2. Informan 2
Nama : Dermawan
Tanggal Wawancara : 27 Desember 2015 Tipe wawancara
: Wawancara mendalam Face to face Dermawan merupakan informan peneliti yang ke dua, ia adalah seorang
pedagang shiomay yang berjualan di depan komplek USU, sekitar Pintu I USU. Infroman peneliti yang ke dua ini telah berdagang di depan komplek USU selama
kurang lebih empat tahun. Sejalan dengan pernyataan ibu Tuti, Dermawan mengatakan jika kepling
setempat mengutip uang retribusi sebesar lima ribu sampai sepuluh ribu rupiah. Menurut Dermawan, alasan pengutipan oleh kepling adalah untuk kebersihan, dan
supaya aman berjualan ditempat tersebut. Peneliti merasa kaget mendengar jawaban Dermawan, bagaimana bisa seorang kepling dapat memberi rasa aman
ketika berjualan di jalan Dr. Mansyur, Pintu I-IV USU depan komplek USU? Kerika peneliti menanyakan hal tersebut, Dermawan tidak mengetahui pasti
alasan kepling memberi janji akan aman berjualan di depan komplek USU sementara dengan berjualan di tempat tersebut, PKL sudah melanggar sejumlah
aturan. Berikut penuturan Dermawan, “Kalau pengutipan itu ya ada bang cuman memang itu dulu. Kalau
dulunya, seingat ku udah setahun belakangan ini ga ada lagi pengutipan. Dulu kepling mintak itu bang, sekitar lima ribulah per hari. Kadang mau sepuluh ribu.
Katanya biar aman aja kita jualannya disini bang. Yaudah karena bapak itu ngomong nya gitu, ya ki
ta kasih aja lah bang.” Selaras juga dengan ibu Tuti, Dermawan menjelaskan bahwa sebenarnya
Satpol PP telah berkomunikasi dengan pihak PKL meskipun bentuk komunikasinya menggunakan spanduk tentang larangan berjualan karena telah
melanggar Perda kota Medan No. 31 Tahun 1993, namun dengan alasan mencari kebutuhan hidup, Dermawan tetap berjualan di depan komplek USU. Berikut
penuturannya,
Universitas Sumatera Utara
“Ada bang. Ada ditulis di situ di balik pohon dilarang jualan disini bang. Cuman ya udah hancur balihonya bang. Lengkap juga memang sama
larangannya. Cuman kan bang kami disinikan cari makan, yaudahlah tetap jualanlah. Paling kalau orang itu Satpol PP datang ya kami pergi bang. Orang
itu pergi, kami jualan lagi. Ya gimanalah bang carik makan kan. Sadarnya kami salah bang, ngelanggar Undang-undang, gara-gara kami disini jadi macet juga,
cuman maksudnyakan dibantu jugalah kami sama Pemerintah ya kan, kami pun pengen enak aja nya yang jualan ini.”
Menurut Dermawan tidak adanya Satpol PP bernegosiasi dengan pihak PKL membuat citra Satpol PP di mata PKL sangat buruk. Berikut penuturan
Dermawan, “Kalau berkomunikasi itu lah ada balihonya bang yang ku bilang tadi ada
pemberitahuannya memang, cuman kalau Negosiasi ga pernah bang. Orang itu datang kami di bentak, jangan jualan disini katanya gitu bang. Pernah bang
sekali bangku-bangku sama meja ku di angkutnya. Kecewalah awak bang cuman ya mau gimana diam aja lah daripada kek kawan aku kemarin sampek dipijak
Satpol PP kepalanya karena ga terima dia bangkunya di angkut, terakhir ga mau lagi dia jualan disini bang , entah kemana dia pindah.”
Dermawan tetap berharap bahwa suatu saat nanti Satpol PP mau memperhatikan nasib mereka sebagai PKL dengan memberikan izin berjualan di
depan komplek USU atau mencari solusi agar mereka tidak lagi menjadi incaran Satpol PP. Penuturan Dermawan ini juga hampir selaras dengan apa yang di
harapkan ibu Tuti. “Kalau harapannya ada jalan keluarnya lah bang. Maunya orang itu ga
langsung main tertibkan aja, dikasih lah sama kami izin berjualan disini atau ada solusi gitukan, maunya kami dipindah bang asal dekat-dekat sini bang jangan
pulak sampek ke belawan sana. Kan kami udah ada pelanggan disini. Kalau dipindah misalnya, ya semua juga harus pindah bang, kalau memang ga boleh
disini ya jangan ada lagi nanti PKL yang jualan disini lagi. Ya awak pun pasti balik kesini lagi lah, kan disini udah jelas lebih laku bang daripada nanti awak
pindah lagi, otomatiskan cari pelanggan baru lagi bang.
Universitas Sumatera Utara
3. Informan 3