BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kejadian Tuberkulosis Paru
2.1.1. Batasan
Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk suatu
pneumonia, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis Djojodibroto, 2009. Mycobacterium tuberculosis berbentuk basil sedikit
melengkung, dan sifatnya aerob. Kuman ini memiliki dinding sel dengan penyusun struktur dinding sel paling tinggi adalah lipid. Pada pengecatan gram,
kuman ini resisten, namun dengan pegecatan fuchsin, kuman ini dapat menyerap warna dan tidak mudah diuraikan warnanya dengan asam-alkohol. Oleh karena
itu, bakteri ini disebut sebagai bakteri tahan asam Aditama, 2006.
2.1.2. Epidemiologi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang sejarahnya dapat dilacak sampai ribuan tahun sebelum masehi. Sejak zaman purba, penyakit ini
dikenal sebagai penyebab kematian yang menakutkan. Sampai pada saat Robert Koch menemukan penyebabnya, penyakit ini masih termasuk penyakit yang
mematikan. Saat itu, masih dianut paham bahwa penularan tuberkulosis paru adalah melalui kebiasaan meludah di sembarang tempat ditularkan melalui debu
8
Universitas Sumatera Utara
dan lalat. Hingga tahun 1960, paham ini masih dianut di Indonesia Djojodibroto, 2009.
Walaupun upaya memberantas tuberkulosis paru telah dilakukan di Indonesia, tetapi angka insiden maupun prevalensi tuberkulosis paru di Indonesia
tidak pernah turun. Dengan bertambahnya penduduk, bertambah pula jumlah penderita tuberkulosis paru, dan kini Indonesia adalah negara peringkat kelima
terbanyak di dunia dalam jumlah penderita tuberkulosis paru. Dengan meningkatnya infeksi HIVAIDS di Indonesia, penderita tuberkulosis akan
meningkat pula. Karena diperkirakan seperempat penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis, pada tahun 1993 WHO mencanangkan tuberkulosis sebagai
kedaruratan global Djojodibroto, 2009.
2.1.3. Patogenesis dan Patologi
Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara airborne disease secara langsung dari penderita tuberkulosis paru kepada orang lain. Dengan demikian,
penularan penyakit tuberkulosis paru terjadi melalui hubungan dekat antara penderita dan orang yang tertular terinfeksi, misalnya berada di dalam ruangan
tidur atau ruang kerja yang sama. Penyebar penyakit tuberkulosis sering tidak tahu bahwa ia menderita sakit tuberkulosis. Droplet yang mengandung basil
tuberkulosis paru yang dihasilkan dari batuk dapat melayang di udara hingga kurang lebih dua jam tergantung pada kualitas ventilasi ruangan. Jika droplet tadi
terhirup oleh orang lain yang sehat, droplet akan terdampar pada dinding sistem pernapasan. Droplet besar akan terdampar pada saluran pernapasan bagian atas,
Universitas Sumatera Utara
droplet kecil akan masuk ke dalam alveoli di lobus mana pun ; tidak ada predileksi lokasi terdamparnya droplet kecil. Pada tempat terdamparnya, basil
tuberkulosis akan membentuk suatu fokus infeksi primer berupa tempat pembiakan basil tuberkulosis tersebut dan tubuh penderita akan memberikan
reaksi inflamasi Djojodibroto, 2009. Bentuk bakteri Mycobacterium Tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan batang ramping, kurus, dan
tahan akan asam atau sering disebut dengan BTA batang tahan asam. Dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 µm dan lebar 0,2 –
0,5 µm yang bergabung membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi lingkungan Ginanjar, 2008.
Kuman tuberkulosis paru cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat domant tertidur lama selama beberapa tahun Kemenkes, 2011. Masa inkubasi tuberkulosis paru biasanya berlangsung
dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tubuh hingga mencapai jumlah 10
3
– 10
4
, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respon imunitas seluler. Selama berminggu-
minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman tuberkulosis sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitasi terhadap tuberculin
mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primen inilah, infeksi tuberkulosis primer dinyatakan telah terjadi Kemenkes 2011.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan aspek gejala, diketahui tuberkulosis paru mempunyai gejala utama berupa batuk terus menerus dan berdahak selama tiga minggu atau lebih.
Gejala lain yang sering dijumpai adalah dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas dan nyeri dada, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
turun, rasa kurang enak badan, berkeringat malam tanpa kegiatan dan demam meriang lebih dari sebulan. Gejala-gejala tersebut dijumpai pula pada penyakit
paru selain tuberculosis Kemenkes, 2011. Adapun gambaran klinik penderita tuberkulosis paru dapat dibagi atas :
1 Gejala Sistemik Secara sistemik pada umumnya penderita akan mengalami demam, demam
tersebut berlangsung pada waktu sore dan malam hari, disertai dengan keluar keringat dingin meskipun tanpa kegiatan, kemudian kadang hilang. Gejala ini
akan timbul lagi beberapa bulan seperti demam influenza biasa dan kemudian juga seolah-olah sembuh tidak demam lagi. Gejala lain adalah malaise seperti
perasaan lesu yang bersifat berkepanjangan kronik, disertai rasa tidak enak badan, lemah dan lesu, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan semakin
kurus, pusing, serta mudah lelah. 2 Gejala Respiratorik
Adapun gejala respiratorik atau gejala saluran pernapasan adalah batuk. Batuk bisa berlangsung terus menerus selama 3 minggu atau lebih, hal ini terjadi
apabila sudah melibatkan bronchus. Gejala respiratorik lainnya adalah batuk produktif sebagai upaya untuk membuang ekskresi peradangan berupa dahak atau
Universitas Sumatera Utara
sputum, dahak ini kadang bersifat mukoid atau purulent. Kadang gejala respiratorik ini ditandai dengan batuk darah, hal ini disebabkan karena pembuluh
darah pecah akibat luka dalam alveoli yang sudah lanjut. Batuk darah inilah yang sering membawa penderita ke dokter Achmadi, 2008.
Diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA Positif pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen hasilnya positif. Bila hanya satu spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih
lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak Sewaktu, Pagi, Sewaktu SPS diulang :
a. Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, maka penderita di diagnosis sebagai penderita tuberkulosis paru BTA Positif.
b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, maka pemeriksaan dahak ulangi dengan SPS lagi.
Bila tiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas misal : kotrimoksasol atau amoksisillin selama 1 – 2 minggu, bila tidak ada
perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan tuberkulosis paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS.
a. Kalau hasil SPS positif, maka didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis paru BTA positif.
b. Kalau hasil SPS tetap negatif, dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis tuberkulosis paru.
Universitas Sumatera Utara
1 Bila hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, di diagnosis sebagai penderita tuberkulosis paru BTA negatif rontgen positif
2 Bila hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, penderita tersebut bukan tuberkulosis paru
Berdasarkan aspek penularan tuberkulosis paru, diketahui sumber penularan adalah penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak droplet nuclei. Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman tuberkulosis paru
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut Depkes, 2007.
Risiko penularan tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien tuberkulosis paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari pasien tuberkulosis paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection ARTI yaitu proporsi penduduk berisiko terinfeksi tuberkulosis paru selama satu tahun. ARTI sebesar 1 , berarti 10 sepuluh orang diantara 1000
penduduk terinfeksi setiap tahun. Menurut WHO ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3 . Infeksi tuberkulosis dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin
negatif menjadi positif Depkes, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Secara individu, diketahui banyak variabel yang menjadi faktor risiko kejadian tuberkulosis paru, antara lain faktor jenis kelamin. Widoyono 2008,
menjelaskan bahwa seseorang penderita tuberkulosis paru dengan BTA p ositif
yang derajat positifnya tinggi berpotensi menularkan penyakit tuberkulosis paru. Setiap satu BTA positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga
kemungkinan setiap kontak untuk tertular tuberkulosis paru adalah 17. Hasil studi lainnya melaporkan bahwa kontak terdekat misalnya keluarga serumah
akan dua kali lebih berisiko dibandingkan kontak biasa tidak serumah. Berbagai
penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan faktor risiko kejadian tuberkulosis paru mengindikasikan hasil yang inkonsisten karena adanya
perbedaan lokasi dan tempat penelitian. Ratnasari 2005 menunjukkan hasil bahwa tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan, kepadatan hunian dan intensitas pencahayaan merupakan faktor risiko tuberkulosis paru, sedangkan kebiasaan merokok, luas ventilasi dan riwayat
kontak bukan merupakan faktor risiko tuberkulosis paru. Hal ini bertentangan dengan penelitian Mahmudah 2003 yang menyatakan bahwa ada hubungan
antara kebiasaan merokok dengan kejadian tuberkulosis paru. Serta pada penelitian Simbolon 2007 menunjukkan bahwa luas ventilasi dan riwayat kontak
merupakan faktor risiko tuberkulosis paru. Kartasasmita 2009, faktor risiko terjadinya infeksi tuberkulosis antara
lain adalah anak yang terpajan dengan orang dewasa dengan tuberkulosis aktif kontak tuberkulosis positif , daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak
Universitas Sumatera Utara
sehat higiene dan sanitasi tidak baik, dan tempat penampungan umum panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain, yang banyak terdapat pasien
tuberkulosis dewasa aktif. Sumber infeksi tuberkulosis pada anak yang terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA
positif. Berarti bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko tinggi terinfeksi tuberkulosis. Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya, semakin
besar pula kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik droplet nuclei yang infeksius.
Lienhard 2003, penelitian mengenai faktor risiko untuk terjadinya infeksi tuberkulosis di Gambia mendapatkan bahwa prevalensi uji tuberkulin positif pada
anak laki laki dan perempuan tidak berbeda sampai adolesen, setelah itu itu lebih tinggi pada anak laki laki. Hal ini diduga akibat dari peran social dan aktivitas
sehingga lebih terpajan pada lingkungan, atau karena secara bawaan lebih rentan, atau adanya faktor predisposisi terhadap respon hipersensitivitas tipe lambat.
Selanjutnya kontak dengan pasien tuberkulosis merupakan faktor risiko utama, dan makin erat kontak makin besar risikonya. Oleh karenanya kontak di rumah
household contact dengan anggota keluarga yang sakit tuberkulosis sangat berperan untuk terjadinya infeksi tuberkulosis di keluarga, terutama keluarga
terdekat. Faktor lain adalah jumlah orang serumah kepadatan hunian, lamanya tinggal serumah dengan pasien, pernah sakit tuberkulosis, dan satu kamar dengan
penderita tuberkulosis di malam hari, terutama bila satu tempat tidur
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Kejadian Tuberkulosis Paru