commit to user cxxx
2 Faktor yang mempengaruhi:
a Tradisi masyarakat setempat
Runtiah tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang berkaitan dengan khitan karena ia menganggap jika khitan
merupakan suatu printah agama yang tidak perlu diiragukan lagi. Padahal khitan untuk wanita sebenarnya tidak diperintahkan dalam
Islam atau budaya Islam. Khitan untuk perempuan ini sudah dipraktekkan oleh masyarakat Afrika Utara, jauh sebelum kelahiran
Nabi Muhammad Mohamad 1998:43. Dalam masalah ini, terjadi kerancuan dalam pemaknaan khitan
perempuan yang dianggap sebagai kewajiban agama atau suatu bentuk peng-Islam-an. faktor inilah yang membuat Runtiah melakukan khitan
pada anak perempuannya.
b. Peralatan: Peralatan Tradisional non Klinis Menciptakan Rasa Aman
bagi Perempuan
scene 26
scene 26
Penggunaan peralatan khitan pada scene ini di tunjukkan dengan pengkhitanan seorang bayi di Indramayu. Proses khitan dilakukan ole
seorang dukun dan dengan menggunakan silet sebagai peralatan khitan. Dukun tersebut melukai alat vital bayi hingga bayi menangis
commit to user cxxxi
kencang karena kesakitan. Tak ada rasa khawatir dari orang tua bayi melihat proses khitan tersebut. Ibu bayi itu justru dengan ceria
menghibur bayinya agar tidak menangis lagi.
1 Bukti Penggunaan Peralatan Tradisional non Klinis Menciptakan
Rasa Aman bagi Perempuan:
Pada scene tersebut praktik khitan dilakukan dengan menggunakan silet yang dilalukan oleh dukun bayi. Tidak terlihat adanya proses sterilisasi
dan dilakukan oleh orang yang tidak mengetahui prosedur kesehatan reproduksi. Penanganan khitan oleh orang yang tidak ahli, penggunaan
peralatan yang tidak steril, seperti silet, pisau dapur, dan bambu tajam, serta pengobatan yang tidak tepat bisa mengakibatkan komplikasi yang serius serta
trauma psikis Darwin dan Purwatiningsih 2003:7. Dalam kasus Runtiah ini peralatan yang digunakan berupa silet dan
tenaga pengkhitan seorang dukun, sangat tidak aman untuk kesahatan reproduksi dan dapat mengakibatkan trauma psikis maupun cacat pada organ
vital perempuan, namun masyarakat daerah setempat masih menjalankan praktik tersebut karena sudah menjadi tradisi. Orang tua bayi pada scene
tersebut tidak merasa khawatir dengan pengkhitanan anaknya, ia justru dengan ceria menghibur bayinya agar tidak menangis lagi. Padahal khitan
yang dilakukan dengan cara seperti ini sangat beresiko bagi kesehatan reproduksi bayinya.
commit to user cxxxii
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Peralatan
Tradisional Non-Klinis 1
Pengetahuan yang minim
Pengetahuan yang minim tentang khitan perempuan secara otomatis akan berdampak pada penggunaan peralatan khitan. Kare ia tidak tahu
resikonya menggunakan peralatan khitan yang tidak aman bagi kesehatan reproduksi, maka ia akan tetap merasa peralatan tersebut
tetap aman untuk digunakan.
2 Budaya masyarakat setempat
Pada scene 3 terlihat jika Agus Wahid, pemuka daerah Indramayu menyatakan jika khitan perempuan merupakan suatu kewajiban. Pemuka
daerah memiliki peranan penting dalam membuat aturan adat dalam hal ini termasuk juga perintah terhadap khitan pada perempuan. Identitas
sosial yang ditimbulkan oleh adanya tekanan sosial yang mengharuskan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sunat. Tekanan sosial
tersebut, antara lain, berasal dari pandangan, sikap, dan prasangka yang muncul dalam komunitas agama yang berbeda-beda Darwin dan
Purwatiningsih 2003:50. Begitu besarnya pengaruh adat membuat
commit to user cxxxiii
perempuan tidak punya pilihan selain mengikuti aturan adat untuk mengkhitankan anak perempuannya.
¾
Kasus Nong Darrol Mahmada a.
Pengetahuan: Pengetahuan yang Tinggi tentang Kesehatan Reproduksi Tindak Menjaminnya Terhindar dari Khitan
Perempuan
Scene 12
scene: 8
Scene: 9
scene:20
Nong Darrol Mahmada adalah seorang aktifis Islam dan juga anak seorang Kyai Kepala Pondok Pesantren di Jawa Barat.
Pada snene 12 Nong meragukan tetang hukum khitan yang dilakukan demi menjaga kehormatan perempuan. Menurut Nong
khitan perempuan itu bukan untuk kepentingan perempuan sendiri melainkan untuk kepentingan pasangannya. Perempuan dalam hal
ini tidak punya daerah pribadi kerena semuanya berada dibawah kontrol laki-laki. Nong menganggap khitan perempuan merupakan
suatu bentuk kontrol pada daerah privat perempuan.
commit to user cxxxiv
Keraguan Nong tentang hukum khitan perempuan membuatnya mecarai jawaban tentang bagaimana sesungguhnya
hukum khitan perempuan menurut hukum Islam. Nong bertanya pada ulama-ulama besar mulai dari ayahnya yang seorang Kyai
pemimpin pondok pesantren hingga tokoh Nahdatul Ulama Gus Dur.
Pada scene 8 Nong bertanya pada ayahnya TB. A Rafe’I Ali. Rafe’I Ali menganggap jika khitan perempuan itu hujumnya
wajib sejak kedatangan wali songo di Indonesia sebagai wujud persamaan perempuan yang juga harus dikhitan seperti laki-laki
karena ada salah satu otot yang ada pada diri perempuan yang mendorong syahwat perempuan menjadi berlebihan. Untuk itu otot
tersebut harus dihilangkan sedikit untuk menjaga kehormatannya. Dengan jawaban yang diterima dari TB. A Rafe’I Ali
tersebut Nong masih belum puas. Pada scene 9 pada suatu acara yang menghadirkan pembicara Gus Dur, Nong menanyakan
tentang hukum khitan perempuan. Menurut Gus Dur khitan perempuan menurut Islam itu tidak ada, hanya saja itu tradisi
Indonesia yang dimaksukkan atas nama Islam. Namun walaupun Nong menganggap jika khitan
perempuan hanya sebagai alat kontrol laki-laki atas pasangannya, tidak menjamin kalau Nong akan terhindar dai praktik khitan
commit to user cxxxv
tersebut. Pada scene 20 Nong menceritakan pengalamannya tentang khitan perempuan pada anaknya. Pada saat itu Nong
melahirkan anak perempuannya di Rumah Sakit dengan memesan kamar dan pelayanan VIP. Namun tiba-tiba suster dari Rumah
Sakit tersebut membawa anaknya dengan berkata jika anak perempuan Nong telah ditindik dan dikhitan. Nong menyesalkan
pihak Rumah Sakit yang mengkhitan anaknya tanpa seijin dan sepengetahuan Nong.
1 Bukti jika pengetahuan yang tinggi tentang kesehatan reproduksi sosial
tidak menjamin perempuan terhindar dari khitan perempuan.
Nong yang hidupnya sangat dekat dengan dunia Islam, sebagai anak seorang Kyai dan seorang aktivis Islam mencari jawaban atas hukum khitan
menurut Islam. akhirnya ia mendapat kesimpulan jika khitan perempuan bukanlah merupakan perintah dari Islam melainkan tradisi yang
mengatasnamakan Islam. Tradisi ini menurutnya hanyalah sebagai alat kontrol laki-laki terhadap daerah kewanitaan pasangannya. Namun, walaupun Nong
menyadari resiko akan khitan perempuan, tidak menjamin jika anaknya menjadi terhindar dari praktik ini. Nong tak punya pilihan ketika pihak
Rumah Sakit tempat ia melahirkan tanpa ada kesepakatan dengan Nong telah mengkhitan anak perempuannya.
commit to user cxxxvi
2 Faktor-faktor
Tradisi yang mengakar
Mengakarnya tradisi di daerah Nong Darrol Mahmada yang menganggap khitan perempuan sebagai perintah agama membuat praktik
khitan terus dilakukan masyarakat. Tradisi khitan yang pada awalnya merupakan bagian dari praktik persalinan dan perawatan bayi yang biasa
dilakukan oleh dukun bayi. Kini setelah terjadinya proses medikalisasi sunat perempuan, praktik ini mulai diambil alih oleh bidan Darwin dan
Purwatiningsih 2003:41. Berkembangnya pengetahuan kesehatan reproduksi tidak membuat khitan perempuan hilang, malah terjadi pengambilalihan peran
dukun oleh pihak medis.
Peralatan: Peralatan klinis belum menciptakan rasa aman
Scene 20
Pada scene 20 seperti yang telah dijelaskan diatas anak perempuan Nong telah dikhitan pihak Rumah sakit tanpa sepengatahuan dan
seijin Nong. Ketika Nong menanyakan anaknya dikhitan seperti apa suster tersebut menjawab jika khitan dilakukan hanya dengan
membalurkan betadhin obat merah. Namun nong tetap menyesalkan tindakan Rumah Sakit karena tidak meminta ijin dan
commit to user cxxxvii
Nong tidak diperlihatkan proses khitan dan tindik pada anak perempuannya.
1 Bukti Peralatan klinis belum menciptakan rasa aman
Meski anak Nong dikhitan di Rumah Sakit dengan pelayanan VIP, tidak membuat Nong merasa aman oleh praktik tersebut. Perlakuan pihak Rumah
Sakit ini sangat disesali Nong karena proses pengkhitanan tidak disaksikan dari pihak keluarga karena pihak Rumah Sakit telah biasa melakukan praktik
tersebut.
b. Faktor Peralatan Klinis yang Belum Menciptakan Rasa