commit to user li
Penggambaran stereotipe perempuan dalam film dan kecenderungan yang didapat penonton dari ideologi patriarkhi memperingatkan kaum
perempuan untuk menciptakan film balasan untuk menentang atau mengkritik produksi film yang menganut kultur patriarkhi. Beberapa kaum perempuan
membuat film feminis untuk membalas ideologi yang dominan dalam hal ini adalah ideologi patriarkhi.
Di pihak pembuat film, gagasan feminis tidak selalu berarti tuntutan untuk membuat film yang menampilkan ‘perempuan yang luar biasa mandiri’
yang tidak memerlukan orang lain, apalagi laki-laki. Tidak juga itu berarti film feminis ialah film tentang perempuan seksual yang sangat bebas
melakukan hubungan seksual. Molly Haskel mengemukakan bahwa Prabasmoro 2006:337:
”Film perempuan yang lebih baik memberikan aspirasi... Fiksi tentang ’perempuan biasa yang menjadi luar biasa’, perempuan yang mulai
sebagai korban lingkungan yang diskriminatif tetapi kemudian bangkit, melalui rasa sakit, obsesi atau penyimpangan, untuk menjadi
penentu nasibnya sendiri” Prabasmoro 2006:337.
Dari pernyataan Molly Haskel tersebut film perempuan merupakan film yang merepresentasikan perempuan yang mampu mengatasi permasalahan perempuan yang dialaminya sehingga mempu menginspirasi
penonton perempuan untuk bisa bangkit dari keterpurukan yang dialaminya. Keterpurukan yang dialami perempuan bukan hanya dari sisi fisik saja, namun juga dasi sisi psikologis yang membuat perempuan merasa termarginalkan.
3. Kesehatan Reproduksi
commit to user lii
Kesehatan reproduksi saat erat kaitannya dengan perempuan. Perempuan yang dengan kelebihannya bisa melahirkan anak seringkali
dianggap sebagai mesin reproduksi bagi sebagian kalangan yang tidak menghargai. Padahal untuk menjaga kesehatan reproduksi perempuan
bukanlah hal yang mudah bagi perempuan. Bukan hanya masalah klinis dalam hal ini, namun permasalahan sosial dan kultur budaya masyarakat sering
menjadi kendala bagi perempuan terkait dengan kesehatan reproduksinya. Dalam Jurnalnya Kartono Mohamad menyebutkan isu tentang
kesehatan reroduksi perempuan telah menjadi isu global. Dalam Konferensi Kependudukan dan Pembangunan ICPD tahun 1994 di Kairo. Chapter
Bab VII dari Plan of Action hasil ICPD 1994 menyebutkan kesehatan reproduksi adalah keadaan fisik, mental, kelaikan sosial secara menyeluruh
dalam segala hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi berikut fungsi- fungsi dan proses-prosesnya. Ditekankan bahwa manusia punya kemampuan
bereproduksi dan punya kebebasan untuk menentukan jika, kapan, dan seberapa sering melakukannya Mohamad, 2007: 9. Secara implisit disini
adalah hak untuk laki-laki dan perempuan untuk mendapat informasi dan mendapat akses pada perencanaan keluarga yang aman, efektif, terjangkau
dan layak, atas pilihan sendiri, sebagaimana juga cara-cara lain untuk mengatur kesuburan, yang tidak melanggar hukum, dan hak untuk mengakses
pelayanan kesehatan yang akan memungkinkan perempuan untuk menjalani
commit to user liii
kehamilan dan persalinan dengan aman. Pelayanan kesehatan reproduksi juga termasuk kesehatan seksual, dengan tujuan perbaikan kehidupan dan
hubungan pribadi.
Berdasarkan Konferensi kependudukan tersebut di, sudah disepakati perihal hak-hak reproduksi . Dalam hal ini menyimpulkan bahwa terkandung
empat hal pokok dalam reproduksi wanita yaitu http:creasoft.wordpress.com20080418kesehatan-reproduksi-wanita
, diakses pada 5 Desember 2010 :
1. Kesehatan reproduksi dan seksual reproductive and sexual health
2. Penentuan dalam keputusan reproduksi reproductive decision making
3. Kesetaraan pria dan wanita equality and equity for men and women
4. Keamanan reproduksi dan seksual sexual and reproductive security
Kesehatan reproduksi banyak menyangkut masalah perempuan karena proses reproduksi dan gangguan kesehatan reproduksi lebih banyak dialami
perempuan. Reproduksi merupakan salah satu masalah perempuan yang berkaitan dengan tubuh dan perannya dalam masyarakat. Atas hal ini
perempuan sering mengalami penindasan sosial. Mariana Amirudin membagi reproduksi memiliki dua definisi
persoalan yaitu reproduksi biologis dan sosial Amirudin, 2003: 5.
commit to user liv
¾ Reproduksi biologis berkaitan dengan fungsi seksualitas tubuhnya
melahirkan anak untuk melakukan regenerasi. ¾
Sedangkan reproduksi sosial adalah fungsi seksualitas tubuh perempuan yang berhubungan dengan peran sosial masyarakat. Ketika masyarakat
sudah terlibat dan mengontrol reproduksi biologis perempuan, seperti ditempatkan dalam peran tertentu dan penempatan peran ini disebut
sebagai reproduksi sosial. Selama ini masalah reproduksi lebih banyak dilihat dari aspek klinis,
padahal persoalan ini tidak bisa lepas dari konteks sosial dimana reproduksi dipengaruhi dan mempengaruhi nilai, etika, agama, dan kebudayaan. Dalam
penelitian ini lebih menyoroti reproduksi perempuan secara sosial yang menyangkut tentang hak-hak dan diskriminasi perempuan berdasarkan
reproduksinya. Berbicara tentang reproduksi adalah berbicara tentang perempuan
sebagai bagian dari sumber daya manusia. Oleh karena itu perempuan sebagai sumber daya manusia perlu memiliki kesadaran atas reproduksinya secara
biologis maupun sosial agar mereka lebih jauh memahami hak-hak tubuh dan peran sosialnya.
Pengertian reproduksi perempuan mencakup serangkaian proses sistem kerja reproduksi yang melibatkan alat dan fungsi reproduktif
perempuan, serta aspek sosial yang menyertainya. Maka kasus mutilasi, pendidikan seksual, mitos-mitos tentang reproduksi perempuan seperti
commit to user lv
keperawanan, adalah bagian dari persoalan reproduksi perempuan. Amirudin, 2003: 6
Permasalahan reproduksi tidak bisa terlepas dari masalah seksual. Meskipun secara anatomis ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan
dalam kehidupan reproduksinya pada dasarnya mereka adalah sama. Mereka sama-sama memiliki hormon seks, sama-sama memiliki hormon libido, dan
sama-sama saling mengharapkan untuk pemenuhan hormon libido dan reproduksi. Juga penempilan dorongan seksual mereka sama-sama
dipengaruhi oleh emosi, kesehatan fisik dan mental, serta pikiran-pikiran mereka. Perbedaan anatomis tersebut hanya menjadi dasar dari perbedaan
mekanisme dalam melaksanakan fungsi reproduksi. Perilaku seksual manusia bukan hanya cerminan rangasangan hormon
semata, melainkan menggambarkan juga hasil pengaruh antara hormon dan pikiran mind. Pikiran itu sendiri dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan,
dan budaya. Sehingga meskipun dorongan birahi itu sendiri bersifat biologis, pola perilaku seksual seseorang akan sangat dipengaruhi oleh tata nilai dan
adat istiadat yang berbeda-beda sesuai dengan etnis, agama, dan status sosio ekonominya Mohamad, 1998:7-8. Namun, sering kali dalam hubungan
seksual istri diperlakukan sebagai obyek seksual suami, bukan partner yang memiliki hak seksualitas yang setara. Fenomena inipun oleh masyarakat
termasuk oleh kaum perempuan acapkali tidak dianggap sebagai sesuatu
commit to user lvi
yang problematis, tetapi merupakan suatu kodrat yang harus diterima dan dijalani perempuan dengan penuh rasa pasrah Darwin dan Tukiran, 2001:5.
Masalah kesehatan reproduksi erat kaitannya dengan hak-hak reproduksi perempuan. Namun, saat ini di Indonesia, masih banyak persoalan
reproduksi yang masih menghantui perempuan, antara lain : pengabaian hak untuk mendapatkan kebahagiaan seksual dan hak untuk memiliki orientasi
yang berbeda, hak untuk bebas dari kekerasan dan pelecehan seksual, masalah kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi tidak aman, angka kematian ibu yang
masih tinggi, akses yang mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi, pendidikan seks yang memadahi, kontrasepsi dan lain-lain.
Mohamad, 2007:4. Hasil penelitian di berbagai negara bahwa menunjukkan bahwa pendidikan mempunyai korelasi yang tinggi dengan status kesehatan,
termasuk kesehatan reproduksi. Pendidikan yang tinggi merupakan sarana untuk memperoleh penghasilan yang tinggi. Dengan penghasilan yang tinggi
seseorang akan mampu meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan keluarganya Abdullah dan Mudjajadi, 2001:229.
Untuk menangani permasalahan reproduksi pada dasarnya perempuan harus memiliki pengetahuan tentang apa itu reproduksi dan segala informasi
yang menyangkut keamanannya. Informasi merupakan bagian penting dari proses pemahaman supaya seseorang bukan saja mengetahui akan haknya
tetapi juga mengetahui kewajibannya dalam menjaga kesehatan reproduksinya serta bagaimana mempertahankan haknya secara benar. Informasi mengenai
commit to user lvii
hak dan kesehatan reproduksi ini harus diberikan secara benar tanpa opini pemberi informasi sehingga memungkinkan setiap orang dapat mengambil
keputusan yang benar atau baik bagi dirinya. Informasi yang diberikan mencakup pengetahuan tentang apa yang terjadi pada dirinya dalam hal
reproduksi, bagaimana organ dan fungsi reproduksinya akan berkembang, bagaimana ia dapat mengambil pilihan yang sesuai dengan keinginannya, dan
dimana serta bagaimana ia dapat memperoleh pelayanan kesehatan reproduksinya Mohamad, 2007:15.
Dalam MDG’s Millenium Development Goals disebutkan bahwa: ”Seluruh Negara dipanggil untuk mengusahakan agar kesehatan reproduksi
dapat diakses melalui sistem pelayanan kesehatan primer menjadi standar, oleh semua individu yang berusia cukup, sesegera mungkin dan tidak lebih
dari tahun 2015.”
Dari uraian itu lebih jelas disebutkan jika pelayanan tersebut harus mengikut-sertakan interalia institusi terkait; konseling perencanaan
keluarga, informasi, pendidikan , komunikasi dan pelayanan ; pendidikan dan pelayanan untuk perawatan kehamilan, persalinan dan paska persalinan,
terutama pemberian ASI, serta pemeliharaan kesehatan ibu dan anak; penceahan dan perawatan infertilitas ketidak-suburan, aborsi,perawatan
infeksi peralatan reproduktif, penyakit menular melalui seks STD, dan segala kondisi kesehatan reproduksi dan informasinya, pendidikan dan
konseling atas seksualitas manusia, kesehatan reproduksi, dan tanggung jawab setelah menjadi orang tua Mohamad, 2007:16.
commit to user lviii
Pemberian informasi yang sangat penting bagi perempuan tentang kesehatan reproduksinya sering kali terganjal oleh faktor-faktor budaya yang
ada. Bagi para remaja dan perempuan pelayanan dan informasi tentang masalah seks dan kesehatan reproduksi masih jauh dari harapan, bahkan
menjadi “barang haram” karena dianggap hanya akan menyuburkan seks diluar nikah. Nampak jelas ketidakjelasan perlindungan ini adalah
ketidakjelasan kebijakan dan peraturan perundangan. Dalam Dokumen ICPD yang hingga kini dipergunakan sebagai rujukan pelayanan kesehatan
reproduksi bagi siapa saja tidak memberikan perlakuan khusus maupun mendiskriminasi, baik berdasarkan status sosial, ekonomi, budaya, ataupun
politik tertentu. Yang selama ini kita dapati, pelayanan kesehatan reproduksi cenderung diutamakan untuk mereka yang dikategorikan sebagai kelompok
beresiko tinggi, seperti perempuan hamil dan melahirkan, atau kelompok yang terstigma seperti pekerja seks, anak jalanan, waria, dan lelaki gay Mohamad,
2007:99 .
a. Kesehatan Reproduksi Remaja