“Negosiasi belum pernah mereka. Lagian apalah gunanya negosiasi itu kalau toh kaminya yang rugi. Disini banyak pembeli. Kalaulah ada negosiasi,
hasil negosiasinya kami harus pindah ke tempat yang ditentukan orang Satpol PP itu rugi besar lah kami lagi, sementara pembeli kan banyak disini. Anak-anak
kuliahan itu lah dek. Jadi kurang setuju juga aku pribadi kalau ada penggusuran. Harusnya pemerintah kita ini maklumi ajalah orang susah carik makan ya kan,
jadi ga perlu ada negosiasi, komunikasi, sama sosialisasi itu kalau untuk masalah ini. Sama-
sama ngerti aja udah ya kan.” Selain itu, meski menyadari jika ia telah melanggar peraturan dan telah
mengambil hak pejalan kaki, Manganan tetap berpendapat bahwa ia tidak bermaksud untuk mengambil hak dan melanggar peraturan, ia berjualan di depan
komplek USU karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu ia berharap agar Satpol PP kota Medan memaklumi keadaan mereka dan tidak perlu
melakukan penertiban. “...iya betulnya yang adek bilang itu, melanggar aturan iya, ngambil hak
pejalan kaki macam yang adek bilang itu juga iya. Tapi lihatlah kami disini ngapain dek, carik makannya. Kadang yang pejalan kaki juganya yang jajan
ditempat kami. Istilahnya saling memaklumi ajalah kita, kami carik makannya... ...harapannya ya supaya pemerintah Satpol PP kita ngerti ajalah kami
disini kerja, carik makan lah yang utama. Adek skripsian kan, wawancara harapan abang juga sampek lah maunya yang abang bilang ini ke telinganya
Satpol PP sana siapa tau diketuk Allah hati mereka ya kan, ga ada lagi penertiban terakhir jadi maklum orang itu sama kami...”
6. Informan 6
Nama : Samsir
Tanggal Wawancara : 29 Desember 2015 Tipe Wawancara
: Wawancara mendalam face to face Informan penelitian yang keenam ini adalah seorang pedagang shiomay
yang sudah berjualan di Pintu II, depan komplek USU selama kurang lebih enam tahun. Bapak paruh baya ini mengaku sudah sangat sering ditertibkan oleh Satpol
PP namun sama dengan informan lainnya beliau tetap berjualan karena untuk
Universitas Sumatera Utara
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Informan ini juga mengakui jika bentuk komunikasi Satpol PP kota Medan masih sekadar surat larangan berjualan di
depan komplek USU, dan baliho berisi peraturan yang melarang adanya PKL yang berjualan disepanjang Pintu I-IV USU. Secara pribadi pak Sarmin mengerti
pesan yang disampaikan Satpol PP meski pesan yang disampaikan hanya lewat surat larangan yang dibagikan dan baliho yang pernah dipasang. Berikut
penuturan yang dilontarkan pak Sarmin. “Bapak udah berjualan disini selama enam tahun lah kurang lebih nak. Kalau
komunikasinya ya adalah, lewat surat disampaikan ke saya terus baliho juga pernah dipasang disini. Isinya ya peraturan sama Undang-undang yang melarang
jualan disini kan, cuman bapak udah lupa itu nomor brapa peraturannya. Nah sekarang udah hancur balihonya, kenak hujan kan, panas juga terakhir busuk
kayunya, jatuh terus hilang entah kemana. Dulu ada memang diatas ini baliho. Bapak ngertilah kenapa dilarang jualan disini, cuman kan saya sama istri kan
perlu makan juga makanya yaudahlah ga apa-apa. Paling kalau disuruh jangan jualan, ya kita manut aja lah dek. Bapak juga udah ga muda lagi jadi ga ada
tenaga kalau ngelawan.” Pak Sarmin juga berpendapat kalau selama penertiban ia belum pernah
mendapat perlakuan kasar dari pihak Satpol PP, selain itu menurut beliau komunikasi dari Satpol PP kota Medan sudah cukup baik namun masih harus lagi diperbaiki.
Tidak adanya Komunikasi Antar Pribadi yang diterapkan Satpol PP dirasa pak Sarmin merupakan kekurangan dari bentuk komunikasi Satpol PP kota Medan.
“Mereka kan kalau datang biasanya udah pasang sirene dari jauh, pedagang yang lain udah pada teriak itu, Satpol PP datang .. kata pedagang
yang lihat kan, ya bapak udah langsung kemas-kemas aja, pembeli pun belum habis dia makan udah langsung pergi karena takut juga sama Satpol PP ini.
Kalau kekurangan komunikasinya ya pasti adalah nak. Menurut bapak Satpol PP itu agak-agak sombong, karena ga mau cakap sama kami baik-baik 4 mata lah
gitu. Jadi ya mintanya tutup yaudah kita tutup, selesai itu yaudah ga ada bicara lagi nak, ya gitulah makanya banyak tukang dagangan anggap musuhan sama
Satpol PP nya sendiri. Kalau bapak disuruh tutup yaudah bapak tutup ajalah.”
Universitas Sumatera Utara
Selaras dengan informan lainnya Satpol PP belum pernah mengadakan Negosiasi dengan pihak PKL sehingga PKL tidak ada yang mau menyampaikan
aspirasinya ketika dagangannya di suruh tutup oleh Satpol PP. “Kalau sosialisasi menurut bapak kurang nak, masih belum cocok juga
dibilang sosialisasi karena kalau sosialisasi ini kan mereka berbicara langsung dengan kita menjelaskan sejelas-jelasnya nah kalau ini hanya lewat baliho, kan
belum cocok disebut sosialisasi dia kan? Jadi masih belum bisa dibilang sosialisasi cara mereka itu kalau menurut bapak. Kalau negosiasi itu memang
belum pernah bapak dengar sama sekali. Setahu bapak yang orang itu buat yaitu nyuruh kita bubar. Kalau negosiasi belum pernah itu.”
Pak samsir dan informan lainnya menganggap kalau Komunikasi, Sosialisasi dan Negosiasi merupakan hal yang utama dalam menata PKL yang ada
di kota Medan, bukan hanya yang berjualan di depan komplek USU saja karena menurut pak Samsir pada saat Negosiasi kepentingan dua pihak dibahas sampai
terjadinya kata Mufakat. “Penting nak, Insya Allah penting itu. Kalaulah mereka mau berbicara
komunikasi, mendengar alasan kami kenapa berjualan disini pasti kan ada jalan nantinya untuk mencari jalan tengah sampai ada kata mufakat dengan
pemerintah kita. Sosialisasi itu juga penting supaya kami pedagang ini yang sekolahnya ga ada yang sampek sarjana ini jadi tahu apa aja pasal yang kami
langgar. Ini malah datang, nyuruh tutup, jaga berapa hari habis itu udah ga nampak lagi batang hidungnya. Bapak lihat pedagang yang lain jualan ya bapak
pun ikutan lah jualan lagi. Cobak kalau Satpol PP nya mau cakap kan ga sampeklah ada berantem-berantam gitu bapak rasa, yang di Gatsu jalan Gatot
Subroto itu aja contohnya sampek berapa itu Sapol PP dan PKL yang luka-luka karena berantem. Ya kan?”
Pak samsir menyarankan jika Komunikasi Satpol PP harusnya lebih di tingkatkan lagi, jangan komunikasi dilakukan pada saat penertiban saja, adanya
Sosialisasi yang baik dari Satpol PP mengenai UU yang dilanggar pedagang kaki lima akan jauh lebih baik dan Negosiasi merupakan hal penting untuk
dilaksanakan oleh pihak Satpol PP. Berikut penuturan pak Samsir,
Universitas Sumatera Utara
“Saran bapak ya gini ajalah, kami ini bukan binatang yang kalau di suruh pergi ya harus pergi, ngelawan dikit dihajar. Cobalah lebih sopan lagi bicara ke
sesama manusia, kasih kami sosialisasi soal peraturan yang kami langgar, tunjukin sama kami peraturan mana yang kami langgar, jelaskan sama kami dan
ayok kita berembuk Negosiasi bahas jalan keluar supaya kami ga digusur lagi, Insya Allah bapak yakinlah nak aman-aman ajanya semua ini. Kami disini supaya
bisa makan nak.”
7. Informan 7