5. Informan 5
Nama : Manganan Azhani
Tanggal Wawancara : 28 Desember 2015 Tipe Wawancara
: Wawancara mendalam face to face Pendapat bang Manganan mengenai komunikasi satpol PP kota Medan
selaras dengan informan lainnya bahwa bentuk komunikasi yang digunakan Satpol PP hanya sekadar surat larangan berjualan di depan komplek USU, dan
baliho berisi UU yang melarang penggunaan bahu jalan dan trotoar bukan tempat berjualan. Sosialisasi dan Negosiasi langsung dengan PKL menurut opini bang
Manganan belum pernah dilakukan Satpol PP kota Medan. Peneliti merasa kaget mendengar jawaban bang Manganan karena ia
berpendapat bahwa pemerintah kota Medan melalui Satpol PP tidak perlu melakukan penertiban karena tujuan Manganan berjualan di depan komplek USU
hanyalah untuk mencari kebutuhan hidup sehari-hari. Berikut penuturan bang Manganan,
“Harusnya dek pemerintah Satpol PP itu ga perlulah menertibkan kami ini. Karena bukan zinah kami disini, carik makan kami. Mau komunikasi pun
orang itu sama kami atau sosialisasi peraturan tapi ga ngaruh lah itu karena bukannya bisa makan dari sosialisasinya orang itu. Jadi ga perlu dilakuin itu.
Maklumi ajalah kami orang miskin ini cari makan disini. Menyebabkan kemacetan yang kek kau bilang tadi kami ini dek, gak ada pun kami macet
juganya medan. Orang kendaraannya yang udah banyak di Medan ini. Disitunya masalahnya menurut ku.”
Selain itu menurut bang Manganan, Negosiasi belum pernah dilakukan oleh Satpol PP namun jika pun ada Negosiasi yang dilakukan Satpol PP untuk
memindahkan atau menata para PKL depan komplek USU menjadi lebih rapi lagi ia akan tetap kembali berdagang di depan komplek USU, ia beralasan karena
banyak pembeli yang datang jika ia berjualan di depan komplek USU sehingga akan rugi besar jika harus dipindahkan atau ditertibkan. Berikut penuturannya.
Universitas Sumatera Utara
“Negosiasi belum pernah mereka. Lagian apalah gunanya negosiasi itu kalau toh kaminya yang rugi. Disini banyak pembeli. Kalaulah ada negosiasi,
hasil negosiasinya kami harus pindah ke tempat yang ditentukan orang Satpol PP itu rugi besar lah kami lagi, sementara pembeli kan banyak disini. Anak-anak
kuliahan itu lah dek. Jadi kurang setuju juga aku pribadi kalau ada penggusuran. Harusnya pemerintah kita ini maklumi ajalah orang susah carik makan ya kan,
jadi ga perlu ada negosiasi, komunikasi, sama sosialisasi itu kalau untuk masalah ini. Sama-
sama ngerti aja udah ya kan.” Selain itu, meski menyadari jika ia telah melanggar peraturan dan telah
mengambil hak pejalan kaki, Manganan tetap berpendapat bahwa ia tidak bermaksud untuk mengambil hak dan melanggar peraturan, ia berjualan di depan
komplek USU karena untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu ia berharap agar Satpol PP kota Medan memaklumi keadaan mereka dan tidak perlu
melakukan penertiban. “...iya betulnya yang adek bilang itu, melanggar aturan iya, ngambil hak
pejalan kaki macam yang adek bilang itu juga iya. Tapi lihatlah kami disini ngapain dek, carik makannya. Kadang yang pejalan kaki juganya yang jajan
ditempat kami. Istilahnya saling memaklumi ajalah kita, kami carik makannya... ...harapannya ya supaya pemerintah Satpol PP kita ngerti ajalah kami
disini kerja, carik makan lah yang utama. Adek skripsian kan, wawancara harapan abang juga sampek lah maunya yang abang bilang ini ke telinganya
Satpol PP sana siapa tau diketuk Allah hati mereka ya kan, ga ada lagi penertiban terakhir jadi maklum orang itu sama kami...”
6. Informan 6