PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF MODEL GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATA DIKLAT PEMASARAN PADA SISWA SMK PGRI 3 KOTA KEDIRI
commit to user
PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATI F MODEL
GROUP I NVESTI GATI ON UNTUK MENI NGKATKAN
MOTI VASI DAN HASI L BELAJAR MATA DI KLAT
PEMASARAN PADA SI SWA SMK PGRI 3 KOTA KEDI RI
Tesis
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Teknologi Pendidikan
Disusun oleh :
YUN I TA PUJI M AH EN D RAW ATI
N I M : S8 1 0 8 0 9 1 2 8
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDI DI KAN
PROGRAM PASCA SARJANA
UNI VERSI TAS NEGERI SEBELAS MARET
SURAKARTA
(2)
commit to user
ii
Abstrak
Yunita PM: Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Group Investigation
untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Matadiklat Pemasaran pada Siswa SMK PGRI 3 Kota Kediri, Tesis, Program Pasca Sarja UNS Surakarta, 2010.
Kata kunci: kooperatif, group investigation, motivasi, pemasaran.
Penelitian ini dilatar belakangi hasil pengamatan dan pengalaman peneliti, bahwa pembelajaran matadiklat Pemasaran masih didominasi oleh aktivitas pembelajaran yang berupa kegiatan klasikal dengan dominasi pada peran guru. Akibatnya suasana kelas monoton, pasif, dan membosankan. Hal tersebut nampak dari motivasi belajar siswa yang rendah, yang pada akhirnya hasil belajarnyapun juga rendah.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dirumuskan permasalahan yang diteliti yaitu: (1) Bagaimanakah penerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa? (2) Apakah pembelajaran yang menerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa? (3) Apakah pembelajaran yang menerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa?
Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan sampel siswa kelas XI Jurusan Pemasaran SMK PGRI 3 Kediri. Penelitian dilaksanakan dalam 3 siklus, menggunakan instrumen berupa RPP, lembar observasi aktivitas siswa, lembar observasi aktivitas guru, kuesioner motivasi belajar dan tes hasil belajar siswa.
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah (1) Melalui siklus tindakan pembelajaran dapat ditemukan langkah-langkah yang efektif penerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran. (2) Melalui siklus tindakan pembelajaran yang menerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. (3) Melalui siklus tindakan pembelajaran yang menerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, direkomendasikan: (1) model pembelajaran GI adalah untuk mengembangkan kemampuan kerjasama. Oleh sebab itu guru sebagai pelaksana pembelajaran harus mengutamakan proses yang mendukung terciptanya suasana kerja kelompok. (2) Sebelum guru memilih sebuah model ini untuk digunakan hendaknya dicoba terlebih dahulu dalam bentuk simulasi. (3) Guru masih perlu mengujinya terus menerus, untuk membuktikan apakah model pembelajaran GI sesuai dengan seluruh karakteristik materi dan karakteristik siswa.
(3)
commit to user
iii
Abstract
Yunita PM: Implementation Cooperative Learning Group Investigation to Increase Motivation and Learning Outcomes Matadiklat Pemasaran on Student SMK PGRI 3 Kediri, Thesis, Postgraduate Program, UNS, Surakarta, 2010. Key words: cooperative, group investigation, motivation, pemasaran.
This study was based on observation and experience of researchers, that learning matadiklat Pemasaran is still dominated by activity in the form of classical learning with a dominance on the role of teacher. As a result, the class atmosphere monotonous, passive and boring. It is apparent from the low student motivation, which ultimately results learning outcomes also low.
Based on the background of the problem is formulated problems studied were: (1) How is the application of methods of Group Investigation in matadiklat Pemasaran to enhance student motivation and learning outcomes? (2) Does learning Group Investigation method in matadiklat Pemasaran can increase students' motivation? (3) Does learning Group Investigation method in matadiklat Pemasaran can improve student learning outcomes?
This research approach Classroom Action Research (CAR) with a sample of students in grade XI Pemasaran Programs SMK PGRI 3 Kediri. The experiment was conducted in 3 cycles, using the instrument in the form of lesson plans, student activity sheets observation, teacher observation sheet activities, learning motivation questionnaire and test results of students' learning.
Conclusion The results of this study were (1) Through the action learning cycle can be found in the steps of effective application of methods of group investigation in matadiklat Pemasaran. (2) Through the action learning cycle group investigation method in matadiklat Pemasaran can increase students' motivation. (3) Through the action learning cycle group investigation method in matadiklat Pemasaran can improve student learning outcomes.
Based on the conclusion of the study are recommended: (1) GI learning model is to develop cooperation skills. Therefore, teachers as implementers of learning should give priority to processes that support the creation of an atmosphere of group work. (2) Before the teacher to choose a model to be used should be tested first in the form of simulation. (3) Teachers will still need to test it continuously, to verify whether the learning model of GI in accordance with all the characteristics of the material and characteristics of students.
(4)
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah S.W.T, Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala limpahan rahmad-Nya, sehingga penyusunan tesis ini dapat saya selesaikan.
Tesis ini berjudul: Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Group
Investigation untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Mata Diklat Pemasaran pada Siswa SMK PGRI 3 Kota Kediri.
Penelitian ini dilakukan guna penyusunan tesis untuk penyelesaian studi meraih gelar Magister Pendidikan program studi Teknologi Pembelajaran pada Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada kesempatan ini ucapan terimakasih dan penghargaan yang setulus-tulusnya tidak lupa saya sampaikan kepada:
1. Direktur Program Pasca Sarjana UNS Surakarta.
2. Ketua Program Studi Teknologi Pendidikan Program Pasca Sarjana
UNS Surakarta.
3. Bapak Prof. Dr. Mulyoto, M.Pd. selaku dosen pembimbing I, yang
dengan sabar dan telaten telah memberikan bimbingan dan petunjuk untuk penulisan tesis ini.
4. Ibu Prof. Dr. Sri Anitah Wiryawan, M.Pd. selaku dosen pembimbing
II, yang dengan sangat penuh perhatian dan sabar memberikan bimbingan.
(5)
commit to user
v
5. Kepala Sekolah dan Rekan-reka guru SMK PGRI 3 Kediri yang
memberikan ijin dan membantu untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.
6. Rekan-rekan mahasiswa TEP UNS yang banyak membantu baik
berupa moril maupun materiil.
7. Keluarga, dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu
persatu disini, yang juga telah memberikan bantuan guna penyelesaian tesis ini.
Saya menyadari masih banyak kekurangan pada tesis ini, oleh karena itu diharapkan kritik, saran, dan tegur sapa dari semua pihak demi perbaikan dan kesempurnaan tesis ini.
Akhirnya harapan Kami semogra tesis ada manfaatnya bagi dunia pendidikan, meski hanya ibarat setitik air bagi samodra luas.
Kediri, Januari 2011
(6)
commit to user
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERSEMBAHAN iv
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah 1
B. Batasan Masalah 10
C. Rumusan Masalah 11
D. Tujuan Penelitian 11
E. Kegunaan Penelitian 12
BAB II : KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Model Pembelajaran Kooperatif (cooperative Learning)
1. Pembelajaran Kooperatif (cooperative Learning) 13
2. Pembelajaran Kooperatif Group Investigasi 18
3. Motivasi Belajar 24
4. Hasil Belajar 33
B. Kerangka Berpikir 36
C. Hipotesis Tindakan 38
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 39
B. Obyek Tindakan 40
(7)
commit to user
vii
D. Metode Pengumpulan Data 42
E. Metode Analisis Data 47
BAB IV: HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Analisis 49
B. Deskripsi Temuan Penelitian 50
C. Pembahasan Hasil Penelitian 74
D. Kendala dan Keterbatasan 78
BAB V: KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan 83
B. Implikasi 83
C. Rekomendasi 85
Daftar Pustaka 87
(8)
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Tabel halaman
3.1 : Indikator Lembar observasi Aktivitas belajar Siswa 42
3.2 : Indikator Lembar observasi Aktivitas Guru 44
3.3 : Kisi-kisi Kuesioner Motivasi Relajar Siswa 46
4.2 : Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus I 54
4.3 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus I 55
4.4 : Hasil Kuesioner Motivasi belajar Siswa Siklus I 56
4.5 : Nilai Tes Hasil Belajar Siklus I 57
4.6 : Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus II 62
4.7 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus II 63
4.8 : Hasil Kuesioner Motivasi belajar Siswa Siklus II 64
4.9 : Nilai Tes Hasil Belajar Siklus II 64
4.10 : Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa Siklus III 70
4.11 : Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus III 71
4.12 : Hasil Kuesioner Motivasi belajar Siswa Siklus III 72
4.13 : Nilai Tes Hasil Belajar Siklus III 72
4.14 : Perbandingan hasil Tindakan Siklus I, II, III 75
(9)
commit to user
ix
DAFTAR GAMBAR
(10)
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran:
1 : Instrumen Penelitian
2 : Data hasil observasi siswa
3 : Data Hasil observasi Guru
4 : Data Motivasi dan Hasil Belajar
(11)
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Hingga saat ini pada umumnya guru dalam proses belajar mengajar masih menggunakan cara yang konvensional, dimana guru berdiri di depan kelas dan cenderung mendominasi. Interaksi antara siswa dan guru maupun antara siswa dengan siswa sangat kecil dan siswa pasif. Aktivitas terjadi secara klasikal dengan menggunakan metode ceramah. Untuk mencegah terjadinya fenomena proses pembelajaran yang demikian itu, maka lebih baik sejak awal istilah
pembelajaran (instruction) untuk mengganti mengajar (teaching).
Secara sederhana pengetian pembelajaran adalah "upaya untuk membela-jarkan siswa" (Degeng, 1990:2). Upaya tersebut tidak hanya berupa bagaimana siswa belajar dengan sendiri, melainkan bertujuan, dan terkontrol. Lebih lanjut Degeng (1990:2) mengemukakan bahwa ungkapan pembelajaran memiliki makna yang lebih dalam untuk mengungkapkan hakikat perancangan (desain) upaya membelajarkan siswa.
Wina Sanjaya (2006:78) mendefinisikan pembelajaran sebagai proses pengaturan lingkungan yang diarahkan untuk mengubah perilaku siswa kearah yang positif dan lebih baik sesuai dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa. Pembelajaran sebenarnya adalah upaya yang dilakukan (oleh guru bila kita berbicara tentang pelaksanaan program pendidikan di sekolah) untuk menciptakan kondisi (Gagne menyebutnya peristiwa eksternal) untuk menunjang atau memudahkan siswa belajar. Peristiwa eksternal yang diciptakan untuk memberi
(12)
commit to user
kemudahan siswa untuk belajar disini tidak lain adalah bagaimana dapat digunakan berbagai jenis sumber belajar dengan mana siswa dapat berinteraksi sehingga peristiwa belajar yang bersifat internal itu akan terjadi atau berlangsung.
Belajar hanya akan terjadi apabila siswa berinteraksi dengan sumber
belajar, yang menurut AECT (Associaation of educational comunications and
tecnology) ada enam macam yaitu: pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan latar (setting) (Rinanto, Andre, 1982:132). Secara konseptual sebenarnya pembelajaran tidak berarti “membesarkan peran guru disatu pihak dan mengecilkan peran siswa dipihak lain” (Sanjaya, Wina, 2006:80). Guru tetap harus berperan aktif dan optimal, demikian pula halnya dengan siswa. Perbedaan utamanya hanya terletak pada tugas-tugas atau perlakuan guru dan siswa terhadap materi dan proses pembelajaran.
Model pembelajaran klasikal dengan ceramah menjadikan pembelajaran kurang bermakna, karena partisipasi pengajar terlalu mendominasi. Peluang untuk memaksimalkan peranan siswa dalam penguasaan materi sesungguhnya sangat besar, yakni dengan cara memperbanyak waktu agar dimanfaatkan oleh siswa. Di samping itu, penajaman kreativitas siswa terhadap materi lebih diutamakan, sehingga keragaman respon terhadap materi yang diajarkan menjadi sangat penting.
Setiap proses pembelajaran menuntut terjadinya interaksi yang tinggi antara pengajar dengan siswa. Karenanya, perlu dikembangkan berbagai kegiatan belajar dengan melibatkan peran aktif siswa atas dasar tujuan yang ingin dicapai. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan meliputi: a) penajaman kognitif, artinya pengajar memberikan isu materi, kemudian siswa melibatkan diri untuk
(13)
commit to user
mengidentifikasi masalah. b) demonstrasi, artinya pengajar memutar media audio visual sebagai contoh peragaan atau memberikan ilustrasi pengalaman hidup sehari-hari, kemudian siswa merespons, dan terlibat mengumpulkan informasi serta mengevaluasi informasi berdasarkan masalah. c) instruksi verbal, artinya pengajar memberikan petunjuk tentang apa yang harus dilakukan siswa, dan siswa secara aktif memahami petunjuk yang ada. d) diskusi, artinya pengajar memberikan keleluasaan siswa untuk melakukan diskusi baik secara individual maupun kelompok mengenai masalah yang disampaikan. e) evaluasi, artinya pengajar memberikan penilaian atas partisipsi dan keterlibatan siswa proses pembelajaran sesuai dengan rencana dan tindakan nyata yang diberikan siswa, baik secara kelompok ataupun individu yang dinilai secara periodik melalui kompetisi interaktif-argumentatif pada tingkat kelas.
Seirama dengan perkembangan psikologi belajar, terdapat kecenderungan
untuk menggusur paham behaviorisme dengan paham kognitivisme
(konstruktivisme). Oleh karena itu pendulum pembelajaran sekarang lebih berpusat pada siswa dan tidak berpusat pada guru. Paham konstruktivisme sekarang begitu pesat perkembangannya sehingga ada kecenderungan yang berbau behaviorisme digusur. Apa yang disebut pendekatan CBSA, pendekatan keterampilan proses (Coni Semiawan, 1985), dan pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa (Richards dan Rodgers, 1986), tidak lain merupakan cerminan perubahan paradigma pembelajaran tersebut. Tetapi bagaimana pun harus diingat bahwa selayaknya guru itu menguasai berbagai metode mengajar. Untuk situasi tertentu mungkin cocok metode tertentu tetapi pada konteks yang lain dengan varibel yang lain mungkin cocok dengan metode yang lain. Anak yang sangat
(14)
commit to user
reflekti mungkin cocok denga pola pembelajaran individual, tetapi anak yang sangat impulsif lebih cocok dengan pola belajar kelompok. Oleh karena itu kalau misalnya seorang guru selalu menggunakan metode kelompok dalam pembelajaran, anak yang reflektif akan sangat dirugikan.
Menurut Degeng (1990:4), peran guru di sekolah adalah sebagai perancang pengajaran, pelaksana pengajaran, dan penilai pengajaran. Karena itu dalam menyampaikan materi pelajaran, guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif, efisien, mudah memahami pelajaran yang sedang disampaikan, serta mengena pada tujuan. Pemakaian strategi yang tepat akan mempermudah siswa dalam menangkap dan memahami materi yang disampaikan. Dalam hal atau keadaan tertentu, siswa seringkali merasa bosan ketika menerima pelajaran di kelas/sekolah. Sifat-sifat siswa yang cepat bosan terhadap satu hal, ingin mengetahui hal-hal baru, dll., harus kita maklumi dan kita tangggapi sebagai masukan untuk memberikan kondisi belajar yang baik bagi para siswa. Dalam kelompok-kelompok belajar, dimungkinkan siswa merasa mendapatkan kondisi belajar yang ia inginkan, maka minat belajarnya akhirnya meningkat.
Jika asumsi diatas dapat diterima, maka permasalahan yang muncul adalah: "apakah upaya menciptakan kondisi belajar semacam itu harus dilakukan dalam penerapan strategi pembelajaran oleh guru di dalam kelas?". Sehingga permasalahan berikutnya adalah: "apakah model pembelajaran kooperatif dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menciptakan kondisi belajar yang baru bagi para siswa?" .
(15)
commit to user
Pada umumnya, dalam proses belajar mengajar, para guru masih menggunakan cara yang konvensional, dimana guru berdiri di depan kelas dan cenderung mendominasi. Interaksi antara siswa dan guru maupun antara siswa dengan siswa sangat kecil dan siswa (biasanya) pasif. Aktivitas terjadi secara klasikal dengan menggunakan metode ceramah. Pada pembelajaran dengan strategi klasikal (metode ceramah), kelas yang terdiri dari 38 siswa diberi keterangan, informasi, ataupun uraian secara lisan dalam waktu bersamaan. Dengan aktivitas seperti ini otonomi individu dan kebebasan siswa kurang mendapatkan perhatian. Gage, (dalam Suprapto, 1999:3). Lebih lanjut Muhammad, (1997:84) mengemukakan bahwa metode ceramah akan:(1) menumbuhkan kekuatan hafalan dan memberatkan jiwa karena lama memperhatikan, (2) guru tidak akan mengetahui kadar pengetahuan yang sudah ditangkap oleh murid, (3) mudah dilupakan, dan (4) tidak dapat membangkitkan kesempatan bertanya. Selain itu dengan metode ini selama proses pembelajaran terjadi aktivitas belajar DDCH (Duduk, Dengar, Catat, dan Hafal). (Semiawan dkk, 1985:1)
Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi bagian terpadu dari upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pada pembelajaran Pemasaran ditemukan keragaman masalah sebagai berikut:
a. Dalam pembelajaran Pemasaran sering terlihat bahwa siswa kurang aktif
dalam mengikuti pelajaran. Siswa jarang sekali bertanya ataupun mengutarakan ide, walaupun guru sering kali meminta siswa menanyakan hal-hal yang belum faham. Keaktifan untuk mengerjakan
(16)
commit to user
soal-soal latihan pada proses pembelajaran juga kurang dan biasanya siswa hanya menulis jawaban setelah soal selesai dikerjakan guru
b. Kreativitas siswa dalam membuat dan menyampaikan ide-idenya masih
sangat rendah. Hal ini disebabkan karena guru kurang mendorong dan membantu siswa dalam memunculkan kreativitasnya
c. Kurang kemandirian siswa dalam mengerjakan PR dan mempelajari
materi pelajaran baik yang sudah maupun yang belum diajarkan disebabkan karena kurangnya kemampuan siswa menguasai materi palajaran dan motivasi siswa untuk belajar
d. Permasalahan lain yang sering ditemukan pada saat ini adalah
kemampuan siswa dalam menguasai materi pelajaran. Pada
pembelajaran Pemasaran, domonasi guru masih sangat tinggi, pengorganisasian siswa cenderung searah dan klasikal dan guru jarang berkeliling mendekati siswa.
Saat ini sangat diperlukan pengetahuan tentang jenis-jenis metode yang dapat mempermudah belajar, lebih menyenangkan bagi siswa, lebih efektif dan efisien, dan mempunyai daya tarik tinggi. Agar siswa aktif selama proses pembelajaran, guru dituntut agar mampu dan terampil dalam pengambilan keputusan yang tepat melalui penciptaan kondisi belajar yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Salah satu strategi pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif, bisa bertukar pendapat dan memecahkan masalah bersama-sama adalah dengan pembelajaran kooperatif dengan metode group investigation (GI). Pembelajaran kooperatif dengan metode GI adalah pembelajaran yang dilakukan secara
(17)
commit to user
berkelompok, yaitu siswa dalam satu kelas dibagi dalam kelompok-kelompok kecil. Dengan pembelajaran kelompok kecil siswa dapat berkomunikasi secara langsung, mengambil keputusan bersama dan terlibat secara aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan cara ini pula siswa dapat berbagi informasi, memecahkan masalah, meningkatkan pemahaman atas masalah-masalah penting, mengembangkan kemampuan untuk berpikir dan berkomunikasi, berdiskusi, serta dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.
Santyasa mengungkapkan pembelajaran kooperatif tipe GI didasari oleh gagasan John Dewey tentang pendidikan, bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan di dunia nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan antar pribadi. Menurut Winataputra (1992:39) model GI atau investigasi kelompok telah digunakan dalam berbagai situasi dan dalam berbagai bidang studi dan berbagai tingkat usia. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai masalah itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan mengetes hipotesis.
Menurut Depdiknas (2005:18) pada pembelajaran ini guru seyogyanya mengarahkan, membantu para siswa menemukan informasi, dan berperan sebagai salah satu sumber belajar, yang mampu menciptakan lingkungan sosial yang dicirikan oleh lingkungan demokrasi dan proses ilmiah. Menurut Winataputra (1992:63) sifat demokrasi dalam kooperatif tipe GI ditandai oleh keputusan-keputusan yang dikembangkan atau setidaknya diperkuat oleh pengalaman kelompok dalam konteks masalah yang menjadi titik sentral kegiatan belajar.
(18)
commit to user
Guru dan murid memiliki status yang sama dihadapan masalah yang dipecahkan dengan peranan yang berbeda. Jadi tanggung jawab utama guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara kooperatif dan memikirkan masalah sosial yang berlangsung dalam pembelajaran serta membantu siswa mempersiapkan sarana pendukung. Sarana pendukung yang dipergunakan untuk melaksanakan model ini adalah segala sesuatu yang menyentuh kebutuhan para pelajar untuk dapat menggali berbagai informasi yang sesuai dan diperlukan untuk melakukan proses pemecahan masalah kelompok.
Ibrahim, dkk. (2000:23) menyatakan dalam kooperatif tipe GI guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa heterogen dengan mempertimbangkan keakraban dan minat yang sama dalam topik tertentu. Siswa memilih sendiri topik yang akan dipelajari, dan kelompok merumuskan penyelidikan dan menyepakati pembagian kerja untuk menangani konsep-konsep penyelidikan yang telah dirumuskan. Dalam diskusi kelas ini diutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa.
Strategi pembelajaran adalah gambaran komponen materi dan prosedur atau cara yang digunakan untuk memudahkan siswa belajar (Dick dan Carey, 1990). Istilah strategi mula-mula dipakai di kalangan militer dan diartikan sebagai seni dalam operasi peperangan. Namun dewasa ini istilah strategi banyak dipinjam oleh bidang-bidang lain, termasuk bidang pendidikan. Dalam kaitannya dengan belajar mengajar, pemakaian istilah strategi dimaksudkan sebagai daya upaya guru dalam menciptakan suatu sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses mengajar. Maksudnya agar tujuan pengajaran yang telah dirumuskan dapat tercapai secara berdaya guna dan berhasil guna, guru dituntut memiliki
(19)
commit to user
kemampuan mengatur secara umum komponen-komponen pengajaran sedemikian hingga terjalin keterkaitan fungsi antar komponen pengajaran.
Menurut Good dan Cramer (1990) pembelajaran dengan strategi kelompok kecil adalah pembelajaran yang dilakukan terhadap siswa yang dibagi dalam beberapa kelompok dalam satu kelas, terdiri dari 5 sampai 8 siswa. Sedangkan pembelajaran klasikal atau sering disebut dengan pembelajaran konvensional adalah aktivitas belajar dan mengajar di dalam kelas dimana selalu didominasi oleh guru, sehingga otonomi individu dan kebebasan siswa kurang mendapatkan perhatian (Gage, Berliner, 1984:35).
Pembelajaran kooperatif dengan metode GI adalah juga pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk belajar dalam kelompok kecil sehingga akan terjadi kondisi belajar yang maksimal, dan pada akhirnya akan tercapai tujuan belajar. Pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya dan sekaligus merangsang siswa untuk berpikir kreatif. Selama
proses pembelajaran kelompok kecil dengan Cooperative Learning perlu
diupayakan penumbuhan sikap positif pada diri siswa, yaitu dengan cara menghormati antar sesama, sikap demokratis, menghargai perbedaan, tanggung jawab, menjalin kebersamaan dan kerja sama yang baik. Dengan strategi ini diharapkan siswa dapat memecahkan masalah bersama-sama.
Dalam pembelajaran model group investigation, interaksi sosial menjadi salah satu faktor penting bagi perkembangan skema mental yang baru. Dalam pembelajaran inilah kooperatif memainkan peranannya dalam memberi kebebasan kepada pembelajar untuk berfikir secara analitis, kritis, kreatif, reflektif dan produktif. Pola pengajaran ini akan menciptakan pembelajaran yang diinginkan,
(20)
commit to user
karena siswa sebagai obyek pembelajar ikut terlibat dalam penentuan pembelajaran. Karakter metode pembelajaran group investigation yang kompleks ini menarik untuk dikaji dan coba diterapkan, apalagi di SMK untuk matadiklat Pemasaran.
Keberhasilan penerapan metode pembelajaran group investigation tidak terlepas dari adanya pandangan konstruktivisme dan prinsip pembelajaran demokrasi dalam metode ini sehingga pembelajaran berlangsung tidak kaku akan tetapi penuh kesepakatan. Hal ini sangat menarik untuk diterapkan pada mata diklat pemasara, dimana mata diklat pemasaran adalah masuk dalam kelompok ilmu sosial dimana dalam pembelajarannya memerlukan keterampilan siswa dalam menganalisa kenyataan social pemasaran secara umum . Oleh karena itu peneliti disini mencoba menerapkan metode ini dengan tujuan meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
B. Pembatasan Masalah.
Mengingat luasnya permasalahan serta adanya keterbatasan kemampuan dan keterbatasan metodologis, peneliti melakukan pembatasan-pembatasan, sebagai berikut:
1. Pembatasan luas sasaran penelitian, yaitu hanya mengambil secara acak 1
kelas saja sebagai sampel, yaitu untuk jurusan Pemasaran ditetapkan kelas XI Pemasaran dengan jumlah siswa dalam kelas sebanyak 38 siswa. Pertimbangan yang digunakan peneliti adalah pada kelas tersebut semua syarat metodologis yang dibutuhkan dapat dipenuhi, juga kondisi kemampuan siswa yang relatif homogin.
(21)
commit to user
2. Pembatasan materi bahasan yang diteliti juga dilakukan, yaitu hanya 1
Standar Kompetensi (SK) pada kelas XI semester ganjil.
C. Rumusan Masalah.
Permasalahan yang diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah penerapan metode group investigation dalam matadiklat
Pemasaran untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa?
2. Apakah pembelajaran yang menerapkan metode group investigation dalam
matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa?
3. Apakah pembelajaran yang menerapkan metode group investigation dalam
matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa?
D. Tujuan Penelitian.
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:
1. Menemukan langkah-langkah yang efektif dalam penerapan metode
group investigation dalam matadiklat Pemasaran untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.
2. Membuktikan apakah pembelajaran yang menerapkan metode group
investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
3. Membuktikan apakah pembelajaran yang menerapkan metode group
investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
(22)
commit to user
E. Kegunaan Penelitian.
Penelitian ini mempunyai kegunaan sebagai berikut:
1. Bagi Siswa:
Memberi nuansa baru dalam proses pembelajaran. Selama ini mereka terbiasa mendapatkan pembelajaran secara klasikal dengan ceramah,karena itu perlu
diperkenalkan pembelajaran kelompok kecil dengan Cooperative Learning
atau pembelajaran kooperatif. Dengan pembelajaran kooperatif siswa akan terlibat secara aktif dan dapat mengasah kemampuan siswa untuk bersosialisasi, bekerja sama, meningkatkan aktivitas, dan mendapatkan pengalaman belajar yang optimal.
2. Bagi Guru:
a) Meningkatkan kemampuan dalam menyampaikan materi pelajaran, dengan
menggunakan berbagai alternatif strategi pembelajaran.
b) Agar guru lebih memperhatikan faktor-faktor yang dapat meningkatkan
perolehan hasil belajar.
c) Guru agar menerapkan pembelajaran yang dapat merangsang minat siswa
dan sekaligus yang dapat membuat siswa terlibat secara aktif.
d) Sebagai landasan dalam melakukan penelitian lanjutan.
3. Bagi Sekolah:
Untuk memberikan masukan dalam upaya penyusunan program-program yang berkaitan dengan peningkatan kualitas proses pembelajaran, dan kualitas lulusan pada umumnya.
(23)
commit to user
BAB II
DESKRIPSI TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Deskripsi Teori.
1. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning).
1.1 Hakikat dan Pengertian Pembelajaran Kooperatif.
Slavin, Abrani dan Chambers (dalam Sanjaya, Wina, 2006:106) berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa perspektif, yaitu perspektif motivasi, perspektif sosial, perspektif perkembangan kognitif dan perspektif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi, artinya bahwa penghargaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-kelompok kecil. Siswa belajar dan bekerjasama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun kelompok (Santoso, dalam Dinas P & K Prop. Jatim, 2002:20).
Menurut Kauchak dan Eggen (dalam Ardiana, 2003:3)), pembelajaran kooperatif itu pada hakikatnya adalah strategi di mana siswa itu saling membantu dalam proses belajar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif itu membuahkan hasil yang sangat baik terhadap perkembangan kognitif, afektif maupun interpersonal.
(24)
commit to user
Sedangkan pembelajaran kelompok kecil adalah pembelajaran yang dilakukan dengan cara membagi siswa satu kelas menjadi kelompok-kelompok kecil. Pendapat lain menyatakan bahwa pembelajaran kelompok kecil adalah pembelajaran yang diberikan terhadap siswa secara berkelompok dimana tiap kelompok terdiri dari 5 sampai 8 siswa (Slavin, dalam Mulyani, 2002:19).
Pada dasarnya, setiap manusia berbeda, karena itu mereka dapat silih asah
(saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah, sehingga sumber belajar bukan hanya guru atau buku ajar tetapi juga sesama siswa. Dengan pembelajaran ini, siswa yang telah memahami dapat memberi penjelasan pada siswa yang kurang memahami. Manusia juga sebagai makhluk individu, karena itu ia memerlukan manusia yang lain, sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia saling berinteraksi
dan memerlukan manusia lainnya, sehingga mereka harus silih asih (saling
menyayangi). Manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda. Bila perbedaan itu tidak dikelola dengan baik akan timbul kesalahpahaman. Agar tidak terjadi
ketersinggungan dan kesalahpahaman, perlu interaksi yang silih asuh (saling
tenggang rasa). Dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang
silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.. Abdulrahman dan Bintoro, (dalam Nurhadi dkk, 2003: 59-60).
Pendapat lain mengemukakan bahwa: “Cooperative learning, also called
collaborative learning, occurs whenever students interact in pairs or groups to share knowledge and experiences. All activities in which students work together
(25)
commit to user
towards a common goal, from interacting with daily partners to completing long term projects with learning communities, are cooperative activities” (Joyce, dalam Ardiana, 2003:3).
1.2 Unsur–Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen dalam pembelajaran kooperatif (Nurhadi dkk. 2003:60-61) adalah:
a. Saling ketergantungan positif.
Dalam pembelajaran ini, guru menciptakan suasana yang mendorong siswa merasa saling membutuhkan. Karena saling membutuhkan sehingga ada ketergantungan positif. Ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang membuat siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Saling ketergantungan dicapai melalui: (1) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (2) saling ketergantungan dalam menyelesaikan tugas, (3) saling ketergantungan bahan atau sumber, (4) dan saling ketergantungan peran. Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya, karena apabila masing-masing anggota kelompok dapat melaksanakan tugas dengan baik, dapat dikatakan bahwa kelompok ini telah berhasil dengan baik pula.
b. Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menuntut siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat saling berdialog dengan sesama siswa maupun dengan guru. Dengan interaksi semacam ini memungkinkan para siswa dapat
(26)
commit to user
saling menjadi sumber belajar (yang bervariasi), sehingga siswa merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.
c. Akuntabilitas individual
Wujud pembelajaran kooperatif adalah dalam belajar kelompok. Namun, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi secara individual. Hasil penilaian secara individu ditunjukkan pada kelompok agar anggota kelompok mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, dan tidak mendominasi orang lain sangat bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa. Keberhasilan suatu kelompok juga tergantung kesediaan para anggota untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
1.3 Pentingnya Pembelajaran Kooperatif
Lie (dalam Nurhadi, 2003:68) mencatat beberapa keuntungan menggunakan metode pembelajaran kooperatif ini yaitu: 1) siswa dapat meningkatkan kemampuan bekerja sama, 2) siswa mempunyai lebih banyak kesempatan untuk menghargai perbedaan, 3) siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran, 4) kecemasan siswa dapat diminimalkan dalam proses
(27)
commit to user
pembelajaran, 5) meningkatkan motivasi, harga diri dan sikap positif, 6) dan meningkatkan prestasi akademis.
Johnson and Johnson, (dalam Nurhadi, 2003:62-63) menyatakan bahwa keunggulan pembelajaran kooperatif diantaranya adalah: Memudahkan siswa
melakukan penyesuaian sosial, Mengembangkan kegembiraan belajar,
Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan, Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen, Menghilangkan sikap mementingkan diri sendiri, Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial, Menghilangkan siswa dari penderitaan akibat kesendirian atau keterasingan, Dapat menjadi acuan bagi perkembangan kepribadian yang sehat dan terintegrasi, Berbagi keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan, Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia, Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau gagasan sendiri, Meningkatkan kesediaan menggunaan ide orang lain yang dirasa cukup baik, Meningkatkan motivasi belajar, Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, etnis, kelas sosial, maupun agama, Mengembangkan kesadaran bertanggungjawab dan saling menjaga perasaan, Meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong, Meningkatkan kemampuan berpikir devergen atau kreatif, Meningkatkan rasa harga diri dan penerimaan diri.
Manfaat lain dari proses pembelajaran kooperatif adalah:
(28)
commit to user
b. Membuat siswa mempunyai lebih banyak kesempatan untuk menghargai
perbedaan.
c. Meningkatkan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran.
d. Mengurangi kecemasan siswa.
e. Meningkatkan motivasi, harga diri, dan sikap positif.
f. Meningkatkan prestasi akademik. Lie, (dalam Dinas P&K Prop.Jatim,
2002:85-86).
1.4 Pembelajaran Kooperatif Metode GI (Group Investigation)
Metode ini melibatkan siswa sejak dari perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajari investigasi. Caranya yaitu dengan membagi kelas menjadi beberapa kelompok dengan karakteristik yang heterogen. Para siswa memilih topik yang ingin dipelajari, mengikuti investigasi mendalam terhadap berbagai sub topik yang telah dipilih, kemudian menyajikan suatu laporan di depan kelas. Caranya yaitu guru membagi siswa dalam kelompok yang beranggotakan 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen.Para siswa memilih topik yang akan dipelajari, kemudian melakukan investigasi terhadap sub topik, lalu menyiapkan dan menyajikan suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan.
Slavin (dalam Asthika, 2005:24) mengemukakan tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai berikut:
1) Tahap Pengelompokan (Grouping)
Yaitu tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta mebentuk kelompok investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang. Pada
(29)
commit to user
tahap ini: 1) siswa mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan kategori-kategori topik permasalahan, 2) siswa bergabung pada kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki, 3) guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5 orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
2) Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap Planning atau tahap perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada tahap ini siswa bersama-sama merencanakan tentang: (1) Apa yang mereka pelajari? (2) Bagaimana mereka belajar? (3) Siapa dan melakukan apa? (4) Untuk tujuan apa mereka menyelidiki topik tersebut?
Misalnya pada topik Bahasan, Mencermati Perilaku Konsumen, pada tahap ini: 1) siswa belajar tentang bagaimana pengelompokkan tipe-tipe atau ciri-ciri konsumen yang didasarkan pengamatan terhadap perilaku konsumen , 2) siswa belajar dengan menggali informasi, bekerjasama dan berdiskusi, 3) siswa membagi tugas untuk memecahkan masalah topik tersebut,
mengumpulkan informasi, menyimpulkan hasil investigasi dan
mempresentasikan di kelas, dan (4) siswa belajar untuk mengetahui sifat dan tipe-tipe konsumen sesuai dengan perilaku konsumen dan dapat memberikan tanggapan terhadap keluhan yang disampaikan sesuai dengan perilaku konsumen.
3) Tahap Penyelidikan (Investigation)
Tahap Investigation, yaitu tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa. Pada tahap ini, siswa melakukan kegiatan sebagai berikut: 1) siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat simpulkan terkait
(30)
commit to user
dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki, 2) masing-masing anggota kelompok memberikan masukan pada setiap kegiatan kelompok, 3) siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mempersatukan ide dan pendapat. Misalnya: 1) siswa menemukan ciri-ciri konsumen dalam kegiatan pemasaran dan dapat mengelompokkan dalam tipe-tipe konsumen dan dapat memberikan tanggapan terhadap keluhan yang dihadapi konsumen, 2) siswa mecoba cara-cara yang ditemukan dari hasil pengumuplan informasi terkait dengan topik bahasan yang diselidiki, dan 3) siswa berdiskusi, mengklarifikasi tiap cara atau langkah dalam pemecahan masalah tentang topik bahasan yang diselidiki.
4) Tahap Pengorganisasian (Organizing)
Yaitu tahap persiapan laporan akhir. Pada tahap ini kegiatan siswa sebagai berikut: 1) anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam proteknya masing-masing, 2) anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mempresentasikannya, 3) wakil dari masing-masing kelompok membentuk panitia diskusi kelas dalam presentasi investigasi.
Misalnya: 1) siswa menemukan bahwa konsumen atau calon pembeli memiliki ciri-ciri tersendiri berdasarkan perilaku yang ditunjukkan dalam kegiatan pemasaran yang perlu diketahui dan dipahami, 2) siswa menemukan bahwa tindakan yang perlu dilakukan untuk menghadapi perilaku konsumen atau calon pembeli sesuai dengan ciri yang melekat pada diri konsumen, 3) siswa membagi tugas dalam kelompok sebagai pemimpin, moderator, notulen dalam presentasi investigasi.
(31)
commit to user
5) Tahap Presentasi (Presenting)
Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan akhir. Kegiatan pembelajaran di kelas pada tahap ini adalah sebagai berikut: (1) penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk penyajian, (2) kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai pendengar, (3) pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan terhadap topik yang disajikan. Misalnya: 1) siswa yang bertugas untuk mewakili kelompok menyajikan hasil atau simpulan dari investigasi yang telah dilaksanakan, 2) siswa yang tidak sebagai penyaji, mengajukan pertanyaan, saran tentang topik yang disajikan, 3) siswa mencatat topik yang disajikan oleh penyaji.
6) Tahap evaluasi (evaluating)
Pada tahap evaluating atau penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa. Pada tahap ini, kegiatan guru atau siswa dalam pembelajaran sebagai berikut: 1) siswa menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya, pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman efektifnya, 2) guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan, 3) penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat pemahaman siswa. Misalnya: 1) siswa merangkum dan mencatat setiap topik yang disajikan, 2) siswa menggabungkan tiap topik yang diinvestigasi dalam kelompoknya dan kelompok yang lain, 3) guru mengevaluasi dengan memberikan tes uraian pada akhir siklus.
(32)
commit to user
1.5Peran Guru Dalam Pembelajaran Kooperatif Group Investigation
Seiring dengan kecenderungan orang untuk memilih aliran konstruktivisme dalam proses pembelajaran, maka pengaruh pembelajaran kooperatif itu sekarang sangat besar.
Dalam konstruktivisme itu pembelajaran lebih bepusat pada siswa dan tidak berpusat pada guru. Guru bukan sebagai yang maha tahu, tetapi hanyalah sebagai fasilitator (Suparno, 1997:14). Tugas guru terutama adalah membantu siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkret. Bahwa dalam pengaruh konstruktivisme itu, pembelajaran akan
bercirikan sebagai berikut: orientasi, elisitasi, rekonstruksi ide,
penggunaan/penerapan ide, dan reviu.
Pada tahap orientasi siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari topik dan diberi kesempatan untuk mengadakan observasi terhadap topik yang hendak dipelajari.
Pada tahap elisitasi siswa dibantu untuk mengungkapkan idenya secara jelas dengan berdiskusi, menulis, membuat poster, dan lain-lain. Murid diberi kesempatan untuk mendiskusikan apa yang diobservasinya dalam wujud tulisan, gambar ataupun poster.
Dalam restrukturisasi ide ada tiga hal penting yakni:
a) Klarifikasi ide yang dikontraskan denga ide-ide orang lain atau teman
lewat diskusi atau lewat pengumpulan ide. Berhadapan dengan ide lain itu, siswa dapat terangsang untuk merekonstruksi gagasannya.
(33)
commit to user
b) Membangun ide yang baru, ini terjadi apabila dalam diskusi itu idenya
bertenangan dengan ide lain atau idenya tidak dapat menjawab pertanyaan teman-temannya.
c) Mengevaluasi ide barunya dengan bereksperimen.
Dalam tahap penggunaan/penerapan ide, siswa dapat melaksanakan idenya dlam berbagai situasi yang dihadapinya. Hal ini akan membuat pengetahuan siswa itu semakin lengkap.
Dalam tahap review siswa akan melihat bahwa ide itu dapat berubah atau dapat dapat diubah karena dalam aplikasi dalam kehidupan sehari-hari gagasannya itu mungkin perlu disesuaikan dengankondisi dan situasi.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia memerlukan kerja sama. Untuk mengaktualisasikan proses kerja sama antar siswa bukanlah hal yang mudah. Diperlukan peranan guru dan siswa yang optimal untuk mewujudkan suatu pembelajaran yang benar-benar berbasis kerja sama atau gotong royong. Dari
uraian di atas juga jelas bahwa Cooperative Learning atau pembelajaran
kooperatif adalah bentuk dari pembelajaran kelompok kecil. Tetapi pembelajaran
kelompok kecil secara kooperatif berbeda dengan kelompok kecil yang biasa atau yang tradisional. Perbedaannya disajikan pada tabel berikut:
Tabel 2.1: Perbedaan Kelompok Belajar Cooperative Learning Dengan Kelompok Belajar Tradisonal
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional
Adanya saling ketergantungan positif saling membantu, dan saling
memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau yang menggantungkan diri pada kelompok.
(34)
commit to user
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi
pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya
sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering
diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya “enak-enak saja” di atas kebetemannya yang dianggap pemborong.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya.
Kelompok belajar biasanya homogen
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering
ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih
pemimpinnya dengan cara masing-masing.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan intervensi jika terjadi masalah.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
Penekanan tidak hanya dari
penyelesaian tugas tetapi juga pada hubungan interpersonal
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas
2. Motivasi Belajar
2.1Pengertian Motivasi.
Motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang.
(35)
commit to user
Wahjosumidjo (1992:174). Dan motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut instrinsik atau faktor di luar diri yang disebut faktor ekstrinsik. Faktor di dalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman, pendidikan dll. Sedangkan faktor di luar diri, dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, bisa karena guru, pemimpin atau yang lain.
Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S. Purwadarminta 1990:593) memaknai kata motivasi sebagai 1) dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu; 2) usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
Winkel dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:84) mengemukakan motif adalah daya penggerak di dalam diri seseorang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya tujuan. Berelson dan
Steiner dalam Wahjosumidjo (1992:203) menyatakan "a motive as an inner state
that energies, activitivities or move, (hence motivation) and that directs or chanel behavior to ward goals". Sedangkan Duncan Dalam Wahjosumidjo ( 1992:203)
menyatakan ”From a managerial perspective, motivation refers to any concious
attemp to influence behavior toward the accomplishment of organizational goals”
. Terjemahan bebasnya sebagai berikut: Motivasi adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar supaya mengarah tercapainya tujuan organisasi”
(36)
commit to user
Dari sumber yang lain ditemukan bahwa motivasi adalah apa yang membuat orang-orang bertindak atau berperilaku dalam cara yang mereka lakukan (Amstrong, 1995). Motivasi adalah dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia (Dimyati, 2006:80). Siagian dalam Dimyati (2006:80) menjelaskan: Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar.
Sedang Duncan (dalam Wahjosumidjo, 1992:178) menyatakan motivasi adalah suatu usaha sadar untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar supaya mengarah tercapainya tujuan organisasi.
Maksudnya, jika seseorang sangat menginginkan sesuatu dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya maka yang bersangkutan akan berupaya untuk mendapatkannya. Dengan kata lain seseorang akan bersedia melakukan pekerjaan apapun untuk orang lain, jika seseorang itu mempunyai motivasi yang kuat.
Dalam bukunya yang lain Armstrong (1988) mendefinisikan motif dan motivasi sebagai berikut :Motif adalah sesuatu yang membuat orang bertindak atau berperilaku dengan cara-cara tertentu, sifatnya umum, permanen dengan pengalaman yang dibawa secara terus menerus. Motivasi berarti memberikan dorongan, semangat, dan inspirasi kerja kepada orang lain untuk bekerja lebih baik dan lebih giat.
Suryabrata (1984:70) menjelaskan motivasi adalah motif yang sudah menjadi aktif pada saat tertentu, sedangkan motif dalam keadaan dalam diri
(37)
commit to user
seseorang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam mencapai tujuan yang diinginkan.
Ardhana (1993) menyebutkan motivasi sebagai unsur yang sangat penting dalam proses pendidikan maupun dalam proses pelaksanaan tugas dalam kehidupan sehari-hari. Suryana (2003:32) menjelaskan bahwa motivasi adalah suatu keadaan dalam diri individu yang menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam rumusan yang berbeda, Hudoyo (1981:24) mengemukakan pengertian motivasi sebagai kekuatan pendorong yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu dalam mencapai tujuan.
Beberapa ahli tersebut di atas pada umumnya melihat motivasi dari segi individu, sehingga memberi makna pada motivasi sebagai dorongan internal. Pada dasamya motivasi memang sangat bergantung pada faktor internal individu, namun sering juga terjadi transformasi motivasi akibat faktor eksternal. Dengan kata lain dinyatakan bahwa ada faktor internal dan faktor eksternal yang dapat memunculkan motivasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Owens dalam
Wahjosumidjo (1992:174) yang memberikan pengertian motivasi sebagai
dorongan baik yang datang dari intern pribadi diri seseorang maupun yang datang dari luar, sehingga membuat seseorang melakukan sesuatu. Pendapat senada disampaikan oleh Imim (2004:2) menyebutkan motivasi sebagai tenaga pendorong yang bisa datang dari dalam diri kita, sendiri, tetapi bisa pula datang dari luar.
(38)
commit to user
Dari sekian banyak pendapat tentang pengertian motivasi, meskipun dengan beragam rumusan, dapat ditemukan garis singgung yang sama, yaitu bahwa motivasi memiliki karakteristik:
1) Ada kekuatan pendorong sebagai hasil dari kebutuhan yang muncul
secara internal maupun eksternal.
2) Ada aktivitas penopang perilaku.
3) Terarah pada tujuan tertentu.
Jadi motivasi timbul karena adanya kebutuhan yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas yang terarah pada satu tujuan. Dalam bentuk yang sederhana motivasi dapat digambarkan dalam kerangka:
Gambar 2.1: Proses Motivasi secara Umum
2.2 Fungsi Motivasi
Motivasi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas belajar. Dengan adanya motivasi berarti ada dorongan tertentu yang memacu anak untuk belajar. Secara khusus Ngalim Purwanto (1987:81) menjelaskan bahwa motivasi berfungsi :
1) Mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak sebagai motor yang
memberikan energi / kekuatan kepada seseorang.
(39)
commit to user
2) Menentukan arah perbuatan yaitu ke arah perbuatan atau perwujudan
suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang ditempuh untuk keberhasilan pencapaian tujuan.
3) Menyeleksi perbuatan seseorang akhimya menentukan
perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan guna mencapai tujuan dengan membuang perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan.
Motivasi merupakan suatu proses yang dapat:
1) Membimbing anak didik ke arah pengalaman-pengalaman di mana
kegiatan itu dapat berlangsung.
2) Memberikan pada anak didik kekuatan dan aktivitas serta
kewaspadaan yang memadai.
3) Suatu saat mengarahkan anak didik kepada perhatian kepada tujuan.
2.3 Jenis-jenis Motivasi
Jenis motivasi ada dua, yaitu motivasi primer dan motivasi sekunder atau
motivasi sosial. Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada
motif-motif dasar. Motif dasar ini biasanya berhubungan dengan segi biologis atau jasmani manusia. Motivasi ini muncul berdasarkan insting sehingga tidak perlu dipelajari. Jalaludin Rahmat (dalam Dimyati, 2006:87) menyatakan diantara insting yang penting adalah memelihara, mencari makan, melarikan diri, berkelompok, mempertahankan diri, rasa ingin tahu, membangun dan kawin. Sedangkan Freud dari sumber yang sama membagi insting menjadi dua, yaitu
(40)
commit to user
memelihara keturunan. Insting yang kedua adalah insting kematian (death
instincts) yang tertuju pada penghancuran, merusak, menganiaya, membunuh orang lain atau diri sendiri.
Motivasi yang kedua adalah motivasi sekunder. Motivasi ini dapat
dipelajari dan selalu berhubungan dengan orang lain. Karena itu motivasi ini juga disebut motivasi sosial. Para ahli berbeda pendapat dalam pembagian motivasi
sekunder atau sosial ini. Diantaranya adalah Thomas dan Znaniecki (dalam
Dimyati, 2006:88) yang menyebutkan motivasi spesial berupa (i) pengalaman
baru, (ii) respons, (iii) pengakuan, (iv) rasa aman. Mc Cleland menyebut (i)
berprestasi, (ii) kasih sayang, (iii) kekuasaan. Ahli lain, yaitu Maslow dari sumber yang sama merinci motivasi sekunder atas (i) rasa aman, (ii) kasih sayang dan kebersamaan, (iii) penghargaan, (iv) aktualitasi diri.
Motivasi juga dapat dibedakan berdasarkan sumbernya, yaitu motivasi
internal dan motivasi eksternal (Dimyati, 2006:90). Motivasi internal adalah motivasi yang berasal dari dalam diri sendiri. Sedangkan motivasi eksternal yaitu motivasi yang berasal dari luar diri seseorang.
Dari wujudnya motivasi dibedakan atas motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik (Dimyati, 2006:91). Motivasi instrinsik memiliki tenaga pendorong sesuai dengan perbuatan yang dilakukan, misalnya membaca semata-mata karena dia ingin menguasai ilmu pengetahuan yang dibaca atau ingin mengetahui jalan ceritanya. Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan tenaga pendorong yang ada di luar perbuatannya namun menjadi penyebab misalnya jika seorang anak membaca sebuah buku karena ada tugas dari sekolah atau karena ingin mendapat nilai bagus kemudian dapat lulus. Yang perlu digarisbawahi motivasi intrinsik
(41)
commit to user
dapat bersifat internal, berasal dari diri sendiri, dapat juga bersifat eksternal karena muncul akibat adanya dorongan dari pihak lain, misalnya guru atau orangtua.
Suryana (2003:32) menyatakan bahwa, motivasi berprestasi suatu nilai sosial yang menekankanpada hasrat untuk mencapai yang terbaik guna mencapai kepuasan secara pribadi. Sedangkan McClelland dalam Suryana (2003:34) memberikan pengertian motivasi berprestasi sebagai suatu usaha untuk mencapai kesuksesan, yang bertujuan untuk berhasil dalam persaingan dengan berpedoman
pada suatu ukuran keunggulan (standars of excellence) tertentu. Ukuran
keunggulan ini dapat berupa prestasi siswa lain yang lebih tinggi dari prestasi siswa tersebut, selain itu juga dapat berupa prestasi tertinggi siswa itu sendiri yang pernah dicapai sebelumnya.
Seseorang yang takut terhadap kegagalan dapat menganggu keberhasilan belajarnya (Dimyati, 2006). Ciri orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, cenderung memiliki kekhawatiran akan gagal. Selain itu, orang yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi memiliki sikap yang positif terhadap situasi yang mendukung terjadinya motivasi berprestasi.
Terdapat dua konstruk yang terkait dengan motivasi berprestasi, yaitu: orientasi motivasional dan kemampuan yang dimiliki siswa. Mengenai kemampuan intelektualnya dengan performansi akademiknya. Implikasi mengenai siswa dengan kemampuan rendah, adalah sama dengan kaitannya dengan siswa yang rendah prestasinya. Sedangkan mengenai orientasi motivasional dijelaskan bahwa siswa dengan orientasi intrinsik pada aktivitas belajarya, cenderung menyukai tantangan akademik, menunjukkan rasa ingin tahu dan senang terhadap
(42)
commit to user
tugas sekolahnya, serta berusaha untuk menguasainya secara mandiri. Sebaliknya, siswa dengan orientasi ekstrinsik cenderung menyukai tugas-tugas yang relatif mudah, mengerjakan tugas sekolahnya guna menyenangkan guru dan untuk mendapatkan jenjang yang baik, serta tergantung pada bantuan guru dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.
McClelland dalam Suryana (2003:34) dalam berbagai percobaannya menunjukkan bahwa, individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, apabila dihadapkan pada tugas-tugas yang kompleks cenderung melakukannya semakin baik, dan apabila berhasil nampak antusias untuk menyelesaikan tugas yang lebih berat dan lebih baik lagi.
Sekurang-kurangnya ada empat karakteristik yang nampak konsisten pada diri siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi yaitu:
a. Senang bekerja keras untuk mencari keberhasilan. Faktor kunci yang
dapat memotivasi siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi adalah kepuasan intrinsik, bukan pada ganjaran ekstrinsik seperti nilai yang tinggi atau prestise.
b. Cenderung bertindak atau menetapkan suatu pilihan realistis. Siswa
yang memiliki motivasi berprestasi tinggi cenderung realistis dalam memilih tugas-tugas yang sesuai dengan kemampuannya.
c. Menyukai situasi di mana ia dapat menilai sendiri kemajuan dan
keberhasilan yang dicapainya.
d. Memiliki prespektif waktu jauh ke depan, dan ia merasa bahwa waktu
berjalan begitu cepat sehingga ia tidak mempunyai waktu yang cukup dalam mengerjakan suatu tugas.
(43)
commit to user
Lemahnya motivasi berprestasi pada diri siswa dan sikap enggan atau malas terhadap tugas-tugas sekolah muncul ketika tugas-tugas tersebut terlalu sulit, ketika keberhasilan tidaklah mungkin dicapainya, dan ketika aktivitas belajar dibiarkan menumpuk membebani awal aktivitas belajamya yang tidak sesuai bagi kemampuan dirinya.
3 Hasil Belajar
3.1Pengertian Hasil Belajar
Oemar Hamalik (1986:41) menyebutkan bahwa pengertian belajar adalah Proses perubahan tingkah laku berkat interaksi dengan lingkungan. Seseorang dikatakan melakukan kegiatan belajar setelah ia memeproleh hasil, yakni terjadinya perubahan tingkah laku, pola tingkah laku ini terdiri dari beberapa aspek, yaitu meliputi pengetahuan, pengertian, sikap, ketrampilan, kebiasaan, emosi, budi pekerti, appresiasi, jasmani, hubungan sosial dan lain-lain.
Adapun menurut Amirudin Arif (1982:1) pengertian belajar adalah suatu proses berfikir terhadap kondisi eksternal, yaitu suatu reaksi yang memberikan modifikasi terhadap hal-hal yang pernah dialami sebelumnya. Hasil belajar adalah seberapa jauh kemajuan belajar siswa dalam bentuk pengetahuan dan kemampuan lainnya yang telah dicapai oleh siswa pada akhir setiap semester, akhir tahun pelajaran atau akhir pendidikan (Depdiknas, 1993:31).
Dari pengertian tersebut di atas, maka prestasi belajar siswa adalah sampai dimana tingkat pencapaiannya dalam bentuk pengetahuan, tingkah laku dan ketrampilan siswa selama belajar di sekolah yang dinilai atau dievaluasi setiap
(44)
commit to user
hari semester dan akhir pendidikan yang biasanya dituangkan dalam bentuk nilai raport, nilai UAS dan UAN atau nilai pada STL dan lain-lain.
Menurut Brunner (1960), dalam proses belajar dapat dibedakan menjadi tiga fase, yaitu (1) Informasi, (2) Transformasi, (3) Evaluasi. Dalam proses belajar ketiga fase ini selalu terdapat. Yang menjadi masalah ialah berapa banyak informasi diperlukan agar dapat ditrasformasi. Hal ini antara lain bergantung pada hasil yang diharapkan, minat, keinginan untuk mengetahui dan dorongan untuk menemukan diri sendiri.
Informasi, dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperhalus dan memperdalamnya, ada pula informqasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui sebelumnya, misalnya bahwa tidak ada energi yang lenyap tetapi berubah menjadi bentuk energi lainnya.
Transformasi, informasi itu harus dianalisis, diubah atau ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Dalam hal ini bantuan guru sangat diperlukan.
Evaluasi, evaluasi selalu memegang peranan yang penting dalam segala bentuk pengajaran yang efektif. Dengan evaluasi diperoleh feedback yang dipakai untuk memperbaiki dan merevisi bahan atau metode pengajaran, atau untuk menyesuaikan bahan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Evaluasi berguna untuk mengetahui hingga manakah siswa telah mencapai tujuan pelajaran yang telah ditentukan, hal ini dapat diketahui dari prestasi belajar anak didiknya.
(45)
commit to user
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suatu prestasi belajar siswa, sebagaimana disebutkan oleh Suhardjono (2002:2) yang menyatakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi oleh:
a. Faktor penagruh yang berada di luar kendali guru, misalnya :
karakteristik dan latar belakang siswa, tujuan pembelajaran, kondisi dan mutu sarana-prasarana, managemen dan lain-lain.
b. Faktor yang sepenuhnya berada dalam kendali guru, yaitu metode
mengajar dan evaluasi.
Dari keterangan tersebut di atas, maka kedua faktor (variable) tersebut baik variable kondisi maupun variable metode, kedua-duanya secara bersama-sama menunjukkan adanya hubungan hasil belajar siswa. Jadi guru yang berhasil dalam mengajar siswa adalah bagaimana pada kondisi yang telah tertentu (given), guru mampu membuat atau melaksanakan metode sedemikian rupa, sehingga tercapai prestasi belajar (efektif, efisien dan kemenarikan) yang optimal.
Ada beberapa faktor dan komponen yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Hasil belajar siswa akan bergantung pada komponen-komponen sebagai berikut:
a. faktor dari diri siswa, yang akan berpengaruh terhadap keberhasilan
belajar adalah bakat, minat, kemampuan dan motivasi. Jadi siswa
merupakan masukan mentah (raw input).
b. Kurikulum, kurikulum ini mencakup landasan program dan
pengembangan, GBPP dan pedoman GBPP berisi materi atau bahan kajian yang telah disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa.
(46)
commit to user
c. Guru, guru bertugas membimbing dan mengarahkan cara belajar siswa
agar mencapai hasil yang optimal. Besar kecilnya peranan guru akan tergantung pada tingkat pengausaan materi, metodologi dan pendekatannya.
d. Metode, penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan
efektifitas dan efisiensi proses belajar mengajar.
e. Sarana prasarana, antara lain buku pelajaran, alat praktek, ruang
belajar, perpustakaan dan laboratorium. Jadi kurikulum, guru, metode dan saran prasarana merupakan “masukan instrumental” yang berpengaruh dalam proses belajar.
f. Lingkungan, lingkungan ini mencakup lingkungan sosial budaya,
lingkungan masyarakat, dan lingkungan keluarga serta lingkungan alam yang juga merupakan sumber belajar sekaligus masukan lingkungan. Jadi pengaruh lingkungan sangat besar dalam proses belajar.
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman peneliti hingga saat ini pembelajaran matadiklat Pemasaran di SMK PGRI 3 Kediri masih didominasi oleh kegiatan konvensional, dimana aktivitas pembelajaran masih didominasi oleh kegiatan klasikal dengan dominasi pada peran guru. Sedangkan untuk menunjang kompetensi siswa dalam dunia kerja diperlukan skill siswa untuk dapat mengetahui secara langsung interaksi yang terjadi pada kegiatan pemasaran. Dimana siswa dapat secara langsung mengetahui dan mengamati kegiatan yang
(47)
commit to user
berhubungan dengan kegiatan pemasaran. Akibat yang dirasakan adalah suasana kelas yang monoton, pasif dan terasa membosankan. Hal tersebut nampak dari motivasi belajar siswa yang rendah, yang pada akhirnya hasil belajarnyapun juga rendah.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut model pembelajaran kooperatif dengan metode group investigation (GI) menjadi pilihan alternatif untuk mengatasinya. Model pembelajaran kooperatif dipilih karena karakteristiknya dipandang sesuai dengan tuntutan paradigma baru pembelajaran yang memberikan peran lebih besar kepada siswa, sementara guru hanya menjadi motivator dan fasilitator. Sedangkan metode group investigation dipilih diantara metode-metode yang lain karena metode ini kegiatan belajar lebih terfokus pada kelompok-kelompok kecil yang dinamis. Hal ini dipandang sesuai dengan karakteristik matadiklat Pemasaran yang lebih memerlukan keterampilan siswa dalam melakukan pengamatan dan dapat menganalisa kenyataan yang terjadi dalam kelompok sosial yang berkembang dalam dunia pemasaran secara umum.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa jika model pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation (GI) ini dapat
dilaksanakan dengan langkah-langkah yang efisien, diharapkan akan
meningkatkan motivasi belajar siswa. Meningkatnya motivasi belajar ini pada akhirnya diduga juga akan meningkatkan hasil belajar siswa.
Secara skematis kerangaka berpikir dapat digambarkan sebagai berikut:
PENERAPAN METODE
GROUP INVESTIGATION
(GI)
MOTIVASI BELAJAR
HASIL BELAJAR
(48)
commit to user
C. Hipotesis Tindakan.
Hipotesis tindakan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Melalui siklus tindakan pembelajaran dapat ditemukan langkah-langkah
yang efektif penerapan metode group investigation dalam matadiklat Pemasaran.
2. Melalui siklus tindakan pembelajaran yang menerapkan metode group
investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
3. Melalui siklus tindakan pembelajaran yang menerapkan metode group
investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
(49)
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian.
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan (action research) yang
dilakukan di dalam kelas. Sehingga dapat disebut Penelitian Tindakan Kelas
(Classroom Action Research/PTK).
Menurut I.G.K Wardani (2000: 4) penelitian tindakan kelas (classroom
action research), yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses pembelajaran.
Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) kolaboratif. Mengingat kegiatan penelitian merupakan hal baru bagi peneliti, maka dalam hal ini peneliti melibatkan 2 (dua) orang sejawat guru sebagai kolaborator. Model kolaboratif ini digunakan karena peneliti memerlukan bantuan untuk melakukan observasi pada saat proses belajar mengajar berlangsung. Selain peneliti sebagai guru yang melaksanakan pembelajaran. Kolaborator/observer yang dimintai bantuan adalah sejawat guru matadiklat Pemasaran yang mengajar di kelas X dan kelas XI. Tugas observer selain sebagai partner untuk konsultasi dan berdiskusi terutama adalah untuk membantu melakukan observasi aktivitas belajar siswa selama proses pelaksanaan penelitian.
Sedangkan model rancangan yang digunakan mengacu pada rancangan Kemmis & Taggart (1988). Masing-masing siklus terdiri dari 4 tahapan, yaitu:
(50)
commit to user
(1) penyusunan rencana tindakan, (2) pelaksanaan tindakan,
(3) pengamatan, dan (4) perefleksian.
Secara skematis digambarkan sebagai berikut:
SIKLUS 1:
SIKLUS 2
Keempat langkah tersebut merupakan satu siklus atau putaran, artinya sesudah langkah ke-4, lalu kembali ke-1 dan seterusnya. Meskipun sifatnya berbeda, langkah ke-2 dan ke-3 dilakukan secara bersamaan.
B. Obyek Tindakan.
Latar belakang tindakan ini bermula dari keinginan menciptakan strategi yang memungkinkan siswa belajar lebih baik, yang ditunjukkan dengan
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Pengamatan 4. Refleksi
1. Perencanaan
2. Pelaksanaan
3. Pengamatan 4. Refleksi
(51)
commit to user
meningkatnya motivasi dan hasil belajarnya. Obyek tindakan penelitian ini adalah
penerapan strategi pembelajaran kooperatif (cooperative learning) metode Group
Investigation (GI) dalam pembelajaran matadiklat Pemasaran.
Penerapan tindakan dengan model siklus, pada pokok bahasan tersebut diharapkan akan menemukan format atau langkah-langkah yang efektif untuk meningkatkan motivasi belajar siswa, serta akhirnya diharapkan akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil belajar siswa.
Secara singkat rencana tindakan yang akan dilakukan adalah menerapkan langkah-langkah pembelajaran (sintak) metode group investigation (GI), yang
meliputi: pengelompokan, perencanaan, penyelidikan, pengorganisasian,
penyajian, dan evaluasi. Langkah-langkah (sintak) pembelajaran tersebut tentu saja akan disesuaikan dengan keadaan pembelajaran nyata yang ada, misalnya karakteristik matadiklat Pemasaran, karakteristik siswa, ketersediaan sarana-prasarana, materi pelajaran, dll.
Pada setiap siklus akan dilakukan modifikasi sesuai dengan hasil refleksi atas tindakan yang telah dilakukan. Namun demikian secara umum peneliti tetap berpedoman pada langkah-langkah yang baku sebagaimana disebutkan di atas. Jadi bentuk modifikasi hanya dimaksudkan untuk menemukan variasi guna penyesuaian dengan kondisi riil di lapangan.
C. Setting Lokasi dan Subyek Penelitian.
Penelitian ini di laksanakan di SMK PGRI 3 Kota Kediri, pada semester gasal tahun pelajaran 2010/2011. Sedangkan kelas yang digunakan sebagai sasaran penelitian adalah kelas XI Jurusan Pemasaran, dengan pertimbangan
(52)
commit to user
sebagaimana telah dikemukakan pada bab pertama, syarat-syarat untuk dapat dilaksanakan penelitian dengan tindakan kelas di kelas tersebut terpenuhi. Sedangkan jumlah siswa (subyek penelitian) adalah 38 anak.
D. Metode Pengunpulan Data.
Pengumpulan data dilakukan menggunakan 4 macam instrumen, yaitu:
1) lembar observasi terstruktur (inventory) aktivitas belajar siswa
2) lembar observasi terstruktur (inventory) aktivitas mengajar guru
3) lembar kuesioner (angket) motivasi belajar siswa
4) lembar soal tes hasil belajar.
Sedangkan teknik pelaksanaan pengumpulan data aktivitas belajar siswa dan aktivitas mengajar guru dilakukan dengan cara melakukan observasi selama pembelajaran berlangsung untuk setiap siklus. Observasi dilakukan oleh observer (kolaborator), dengan menggunakan pedoman berupa daftar inventory/lembar observasi terstruktur yang sebelumnya telah disepakati bersama oleh peneliti dan observer.
Berikut ini kisi-kisi daftar inventory sebagai pedoman observasi aktivitas belajar siswa.
Tabel 3.1: Indikator Lembar observasi Aktivitas Belajar Siswa
Tahap Indikator Observasi
Grouping Siswa diarahkan untuk:
ØMengamati sumber, memilih topik, dan menentukan
kategori-kategori topik permasalahan
ØBergabung pada kelompok-kelompok belajar
berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki
(53)
commit to user
ØAnggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5
orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
Planning ØMerencanakan apa yang akan dipelajari
ØMerencanakan bagaimana mereka belajar
ØMerencanakan siapa dan melakukan apa
ØMerencanakan untuk tujuan apa mereka menyelidiki
topik tersebut
Investigation ØMengumpulkan informasi, menganalisis data dan
membuat simpulkan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki
ØMasing-masing anggota kelompok memberikan
masukan pada setiap kegiatan kelompok
ØSaling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan
mempersatukan ide dan pendapat.
Organizing ØKelompok menentukan pesan-pesan penting dalam
proteknya masing-masing
ØKelompok merencanakan apa yang akan mereka
laporkan dan bagaimana mempresentasikannya
ØWakil dari masing-masing kelompok membentuk
panitia diskusi kelas dalam presentasi investigasi.
Presenting ØPenyajian kelompok pada keseluruhan kelas, dalam
berbagai variasi bentuk penyajian
ØKelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara
aktif sebagai pendengar
ØKelompok pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi
dan mengajukan pertanyaan atau tanggapan terhadap topik yang disajikan.
Evaluating ØMenggabungkan masukan-masukan tentang topiknya,
pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman efektifnya
ØMengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran
(54)
commit to user
Cara skoring indikator aktivitas belajar adalah dengan memberikan skor 1 (artinya aktivitas belajar paling rendah/jelek) sampai yang tertinggi 5 (artinya aktivitas belajar yang paling tinggi/baik/ideal). Karena ada 18 indikator, maka akan diperoleh total skor = 90.
Sedangkan kisi-kisi daftar inventory aktivitas mengajar guru sebagai berikut:
Tabel 3.2: Kisi-kisi Daftar Inventory Aktivitas Guru
Tahap Indkator Observasi
Grouping Guru mengarahkan siswa untuk:
ØMengamati sumber, memilih topik, dan menentukan
kategori-kategori topik permasalahan
ØBergabung pada kelompok-kelompok belajar
berdasarkan topik yang mereka pilih atau menarik untuk diselidiki
ØAnggota masing-masing kelompok antara 4 sampai 5
orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
Planning Guru mengarahkan siswa untuk:
ØMerencanakan apa yang akan dipelajari
ØMerencanakan bagaimana mereka belajar
ØMerencanakan siapa dan melakukan apa
ØMerencanakan untuk tujuan apa mereka menyelidiki
topik tersebut
Investigation Guru mengarahkan siswa untuk:
ØMengumpulkan informasi, menganalisis data dan
membuat simpulkan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki
ØMasing-masing anggota kelompok memberikan
(1)
commit to user
utama dan mendominasi kelas. Guru seringkali berkepanjangan dalam memberikan tanggapan, petunjuk, atau penjelasan mengenai suatu hal. 3) Pemahaman guru terhadap langkah-langkah (sintak) pembelajaran belum
utuh, sehingga masih terasa kegiatan pembelajaran pada setiap tahapan sintak seolah-olah terpisah dengan tahapan lainnya.
4) Keinginan guru untuk mendominasi kelas masih nampak, terutama pada saat siswa mengerjakan tugas kelompoknya, guru masih saja berbicara atau memberikan penjelasan yang semestinya kurang perlu. Guru juga sering intervensi terlalu jauh saat siswa sangat antusias mendiskusikan sesuatu, sehingga sebagaian siswa kemudian menarik diri dari partisipasinya.
5) Petunjuk implementasi model atau panduan guru dalam menerapkan
model pembelajaran GI kurang rinci dan jelas, sehingga agak menyulitkan guru dalam memahaminya. Hal ini tentunya tidak akan terjadi jika sudah ada buku pedoman guru yang rinci dan lengkap dalam menerapkan model pembelajaran GI.
6) Kurang sosialisasi (latihan) sebelum tindakan dilakukan, sehingga pada pelaksanaan tindakan siklus I guru nampak sangat canggung, sehingga langkah-langkah pembelajaran belum dapat dilaksanakan secara benar. Sangat dapat dimengerti karena memang penerapan model pembelajaran GI ini dapat dikatakan yang pertama kalinya, sehingga selain ada perasaan kurang percaya diri juga karena guru belum paham benar apa yang semestinya dilakukan.
(2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Sedangkan jika diamati dari aspek siswa, juga masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1) Kurangnya kesiapan siswa dalam mempersiapkan topik pembahasan yang
hanya tergantung pada satu sumber ajar
2) Siswa belum dapat menunjukkan ekspresi kebebasan berpikir dan
berpendapat dimana masih ada siswa yang tidak aktif dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model Group Investigation (GI)
3) Beberapa siswa masih terlihat hanya ikut-ikutan dalam kelompok dan menerima saja ketika guru menanggapi sesuatu
4) Siswa masih lemah dalam mempertahankan argumentasi kelompoknya
dalam menaggapi topik yang dibahas, sehingga perlu dilakukan upaya meningkatkan keterampilan mengeksplorasikan sikap dan perasaan siswa melalui bentuk-bentuk kegiatan pembelajaran yang lebih bermakna. Ungkapan perasaan sebagian siswa mengenai suatu hal masih nampak semu, formal, terkesan hanya diucapkan, bukan berdasar pada nilai yang ada di hatinya. Disinilah perlunya guru mengembangkan model-model pembelajaran yang tidak sekadar membentuk kemampuan kognitif belaka.
(3)
commit to user
BAB V
KESIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil tindakan yang telah dilakukan sebanyak 3 siklus, dapat disimpulkan:
1. Melalui siklus tindakan pembelajaran dapat ditemukan langkah-langkah yang efektif penerapan metode Group Investigation dalam matadiklat Pemasaran.
2. Melalui siklus tindakan pembelajaran yang menerapan metode Group Investigation (GI) dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
3. Melalui siklus tindakan pembelajaran yang menerapan metode Group Investigation dalam matadiklat Pemasaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
B. Implikasi
Hasil penelitian ini memberikan implikasi baik teoritis maupun praktis. Secara praktis, beberapa implikasi dari hasil penelitian tindakan ini adalah:
1. inovasi pembelajaran merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan guru secara terus menerus. Hasil inovasi metode pembelajaran (GI) sebagaimana dilakukan pada penelitian ini memberikan contoh bahwa inovasi tersebut memang benar dibutuhkan dalam pembelajaran. Bentuk inovasi yang dilakukan guru akan
(4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
mendekatkan teori-teori pembelajaran dengan konteks kebutuhan nyata di sekolah sebagaimana dituntut dalam implementasi KTSP.
2. tujuan pendidikan pada satuan pendidikan SMK lebih diutamakan pada penguasaan ketrampilan-ketrampilan vokasional. Untuk membentuk ketrampilan itu diperlukan beberapa syarat, diantaranya adalah kemampuan siswa untuk bekerjasama dalam tim. Penerapan metode GI yang merupakan bagian model pembelajaran kooperatif terbukti dapat
memenuhi tujuan tersebut. Maka guru-guru SMK dapat
menggunakannya dalam pembelajaran, dalam upaya meningkatkan kompetensi lulusan SMK.
3. Secara praktis hasil penelitian ini juga berimplikasi pada perubahan paradigma pembelajaran berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa. Melalui inovasi metode GI terbukti bahwa siswa juga mampu secara mandiri dan kelompok melakukan kegiatan belajar yang produktif dalam mencapai tujuan pembelajaran, dengan hanya sedikit saja campur tangan guru.
Secara teoritis, implikasi hasil penelitian ini adalah terhadap penguatan teori belajar kooperatif. Sebagaimana dikemukakan Nurhadi (2003, 59-60) bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata. Terlebih lagi untuk konteks pendidikan di SMK, kebutuhan tersebut semakin menjadi penting dan mendasar untuk dapat diwujudkan dalam proses pembelajaran. Hal ini didasarkan
(5)
commit to user
pada tujuan satuan pendidikan SMK yang tidak dapat mengabaikan kebutuhan yang ada di masyarakat nyata.
C. Rekomendasi.
Berdasarkan pengalaman dalam menerapkan model pembelajaran GI pada matadiklat Pemasaran di SMK sebagaimana telah dilaporkan di atas, dapat dikemukakan rekomendasi berikut:
1) Sebagaimana tujuan pengembangan model pembelajaran GI adalah untuk mengembangkan kemampuan kerjasama. Oleh sebab itu guru sebagai pelaksana pembelajaran harus mengutamakan proses yang mendukung terciptanya suasana kerja kelompok. Misalnya mulai dari pengaturan kelas, pembagian kelompok-kelompok kecil, penentuan masalah atau topik hingga bagaimana membuat presentasi sebagai laporan juga harus mencerminkan suasana belajar kelompok.
2) Mengingat langkah-langkah (sintak) model pembelajaran GI yang relatif panjang dan kompleks maka sebelum guru memilih model ini untuk digunakan hendaknya dicoba terlebih dahulu. Hal ini dirasakan akan lebih baik karena karakteristik siswa, karakteristik materi akan sangat menentukan bagaimana guru dapat melaksanakan langkah-langkah pembelajaran secara tepat.
3) Group Investigation (GI) sebagai sebuah model pembelajaran dapat dikatakan masih bersifat model hipotetik. Oleh karena itu guru perlu mengujinya apakah model pembelajaran GI sesuai dengan seluruh karakteristik materi dan karakteristik siswa. Dengan mencoba dan terus
(6)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
mencoba, diharapkan akan ditemukan model pembelajaran GI yang lebih efektif dan sesuai dengan karakteristik siswa dan matadiklat atau bahan ajar.