commit to user civ
dalam project film dokumenter ini serta adanya jaringan bioskop yang mau memutarkan dokumenter ini menjadi bukti bahwa film dokumenter, dan khususnya
kali ini dengan isu perempuan, memiliki kesempatan untuk bisa berkembang dengan baik http:www.kalyanashira.compertaruhaninpress-rilis.php diakses pada 22
April 2010.
”Pertaruhan” menjadi bagian dari ”Women Section” pada Jakarta International Festival JiFFest 2008. Film ini masuk dalam nominasi festival film
perempuan “V Film Festival, 1st International Woman Film Festival” yang diselenggarakan pada 21-26 April 2009. Empat karya lima sutradara muda tersebut
muncul sebagai sebuah karya kolektif dari Workshop Project Change 2008 yang diselenggarakan oleh Kalyana Shira Foundation bekerja sama dengan Hivos.
”Pertaruhan” juga terpilih sebagai film animasi dokumenter Indonesia pertama yang diputar pada ”Panorama Section” dalam Berlin International Film Festival 2009.
Selain itu ”Pertaruhan” juga menjadi bagian dalam ajang Hongkong International Film Festival 2009 untuk ”Reality Bites Section” pada Maret 2009 lalu
http:www.kalyanashira.compertaruhaninpress-rilis.php diunduh pada 22 April 2010.
B. Sinopsis
“Pertaruhan”, sebuah dokumenter kolektif yang berkisah tentang berbagai kontroversi seputar tubuh perempuan yang telah lama menjadi perdebatan di sekitar
commit to user cv
kita. Film ini merepresentasikan kehidupan perempuan Indonesia yang seringkali menjadi korban diskriminasi oleh lingkungan disekitar mereka yang terkadang tidak
disadari. Dalam “Pertaruhan” terdapat empat film dokumenter yaitu “Mengusahakan Cinta”, “Untuk Apa?”, “Nona Nyona”, dan “Ragate Anak”.
1. “Mengusahakan Cinta”
Sutradara: Ani Ema Susanti.
Dalam mengusahakan cinta mengisahkan dua orang memilih menjadi buruh migran di Hongkong karena pendapatan yang lebih memadai daripada
di Indonesia. Yang pertama yaitu Ruwati, dia mengidap penyakit tumor rahim yang harus diangkat melalui jalan operasi lewat vagina. Karena
masalah tersebut Ruwati kerap gamang karena keperawanannya dipertanyakan oleh calon suami yang menunggunya Indonesia.
Yang kedua yaitu Riantini, seorang pembantu rumah tangga yang memilih menjadi lesbian karena merasa pernah dikhianati oleh mantan
suaminya. Di Hongkong Rian mendapatkan kebebasan untuk mencintai sesama jenisnya yang juga sama-sama buruh asal Indonesia. Namun mereka
commit to user cvi
berkomitmen untuk tidak melanjutkan hubungan cintanya di Indonesia karena adat Indonesia yang berlaku.
2. “Untuk Apa?”
Sutradara: Iwan Setiawan dan Muhammad Ichsan
Di Indonesia, praktik sunat pada perempuan diterima secara luas oleh berbagai kalangan dengan alasan untuk “membersihkan” anak perempuan dari
spirit setan yang akan mengarahkannya menjadi liar. Meski demikian, sampai sekarang masih banyak orang yang tidak sadar akan adanya praktek ini.seperti
di Indramayu, praktik sunat perempuan dianggap sebagai kewajiban agama agar perempuan sah masuk Islam. Ada juga yang berpendapat jika tidak
disunat maka perempuan akan menjadi liar. Padahal di sunia kesehatan telah melarang praktik sunat perempuan dan mengenakan sanksi pada rumah sakit
atau tenaga medis yang menjalankannya. Banyak ulama dan tokoh masyarakat berbeda pendapat dalam masalah ini.
3. “Nona Nyonya”
commit to user cvii
Sutradara: Lucky Kuswandi
Ada dua kisah dalam film ini, yang pertama adalah Kelly adalah adalah cerminan gadis remaja Indonesia yang kerap mengalami masalah
kewanitaan. Namun, karena sulitnya mendapatkan informasi megenai kesehatan reproduksi karena masyarakat masih menganggap tabu tentang
masalah tersebut, akhirnya ia mengabaikan apa yang ia alami. Yang kedua kisah tentang perempuan-perempuan lajang yang
mengalami kendala saat ingin memeriksakan masalah kewanitannya. Di Indonesia, persepsi perempuan lajang adalah mereka yang tidak berhubungan
seksual. Status “tidak menikah” ini menjadi kendala ketika mereka berusaha memeriksakan kesehatan reproduksinya. Mereka kerap kali terbentur dengan
persepsi moral yang dituduhkan oleh pihak obstetri dan ginekologi SpOG Kebidanan dan Kandungan.
4. “Ragat’e Anak”
Sutradara: Ucu Agustin
“Ragat’e Anak” menggambarkan betapa kerasnya perjuangan Ibu untuk membiayai anaknya. Sepanjang hari mereka bekerja keras namun
pendapatan mereka tidak pernah mencukupi.
commit to user cviii
Nur dan Mira adalah pemecah batu yang malamnya menjadi pekerja seks di Gunung Bolo. Gunung Bolo adalah kompleks kuburan Cina
berbentuk bukit yang terletak di Tulungaggung. Karena Orang Tionghoa percaya semakin tinggi tanah kuburan, mereka yang telah mati akan semakin
dekat dengan nirwana. Namun, selepas senja, kompleks kuburan yang tenang dan sunyi ini berganti fungsi menjadi lokasi prostitusi liar. Untuk sekali
melayani pelanggan, mereka hanya dibayar sepuluh ribu rupiah. Mereka kerap merasa kesakitan terhadap organ vitalnya, namun karena tuntutan
kebutuhan merka hanya mengobatinya dengan antibiotik yang dijual dipasaran tanpa mengetahui dosisnya.
C. Catatan Produksi