commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Hingga saat ini pada umumnya guru dalam proses belajar mengajar masih menggunakan cara yang konvensional, dimana guru berdiri di depan kelas dan
cenderung mendominasi. Interaksi antara siswa dan guru maupun antara siswa dengan siswa sangat kecil dan siswa pasif. Aktivitas terjadi secara klasikal
dengan menggunakan metode ceramah. Untuk mencegah terjadinya fenomena proses pembelajaran yang demikian itu, maka lebih baik sejak awal istilah
pembelajaran instruction untuk mengganti mengajar teaching. Secara sederhana pengetian pembelajaran adalah upaya untuk membela-
jarkan siswa Degeng, 1990:2. Upaya tersebut tidak hanya berupa bagaimana siswa belajar dengan sendiri, melainkan bertujuan, dan terkontrol. Lebih lanjut
Degeng 1990:2 mengemukakan bahwa ungkapan pembelajaran memiliki makna yang lebih dalam untuk mengungkapkan hakikat perancangan desain upaya
membelajarkan siswa. Wina Sanjaya 2006:78 mendefinisikan pembelajaran sebagai proses
pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk mengubah perilaku siswa kearah yang positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki
siswa. Pembelajaran sebenarnya adalah upaya yang dilakukan oleh guru bila kita berbicara tentang pelaksanaan program pendidikan di sekolah untuk menciptakan
kondisi Gagne menyebutnya peristiwa eksternal untuk menunjang atau memudahkan siswa belajar. Peristiwa eksternal yang diciptakan untuk memberi
commit to user 2
kemudahan siswa untuk belajar disini tidak lain adalah bagaimana dapat digunakan berbagai jenis sumber belajar dengan mana siswa dapat berinteraksi
sehingga peristiwa belajar yang bersifat internal itu akan terjadi atau berlangsung. Belajar hanya akan terjadi apabila siswa berinteraksi dengan sumber
belajar, yang menurut AECT Associaation of educational comunications and tecnology ada enam macam yaitu: pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar
setting Rinanto, Andre, 1982:132. Secara konseptual sebenarnya pembelajaran tidak berarti “membesarkan peran guru disatu pihak dan mengecilkan peran siswa
dipihak lain” Sanjaya, Wina, 2006:80. Guru tetap harus berperan aktif dan optimal, demikian pula halnya dengan siswa. Perbedaan utamanya hanya terletak
pada tugas-tugas atau perlakuan guru dan siswa terhadap materi dan proses pembelajaran.
Model pembelajaran klasikal dengan ceramah menjadikan pembelajaran kurang bermakna, karena partisipasi pengajar terlalu mendominasi. Peluang
untuk memaksimalkan peranan siswa dalam penguasaan materi sesungguhnya sangat besar, yakni dengan cara memperbanyak waktu agar dimanfaatkan oleh
siswa. Di samping itu, penajaman kreativitas siswa terhadap materi lebih diutamakan, sehingga keragaman respon terhadap materi yang diajarkan menjadi
sangat penting. Setiap proses pembelajaran menuntut terjadinya interaksi yang tinggi
antara pengajar dengan siswa. Karenanya, perlu dikembangkan berbagai kegiatan belajar dengan melibatkan peran aktif siswa atas dasar tujuan yang ingin dicapai.
Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan meliputi: a penajaman kognitif, artinya pengajar memberikan isu materi, kemudian siswa melibatkan diri untuk
commit to user 3
mengidentifikasi masalah. b demonstrasi, artinya pengajar memutar media audio visual sebagai contoh peragaan atau memberikan ilustrasi pengalaman hidup
sehari-hari, kemudian siswa merespons, dan terlibat mengumpulkan informasi serta mengevaluasi informasi berdasarkan masalah. c instruksi verbal, artinya
pengajar memberikan petunjuk tentang apa yang harus dilakukan siswa, dan siswa secara aktif memahami petunjuk yang ada. d diskusi, artinya pengajar
memberikan keleluasaan siswa untuk melakukan diskusi baik secara individual maupun kelompok mengenai masalah yang disampaikan. e evaluasi, artinya
pengajar memberikan penilaian atas partisipsi dan keterlibatan siswa proses pembelajaran sesuai dengan rencana dan tindakan nyata yang diberikan siswa,
baik secara kelompok ataupun individu yang dinilai secara periodik melalui kompetisi interaktif-argumentatif pada tingkat kelas.
Seirama dengan perkembangan psikologi belajar, terdapat kecenderungan untuk
menggusur paham
behaviorisme dengan
paham kognitivisme
konstruktivisme. Oleh karena itu pendulum pembelajaran sekarang lebih berpusat pada siswa dan tidak berpusat pada guru. Paham konstruktivisme
sekarang begitu pesat perkembangannya sehingga ada kecenderungan yang berbau behaviorisme digusur. Apa yang disebut pendekatan CBSA, pendekatan
keterampilan proses Coni Semiawan, 1985, dan pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa Richards dan Rodgers, 1986, tidak lain merupakan cerminan
perubahan paradigma pembelajaran tersebut. Tetapi bagaimana pun harus diingat bahwa selayaknya guru itu menguasai berbagai metode mengajar. Untuk situasi
tertentu mungkin cocok metode tertentu tetapi pada konteks yang lain dengan varibel yang lain mungkin cocok dengan metode yang lain. Anak yang sangat
commit to user 4
reflekti mungkin cocok denga pola pembelajaran individual, tetapi anak yang sangat impulsif lebih cocok dengan pola belajar kelompok. Oleh karena itu kalau
misalnya seorang guru selalu menggunakan metode kelompok dalam pembelajaran, anak yang reflektif akan sangat dirugikan.
Menurut Degeng 1990:4, peran guru di sekolah adalah sebagai perancang pengajaran, pelaksana pengajaran, dan penilai pengajaran. Karena itu
dalam menyampaikan materi pelajaran, guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif, efisien, mudah memahami pelajaran yang sedang
disampaikan, serta mengena pada tujuan. Pemakaian strategi yang tepat akan mempermudah siswa dalam menangkap dan memahami materi yang disampaikan.
Dalam hal atau keadaan tertentu, siswa seringkali merasa bosan ketika menerima pelajaran di kelassekolah. Sifat-sifat siswa yang cepat bosan terhadap
satu hal, ingin mengetahui hal-hal baru, dll., harus kita maklumi dan kita tangggapi sebagai masukan untuk memberikan kondisi belajar yang baik bagi para
siswa. Dalam kelompok-kelompok belajar, dimungkinkan siswa merasa mendapatkan kondisi belajar yang ia inginkan, maka minat belajarnya akhirnya
meningkat. Jika asumsi diatas dapat diterima, maka permasalahan yang muncul
adalah: apakah upaya menciptakan kondisi belajar semacam itu harus dilakukan dalam penerapan strategi pembelajaran oleh guru di dalam kelas?. Sehingga
permasalahan berikutnya adalah: apakah model pembelajaran kooperatif dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menciptakan kondisi belajar yang baru
bagi para siswa? .
commit to user 5
Pada umumnya, dalam proses belajar mengajar, para guru masih menggunakan cara yang konvensional, dimana guru berdiri di depan kelas dan
cenderung mendominasi. Interaksi antara siswa dan guru maupun antara siswa dengan siswa sangat kecil dan siswa biasanya pasif. Aktivitas terjadi secara
klasikal dengan menggunakan metode ceramah. Pada pembelajaran dengan strategi klasikal metode ceramah, kelas yang terdiri dari 38 siswa diberi
keterangan, informasi, ataupun uraian secara lisan dalam waktu bersamaan. Dengan aktivitas seperti ini otonomi individu dan kebebasan siswa kurang
mendapatkan perhatian. Gage, dalam Suprapto, 1999:3. Lebih lanjut Muhammad, 1997:84 mengemukakan bahwa metode ceramah akan:1
menumbuhkan kekuatan hafalan dan memberatkan jiwa karena lama memperhatikan, 2 guru tidak akan mengetahui kadar pengetahuan yang sudah
ditangkap oleh murid, 3 mudah dilupakan, dan 4 tidak dapat membangkitkan kesempatan bertanya. Selain itu dengan metode ini selama proses pembelajaran
terjadi aktivitas belajar DDCH Duduk, Dengar, Catat, dan Hafal. Semiawan dkk, 1985:1
Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi bagian terpadu dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pada pembelajaran Pemasaran
ditemukan keragaman masalah sebagai berikut: a. Dalam pembelajaran Pemasaran sering terlihat bahwa siswa kurang aktif
dalam mengikuti pelajaran. Siswa jarang sekali bertanya ataupun mengutarakan ide, walaupun guru sering kali meminta siswa
menanyakan hal-hal yang belum faham. Keaktifan untuk mengerjakan
commit to user 6
soal-soal latihan pada proses pembelajaran juga kurang dan biasanya siswa hanya menulis jawaban setelah soal selesai dikerjakan guru
b. Kreativitas siswa dalam membuat dan menyampaikan ide-idenya masih sangat rendah. Hal ini disebabkan karena guru kurang mendorong dan
membantu siswa dalam memunculkan kreativitasnya c. Kurang kemandirian siswa dalam mengerjakan PR dan mempelajari
materi pelajaran baik yang sudah maupun yang belum diajarkan disebabkan karena kurangnya kemampuan siswa menguasai materi
palajaran dan motivasi siswa untuk belajar d. Permasalahan lain yang sering ditemukan pada saat ini adalah
kemampuan siswa
dalam menguasai
materi pelajaran.
Pada pembelajaran Pemasaran, domonasi guru masih sangat tinggi,
pengorganisasian siswa cenderung searah dan klasikal dan guru jarang berkeliling mendekati siswa.
Saat ini sangat diperlukan pengetahuan tentang jenis-jenis metode yang dapat mempermudah belajar, lebih menyenangkan bagi siswa, lebih efektif dan
efisien, dan mempunyai daya tarik tinggi. Agar siswa aktif selama proses pembelajaran, guru dituntut agar mampu dan terampil dalam pengambilan
keputusan yang tepat melalui penciptaan kondisi belajar yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Salah satu strategi pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif, bisa bertukar pendapat dan memecahkan masalah bersama-sama adalah dengan
pembelajaran kooperatif dengan metode group investigation GI. Pembelajaran kooperatif dengan metode GI adalah pembelajaran yang dilakukan secara
commit to user 7
berkelompok, yaitu siswa dalam satu kelas dibagi dalam kelompok-kelompok kecil. Dengan pembelajaran kelompok kecil siswa dapat berkomunikasi secara
langsung, mengambil keputusan bersama dan terlibat secara aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan cara ini pula siswa dapat berbagi informasi,
memecahkan masalah, meningkatkan pemahaman atas masalah-masalah penting, mengembangkan kemampuan untuk berpikir dan berkomunikasi, berdiskusi, serta
dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.
Santyasa mengungkapkan pembelajaran kooperatif tipe GI didasari oleh gagasan John Dewey tentang pendidikan, bahwa kelas merupakan cermin
masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan di dunia nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi.
Menurut Winataputra 1992:39 model GI atau investigasi kelompok telah digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai
tingkat usia. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah
itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis. Menurut Depdiknas 2005:18 pada pembelajaran ini guru seyogyanya
mengarahkan, membantu para siswa menemukan informasi, dan berperan sebagai salah satu sumber belajar, yang mampu menciptakan lingkungan sosial yang
dicirikan oleh lingkungan demokrasi dan proses ilmiah. Menurut Winataputra 1992:63 sifat demokrasi dalam kooperatif tipe GI ditandai oleh keputusan-
keputusan yang dikembangkan atau setidaknya diperkuat oleh pengalaman kelompok dalam konteks masalah yang menjadi titik sentral kegiatan belajar.
commit to user 8
Guru dan murid memiliki status yang sama dihadapan masalah yang dipecahkan dengan peranan yang berbeda. Jadi tanggung jawab utama guru adalah
memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif dan memikirkan masalah sosial yang berlangsung dalam pembelajaran serta membantu siswa mempersiapkan
sarana pendukung. Sarana pendukung yang dipergunakan untuk melaksanakan model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan para pelajar untuk
dapat menggali berbagai informasi yang sesuai dan diperlukan untuk melakukan proses pemecahan masalah kelompok.
Ibrahim, dkk. 2000:23 menyatakan dalam kooperatif tipe GI guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa
heterogen dengan mempertimbangkan keakraban dan minat yang sama dalam topik tertentu. Siswa memilih sendiri topik yang akan dipelajari, dan kelompok
merumuskan penyelidikan dan menyepakati pembagian kerja untuk menangani konsep-konsep penyelidikan yang telah dirumuskan. Dalam diskusi kelas ini
diutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa. Strategi pembelajaran adalah gambaran komponen materi dan prosedur
atau cara yang digunakan untuk memudahkan siswa belajar Dick dan Carey, 1990. Istilah strategi mula-mula dipakai di kalangan militer dan diartikan sebagai
seni dalam operasi peperangan. Namun dewasa ini istilah strategi banyak dipinjam oleh bidang-bidang lain, termasuk bidang pendidikan. Dalam kaitannya dengan
belajar mengajar, pemakaian istilah strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya
proses mengajar. Maksudnya agar tujuan pengajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna, guru dituntut memiliki
commit to user 9
kemampuan mengatur secara umum komponen-komponen pengajaran sedemikian hingga terjalin keterkaitan fungsi antar komponen pengajaran.
Menurut Good dan Cramer 1990 pembelajaran dengan strategi kelompok kecil adalah pembelajaran yang dilakukan terhadap siswa yang dibagi dalam
beberapa kelompok dalam satu kelas, terdiri dari 5 sampai 8 siswa. Sedangkan pembelajaran klasikal atau sering disebut dengan pembelajaran konvensional
adalah aktivitas belajar dan mengajar di dalam kelas dimana selalu didominasi oleh guru, sehingga otonomi individu dan kebebasan siswa kurang mendapatkan
perhatian Gage, Berliner, 1984:35. Pembelajaran kooperatif dengan metode GI adalah juga pembelajaran
yang mengkondisikan siswa untuk belajar dalam kelompok kecil sehingga akan terjadi kondisi belajar yang maksimal, dan pada akhirnya akan tercapai tujuan
belajar. Pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya dan sekaligus merangsang siswa untuk berpikir kreatif. Selama
proses pembelajaran kelompok kecil dengan Cooperative Learning perlu diupayakan penumbuhan sikap positif pada diri siswa, yaitu dengan cara
menghormati antar sesama, sikap demokratis, menghargai perbedaan, tanggung jawab, menjalin kebersamaan dan kerja sama yang baik. Dengan strategi ini
diharapkan siswa dapat memecahkan masalah bersama-sama. Dalam pembelajaran model group investigation, interaksi sosial menjadi
salah satu faktor penting bagi perkembangan skema mental yang baru. Dalam pembelajaran inilah kooperatif memainkan peranannya dalam memberi kebebasan
kepada pembelajar untuk berfikir secara analitis, kritis, kreatif, reflektif dan produktif. Pola pengajaran ini akan menciptakan pembelajaran yang diinginkan,
commit to user 10
karena siswa sebagai obyek pembelajar ikut terlibat dalam penentuan pembelajaran. Karakter metode pembelajaran group investigation yang kompleks
ini menarik untuk dikaji dan coba diterapkan, apalagi di SMK untuk matadiklat Pemasaran.
Keberhasilan penerapan metode pembelajaran group investigation tidak terlepas dari adanya pandangan konstruktivisme dan prinsip pembelajaran
demokrasi dalam metode ini sehingga pembelajaran berlangsung tidak kaku akan tetapi penuh kesepakatan. Hal ini sangat menarik untuk diterapkan pada mata
diklat pemasara, dimana mata diklat pemasaran adalah masuk dalam kelompok ilmu sosial dimana dalam pembelajarannya memerlukan keterampilan siswa
dalam menganalisa kenyataan social pemasaran secara umum . Oleh karena itu peneliti disini mencoba menerapkan metode ini dengan tujuan meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa.
B. Pembatasan Masalah.