah K e jad ian T u b e rk u lo sis P aru Universitas Sumatera Utara kejadian tuberkulosis paru terendah yaitu sebanyak 1 kasus ketika rata-rata curah hujan sebesar 73,7 mm. Rata-rata curah hujan tertinggi di daerah bukan pesisir selama periode tahun 2009-2012 terjadi pada bulan Nopember tahun 2010 sebesar 288,3 mm dan jumlah kejadian tuberkulosis paru yang terjadi sebanyak 8 kasus. Sedangkan rata- rata curah hujan terendah terjadi pada bulan Januari tahun 2012 dengan jumlah kejadian tuberkulosis paru sebanyak 6 kasus. Gambar 4.8 Grafik Korelasi Curah Hujan dengan Kejadian Tuberkulosis paru Daerah Bukan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009-2012 4.4.4 Korelasi Lama Penyinaran Matahari dengan Kejadian Tuberkulosis paru pada Daerah Pesisir dan Bukan Pesisir Dari tabel 4.32, menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara lama penyinaran matahari dengan kejadian tuberkulosis paru, untuk tahun 2009, 2010, 2 4 6 8 10 12 14 0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 300.0 350.0 Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt Jan Apr Jul Okt 2009 2010 2011 2012 Curah hujan daerah bukan pesisir tahun 2009-2012 Jumlah Kejadian Tb paru Daerah Bukan Pesisir Tahun 2009 C u rah H u ja n m m Ju m la h K e ja d ia n T u b e rk u lo is is P aru Universitas Sumatera Utara 2011, 2012 dan 2009-2012 baik pada daerah pesisir maupun daerah bukan pesisir di Kabupaten Serdang Bedagai. Tabel 4.32 Analisis Korelasi Lama Penyinaran Matahari dengan Kejadian Tuberkulosis paru Daerah Pesisir dan Daerah Bukan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009-2012. Variabel Tahun Nilai p R Lama Penyinaran Matahari Pesisir 2009 0,775 0,049 2010 0,344 0,162 2011 0,722 -0,061 2012 0,774 0,050 2009-2012 0,758 0,026 Lama Penyinaran Matahari Bukan Pesisir 2009 0,339 0,164 2010 0,228 0,206 2011 0,766 0,051 2012 0,208 0,215 2009-2012 0,196 0,108 Pola hubungan lama penyinaran matahari dengan kejadian tuberkulosis paru di daerah pesisir pada grafik 4.9, menunjukkan bahwa saat rata-rata lama penyinaran matahari tertinggi terjadi pada bulan Februari tahun 2010 sebesar 73,3 , menunjukkan jumlah kejadian tuberkulosis paru sebanyak 7 kasus. Sedangkan saat rata-rata lama penyinaran matahari terendah sebesar 32 , jumlah kejadian tuberkulosis paru sebanyak 10 kasus. Saat jumlah kejadian tuberkulosis paru tertinggi sebanyak 24 kasus pada bulan Mei tahun 2012, rata-rata lama penyinaran matahari sebesar 57,7 , dan pada bulan Oktober, rata-rata lama penyinaran matahari yang terjadi adalah 38,7. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.9 Grafik Korelasi Lama Penyinaran Matahari dengan Kejadian Tuberkulosis paru Daerah Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009-2012 Pola hubungan antara lama penyinaran matahari dan kejadian tuberkulosis paru daerah daerah bukan pesisir dapat dilihat pada gambar 4.10. Keadaan dimana rata-rata lama penyinaran matahari tertinggi sebesar 75,4 pada bulan Februari tahun 2010, jumlah kejadian tuberkulosis paru yang terjadi sebanyak 7 kasus. Sedang keadaan rata-rata lama penyinaran matahari terendah sebesar 25,1 , jumlah kejadian tuberkulosis paru yang terjadi sebanyak 8 kasus. Pada saat kejadian tuberkulosis paru tertinggi sebanyak 12 kasus pada bulan Desember tahun 2009 tercatat lama penyinaran matahari pada saat itu sebesar 47,1 . Sedangkan saat kejadian tuberkulosis paru terendah sebanyak 1 kasus pada bulan Februari tahun 2009, lama penyinaran matahari tercatat sebesar 5 10 15 20 25 30 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op Lama penyinaran matahari daerah pesisir tahun 2009-2012 Jumlah Kejadian Tb paru daerah pesisir tahun 2009-2012 Lam a P e n y in aran M at ah ari Ju m la h K e ja d ia n T u b e rk u lo sis P aru Universitas Sumatera Utara 56,8 , dan kasus terendah juga terjadi pada tahun yang sama di bulan September, tercatat lama penyinaran matahari sebesar 50,4 , jumlah kejadian tuberkulosis paru terendah juga terjadi pada bulan Desember tahun 2010, dengan lama penyinaran matahari sebesar 36,4 . Gambar 4.10 Grafik Korelasi Lama Penyinaran Matahari dengan Kejadian Tuberkulosis paru Daerah Bukan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009-2012 Pola hubungan yang digambarkan dari grafik 4.9 dan 4.10, menunjukkan jika lama penyinaran matahari meningkat, jumlah kejadian menurun dan sebaliknya. 2 4 6 8 10 12 14 0.0 10.0 20.0 30.0 40.0 50.0 60.0 70.0 80.0 Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op 2009 2010 2011 2012 Lama penyinaran matahari daerah bukan pesisir tahun 2009-2012 Jumlah Kejadian Tb paru Daerah Bukan Pesisir Tahun 2009 Ju m lah K e jad ian T u b e rk u lo sis P aru Lam a P e n y in aran M at ah ari Universitas Sumatera Utara 4.4.5 Korelasi Kecepatan Angin dengan Kejadian Tuberkulosis paru pada Daerah Pesisir dan Daerah Bukan Pesisir Kecepatan angin tahun 2009, 2010, 2011, 2012 dan periode 2009-2012, dengan kejadian Tuberkulosis paru tahun 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2009-2012, daerah pesisir dan bukan pesisir menunjukkan tidak ada korelasi. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 4.33. Tabel 4.33 Analisis Korelasi Kecepatan Angin dengan Kejadian Tuberkulosisparu Daerah Pesisir dan Daerah Bukan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009-2012. Variabel Tahun Nilai p R Kecepatan Angin Pesisir 2009 0,952 -0,010 2010 0,797 0,044 2011 0,651 0,078 2012 0,182 -0,228 2009-2012 0,336 0,081 Kecepatan Angin Bukan Pesisir 2009 0,742 0,075 2010 0,566 -0,099 2011 0,816 -0,040 2012 0,816 -0,040 2009-2012 0,437 0,065 Kecepatan angin yang rendah pada daerah pesisir dan bukan pesisir yaitu antara 0,1 hingga 2,2 knot, memungkinkan penyebaran kuman penyebab tuberkulosis paru tidak terjadi. Hembusan angin yang rendah ini tidak membantu droplet yang terbang untuk dibawa ke tempat yang lebih jauh dari posisi dimana penderita berada. Jika dilihat grafik 4.11, menunjukkan pola hubungan rata-rata kecepatan angin dengan kejadian tuberkulosis paru pada daerah pesisir, diperoleh saat Universitas Sumatera Utara jumlah kejadian tuberkulosis paru berada pada angka tertinggi yaitu sebanyak 24 kasus pada tahun 2012, di bulan Mei tercatat kecepatan angin sebesar 1,1 knot dan bulan Oktober tercatat kecepatan angin sebesar 0,9 knot. Sedangkan pada saat jumlah kejadian tuberkulosis paru terendah yaitu sebesar 3 kasus pada bulan Juli tahun 2009 tercatat kecepatan angin sebesar 1 knot. Rata-rata kecepatan angin tertinggi sebesar 1,6 knot terjadi di bulan Maret tahun 2012 dengan jumlah kejadian tuberkulosis paru sebanyak 13 kasus. Sedang kecapatan angin terendah sebesar 0,6 knot terdapat sebanyak 14 kasus kejadian tuberkulosis paru. Gambar 4.11 Grafik Korelasi Kecepatan Angin dengan Kejadian Tuberkulosis paru Daerah Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009 -2012 5 10 15 20 25 30 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op 2009 2010 2011 2012 Kecepatan angin daerah pesisir tahun 2009-2012 Jumlah Kejadian Tb paru daerah pesisir tahun 2009-2012 Ju m la h K e ja d ia n T u b e rk u lo sis P aru K e ce p a ta n A n gi n k n o t Universitas Sumatera Utara Gambar 4.12 Grafik Korelasi Kecepatan Angin dengan Kejadian Tuberkulosis paru Daerah Bukan Pesisir Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2009-2012 Pola hubungan yang terjadi di daerah bukan pesisir pada grafik 4.12 diatas. Menunjukkan bahwa pada saat jumlah kejadian tuberkulosis paru terbanyak yaitu 12 kasus pada bulan Desember tahun 2009, rata-rata kecepatan angin sebesar 0,8 knot. Sedang pada saat jumlah kejadian tuberkulosis paru terendah sebanyak 1 kasus pada bulan Februari tahun 2009, rata-rata kecepatan angin tercatat sebesar 0,73 knot dan pada tahun yang sama di bulan September, rata-rata kecepatan angin tercatat sebesar 0,8 knot, serta pada di bulan Desember tahun 2010 tercatat kecepatan angin sebesar 1,2 knot. Rata-rata kecepatan angin tertinggi pada bulan Maret tahun 2010 sebesar 1,73 knot, kejadian tuberkulosis sparu terjadi sebanyak 7 kasus. Dan pada saat kecepatan angin terendah pada 2 4 6 8 10 12 14 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60 1.80 2.00 Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op Ja n Ma r M ei Ju l S ep N op 2009 2010 2011 2012 Kecepatan angin daerah bukan pesisir tahun 2009-2012 Jumlah Kejadian Tb paru Daerah Bukan Pesisir Tahun 2009 Ju m la h K e ja d ia n T u b e rk u lo sis P aru K e ce p a ta n A n gi n k n o t Universitas Sumatera Utara bulan Maret tahun 2011, jumlah kejadian tuberkulosis paru tercatat sebesar 7 kasus.

4.5 Analisis Multivariat

Dahlan 2009, menyatakan langkah – langkah analisis multivariat adalah dengan menyeleksi variabel-variabel pada analisis bivariat yang mempunyai nilai p 0,25. Kemudian variabel – variabel yang memenuhi syarat selanjutnya dianalisis dengan analisis regresi linier berganda, untuk mencari pengaruh iklim suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, lama penyinaran matahari dan kecepatan angin yang paling dominan terhadap kejadian tuberkulosis paru. Metode yang digunakan adalah metode backward. Pada metode backward, sofrware secara otomatis akan memasukkan semua variabel yang terseleksi untuk dimasukan ke dalam multivariat. Secara bertahap, variabel yang tidak berpengaruh akan dikeluarkan dari analisis. Proses akan berhenti sampai tidak ada lagi variabel yang dikeluarkan dari analisis. Dari hasil analisis sederhana yang dapat dilakukan analisis multivariat hanya pada daerah bukan pesisir tahun 2009- 2012. 4.5.1 Faktor Iklim Paling Dominan yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis paru pada Daerah Bukan Pesisir Hasil analisis bivariat pada daerah bukan pesisir Kabupaten Serdang Bedagai untuk mengetahui pengaruh iklim suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, lama penyinaran matahari dan kecepatan angin dengan kejadian Tuberkulosis paru tahun 2009 sampai dengan tahun 2012, variabel yang memiliki Universitas Sumatera Utara