8 disampaikan pada Bab II yaitu Tinjauan Pustaka. Karakteristik pencemar yang dipilih,
pengaruh faktor meteorologi serta teori dasar mengenai lapisan perbatas juga dampak pencemar terhadap kesehatan masyarakat dibahas pada Bab II ini, termasuk di dalamnya
tinjauan tentang model WRFChem dan tinjauan umum wilayah kajian. Bab III menyajikan metodologi, mulai dari penentuan lokasi kajian dan waktu penelitian, serta
metode analisis yang digunakan secara keseluruhan. Bab IV membahas hasil penelitian mengenai pola dispersi pencemar PM
10
dan SO
2
di wilayah Tangerang dan Jakarta. Hasil analisis model WRFChem dibahas secara spasial maupun temporal, serta dibahas
mengenai validasinya. Bab V membahas analisis stabilitas statis dan dinamis lapisan perbatas wilayah Jakarta dan Kabupaten Tangerang. Stabilitas atmosfer secara temporal
dibahas untuk melihat keterkaitannya dengan fluktuasi konsentrasi pencemar. Stabilitas atmosfer dianalisis melalui 2 pendekatan yaitu statis dan dinamis, dan ditelaah antar
lapisan secara vertikal, serta dibahas implikasinya terhadap kebijakan pengendalian pencemaran udara di wilayah Balaraja Kabupaten Tangerang dan DKI Jakarta. Tingkat
keamanan kualitas udara ambien diukur berdasar pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat, yang dapat diduga dari potensi paparan pencemar, yang dibahas pada Bab
VI. Bab ini menguraikan tentang potensi pajanan masyarakat terhadap PM
10
dan SO
2
dengan konsentrasi maksimum di sekitar kawasan industri, dalam hal ini diwakili oleh Kecamatan Balaraja Kabupaten Tangerang. Wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara juga
dianalisis sebagai wilayah perkotaan yang berpotensi terpapar konsentrasi maksimum selama periode penelitian. Potensi pajanan diduga berdasar laju intake dan perkiraan
dosis yang diterima tubuh serta dibandingkan dengan Lowest Observed Adverse Effect Level
LOAEL. Keseluruhan penelitian dibahas secara umum pada Bab VII. Pada bab ini hasil penelitian dibahas mulai dari sebaran dispersi hingga potensi pajanan terhadap
masyarakat. Ditutup dengan beberapa rekomendasi kebijakan berdasar hasil penelitian, seperti waktu dan lokasi yang representatif untuk pemantauan kualitas udara ambien,
ketinggian cerobong yang aman untuk dispersi, waktu yang direkomendasikan untuk penghentian emisi sementara, serta waktu-waktu yang aman bagi warga masyarakat
untuk beraktivitas di luar. Disertasi ditutup dengan simpulan dan saran pada Bab VIII, yang berisi mengenai simpulan umum serta saran-saran berupa alternatif kebijakan
pemerintah. Keseluruhan informasi baik teori maupun data pendukung merujuk pada sejumlah pustaka yang dicantumkan dalam daftar pustaka.
9
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Udara
Atmosfer mengandung berbagai gas, dengan jumlah bervariasi dari waktu ke waktu, namun ada pula beberapa gas yang berjumlah tetap. Fluktuasi jumlah gas terjadi
karena masukan yang berasal dari emisi berbagai sumber di permukaan bumi, serta reaksi-reaksi kimia yang terjadi di atmosfer. Secara alami, udara memiliki kemampuan
untuk menampung serta mengencerkan zat yang masuk dari berbagai aktivitas di permukaan bumi tersebut. Namun demikian pada tingkat tertentu udara memiliki batas
jenuh, sehingga penambahan zat yang masuk secara terus menerus dapat mengakibatkan pencemaran udara. Seinfeld 1986 mendefinisikan pencemaran udara sebagai kondisi
atmosfer dengan kandungan substansi yang sudah melebihi batas normal, yang dapat menimbulkan pengaruh yang terukur pada manusia, hewan, vegetasi maupun bahan
bangunan. Substansi yang dimaksud adalah unsur kimia alami atau buatan manusia atau senyawa yang terbentuk di udara, berupa gas, butir cairan atau partikel padat, yang
bersifat membahayakan ataupun aman, tetapi lebih ditekankan pada efek yang tidak diharapkan. Undang-undang RI No.322009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, serta Peraturan Pemerintah RI Nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, mendefinisikan pencemaran udara sebagai proses
masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke udara dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga
kualitas udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya KLH 2002, KLH 2009.
Definisi di atas menggambarkan bahwa unsur yang terkait dalam pencemaran udara adalah sumber pencemar, atmosfer sebagai media, dan reseptor. Emisi pencemar dapat
berasal dari berbagai sumber seperti industri, transportasi juga domestik, dan secara alami dapat bersumber dari letusan gunung berapi maupun percikan air laut dan penghancuran
mahluk hidup secara biologi. Atmosfer merupakan media tempat terjadinya transformasi kimia dan transportasi pencemar, sehingga karakteristik atmosfer akan sangat
mempengaruhi proses pencemaran udara. Reseptor menerima pencemar dan akan bereaksi terhadap pencemar yang berlebih.
Pencemar udara adalah substansi di atmosfer yang pada kondisi tertentu, akan membahayakan manusia, hewan, tanaman atau kehidupan mikroba atau bahan bangunan
Oke 1978. Partikulat dan sulfurdioksida merupakan pencemar yang erat kaitannya
10 dengan penggunaan bahan bakar fosil yang umumnya digunakan pada aktivitas industri
serta transportasi.
2.2 Karakteristik Pencemar dan Dampaknya terhadap Kesehatan Masyarakat
Jenis pencemar udara yang dominan berasal dari emisi industri bergantung pada berbagai aktivitas yang terjadi dalam industri, baik aktivitas produksi maupun aktivitas
lain seperti penggunaan bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik. Pada umumnya pencemar yang dominan atau selalu terkandung dalam emisi industri adalah partikel PM
dan sulfurdioksida SO
2
. Partikel dan gas memiliki karakteristik berbeda, sehingga akan mempengaruhi pola penyebarannya. Hal tersebut melandasi dipilihnya PM
10
dan SO
2
dalam penelitian ini.
2.2.1 Partikulat Particulate Matter
Partikulat merupakan bahan padat atau cair dengan diameter bervariasi mulai ukuran 0.001µm fumes hingga lebih dari 100 µm debu kasar bercampur dengan gas
yang keluar dari sumber pencemar dan masuk ke atmosfer Wark Warner 1981, Cooper Alley 2011, Ostro 2004, WHO 2006. Sumber utama partikulat di lingkungan
perkotaan dapat berupa kendaraan bermotor maupun industri. Namun demikian partikulat juga dapat terbentuk secara sekunder di atmosfer, sebagai akibat teroksidasinya
SO
2
menjadi aerosol sulfat Wallace Hobbs 2006. Menurut Yerramilli et al 2011, di daerah urban, partikulat sekunder terdapat dalam bentuk sulfat dan nitrat dalam kisaran
konsentrasi 10 – 40 µg m
-3
bahkan dapat mencapai 100 µg m
-3
. Secara fisik untuk penentuan kualitas udara ambien, partikulat dikelompokkan
menjadi PM
10
yaitu partikulat dengan ukuran 10
m, PM
2,5
yaitu partikulat dengan ukuran 2,5
m, dan TSP Total Suspended Particulate yaitu seluruh partikel yang
tercampur di udara KLH 2002, WHO 2006. Secara kimia partikel dapat dikelompokkan menjadi partikel anorganik garam-garaman, berbagai oksida, senyawa nitrogen, senyawa
sulfur, berbagai logam, dan radionuklida dan fly ash sisa debu dari sistem cerobong industri yang menggunakan bahan bakar fossil; komposisi kimia dan ukurannya akan
bergantung pada sumber bahan bakar. Kandungan partikel seperti logam dan radionuklida dapat mengakibatkan timbulnya penyakit lain yang sama sekali tidak
berkaitan dengan penyakit pernafasan, tetapi terkait dengan penyakit kronis seperti kanker, akibat kandungan kimia di dalam partikulat yang terhisap dan masuk ke dalam
tubuh melalui peredaran darah, kemudian terakumulasi.