commit to user xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Film merupakan salah satu media massa yang digemari karena keunggulannya yang dapat menghadirkan unsur audio visual secara bersamaan. Suatu film dapat
menceritakan kepada kita tentang berbagai hal yang berhubungan dengan kehidupan, baik tentang sosial, ekonomi, politik, maupun ilmu pengetahuan.
Karena perkembanganya kini film menjadi sebuah produk kebudayaan yang dinilai efektif untuk menyampaikan pesan serta merefleksikan realitas sosial. Oleh
karena itu, film mempunyai dampak yang besar terhadap masyarakat menyangkut nilai-nilai, norma dan budaya yang ada didalamnya.
Marselli Sumarno menyebutkan jika film adalah satu dari berbagai media yang membanjiri manusia dengan berbagai informasi. Film yang merupakan media
komunikasi sosial dipandang paling efektif, karena dapat diterima oleh semua orang dengan mengabaikan pendidikan, usia dan kecerdasan, latar belakang budaya. Dan
menyampaikan ide secara langsung, yaitu dengan memperlihatkan benda atau obyek konkretnya Sumarno, 1996: 29. Jika pada media lain seperti pada radio dan media
cetak, orang perlu membayangkan atau berimajinasi tentang isinya. Dalam media radio orang harus memiliki ruang imajinasi tentang suara dari penyiarnya dan dalam
media cetak orang berimajinasi tentang isi dari tulisannya. Namun, dalam media film
commit to user xxi
orang disuguhi langsung antara suara dan gambar bergerak sehingga tidak perlu berimajinasi tentang isinya.
M. Alwi Dahlan menyebutkan keunggulan film sebagai media komunikasi massa karena film bersifat memberikan informasi. Film lebih dapat menyajikan
informasi yang matang dalam konteks yang relatif lebih butuh dan lengkap. Pesan- pesan film tidak bersifat topikal dan terputus-putus tetapi dapat ditunjang oleh
pengembangan masalah yang tuntas Dahlan, 1981:19. Situasi komunikasi film dan keterlibatan emosional penonton dapat menambah kredibilitas pada satu produk film.
Karena penyajian film disertai oleh perangkat kehidupan yang mendukung pranata sosial manusia, membuat penonton dengan mudah mempercayai keadaan yang
digambarkan walaupun kadang-kadang tidak logis atau tidak berdasarkan kenyataan. Film juga bisa menjadi refleksi atas kenyataan dan menjadikan masyarakat
menjadi kritis terhadap budayanya. Film sebaiknya menjadi cerminan bagi seluruh atau sebagian masyarakatnya. Selain itu film juga bisa menjadi arsip sosial yang
merepresentasikan jiwa masyarakat pada saat itu. Himawan Pratista membagi jenis-jenis film dalam tiga jenis, yakni: film
dokumenter, fiksi, dan eksperimental. Pembagian ini didasarkan atas cara bertuturnya, yakni, naratif cerita dan non-naratif non cerita. Film fiksi memiliki
struktur naratif yang jelas, sementra film dokumenter dan eksperimental tidak memililiki struktur naratif. Film dokumenter yang memiliki konsep realisme nyata
berada dikutub yang berlawanan dengan film eksperimental yang memiliki konsep
commit to user xxii
formalisme abstrak. Sementara film fiksi berada persis ditengah-tengah dua kutub tersebut Pratista2008:4.
Nia Dinata mengungkapkan film dokumenter di Indonesia masih berada di ranah pinggiran. Meski dari segi jumlah bisa jadi film dokumenter Indonesia lebih
banyak dari film cerita, berbeda dengan film cerita yang telah mulai mendapatkan spot light, film dokumenter masih jauh dari berbagai segi seperti jumlah penonton
yang dapat dijangkau, tempat eksebisinya yang sangat terbatas, coverage media dan perhatian publik yang minim. Hal ini terjadi karena salah satu alasannya, film
dokumenter masih banyak diidentikkan dengan reportase investigatif. www.fahmina.or.id...543-ketika-persoalan-perempuan-dibaca-dari-perspektif-
nurani.html , diakses pada tanggal 20 maret 2010
Himawan Pratista mengklasifikasikan lagi film berdasarkan genre. Dalam film, genre dapat didefinisikan sebagai jenis atau klasifikasi dari sekelompok film yang
memiliki karakter atau pola yang sama khas seperti setting, isi dan subyek cerita, tema, struktur cerita, aksi atau peristiwa, periode, gaya, situasi, ikon, mood, serta
karakter. Klasifikasi tersebut menghasilkan genre-genre populer seperti aksi, petualangan, drama, komedi, horor, western, thriller, film noir, roman, dan
sebagainya. Fungsi dari genre adalah untuk memudahkan klasifikasi dalam film. Pratista 2008:10
Dalam penelitian ini penulis memilih film “Pertaruhan” yang merupakan film dokumenter bergenre feminis. Film feminis atau film perempuan adalah film yang
mengangkat permasalahan perempuan atas kelas yang berkuasa.
commit to user xxiii
Aquarini mendefinisikan Film perempuan adalah film yang menampilkan perempuan didalam ruang “pribadi”nya sendiri, sebagai istri, ibu, anak perempuan,
dan kekasih. Citra yang ditampilkan pada ruang ini krusial karena disrupsi terhadap nilai-nilai patriarkal dikembangkan justru didalam ideologi patriarkal itu sendiri.
Dalam film perempuan, tokoh perempuan harus diberikan peran yang berbeda daripada stereotipe di “dunia nyata” Prabasmoro, 2006:335. Dalam hal ini film
feminis diharapkan dapat menjadi perangkat untuk melakukan pemikiran serta penilaian ulang atas stereotipe peran tradisional berdasarkan jenis kelamin.
Karena film perempuan adalah tentang permasalahan perempuan maka film perempuan memiliki kekuatan untuk memberikan inspirasi kepada penontonnya.
Seperti yang diungkapkan oleh Aquarini di pihak pembuat film, gagasan feminis tidak selalu berarti tuntutan untuk membuat film yang menampilkan “perempuan
yang luar biasa mandiri” yang tidak memerlukan orang lain, apalagi laki-laki. Film feminis menampilkan citra perempuan yang berangkat sebagai korban dari struktur
masyarakat sendiri tetapi kemudian bangkit dan menjadi luar biasa dalam artian memperoleh kekuasaan dan kendali tertentu atas hidupnya Priyatna, 2006: 337.
Molly Haskell juga menyatakan, “film perempuan yang lebih baik memberikan aspirasi. Fiksi tentang ‘perempuan biasa yang menjadi luar biasa’ ,
perempuan yang mulai sebagai korban lingkungan yang diskriminatif tetapi kemudian bangit melalui rasa sakit, obsesi atau penyimpangan, untuk menjadi
penentu nasibnya sendiri Priyatna, 2006:336. Maria LaPlace juga mengungkapkan jika film perempuan dibedakan oleh tokoh utamanaya yang perempuan, pandangan
commit to user xxiv
perempuan dan narasinya yang sering kali berkutat disekitar realisme tradisional pengalaman perempuan: keluarga, rumah tangga, dan percintaan, emosi, dan
pengalaman yang memunculkan suatu tindakan Hollows 2010:53 Peneliti memilih film “Pertaruhan” dimana dalam film tersebut terdapat empat
film dokumenter yang semua bercerita tentang permasalahan perempuan. Keempat film tersebut yang pertama berjudul “Mengusahakan Cinta”. Dalam “Mengusahakan
Cinta”, Ruwati dan Riantini memilih menjadi buruh migran di Hongkong karena pendapatan yang lebih memadai daripada di Indonesia. Selain itu, di Hongkong
mereka juga mendapatkan kebebasan dalam otonomi terhadap tubuh. Rian yang seorang lesbian, takut membawa hubungan cintanya saat ia kembali ke Indonesia.
Adapun Ruwati, kerap gamang karena keperawanannya dipertanyakan oleh calon suami yang menunggunya. Ruwati yang menderita miom harus diopersi melalui
vagina, namun ia menjadi gamang karena keperawanannya akan hilang sebelum ia menikah.
Film kedua berjudul “Untuk Apa?”. Di Indonesia, praktek sunat pada perempuan diterima secara luas oleh berbagai kalangan dengan alasan untuk
“membersihkan” anak perempuan dari spirit setan yang akan mengarahkannya menjadi liar. Meski demikian, sampai sekarang masih banyak orang yang tidak sadar
jika khitan perempuan adalah tindak kekerasan terhadap perempuan. Mengakarnya budaya khitan membuat perempuan yang sadar tentang kesehatan pun harus rela
menjadi korban, mereka dibuat tak berdaya dengan kuasa tradisi.
commit to user xxv
Film ketiga berjudul “Nona Nyonya?”. Di Indonesia, persepsi perempuan lajang adalah mereka yang tidak berhubungan seksual. Status “tidak menikah” ini
menjadi kendala ketika mereka berusaha memeriksakan kesehatan reproduksinya. Mereka kerap kali terbentur dengan persepsi moral yang dituduhkan oleh pihak
obstetri dan ginekologi SpOG. Untuk melakukan tes papsmear yang dengan memasukkan alat kedalam organ vital perempuan, sering kali dokter
mempermasalahkan status sosial perempuan belum menikah. tindakan dokter yang seperti ini membuat para perempuan seks aktif yang belum menikah enggan untuk
memeriksakan diri kedokter. Film keempat berjudul “Ragat’e Anak”. Berkisah tentang kehidupan Nur dan
Mira, mereka adalah pemecah batu yang malamnya menjadi pekerja seks di Gunung Bolo. Sepanjang hari mereka bekerja keras namun pendapatan mereka tidak pernah
mencukupi. “Ragat’e Anak” menggambarkan betapa kerasnya perjuangan Ibu untuk membiayai anaknya. Keamanan kesehatan reproduksi perempuan dalam film ini
sangat terancam dengan adanya penyakit menular seksual. Namun apadaya demi untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, perempuan pekerja seks komersial ini
menggunakan obat seadanya untuk mengatasi gangguan kesehatan reproduksinya. Keempat film dokumenter ini mengangkat permasalahan yang berbeda-beda
namun masih diikat bersama oleh satu premis, yaitu permasalahan keamanan kesehatan reproduksi perempuan. Nia Dinata, sang Produser menyatakan bahwa
dalam Pertaruhan, dapat terlihat dan terasa bagaimana sebuah pertaruhan yang sebenarnya. Gambaran Pertaruhan yang biasanya selalu mencoba dibaca dari
commit to user xxvi
berbagai perspektif, namun film persembahan Kalyana Shira Films dan Kalyana Shira
Foundation, ini mencoba mengajak penontonnya dari perspektif nurani. Film ini
mengajak penonton untuk resah di lingkungan sekitarnya. Kian resah, kian peka, kian care, hingga berinisiatif melakukan pergerakan untuk kaum perempuan. Film yang
mengangkat sebuah wacana tentang perempuan dan hak atas tubuhnya adalah sesuatu yang berani dan jujur. Para subyek dalam film ini, juga membagi masalah kepada
masyarakat untuk memahami apa yang terjadi pada tubuhnya dan bagaimana masyarakat memandang mereka.
http: www.kabarindonesia.comgbrberitaUcu2520Agustin.jpgimgrefurl
, diakses pada 15 April 2010
Berdasarkan Konferensi Wanita sedunia di Beijing pada tahun 1995 dan Konferensi Kependudukan dan Pembangunan di Kairo tahun 1994 sudah disepakati
perihal hak-hak reproduksi . Dalam hal ini menyimpulkan bahwa terkandung empat hal pokok dalam reproduksi wanita yaitu
http:creasoft.wordpress.com20080418kesehatan-reproduksi-wanita diunduh
pada 3 Maret 2010 :
1. Kesehatan reproduksi dan seksual reproductive and sexual health
2. Penentuan dalam keputusan reproduksi reproductive decision making
3. Kesetaraan pria dan wanita equality and equity for men and women
4. Keamanan reproduksi dan seksual sexual and reproductive security
commit to user xxvii
Poin pertama dan ke empat yang berisi tentang kesehatan dan keamanan reproduksi dan seksual menjadi poin yang akan digunakan peneliti dalam melakukan
penelitian terhadap film “Pertaruhan” ini. Penulis memilih kedua poin tersebut karena penulis melihat kondisi masyarakat, terutama bagi perempuan yang dengan
kelebihannya melahirkan anak kurang mendapatkan akses informasi tentang kesehatan reproduksi baik cara pemeliharaan ataupun penanganan jika ada keluhan
dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi serta pelayanan kesehatan reproduksi yang memadahi. Bukan hanya masalah klinis, namun
permasalahan tradisi dan budaya masyarakat sering menjadi kendala. Salah satu contohnya adalah khitan perempuan yang telah dilarang oleh departemen kesehatan
masih dilakukan diberbagai daerah dengan alasan sudah menjadi tradisi.
Film ini layak diteliti karena banyak prestasi yang didapatkannya. ”Pertaruhan” menjadi bagian dari ”Women Section” pada Jakarta International
Festival JiFFest 2008. Film ini masuk dalam nominasi festival film perempuan “V Film Festival, 1st International Woman Film Festival” yang diselenggarakan pada 21-
26 April 2009. Empat karya lima sutradara muda tersebut muncul sebagai sebuah karya kolektif dari Workshop Project Change 2008 yang diselenggarakan oleh
Kalyana Shira Foundation bekerja sama dengan Hivos. ”Pertaruhan” juga terpilih sebagai film animasi dokumenter Indonesia pertama yang diputar pada ”Panorama
Section” dalam Berlin International Film Festival 2009. Selain itu ”Pertaruhan” juga menjadi bagian dalam ajang Hongkong International Film Festival 2009 untuk
commit to user xxviii
”Reality Bites Section” pada Maret 2009 lalu http:film.infogue.commengungkap_masalah_perempuan_lewat_film
diunduh pada 5 Februari 2010
Selain banyaknya prestasi yang didapatkan film ini juga memiliki keunggulan dibidang sosial responsibilitynya. Kalyanashira Film bekerjasama dengan
Kalyanashira Foundation memutar film “Pertaruhan” diputar 12 kota di Indonesia secara gratis dan dilanjutkan dengan diskusi bersama. Kota-kota tersebut antara lain
Bogor, Cirebon, Yogyakarta, Malang, Batam, Lampung, Bengkulu, Bali, Pontianak, Jambi, Aceh, dan Makasar. Pemutaran film tersebut bekerjasama dengan sejumlah
asosiasi perempuan yang ada disetiap daerah tersebut. Dalam pemutaran film dan diskusi di sejumlah tempat ini juga dihadiri oleh berbagai kelompok massa, seperti
Aktivis Perempuan, Perwakilan Partai Politik dan Anggota Dewan, serta Komunitas Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. Pemutaran film ini bertujuan untuk
mengubah persepsi masyarakat kepada kaum yang biasanya termarginalkan melalui sebuah film.
Dari perspektif komunikasi, peneliti ingin melihat bagaimana isu-isu permasalahan perempuan diwacanakan melalui pesan-pesan yang terkandung dalam
film dokumenter “Pertaruhan”. Kelima sutradara film ini tentu memiliki maksud tersendiri dari atas film yang mereka buat, mulai dari pemilihan tema hingga jalan
ceritanya.
commit to user xxix
Adanya pesan tertentu dalam sebuah film akan mempengaruhi penangkapan makna yang dikandung oleh film tersebut. Sering kali masalah yang muncul adalah
ketika pesan dalam film dimaknai berbeda oleh penonton. Hal ini disebabkan seberapa jauh penonton dapat menangkap arti dan isi film yang dilihatnya, sangat
tergantung dari latar belakang kebidayaannya, pengalaman hidup, pendidikan, pengetahuan dan perasaan film, kepekaan artistik, dan kesadaran sosial mereka
Mangunhardjana, 1995:10.
Dalam mengintepretasikan makna, sering terjadi ketidakpastian atau kekaburan makna. Untuk mengartikan pesan, dibutuhkan kemampuan untuk
memahami makna yang ada dalam pesan tersebut yang menyangkut pikiran, gagasan, perasaan, emosi dan lain sebagainya yang menyertai proses komunikasi. Oleh karena
itu peneliti menggunakan analisis wacana untuk mengungkapkan makna-makna tersirat yang terkandung dalam film ini.
Analisis wacana melihat pada ‘bagaimana’ dari suatu pesan atau teks komunikasi. Melalui analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks
berita, tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. Selain itu, analisis wacana lebih bisa melihat makna yang tersembunyi dari sebuah teks melalui struktur
kebahasaannya Eriyanto, 2000:5.
B. Rumusan Masalah