Peralatan : Penggunaan Peralatan Klinis oleh SpOg Belum Pengetahuan: Pengetahuan yang Minim tentang Keamanan

commit to user cxlviii sosialnya namun lebih pada apakah seorang itu pernah melakukan hubungan seksual atau belum. Bukti Pengetahuan Keamanan Kesehatan Reproduksi Terganjal oleh Status Sosial Brosing pentingnya papsmear……………………… Data film……………. Faktor-faktor yang mempengaruhi: Kesalahpahaman konsep keperawanan Dalam banyak masyarakat, keperawanan yang secara keliru diwakili oleh keutuhan selaput dara sampai saat perkawinan merupakan syarat yang secara ketat disampaikan pada anak perempuan dan tidak pada anak laki-laki. Syarat keperawanan sebagai lambang kesucian secara universal dapat diterima. Namun menggunakan selaput dara sebagai satu-satunya indikator keperawanan dan “indikator kesucian” secara psikologis tidak masuk akal dan secara etis timpang karena hanya dapat diterapkan pada perempuan dan tidak pada laki-laki Mohamad 1998: 22.

b. Peralatan : Penggunaan Peralatan Klinis oleh SpOg Belum

Menciptakan Rasa Aman commit to user cxlix Scene 14b Pada scene 14b, Cinzia masuk ke ruangan dokter dan ternyata dokternya laki-laki. Sebelum diperiksa dokter bertanya tentang status Cinzia yang masih “nona”, lebih lanjut doter menanyakan apakah Cinzia sering melakukan hubungan seksual dengan pacarnya. Setelah diperiksa dokter memberi ceramah kepada Cinzia untuk bisa menjaga diri. Dokter juga membacakan ayat Injil dan menganggap perlakuan Cinzia adalah perbuatan setan yang melanggar norma agama. Bukti Penggunaan Peralatan Klinis oleh SpOg Laki-laki Belum Menciptakan Rasa Aman. Data film……………

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Agama Pada scene 14f dan 14g dokter tersebut mangatasnamakan pancasila sila pertama dimana setiap orang yang percaya Tuhan itu tidak boleh commit to user cl melakukan seks diluar nikah. Sikap dokter tersebut merupakan petuah dan juga hukuman dari dokter kepada Cinzia atas perbuatannya yang melanggar agama. Pandangan masyarakat terhadap hubungan seks sebelum menikah mempunyai bias gender. Hubungan seks sebelum menikah merupakan tindakan yang dilarang dalam banyak masyarakat di dunia, dan dianggap sebagai perilaku menyimpang dari norma masyarakat termasuk norma Agama. Tetapi hukuman dan kutukan akan lebih berat ditimpakan kepada perempuan daripada kepada laki-laki Mohamad 1998:22. Pandangan ini telah membudaya dalam masyarakat hingga merambah juga pada pihak medis yang seharusnya menjadi tempat pelayanan kesehatan reproduksi.

4. Film IV: Ragat’e Anak

Ragat yang dalam bahasa Indonesia berarti biaya, film Ragat’e Anak ini berarti biaya untuk kebutuhan anak. Film ini menceritakan perjuangan dua perempuan pekerja seks komersial Nur dan Mira, mereka menjual diri disebuah kuburan cina di Gunung Bolo, Tulungagung, Jawa Timur demi menghidupi anaknya. Selain bekerja sebagai PSK mereka juga bekerja menjadi buruh pecah batu disiang hari. Dalam Ragat’e Anak memperlihatkan bagaimana kehidupan PSK sangat rentan dengan resiko commit to user cli penyakit menular seksual. Keamanan kesehatan reproduksi sering kali terabaikan demi mencukupi kebutuhan.

a. Pengetahuan: Pengetahuan yang Minim tentang Keamanan

Kesehatan Reproduksi bagi Pekerja Seks Komersial Scene: 20 Mira, seorang PSK perantauan di Gunung Bolo menjual tubuhnya seharga sepuluh ribu rupiah demi mencukupi kebutuhan keluarganya dikampung. Ia seperti menganggap tubuhnya sebagai mesin pencari uang. Mira tak pernah memperhatikan keamanan kesehatan reproduksinya padahal ia sangat rentan dengan penyakit menular seksual PMS. Pada scene 20 Mira mengaku jika ia sudah menganjurkan pelanggannya untuk memakai kondom tapi tidak semua pelanggan mau dan ia tidak bisa memaksanya. Jika ada 15 pelanggan hanya 6 yang mau manggunakan kondom, ini berarti sebagian besar pelanggannya tidak menggunakan kondom. Mira tidak tahu apa bahayanya jika tidak memakai kondom. Ia menganggap pakai atau tidak itu sama saja, yang merasakan hanya pelanggannya. Bukti Pengetahuan yang Minim tentang Keamanan Kesehatan Reproduksi bagi Pekerja Seks Komersial commit to user clii Data film dan data tentang PMS……………….. Tidak dapat disangkal bahwa masalah pelacuran sangat erat kaitannya dengan kesehatan reproduksi dan masalah ketimpangan status sosial kaum perempuan. Perilaku seksual yang selalu berganti pasangan membuat para pelacur mempunyai risiko yang tinggi untuk tertular dan menularkan penyakit seksual Nurlaela dan Kusumanegara 2005:117. Prevalensi PMS di Indonesia cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dan Population Council pada tahun 1997 di Jakarta mengungkapkan bahwa ada 486 perempuan pengunjung klinik KB setidaknya menunjukkan gejala tertular PMS. Berdasarkan informasi dari 127 PSK dan 197 ibu rumah tangga berusia 25-40 tahun, diperoleh data bahwa 28 persen PSK dan 4 persen ibu rumah tangga terkena gonorrhoe, 78 persen PSK dan 83 persen ibu rumah tangga terkena servistis mukopurulenta, 24 persen PSK dan 25 persen ibu rumah tangga terkena vaginosil bacterial, 17 persen PSK dan 1 persen ibu rumah tangga terkena pelvic inflammatory disease kondiloma, sedangkan 5 persen PSK dan 1 persen ibu rumah tangga terkena herpes Nurlaela dan Kusumanegara 2005:10. Dari data tersebut diketahui jika Pekerja Seks Komersial merupakan orang yang rentan rengan penyakit menular sesual. Untuk itu Indonesia commit to user cliii memiliki Lemmbaga Swadaya Masyarakat yang bertugas memberi penyuluhan dan informasi kepada para PSK. Faktor-faktor: Pendidikan ………data film Dari monolog tersebut terlihat jika sebenarnya Mira tidak ingin bekerja sebagai PSK yang hanya dibayar murah. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa karena dari sisi pendidikan ia hanya lulusan SD yang sulit mencari pekerjaan dengan bayaran yang cukup untuk mencukupi kebutuhannya dan anaknya. Dari monolog tersebut memperlihatkan kerja keras Nur untuk mencukupi kebutuhan anak-anaknya karna ia hanya seorang lulusan SD ia hanya bisa bekerja sebagai pemecah batu disiang hari dan sebegai PSK dimalam hari. Namun, walau Nur hanya lulusan SD ia memiliki harapan yang besar agar anaknya memiliki pendidikan yang lebih baik darinya. Faktor pendidikan juga mempengaruhi Nur dan Mira menjadi PSK. Tingkat pendidikan yang rendah, digabung dengan kemiskinan, membuat para perempuan melihat pelacuran sebagai pekerjaan satu-satunya yang menjanjikan penghasilan yang tinggi dalam waktu yang relative cepat. Ia tidak memiliki kepandaian atau ketrampilan yang diperlukan untuk bekerja di sector commit to user cliv industry, dan juga tidak memiliki modal untuk usaha sendiri. Satu-satunya “modal” yang ia miliki adalah tubuhnya Mohamad 1998:112.

b. Peralatan: Penggunaan Obat Pasaran untuk Mencegah PMS