Pola Dispersi PM Dispersion Modeling Of Pm10 And So2 Based On Atmospheric Boundary Layer Stability Over Industrial Area

94 VIII SIMPULAN DAN SARAN

8.1 Simpulan

Berdasar penelitian ini disimpulkan bahwa pola angin dan stabilitas atmosfer sangat mempengaruhi akumulasi pencemar di suatu lokasi. Pada disertasi ini didapatkan bahwa malam hari hingga pagi hari merupakan waktu yang berpotensi terjadinya pencemaran udara di wilayah DKI Jakarta terutama di wilayah Jakarta Pusat dan Utara. Pukul 04.00 – 06.00 WIB merupakan waktu-waktu yang potensial untuk terjadinya akumulasi pencemar di permukaan hingga mencapai 200 µg m -3 untuk PM 10 dan 471 µg m -3 untuk SO 2 . Nilai tersebut sudah melampaui nilai ambang batas pencemar PM 10 dan SO 2 , sehingga berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat. Siang hari konsentrasi maksimum sangat dinamis lokasinya, tetapi potensial terjadi di wilayah Jakarta Selatan, di daerah Tangerang baik Kota Tangerang maupun Tangerang Selatan serta Kabupaten Tangerang, nilai maksimum sekitar 65 µg m -3 lebih rendah dibandingkan konsentrasi maskimum malam hari. Pengaruh dominan faktor meteorologi terhadap konsentrasi pencemar di masing- masing lokasi akan berbeda bergantung pada jenis pencemar yang dianalisis dan kondisi permukaan setempat. Pada penelitian ini didapatkan bahwa di wilayah DKI Jakarta pada umumnya faktor meteorologi berpengaruh negatif terhadap konsentrasi PM 10 , sedangkan di Balaraja Tangerang berpengaruh positif. Pola fluktuasi konsentrasi pencemar di daerah Jagakarsa Jakarta Selatan lebih dipengaruhi secara negatif oleh kecepatan angin setempat, tetapi berkorelasi positif dengan suhu udara permukaan dan ketebalan lapisan pencampuran. Proses pengenceran pencemar memerlukan waktu, sehingga terdapat keterlambatan antara puncak ketebalan lapisan pencampuran dengan nilai konsentrasi minimum pencemar. Ketebalan lapisan atmosfer stabil Jakarta lebih tinggi 26-29 dibanding Balaraja, diduga disebabkan oleh perbedaan karakteristik permukaan berupa tutupan beton dan perkerasan sekitar Jakarta yang lebih luas 30 dibanding Balaraja. Analisis stabilitas statis maupun dinamis lapisan atmosfer dapat digunakan untuk menduga adanya lapisan turbulen. Lapisan ini dapat dijadikan patokan dalam penentuan tinggi cerobong industri. Secara temporal nilai stabilitas statis maupun dinamis lapisan atmosfer vertikal dapat dijadikan patokan waktu pengendalian emisi pencemar dari industri. Pada malam hari di wilayah Balaraja dan DKI Jakarta terdapat lapisan atmosfer dengan kondisi turbulen lemah pada ketinggian antara 100-200 m, sehingga perkiraan ketinggian cerobong yang aman bagi masyarakat di wilayah Balaraja Tangerang dan DKI 95 Jakarta adalah di atas 150 m. Lapisan atmosfer di kedua wilayah secara umum stabil sepenuhnya di seluruh lapisan pada tengah malam, oleh karena itu waktu tersebut menjadi waktu yang penting untuk membatasi emisi. Potensi pajanan masyarakat terhadap konsentrasi pencemar, secara diurnal menunjukkan bahwa di Jakarta konsentrasi PM 10 sudah berpotensi menimbulkan risiko kesehatan dengan nilai HR 1, kecuali di Jagakarsa sepanjang waktu HR 1. Risiko yang timbul minimal gangguan pernapasan, karena dosis yang terhirup rata-rata oleh orang dewasa sudah melampaui nilai minimum yang menimbulkan efek negatif LOAEL. Potensi risiko kesehatan dari SO 2 di Jakarta masih cukup rendah. Sementara di wilayah Tangerang, SO 2 berpotensi lebih tinggi dalam menimbulkan risiko kesehatan masyarakat dibandingkan PM 10 dan sudah melebihi nilai LOAEL. Waktu yang memiliki nilai risiko kesehatan tinggi hampir sama di semua lokasi, yaitu sekitar pukul 09.00-11.00 dan setelah pukul 24.00 WIB.

8.2 Saran

Berdasar simpulan yang didapatkan, maka disampaikan beberapa saran terkait kebijakan pengendalian pencemaran udara dan pengelolaan kualitas udara: a. Stasiun pemantauan kualitas udara ambien kontinu di DKI Jakarta perlu ditambah, agar lebih memberi gambaran yang tepat, tidak hanya berdasar batas administrasi, tetapi berdasar tingkat konsentrasi pencemar dan keterpaparan masyarakat terhadap pencemar. Kabupaten Tangerang harus sudah mempertimbangkan pemantauan kontinu kualitas udara ambien, khususnya berupa stasiun fix monitoring terutama di wilayah-wilayah potensial. b. Waktu pemantauan di lokasi industri disarankan 24 jam, dan diutamakan pada malam hari agar mendapat data yang mewakili kondisi stabilitas yang paling ekstrim untuk pencemaran udara c. Ketinggian cerobong industri dan waktu emisi memperhitungkan karakteristik stabilitas atmosfer setempat. Khusus untuk kasus Balaraja dan Jakarta disarankan ketinggian cerobong di atas ≥ 150 m d. Waktu emisi yang aman bagi kondisi saat ini di Balaraja adalah pk.07.00 – 22.00; sedangkan di Jakarta : pk 07.00 – 24.00 WIB. e. Informasi untuk masyarakat bahwa malam hari bukan waktu yang tepat untuk beraktivitas di luar ruangan outdoor, terutama di atas pk.22.00 WIB, hingga pk.06.00 WIB. 96 DAFTAR PUSTAKA Abbey DE, Nishino N, McDonnel WF, Burchette RJ, Knutsen SF, Beeson WL, Yang JX. 1999. Long-term inhalable particles andother air pollutants related to mortality in nonsmokers. Am. J. Respir. Crit.Care Med. 159 :373-382 Aouizerats B, van der Werf GR, Balasubramanian R, Betha R. 2015. Importance of transboundary transport of biomass burning emissions to regional air quality in Southeast Asia during a high fire event. Atmos. Chem. Phys. 15 : 363 –373 Araujo JA, Nel AE. 2009. Particulate matter and atherosclerosis: role of particle size, composition and oxidative stress. Particle and Fibre Toxicology 6 : 24 - 42 Arifin dan Sutomo, A.H., 2003. Faal Paru Penduduk Desa Tarjun Sekitar Pabrik Semen Tiga Roda Kecamatan Kelumpang Selatani Kabupaten Kota Baru. Manusia dan Lingkungan 10 1 :1-9. Arya SP. 1999. Air Pollution Meteorology and Dispersion. NY : Oxford University Press Arya SP. 2001. Introduction to Micrometeorology. 2 nd ed. CA: Academic Press. Ashrafi Kh, Hoshyaripour Gh A. 2010. A model to determine atmospheric stability and its correlation with CO concentration. International Journal of Civil and Environmental Engineering 2: 2 Bacarelli A, Baretta F, Chang D, Xiao Z, McCraken JP, Díaz A, Bertazzi PA, Schwartz J, Sheng W, Lifang H. 2011. Effects of particulate air pollution on blood pressure in a highly exposed population in Beijing, China : a repeated-measure study. Environmental Health 10 : 108 Baklanov A, Hänninen O, Slørdal LH, Kukkonen J, Bjergene N, Fay B, Finardi S, Hoe SC, Jantunen M, Karppinen A, Rasmussen A, Skouloudis A, Sokhi RS, Sørensen JH, Ødegaard V. 2007. Integrated systems for forecasting urban meteorology, air pollution and population exposure. Atmos. Chem. Phys. 7 : 855-874 Barmpadimos I, Hueglin C, Keller J, Henne S, Prevot ASH. 2011. Influence of meteorology on PM 10 trends and variability in Switzerland from 1991 to 2008. Atmos. Chem. Phys . 11:1813 –1835 Bell ML, Davis DL, Cifuentes LA, Krupnick AJ, Morgenstern RD, Thurston GD. 2008. Ancillary human health benefits of improved air quality resulting from climate change mitigation. Environmental Health 7 : 41 Beychok MR. 2003. Error Propagation in Air Dispersion Modelling. http:www.air- dispersion.com [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang. 2012. Kabupaten Tangerang dalam Angka 2012.