38
4.2.1 Analisis peta sebaran pencemar luaran model WRFChem
Analisis data luaran model berupa peta sebaran pencemar dilakukan secara visual, data dibandingkan secara spasial maupun temporal. Analisis spasial dilakukan untuk
mendapatkan wilayah-wilayah yang berpotensi terpajan pencemar dengan konsentrasi maksimum. Analisis temporal dilakukan dengan cara membandingkan pola sebaran
siang dan malam. Asumsi yang digunakan adalah siang hari atmosfer tidak stabil dan malam hari atmosfer stabil. Analisis faktor meteorologi berupa pola angin juga
dilakukan, sehingga dapat dihubungkan dengan pola dispersi pencemar baik gas SO
2
maupun partikulat PM
10
.
4.2.2 Validasi model
Luaran model diekstrak menjadi data berupa angka dan dibandingkan dengan hasil observasi yang telah dilakukan oleh Badan Pengelola Lingkungan Daerah BPLHD.
Lokasi yang memiliki data time series kualitas udara di dalam wilayah penelitian adalah wilayah DKI Jakarta, sehingga validasi model hanya bisa dilakukan di wilayah tersebut.
Di DKI Jakarta terdapat 5 Stasiun Pemantauan Kualitas Udara SPKU yang tetap fix monitoring
. Gambar 13 dan Tabel 3 menunjukkan posisi lokasi SPKU.
Gambar 13 Lokasi stasiun pengamatan kualitas udara ambien DKI Jakarta
39 Tabel 3 Lokasi Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien DKI Jakarta
No Nama Lokasi Stasiun Peruntukkan Koordinat
1 DKI1 Bundaran HI
–Jakarta Pusat roadside 106.82359; -6.19466
2 DKI2Kelapa Gading-Jakarta Utara kawasan
komersil 106.9105; -6.1538
3 DKI 3 Jagakarsa
– Jakarta Selatan pemukiman 106.805; - 6.35482 4
DKI 4 Lubang Buaya – Jakarta Timur campuran 106.9087; - 6.2867
5 DKI 5 Kebon Jeruk
– Jakarta Barat 106.7525; -6.20737
Validasi dilakukan melalui analisis statistik berupa analisis korelasi, dengan formulasi
koefisien korelasi :
� =
∑ − ̅̅̅̅
− ̅̅̅ √∑
− ̅̅̅̅ ∑ − ̅̅̅
…………………………………………………………… 9
Keterangan : � = koefisien korelasi; = konsentrasi pencemar hasil observasi; = konsentrasi pencemar
luaran model; ̅ = konsentrasi pencemar rataan observasi; ̅̅̅ = rataan konsentrasi pencemar
luaran model
Analisis korelasi dilakukan antara data kualitas udara ambien hasil observasi dengan data luaran hasil model WRFChem pada koordinat yang sesuai, yaitu antara data
per jam luaran model t1-t120, dengan data observasi per jam. Selain itu dibandingkan juga data rata-rata per jam selama 5 hari pemodelan serta rata-rata perjam selama bulan
berjalan, untuk melihat kedekatan pola fluktuasi diurnal kedua kelompok data. Metode untuk menganalisis keakuratan model dalam mengestimasi konsentrasi
pencemar pada pemodelan ini digunakan pula Mean Normalized Bias Error MNBE, dengan rumus seperti pada persamaan 10. Nilai MNBE semakin kecil maka model
semakin efisien Elshazly et al. 2012. =
�
∑
�
�
−� �
......................................................................10
Keterangan : N = jumlah pengamatan; Y
e
= nilai model; Y
m
= nilai observasi
4.3 Hasil dan Pembahasan 4.3 1 Dispersi spasial pencemar luaran model WRFChem
Pola Sebaran Partikulat PM
10
Pola sebaran pencemar PM
10
mengikuti pola angin, yang dipengaruhi oleh kondisi topografi serta posisi darat dan laut. Pada sore hari angin dari lereng Gunung Salak di
Bogor turun dan menuju ke arah laut, melalui Jakarta, membawa serta material yang terkandung di udara termasuk pencemar. Pada malam hari angin darat membawa
pencemar menuju ke arah laut. Pada pagi hari pencemar tidak langsung terbawa ke arah laut, karena seiring radiasi matahari meningkat angin laut mulai mendominasi dan bertiup
40 dari laut ke darat. Pola angin di sekitar Teluk Jakarta pada pagi hari tidak langsung masuk
ke area daratan inland, tetapi berbelok kearah Barat. Hal ini menyebabkan pencemar tidak selalu terbawa ke lautan, sehingga wilayah DKI Jakarta berpotensi terpapar
pencemar PM
10
dengan konsentrasi maksimum. Kondisi ini terutama terjadi pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan potensi konsentrasi maksimum terjadi di lokasi
yang lebih Barat, mendekati batas Tangerang Gambar 14a dan b. Pola sebaran pencemar hasil pemodelan pagi siang dan malam terlampir Lampiran 3.
Hasil running model pada bulan Agustus memberi gambaran pola pergerakan pencemar yang mengikuti pola angin setempat. Lokasi dengan konsentrasi PM
10
maksimum pada siang hari berada sekitar Tangerang Selatan Gambar 15 a. Malam hingga menjelang pagi dini hari konsentrasi maksimum PM
10
terjadi di wilayah DKI Jakarta Gambar 15 b. Tingkat konsentrasi pencemar di suatu lokasi ditentukan jumlah
emisi, laju perubahan atau transformasi kimia dan adanya faktor meteorologi yang mendukung transportasi atau perpindahan massa pencemar, seperti pola angin, kecepatan
angin, serta stabilitas atmosfer setempat Yerramilli et al. 2011. Malam hari pada umumnya kondisi atmosfer stabil sehingga memberi peluang terakumulasinya pencemar
di permukaan. Siang hari atmosfer tidak stabil, ketebalan lapisan pencampuran meningkat berpeluang mengencerkan konsentrasi pencemar. Selain itu arah dan
kecepatan angin dapat membawa pencemar bergerak ke lokasi lain. Lokasi yang berpotensi terpapar PM
10
dengan konsentrasi maksimum adalah daerah Jakarta Pusat memanjang hingga Jakarta Timur tengah malam. Berdasar pola dispersi
yang didapat dari pemodelan, menjelang pagi konsentrasi tertinggi terjadi pukul 04.00 - 06.00, dengan lokasi sekitar wilayah Jakarta Pusat hingga ke Utara. Konsentrasi
maksimum selama periode pemodelan adalah 200 µg m
-3
, sudah melebihi nilai Baku Mutu Udara Ambien BMUA Nasional untuk 24 jam sebesar 150 µg m
-3
. Hal ini
didukung pula oleh data observasi DKI Jakarta yang menunjukkan pada malam hari konsentrasi PM
10
tertinggi tercatat di stasiun pengamatan Kelapa Gading Jakarta Utara. Sejalan pula dengan pendapat Pasquill 1974 bahwa pusat kota senantiasa berpotensi
menjadi wilayah yang terpapar pencemar dengan konsentrasi maksimum. Lokasi yang berpotensi terpapar konsentrasi maksimum siang hari relatif berubah-ubah setiap hari
selama pemodelan. Umumnya terjadi di sekitar Tangerang baik Tangerang Selatan maupun Kabupaten Tangerang, seperti Bintaro, Pondok Aren, kemudian bergerak ke
Selatan ke arah Bogor dan menjelang malam kembali memasuki area Jakarta, searah dengan pola angin dominan.