Penentuan Kadar Holoselulosa Potensi Ligninolitik Jamur Pelapuk Kayu Kelompok Pleurotus
Alkohol ditambahkan untuk melarutkan kelebihan Cl dan HCl, kemudian setelah 1 menit dikeluarkan dengan pengisapan. Setelah vakum dihentikan dan air
pendingin dikeluarkan, alkohol monoethanol aminu panas ditambahkan sampai serbuk tergenang sambil diaduk dan setelah 2 menit dikeluarkan dengan
pengisapan. Pelarutan diulangi sekali lagi. Pelarutan yang masih tertinggal dicuci 2 kali dengan alkohol 95 dan 2 kali dengan air dingin dan yang terakhir ini
dikeluarkan dengan pengisapan. Klorinasi selama tiga menit dan pencucian diulangi berkali-kali hingga
residu substrat menjadi putih, dan air pencuci tidak lagi berwarna. Pelarut alkohol monoethanol amine yang terakhir dicuci dua kali dengan alkohol dan dua kali
dengan air dingin, dan sekali dengan alkohol hingga residu memberi reaksi netral dengan lakmus. Akhirnya substrat dicuci dengan eter untuk memudahkan
pengeringan. Holoselulosa dikeringkan di udara agar sisa eter dapat menguap dan akhirnya dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 2,5 jam. Kadar
holoselulosa dihitung berdasarkan substrat kering oven, yang bebas dari ekstraksi. Waktu yang diperlukan untuk melakukan percobaan ini adalah sekitar tiga jam.
Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap RAL. Pengolahan data analisis ragam menggunakan SAS9 dan analisis
kelompok menggunakan aplikasi SPSS13.
Hasil dan Pembahasan
Degradasi Media Serbuk Gergajian Kayu Sengon
Hasil penelitian menunjukkan kelarutan ekstraktif substrat baik KDAD, KDAP, KDNaOH1 dan KDEB cenderungan meningkat setelah diinokulasi oleh
masing-masing isolat kelompok Pleurotus baik pada fase vegetatif maupun reproduktif. KDNaOH1 yang meningkat mengindikasikan adanya sejumlah
polisakarida yang juga degradasi oleh jamur Standar TAPPI T 212 om-88. Kelarutan zat ekstraktif tampak menurun seiring masa inkubasi Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Kadar air dan kadar zat-zat ekstraktif substrat setelah diinokulasi dengan masing-masing isolat kelompok Pleurotus
Isolat Waktu
pengamatan bobot
kering KA KDAD KDAP KDNaOH1 KDEB Kontrol
1
119.6 9.0
5.4 10.0 24.1
3.8 Pleurotus
EAB7 Fase Vegetatif
109.1 8.9
12.1 12.5
31.5 6.0
Panen 1
85.9 8.1
8.1 10.5
24.6 3.2
Panen2 85.4
7.3 10.0
12.4 26.4
3.9 Panen
3 83.1
7.6 12.0
13.3 29.9
3.3 Panen
4 87.9
7.9 11.5
12.7 30.9
2.2 Pleurotus
EB24 Fase Vegetatif
77.3 7.2
7.9 10.8
27.0 4.4
Panen 1
76.8 6.2
8.7 11.6
30.7 4.7
Panen2 68.6
5.9 9.3
12.0 23.7
3.0 Panen
3 -
2
- - - - -
Panen 4
64.7 5.5
9.1 11.1
22.0 3.8
Pleurotus EB14-2
Fase Vegetatif 74.3
7.2 11.4
12.1 28.7
2.2 Panen
1 85.9
6.0 10.3
13.6 29.1
4.3 Panen2
94.6 8.7
9.8 12.4
29.8 4.1
Panen 3
64.2 7.0 8.1 8.7
21.2 3.0 Panen
4 60.5
5.7 6.9 8.7 18.2 2.0
Pleurotus EB6
Fase Vegetatif 91.6
7.9 7.0 8.6 23.0 3.4
Panen 1
87.5 7.4
9.4 11.6
23.2 4.7
Panen2 86.7
6.6 8.8
12.5 23.7
4.7 Panen
3 78.4
7.3 5.6 8.6 20.6 2.9
Panen 4
60.4 4.0 6.7 7.3
16.1 2.4 Pleurotus
EA4 Fase Vegetatif
97.3 8.4
9.4 11.8
27.8 3.3
Panen 1
78.3 5.5
7.6 10.1
24.3 3.7
Panen2 53.9
4.5 5.3 6.8 17.8 1.9
Panen 3
69.2 6.0
9.3 11.5
23.4 2.8
Panen 4
77.1 7.2
9.3 10.0
23.4 2.6
P.ostreatus HO Fase Vegetatif
81.3 6.6
9.8 12.9
27.1 3.6
Panen 1
97.1 8.4
11.6 13.5
34.3 4.0
Panen2 78.8
5.8 11.2
13.3 28.3
4.3 Panen
3 69.1
5.0 10.1
11.9 23.6
2.6 Panen
4 80.3
6.1 10.7
12.7 20.0
3.1 Pleurotus
EB9 Fase Vegetatif
118.4 9.0
11.0 13.6
30.0 4.1
Panen 1
70.7 5.1 5.6 7.3
19.0 3.1 Panen2
114.5 9.4
9.6 11.9
32.2 3.6
Panen 3
68.1 6.5 6.5 7.3
15.5 1.6 Panen
4 18.4
1.8 2.0 2.2 5.3 0.5
Keterangan: KA: Kadar air; KDAD: Kelarutan dalam air dingin; KDAP: Kelarutan dalam air panas; KDNaOH1: Kelarutan dalam NaOH 1; KDEB: Kelarutan dalam etanol benzena;
1
Kontrol: Substrat yang belum diinokulasi isolat jamur;
2
tidak teramati.
KDAD terbesar diperoleh setelah diinokulasi oleh Pleurotus EB7 pada saat fase vegetatif. KDAP terbesar diperoleh setelah diinokulasi oleh Pleurotus
EB9 pada saat fase vegetatif. KDNaOH1 terbesar diperoleh setelah diinokulasi
oleh P. ostreatus HO pada saat panen ke-1. KDEB terbesar diperoleh setelah
diinokulasi Pleurotus EB7 pada saat fase vegetatif. Jenis isolat, fase pertumbuhan dan interaksi antara jenis isolat dan fase pertumbuhan tidak berpengaruh nyata
terhadap kadar zat-zat ekstraktif substrat. Hasil penelitian menunjukkan kandungan polimer kayu baik lignin,
selulosa dan hemiselulosa substrat cenderungan menurun setelah diinokulasi oleh masing-masing isolat kelompok Pleurotus baik pada fase vegetatif maupun
reproduktif. Hemiselulosa yang meningkat mengindikasikan adanya sejumlah bahan penyusun kayu yang tidak terukur terdegradasi oleh jamur Tabel 4.2.
Kadar lignin, selulosa dan hemiselulosa terkecil diperoleh setelah diinokulasi oleh Pleurotus
EB9 pada saat panen ke-4. Jenis isolat, fase pertumbuhan dan interaksi antara jenis isolat dan fase pertumbuhan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar
lignin substrat. Fase pertumbuhan berpengaruh nyata terhadap kadar selulosa dan hemiselulosa substrat, namun jenis isolat dan interaksi antara jenis isolat dan fase
pertumbuhan tidak berpengaruh secara nyata. Penurunan kandungan polimer kayu yang cukup besar juga ditunjukkan
oleh adanya penurunan bobot kering substrat setelah diinokulasi isolat kelompok Pleurotus. Bobot kering substrat terkecil juga diperoleh setelah diinokulasi oleh
Pleurotus EB9 pada saat panen ke-4 Gambar 4.1.
1
tidak teramati.
Gambar 4.1 Bobot kering substrat setelah diinokulasi dengan masing-masing isolat kelompok Pleurotus
0.0 20.0
40.0 60.0
80.0 100.0
120.0 140.0
B obot
K er
in g
G ra
m
Kontrol 119.6
119.6 119.6
119.6 119.6
119.6 119.6
fase vegetatif 109.1
77.3 74.3
91.6 97.3
81.3 118.4
panen 1 85.9
76.8 85.9
87.5 78.3
97.1 70.7
panen2 85.4
68.6 94.6
86.7 53.9
78.8 114.5
panen 3 83.1
64.2 78.4
69.2 69.1
68.1 panen 4
87.9 64.7
60.5 60.4
77.1 80.3
18.4 Pleurotus
EAB7 Pleurotus
EB24 Pleurotus
EB14-2 Pleurotus
EB6 Pleurotus
EA4 P.ostreatus
HO Pleurotus
EB9
- 1
Tabel 4.2 Kadar lignin, holoselulosa, selulosa dan hemiselulosa substrat setelah diinokulasi dengan masing-masing isolat kelompok Pleurotus
Isolat Waktu
pengamatan Lignin Holoselulosa Selulosa Hemiselulosa
Kontrol
1
23.0 64.6 47.4 17.2
Pleurotus EAB7
Fase Vegetatif 20.5
62.1 38.5
23.6 Panen
1 17.8
47.8 29.4
18.3 Panen2
18.9 45.9
28.1 17.8
Panen 3
13.4 45.1
27.0 18.1
Panen 4
14.9 44.9
27.5 17.5
Pleurotus EB24
Fase Vegetatif 11.9
37.9 19.5
18.4 Panen
1 13.4
37.5 20.5
17.0 Panen2
13.2 36.1
24.6 11.5
Panen 3
-
2
- - -
Panen 4
12.6 34.3
23.5 10.8
Pleurotus EB14-2
Fase Vegetatif 14.6
35.7 24.8
10.9 Panen
1 12.3
42.4 23.9
18.5 Panen2
20.5 54.0
31.4 22.6
Panen 3
9.7 32.5
20.8 11.7
Panen 4
12.0 33.1
20.1 13.0
Pleurotus EB6
Fase Vegetatif 12.7
46.0 27.4
18.6 Panen
1 13.3
44.1 27.6
16.5 Panen2
13.8 44.1
26.1 18.0
Panen 3
17.0 45.1
26.7 18.5
Panen 4
10.4 31.3
20.7 10.7
Pleurotus EA4
Fase Vegetatif 14.6
51.3 28.7
22.6 Panen
1 12.6
42.4 23.7
18.7 Panen2
9.2 28.1
16.7 11.4
Panen 3
14.2 37.9
23.8 14.1
Panen 4
10.4 38.7
22.7 16.0
P.ostreatus HO Fase Vegetatif
13.2 40.3
23.8 16.5
Panen 1
17.2 48.1
28.8 19.3
Panen2 13.5
39.1 22.2
16.9 Panen
3 10.5
34.6 20.0
14.5 Panen
4 13.1
42.1 25.7
16.3 Pleurotus
EB9 Fase Vegetatif
18.2 67.2
37.9 29.3
Panen 1
10.3 36.0
21.7 14.3
Panen2 19.1
57.9 33.6
24.3 Panen
3 9.3
37.4 23.9
13.5 Panen
4 2.4
8.8 6.0
2.8
1
Kontrol: Substrat yang belum diinokulasi isolat jamur;
2
tidak teramati.
Kadar zat-zat ekstraktif total secara umum meningkat setelah diinokulasi oleh masing-masing isolat kelompok Pleurotus baik pada fase vegetatif maupun
reproduktif Gambar 4.2.
1
tidak teramati;
Gambar 4.2 Kadar zat-zat ekstraktif total substrat setelah diinokulasi dengan masing-masing isolat kelompok Pleurotus
Kadar lignin substrat yang rendah setelah diinokulasi isolat-isolat jamur tersebut, menunjukkan isolat-isolat mempunyai potensi ligninolitik yang cukup
besar. Penurunan kadar lignin substrat terbesar juga diperoleh setelah diinokulasi oleh Pleurotus EB9 pada saat panen ke-4 Gambar 4.3.
1
tidak teramati;
Gambar 4.3 Penurunan kadar lignin substrat setelah diinokulasi dengan masing- masing isolat kelompok Pleurotus.
0.0 20.0
40.0 60.0
80.0
K a
d a
r za t
ek st
ra k
ti f
Kontrol 43.3
43.3 43.3
43.3 43.3
43.3 43.3
fase vegetatif 62.0
50.1 54.3
42.0 52.3
53.4 58.7
panen 1 46.5
55.7 57.3
48.9 45.7
63.4 35.1
panen2 52.8
47.9 56.2
49.8 31.9
57.1 57.3
panen 3 58.5
41.0 37.6
47.0 48.2
30.8 panen 4
57.4 46.0
35.9 32.5
45.4 46.6
10.0 Pleurotus
EAB7 Pleurotus
EB24 Pleurotus
EB14-2 Pleurotus
EB6 Pleurotus
EA4 P.ostreatus
HO Pleurotus
EB9
- 1
0.0 20.0
40.0 60.0
80.0 100.0
P e
n u
r un
a n K
a da
r
Li g
n in
fase vegetatif 10.7
48.5 36.4
44.6 36.7
42.7 20.8
panen 1 22.8
41.5 46.3
42.1 45.4
25.3 55.4
panen2 17.7
42.5 11.1
40.2 59.9
41.2 17.1
panen 3 41.6
57.7 26.0
38.3 54.6
59.7 panen 4
35.4 45.1
47.7 54.9
55.0 43.0
89.7 Pleurotus
EAB7 Pleurotus
EB24 Pleurotus
EB14-2 Pleurotus
EB6 Pleurotus
EA4 P.ostreatus
HO Pleurotus
EB9
- 1
Tabel 4.3 Peningkatan zat ekstraktif, penurunan bobot kering, kadar lignin, selulosa dan hemiselulosa pada fase vegetatif dan reproduktif setelah
diinokulasi dengan masing-masing isolat kelompok Pleurotus
Peningkatan Penurunan Isolat
Waktu pengamatan
zat ekstraktif
Bobot kering
Kadar lignin
Kadar selulosa
Kadar hemiselulosa
Pleurotus EB7
Fase Vegetatif
30.2 8.8
10.7 18.9 -37.5
3
Panen 1
6.8 28.2
22.8 37.9 -6.6
Panen2
18.0
28.6 17.7 40.7
-3.4 Panen
3
26.0 30.5
41.6 43.0 -5.4
Panen 4
24.6 26.5
35.4 42.1 -1.5
Pleurotus EB24
Fase Vegetatif
13.7 35.4
48.5 58.9 -7.1
Panen 1
22.3 35.8
41.5 56.7 1.1
Panen2
9.7 42.6
42.5 48.1 32.9 Panen
3
-
1
-
- - - Panen
4
5.8 45.9
45.1 50.4 37.1 Pleurotus
EB14-2 Fase Vegetatif
20.3 37.9
36.4 47.8 36.3 Panen
1
24.4 28.2
46.3 49.6 -7.8
Panen2
23.0 20.9
11.1 33.7 -31.2 Panen
3
-5.6
2
46.3
57.7 56.2 31.9 Panen
4
-20.5 49.4
47.7 57.6 24.5 Pleurotus
EB6 Fase Vegetatif
-3.0 23.4
44.6 42.3 -8.4
Panen 1
11.5 26.8
42.1 41.8 4.0
Panen2
13.0 27.5
40.2 44.9 -4.5
Panen 3
-15.0 34.5
26.0 43.8 -7.4
Panen 4
-33.4 49.5
54.9 56.4 38.1 Pleurotus
EA4 Fase Vegetatif
17.2 18.7
36.7 39.4 -31.2 Panen
1
5.2 34.5
45.4 50.0 -8.9
Panen2
-35.6 54.9
59.9 64.7 33.8 Panen
3
7.8 42.1
38.3 49.9 18.0 Panen
4
4.6 35.5
55.0 52.1 6.8
P.ostreatus HO Fase Vegetatif
18.9 32.0
42.7 49.7 4.3
Panen 1
31.8 18.9
25.3 39.1 -12.0 Panen2
24.2 34.1
41.2 53.2 1.5
Panen 3
10.2 42.2
54.6 57.7 15.4 Panen
4
7.0 32.8
43.0 45.7 5.1
Pleurotus EB9
Fase Vegetatif
26.2 1.0
20.8 20.1 -70.6 Panen
1
-23.2 40.9
55.4 54.2 17.0 Panen2
24.4 4.3
17.1 29.1 -41.1 Panen
3
-40.4 43.1
59.7 49.7 21.4 Panen
4
-334.3 84.7
89.7 87.4 83.5
Keterangan: Nilai peningkatan zat ekstraktif substrat dibandingkan zat ekstraktif substrat kontrol 43,3; Nilai penurunan bobot kering substrat dibandingkan bobot kering substrat kontrol 119,6 g;
Nilai penurunan kadar lignin substrat dibandingkan kadar lignin substrat kontrol 23,0; Nilai penurunan kadar selulosa substrat dibandingkan kadar selulosa substrat kontrol 47,4;
Peningkatan kadar hemiselulosa substrat dibandingkan kadar hemiselulosa substrat kontrol 17,2;
1
Tidak teramati;
2
Nilai negatif pada lajur ini berarti ada penurunan;
3
Nilai negatif pada lajur ini berarti ada peningkatan.
Penurunan kadar lignin oleh isolat-isolat jamur tersebut berkisar antara 10,7 sampai dengan 89.7. Pleurotus EB9 mempunyai kemampuan menurunkan
kadar lignin sampai 89,7. Penurunan kadar selulosa oleh isolat-isolat jamur tersebut berkisar antara 18,9 sampai dengan 87,4. Pleurotus EB9 juga dapat
menurunkan kadar selulosa tertinggi yaitu 87,4. Kadar hemiselulosa tampak menunjukkan fluktuatif, ada yang meningkat ada yang menurun. Hal ini diduga
disebabkan adanya sejumlah bahan penyusun kayu yang tidak terukur terdegradasi
oleh jamur seperti kadar zat ekstraktif Tabel 4.3.
Analisis Kelompok Berdasarkan Karakter Ligninolitis Biodegradasi Substrat oleh Kelompok Pleurotus
Hasil analisis kelompok berdasarkan penurunan kadar lignin, selulosa dan hemiselulosa pada fase vegetatif memperlihatkan Pleurotus EB9 dan Pleurotus
EAB7 EB7 sangat dekat dengan persamaan 94 dan membentuk kelompok sendiri. Sedangkan P. ostreatus HO berada dengan isolat lainnya dalam kelompok
yang berbeda Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Dendogram karakter ligninolitik dari tujuh isolat kelompok Pleurotus
asal Bogor yaitu Pleurotus EB6, P. ostreatus HO, Pleurotus
EB24, Pleurotus EA4, Pleurotus EB14-2, Pleurotus EAB7 dan Pleurotus EB9.
Hasil analisis kelompok berdasarkan penurunan kadar lignin, selulosa dan hemiselulosa pada fase reproduktif memperlihatkan Pleurotus EB9 dan Pleurotus
EA4 sangat dekat dengan persamaan 95 dan dengan Pleurotus EB24
EAB7
Jarak Antar Kelompok
membentuk kelompok besar kedua. Sedangkan P. ostreatus HO berada dengan isolat lainnya dalam kelompok yang berbeda Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Dendogram karakter ligninolitik dari tujuh isolat kelompok Pleurotus
asal Bogor yaitu Pleurotus EB14-2, P. ostreatus HO, Pleurotus
EB6, Pleurotus EAB7, Pleurotus EA4, Pleurotus EB9 dan Pleurotus EB24.
Hasil analisis klaster berdasarkan kadar komponen kayu ini, baik pada fase vegetatif maupun fase reproduktif ketujuh isolat kelompok Pleurotus
menunjukkan bahwa antar isolat mempunyai karakter ligninolitis yang berbeda.
Pembahasan
Dari sisi pandangan untuk proses biopulping dan biobleaching, isolat jamur yang diharapkan adalah yang dapat meningkatkan kelarutan zat ekstraktif
dan menurunkan kadar lignin, namun sedikit menurunkan kadar selulosa dan hemiselulosa rendemen. Rendemen dapat ditunjukkan secara praktis dengan
melihat bobot kering sisa degradasi. Lama fase vegetatif dan reproduktif dapat dilihat pada penelitian 2 tentang karakter fisiologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada fase vegetatif, Pleurotus EB9 merupakan isolat yang mempunyai kemampuan meningkatkan kelarutan zat
ekstraktif cukup tinggi 26,2 dan menurunkan kadar lignin cukup besar 20,8, dan menurunkan kadar selulosa 20,1 serta tampak ada peningkatan
kadar hemiselulosa 70,6. Isolat Pleurotus EB9 tersebut mempunyai fase
Jarak Antar Kelompok
vegetatif yang sangat singkat yaitu 14 hari dan menyebabkan penurunan bobot kering sisa degradasi yang paling kecil yaitu 1,0.
Isolat Pleurotus EAB7, pada fase vegetatif meningkatkan kelarutan zat ekstraktif cukup tinggi 30,2 dan menurunkan kadar lignin 10,7, dan
menurunkan kadar selulosa 18,9 dan tampak ada peningkatan kadar hemiselulosa 37,55. Namun isolat tersebut mempunyai fase vegetatif yang
cukup panjang 73,7 hari dengan menyebabkan penurunan bobot kering sisa degradasi sebesar 8,8.
Isolat Pleurotus EA4, pada fase vegetatif mempunyai kemampuan meningkatkan kelarutan zat ekstraktif 17,2 dan menurunkan kadar lignin
cukup tinggi 36,7, dan menurunkan kadar selulosa cukup besar 39,4 dan tampak ada peningkatan kadar hemiselulosa 31,2. Namun isolat tersebut
mempunyai fase vegetatif yang cukup panjang 78,6 hari dengan menyebabkan penurunan bobot kering sisa degradasi sebesar 18,7.
Isolat P. ostreatus HO mempunyai kemampuan meningkatkan kelarutan zat ekstraktif 18,9 dan menurunkan kadar lignin cukup tinggi 42,7, dan
menurunkan kadar selulosa cukup besar 49,7 dan tampak ada peningkatan kadar hemiselulosa 4,3. Isolat tersebut mempunyai fase vegetatif yang cukup
pendek 19,5 hari dengan menyebabkan penurunan bobot kering sisa degradasi sebesar 32,0. Padahal P. ostreatus diketahui merupakan jamur pelapuk putih
yang lebih selektif terhadap lignin dibanding P. chrysosporium Kerem et al. 1992.
Isolat Pleurotus EB24, EB14-2 dan EB6, pada fase vegetatif mempunyai kemampuan menurunkan kadar lignin yang cukup tinggi, namun pada aspek-
aspek lain dalam kriteria sebagai agens biopulping dan biobleaching mempunyai kelemahan seperti sedikit menurunkan kelarutan zat ekstraktif, menurunkan juga
rendemen bahan pulp serta mempunyai fase vegetatif yang cukup lama. Hal ini menunjukkan bahwa isolat spesies jamur yang berbeda memiliki kemampuan
yang berbeda dalam mendegradasi satu jenis media substrat gergajian kayu sengon.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat yang paling baik untuk agens biopulping
dan biobleaching adalah Pleurotus EB9 pada fase vegetatif. Walaupun isolat tersebut pada fase reproduktif, mempunyai kemampuan menurunkan kadar
lignin sampai 89,7, namun mempunyai kelemahan terutama masa inkubasi yang cukup lama dan juga rendemen berupa selulosa dan hemiselulosa yang rendah
karena semakin besar terdegradasi. Menurut Chang dan Hayes 1978, setelah terbentuk tubuh buah basidiokarp fraksi holoselulosa,
α-selulosa dan lignin direduksi kira-kira mencapai 80. Zadrazil 1975 dalam Chang dan Hayes 1978
mengatakan bahwa hasil dekomposisi kompleks lignoselulosa oleh P. osteratus adalah 50 menjadi substrat yang dibebaskan sebagai gas CO
2
, 20 sebagai air, 20 sebagai residu kompos, dan 10 menjadi tubuh buah. Hasil akhir
menunjukkan kandungan nitrogen dan mineral meningkat selama pertumbuhan. Menurut Herliyana 1997, setelah 6 minggu inkubasi pada kultivasi media padat
dengan kondisi diberi aerasi, pemberian Schizophillum commune dapat menurunkan kadar lignin pada pulp kayu Acacia mangium 69,3 dan pada pulp
kayu Pinus merkusii 10, dan pemberian P. chrysosporium dapat menurunkan kadar lignin pada pulp kayu A. mangium 41,8 dan pada pulp kayu P. merkusii
75,9. Kelompok ekstraktif pada substrat kayu mempunyai kadar yang sedikit,
namun terdiri atas pelbagai senyawa kimia. Komponen utama yang larut air adalah terdiri atas karbohidrat, protein, dan garam-garam anorganik. Ekstraksi
pelarut dapat dilakukan dengan berbagai pelarut organik seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak,
asam resin, lilin, tanin dan zat warna adalah bahan penting yang dapat diekstrak dengan pelarut organik. Dalam kasus manapun tidak ada perbedaan yang tegas
antara komponen ekstraktif yang dipisahkan dengan pelarut yang berbeda, misalnya, tanin larut dalam air panas, tetapi juga ditemukan dalam ekstrak alkohol
Achmadi 1988. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan kelarutan dalam NaOH
1 KDNaOH1 yang mengindikasikan adanya polisakarida yang terdegradasi. Isolat Pleurotus EB9 pada fase vegetatif mempunyai peningkatan KDNaOH1
yang cukup rendah 19,7, hal tersebut menunjukkan rendahnya degradasi pada
selulosa maupun hemiselulosa. Peningkatan KDNaOH1 tertinggi diperoleh pada masa panen ke-4 oleh Pleurotus EB9. Pada kondisi ini ternyata menunjukkan
adanya penurunan kadar selulosa dan juga hemiselulosa yang tertinggi. Untuk kepentingan biopulping dan biobleaching, maka dapat direkomendasikan untuk
memanfaatkan isolat Pleurotus EB9 pada fase vegetatif yang mempunyai peningkatan KDNaOH1 yang cukup rendah 19,7, hal tersebut menunjukkan
rendahnya degradasi pada selulosa maupun hemiselulosa. Kelompok Pleurotus merupakan dekomposer bahan organik utama yang
dapat secara efisien dan selektif menguraikan lignoselulosa tanpa perlakuan pendahuluan secara kimia atau biologi, dan dapat menggunakan variasi besar
dalam bahan lignoselulosa. Beberapa contoh bahan lignoselulosa adalah jerami padi, ampas tebu, sisa gergajian, kulit coklat, pulp kopi dan batang-batang kapas.
Hadar et al. 1993 menemukan bahwa selama 4 minggu proses kultivasi padat, kadar lignin menurun secara nyata. Pleurotus spp., diketahui mempunyai daya
delignifikasi yang selektif dibanding P. chrysosporium Kerem et al. 1992. Analisis kelompok karakter ligninolitis menunjukkan pengelompokkan
berdasarkan karakter ligninolitis berbeda dengan pengelompokkan berdasarkan karakter fisiologis. Hal tersebut menunjukkan, antar isolat mempunyai karakter
ligninolitis yang berbeda. Penurunan kadar zat ekstraktif, lignin, selulosa dan peningkatan
hemiselulosa substrat oleh isolat jamur kelompok Pleurotus secara statistik tidak berbeda nyata. Padahal P. ostreatus diketahui merupakan jamur pelapuk putih
yang lebih selektif terhadap lignin dibanding P. chrysosporium Kerem et al. 1992. Penelitian ini menunjukkan bahwa masing-masing isolat mempunyai
kemampuan mendegradasi substrat berbeda. Peningkatan kadar hemiselulosa pada substrat diduga disebabkan oleh
terjadinya degradasi lignin dan selulosa atau bahan penyusun kayu yang lain oleh satu isolat jamur pada satu masa inkubasi yang lebih cepat sehingga kadar
hemiselulosa relatif meningkat dan rasio holoselulosalignin HL substrat serbuk gergajian kayu meningkat. Selain mendegradasi lignin, jamur kelompok Pleurotus
juga menghasilkan enzim lain, diantaranya selulase dan protease Hong dan Namgung 1975 dalam Chang dan Quimio 1982, hemiselulase Hong dalam
Chang dan Quimio 1982, aminopeptidase Blaich 1973 dalam Chang dan Quimio 1982.
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada fase vegetatif, Pleurotus EB9 merupakan isolat yang mempunyai kemampuan meningkatkan kelarutan zat
ekstraktif cukup tinggi 26,2 dan menurunkan kadar lignin cukup besar 20,8, dan menurunkan kadar selulosa 20,1 serta tampak ada peningkatan
kadar hemiselulosa 70,6. Isolat Pleurotus EB9 tersebut mempunyai fase vegetatif yang sangat singkat yaitu 14 hari dan menyebabkan penurunan bobot
kering sisa degradasi yang paling kecil yaitu 1,0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat yang paling baik untuk agens biopulping dan biobleaching adalah
Pleurotus EB9 pada fase vegetatif. Isolat Pleurotus EB9 pada fase vegetatif juga
yang mempunyai peningkatan KDNaOH1 yang cukup rendah 19,7, hal tersebut menunjukkan rendahnya degradasi pada selulosa maupun hemiselulosa.
Analisis kelompok menunjukkan pengelompokkan berdasarkan karakter ligninolitis yang berbeda dengan pengelompokkan berdasarkan karakter fisiologis.
Hal tersebut menunjukkan isolat spesies jamur yang berbeda memiliki kemampuan yang berbeda dalam mendegradasi satu jenis media.
Isolat Pleurotus EB24, EB14-2 dan EB6, pada fase vegetatif mempunyai kemampuan menurunkan kadar lignin yang cukup tinggi, namun pada aspek-aspek
lain dalam kriteria sebagai agens biopulping dan biobleaching mempunyai kelemahan seperti sedikit menurunkan kelarutan zat ekstraktif, menurunkan juga
rendemen bahan pulp serta mempunyai fase vegetatif yang cukup lama.
5. EKSPRESI ENZIM LIGNINOLITIK JAMUR KELOMPOK Pleurotus PADA SUBSTRAT CAIR KAYU SENGON SERTA PEMURNIAN
PARSIAL MANGANESE PEROKSIDASE
The Expression of Ligninolytic Enzyme of Pleurotus Group Fungi on Sengon- Wood Liquid Substrate and Partial Purification of Manganese peroxidase
Abstrak
Jamur kelompok Pleurotus adalah jamur pelapuk kayu yang potensial digunakan dalam proses biodelignifikasi, khususnya untuk industri pulp dan
kertas. Karakterisasi ligninolitik jamur kelompok Pleurotus asal Bogor telah dikaji. Untuk melihat kemampuan biodegradasinya, maka dipelajari aktivitas
enzim ligninasenya yaitu manganese peroksidase MnP, lignin peroksidase LiP dan lakase. Selanjutnya MnP dari dua isolat yang mewakili asal Bogor diisolasi
dan dipurifikasi.
Isolasi enzim menggunakan kolom kromatografi cair dan kromatografi gel.
Ekspresi MnP Uml setelah 6 hari secara ekstraseluler menunjukkan bahwa Pleurotus EB9 paling tinggi menghasilkan MnP dalam substrat kayu
sengon dengan kondisi media yang digoyang. Pleurotus EB9 juga memproduksi lakase, sementara LiP tidak terdeteksi.
SDS-PAGE hasil kromatografi kolom penukar ion DEAE-Sepharose sampel Pleurotus EA4 dengan pemekatan 40 amonium sulfat, tidak diperoleh
pita-pita yang menunjukkan keberadaan MnP. Aktivitasnya juga tidak diperoleh hasil yang bagus. Hal ini menunjukkan bahwa Pleurotus EA4 tidak menghasilkan
MnP.
SDS-PAGE hasil kromatografi kolom penukar ion pada sampel Pleurotus EB9 dengan pemekatan 40 amonium sulfat, diperoleh pita dengan bobot
molekul 43 kDa. Selanjutnya, hasil pemurnian dengan kolom kromatografi gel HiPrep
1660 Sephacryl S-200 resolusi tinggi GE Biosciences dengan flow rate 0,3 mlmin dan volume fraksinasi 1,5 mlfraksi, dengan larutan penyangga 10 mM
potasium fosfat pH 7,0 dan HPLC AKTA Purifier GE Biosciences, diperoleh puncak pada fraksi ke 96. SDS PAGE hasil kromatografi kolom gel terhadap
sampel pemekatan 40 amonium sulfat dari Pleurotus EB9 diyakini bahwa Pleurotus
EB9 menghasilkan MnP yang telah berhasil dimurnikan dan menunjukkan bobot molekul 43 kDa.
Hasil rangkuman data pemurnian MnP dari Pleurotus EB9, menunjukkan tingkat keberhasilan pemurnian masih sangat rendah dengan tingkat kemurnian
3,8. Aktivitas spesifik MnP yang diperoleh sebesar 4,133 Umg protein. Kata-kata Kunci
: Kelompok Pleurotus, Pleurotus EB9, Pleurotus EA4, MnP, LiP
dan lakase
Abstract
Pleurotus is a wood-decaying fungi group that has great potention to be
used in bio-delignification process, especially in pulp and paper industry. The ligninolytic characterization of Pleurotus, which mainly grows in Bogor, has been
carefully studied. In order to discover its biodegradation capability, it is necessary to study its ligninase enzymes, i.e. manganese peroxidase MnP, lignin
peroxidase LiP and laccase. Furthermore, the MnP enzyme of two isolates which represented Bogor type were isolated and purified. The enzyme isolation
was done by using liquid and gel chromatography columns.
The expression of MnP Uml after six days showed that, extracellularly, Pleurotus
EB9 was the highest in producing MnP on sengon-wood substrate in swing medium condition. Pleurotus EB9 was also produced laccase, while LiP
was not detected. The SDS-PAGE chromatography result of ionic exchange column DEAE-
Sepharose of Pleurotus EA4 sample with 40 solid concentration of ammonium sulphate did not produce ribbons that indicate the presence of MnP. Its activity did
not produce good result too. This fact proves that Pleurotus EA4 did not produce MnP.
The SDS-PAGE chromatography result of ionic exchange column of Pleurotus
EB9 sample with 40 solid concentration of ammonium sulphate produced a ribbon with 43 kDa molecule weight. Furthermore, the purification
result using high resolution HiPrep 1660 Sephacryl s-200 gel chromatography column GE Biosciences with flow rate of 0.3 mlmin and fractionation rate of
1.5, and using buffer solution of 10mM potassium phosphate pH 7.0 and HPLC AKTA Purifier GE Biosciences, reached a peak at 96th fraction. The SDS
PAGE gel column chromatography result of Pleurotus EB9 sample with 40 solid concentration of ammonium sulphate proved that Pleurotus EB9 produced
MnP which has been purified with a molecule weight of 43 kDa.
The summary result of MnP purification data of Pleurotus EB9 showed that the success level of purification is still low with purification rate of 3.8. The
specific activity of MnP obtained is 4.133 Umg of protein.
Keywords : Pleurotus group, Pleurotus EB9, Pleurotus EA4, MnP, LiP, and
laccase.
Pendahuluan
Beberapa jamur kelompok Pleurotus adalah jamur pelapuk putih, yang memiliki kemampuan dalam mendegradasi lignin. Kemampuan tersebut
disebabkan jamur pelapuk putih menghasilkan multi enzim ekstraseluler Kirk dan Chang 1990; Basuki 1994. Penetrasi hifa jamur pelapuk putih akan
menghancurkan lignin dan membentuk rongga dengan meninggalkan warna putih. Salah satu multi enzim ekstraseluler yang sangat bertanggungjawab dalam
permulaan proses depolimerisasi lignin yaitu enzim ligninolitik yang terdiri atas lignin peroksidase LiP, mangan peroksidase MnP dan lakase Lac Kirk et al.
1978. Selain mampu mendegradasi lignin, jamur pelapuk putih diketahui
memiliki kemampuan mendegradasi beberapa polutan-polutan yang bersifat persisten terhadap lingkungan seperti senyawa-senyawa aromatik golongan
klorida, hidrokarbon heterosiklik aromatik, zat warna dan polimer sintetik Bumpus et al. 1985. Kemampuan jamur pelapuk putih dalam pendegradasian
tersebut diperkirakan berhubungan dengan tingginya aktivitas oksidatif enzim ligninolitik dan sifat kurang spesifiknya terhadap suatu substrat Moriya et al.
2001. Oleh karena itu, jamur pelapuk putih dan enzim yang dihasilkannya tersebut sangat bermanfaat tidak hanya bagi proses industri seperti biopulping dan
biobleaching tetapi juga bagi proses bioremediasi.
Enzim yang berperan dalam proses degradasi adalah enzim ekstraseluler. Jamur yang hidup pada bahan lignoselulosa, mengeluarkan enzim yang dapat
mendegradasi bahan tersebut sebagai nutrisinya. Bahan lignoselulosa yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa dan lignin merupakan bahan polimer sehingga enzim
yang disekresikan jamur akan mengubah bahan lignoselulosa menjadi monomernya agar mudah masuk ke dalam sel.
Ligninolitik berhubungan dengan produksi enzim ekstraseluler pendegradasi lignin yang dihasilkan oleh jamur pelapuk putih. Dua enzim yang
berperan dalam proses tersebut adalah fenol oksidase lakase dan peroksidase lignin peroksidase LiP dan manganese peroksidase MnP Howard et al.
2003; Kirk et al. 1978. P. ostreatus diduga berpotensi untuk industri pulp karena
diketahui mendegradasi lignin lebih efisien dibanding P. chrysosporium Kerem et al
. 1992; Hadar et al. 1993. Mekanisme degradasi lignin oleh kelompok Pleurotus belum banyak
dipelajari seperti pada P. chrysosporium. Beberapa aktivitas enzim ekstraseluler kelompok Pleurotus telah dipelajari, diantaranya manganese peroksidase MnP
Kerem et al. 1992. Namun dari beberapa studi yang dilakukan, terlihat enzim yang bertanggungjawab untuk degradasi lignin dalam kelompok Pleurotus cukup
bervariasi. Hasil karakterisasi fisiologis terhadap isolat kelompok Pleurotus asal
Bogor yaitu Pleurotus EB9 dan Pleurotus EA4 menunjukkan reaksi oksidasi yang positif pada media AAG dan AAT. Hasil karakterisasi secara ligninolitis isolat
kelompok Pleurotus tersebut juga menunjukkan kemampuan degradasi pada kayu bahan pulp yang cukup tinggi, serta mempunyai kemampuan dalam proses
delignifikasi material lignoselulosa yaitu substrat gergajian kayu sengon. Berdasarkan hal-hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang
kelompok Pleurotus lokal yang unggul sebagai pendegradasi lignin dengan cara karakterisasi enzim ligninolitiknya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mempelajari karakteristik ligninolitik atau kemampuan biodegradasi berdasarkan potensi enzim ligninolitik kelompok Pleurotus asal Bogor,
Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2004 sampai Januari 2007 di Laboratorium Patologi Hutan, Departemen Silvikultur dan Laboratorium Kimia
Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, Pusat Studi Ilmu Hayat, Laboratorium Mikologi, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, dan di Rumah Jamur Departemen Biologi FMIPA di Tajur, IPB, Laboratorium Kelompok Penelitian Rekayasa Protein Pusat
Penelitian Bioteknologi,Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI Cibinong dan Laboratorium Bioteknologi dan Biologimolekuler, Lembaga Riset
Perkebunan Indonesia LRPI, Bogor.
Isolat Uji
Pada penelitian ini dilakukan uji pendahuluan untuk melihat adanya aktivitas ligninolitik dari filtrat enam isolat kelompok Pleurotus, yaitu Pleurotus
EB9, Pleurotus EB14-2, Pleurotus EB24, Pleurotus EA4, Pleurotus EAB7 dan Pleurotus
EB6. Isolat P. ostreatus HO dan P. chrysosporium PC digunakan sebagai pembanding standar. Isolat Pleurotus EB9 dan Pleurotus EA4, diketahui
memiliki karakter reaksi oksidasi yang cukup kuat dan juga mempunyai kemampuan dalam proses degradasi dan delignifikasi material lignoselulosa.
Kultur Jamur Untuk Induksi Enzim
Untuk penelitian induksi enzim, dipilih dua isolat yaitu Pleurotus EB9 dan Pleurotus
EA4 dan kemudian satu isolat saja untuk dipurifikasi MnP-nya. Kedua jamur tersebut dipelihara dan diperbanyak pada agar cawan berisi MEA yang
diberi serbuk sengon 8 gram per liter. Kedua isolat tersebut kemudian dikulturkan pada media jagung sebagai bahan starter.
Sebanyak 10 gram isolat jamur berupa starter diinokulasikan pada satu liter medium mengandung mangan. Medium mengandung mangan yang
digunakan mengandung komposisi sebagai berikut: Malt Ekstrak 15 g, asam tartrat 0.11 gl, MnSO
4
.H
2
O 180µll 2 mM, aquades 1 liter, Kloramfenikol 250
mgl dan serbuk gergajian kayu sengon 8 gl. Stok MnSO
4
.H
2
O dibuat dengan melarutkan 0,59 g dalam 10 ml akuades modifikasi Brown et al. 1990. Kultur
skala kecil dilakukan di dalam botol gelas berukuran 214 ml diameter 5,5 cm dan tinggi 9 cm dengan media cair sebanyak 100 ml, dengan substrat lignin alami
berupa serbuk jerami, serbuk gergajian kayu pinus atau sengon pada suhu 28
o
C dalam inkubator, dengan cara digoyang dengan kecepatan 120 rpm atau tidak
digoyang. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari, yaitu sebanyak 2-10 ml untuk pengukuran aktivitas enzim. Pengambilan dilakukan dari hari ke-1 sampai
ke-11. Selain itu, untuk mengetahui bobot kering miselium, pengamatan dilakukan tiap 3 hari sekali selama 30 hari. Miselium jamur disaring
menggunakan kertas saring yang sudah diketahui bobot keringnya, kemudian dikeringkan dan selanjutnya ditimbang. Filtrat biakan jamur tersebut kemudian
dianalisis lakase, MnP dan LiP-nya.
Kultur skala besar dilakukan di dalam bioreaktor dengan substrat lignin alami berupa serbuk gergajian kayu sengon. Bioreaktor tersebut berupa fermentor
dengan suhu 30
o
C, agitasi 150 rpm dan aerasi 0,5 ppm. Filtrat biakan jamur tersebut kemudian dianalisis MnP-nya. Setiap hari filtrat kultur diambil sebanyak
2 ml dan dimasukkan ke dalam botol secara aseptik. Pemeliharaan dan pengambilan filtrat kultur ini dilakukan mulai hari pertama sampai hari ke enam
untuk uji aktivitas dan juga untuk pengukuran pH filtrat. Setelah inkubasi selama 6 hari, semua filtrat sisa dipanen sebagai enzim kasar. Enzim kasar tersebut
kemudian diendapkan dengan NH
4 2
SO
4
atau amonium sulfat 40 1,8 M, kemudian sampel tersebut disentrifus dengan kecepatan 7 000 rpm selama 15
menit pada suhu 8-16
o
C untuk kemudian diambil peletnya. MnP yang terdapat pada pelet tersebut kemudian disuspensi dengan buffer potassium fosfat 10 mM
pH 7,0 dan disimpan di dalam botol pada suhu -20
o
C sebelum dipurifikasi.
Uji Aktivitas MnP, LiP dan Lakase Serta Kadar Protein
Aktivitas MnP diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 465 nm Kofujita et. al. 1991 dalam Hammel et al. 1993. Sebanyak
0,1 mL buffer Na-laktat 50 mM; 0,1 mL guaiakol 4mM; 0,2 mL MnSO
4
1mM; 0,1 mL H
2
O
2
1 mL dan akuades 0,3 mL dimasukkan ke dalam kuvet kemudian dikocok. Sebanyak 0,2 mL filtrat enzim yang akan diuji ditambahkan ke dalam
campuran tersebut A, kemudian dikocok dan absorbansinya dibaca pada spektrofotometer selama satu menit. Aktivitas MnP didapat dengan mengulang
reaksi tanpa MnSO
4
dengan penambahan akuades menjadi 0,3 mL B. Masing- masing volume total campuran adalah 1 mL.
A
t
-A x V
tot
mLx 10
9
Aktivitas enzim UmL = ε
max
x d x volume enzim mL x t ε
max
= absorpsivitas molar guaiakol 12100 M
-1
cm
-1
d = tebal kuvet cm
Aktivitas enzim MnP setiap unit = AU – BU Satu unit MnP didefinisikan sebagai banyaknya enzim yang mengoksidasi 1 nmol
substrat per menit.
Aktivitas lakase diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 420 nm mengikuti metode Buswell et al. 1996. Sebanyak 0,5 mL
buffer asetat pH 5 dengan konsentrasi 0,5 M dan 0,1 mL 1 mM ABTS dimasukan
ke dalam kuvet, kemudian sebanyak 0,4 mL filtrat enzim yang diuji ditambahkan sehingga volume total campuran adalah 1 mL. Selanjutnya campuran dikocok dan
absorbansinya dibaca pada spektro fotometer selama 0-30 menit. A
t
-A x V
tot
mLx 10
9
Aktivitas enzim UmL = ε
max
x d x volume enzim mL x t ε
max
= absorpsivitas molar ABTS 36000 M
-1
cm
-1
d = tebal kuvet cm
Satu unit aktivitas lakase didefinisikan sebagai terbentuknya 1 nmol produk per menit.
Aktivitas LiP diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 310 nm Tien dan Kirk 1984. Sebanyak 0,1 mL veratril alkohol 8
mM; 0,05 M buffer asetat pH 3 0,2 mL; akuades 0,45 mL; dan 0,005 mL H
2
O
2
5 mM dimasukkan ke dalam kuvet kemudian ditambahkan 0,2 mL filtrat enzim
yang diuji dan absorbansinya dibaca pada spektrofotometer selama satu menit. A
t
-A x V
tot
mLx 10
9
Aktivitas enzim UmL = ε
max
x d x volume enzim mL x t ε
max
= absorpsivitas molar veratril alkohol 9300 M
-1
cm
-1
d = tebal kuvet cm
Satu unit aktivitas LiP didefinisikan sebagai banyaknya enzim yang mengoksidasi 1 nmol substrat per menit.
Analisis kadar protein dengan menggunakan metode Lowry et al. 1951. Pereaksi yang digunakan adalah Lowry A, B, C dan D. Lowry A dibuat dengan
melarutkan 6 bv Na
2
CO
3
dalam NaOH 0,2M. Lowry B dibuat dengan melarutkan 1,5 bv CuSO
4
.5H
2
O dalam 3 bv Natrium sitrat. Komposisi Lowry C terdiri dari Lowry A dan Lowry B 50:1 dan komposisi Lowry D adalah
pereaksi Folin Ciocalteau dan akuades 3:1. Pembuatan larutan Lowry C dan D dilakukan in situ.
Sebanyak 10-50 µL enzim ditambah dH
2
O hingga volume 1,6 mL dan ditambahkan ke dalam 600 µL Lowry C, dikocok dengan vorteks dan didiamkan
selama 10 menit. Selanjutnya sebanyak 200 µL larutan Lowry D ditambahkan dan dikocok dengan vorteks dan didiamkan selama 30 menit. Serapannya diukur pada
panjang gelombang 750 nm. Pada kurva standar protein, enzim digantikan dengan stok Bovine serum Albumin BSA 200 µgmL. Standar BSA dibuat dengan
berbagai konsentrasi 0; 12,5; 25; 50; 100 dan 2000 µgmL, dan diencerkan dengan akuades sampai volume total 1,6 mL. Perlakuan selanjutnya sama seperti prosedur
pada enzim.
Isolasi dan Purifikasi MnP Dari Filtrat Kultur Jamur Dengan Kolom Kromatografi Cair dan Kromatografi Gel
Proses purifikasi dilakukan dua tahap. Tahap pertama dengan menggunakan kromatografi kolom cair dengan matriks penukar anion DEAE-
Sepharose dan matriks hidrofobik Phenyl-Sepharose dengan bed-volume masing-
masing 2 ml dan 1 ml mengikuti metode Witarto 2000. Tahap kedua dengan menggunakan gel kromatografi HiPrep 1660 Sephacryl S-200 High Resolution
GE Bioscences dan HPLC AKTA Purifier GE Bioscences. Aplikasi sampel enzim kasar MnP dilakukan dengan cara memasukkan
sebanyak 15-30ml dalam kolom DEAE-Sepharose. MnP merupakan enzim bermuatan negatif pada pH 7 sehingga enzim tersebut terikat dalam matriks
penukar anion ini. Sebelum aplikasi, kolom yang terisi matrik diekuilibrasi dengan buffer potassium fosfat 10 mM pH 7,0. Setelah aplikasi sampel, kolom
dicuci washing dengan 30 ml buffer yang sama. Elusi dilakukan dengan menambahkan sebanyak 1 mL buffer potassium fosfat 10 mM pH 7 yang
mengandung 0,1 M, 0,2 M, 0,3 M, 0,4 M, 0,5 M, 0,6 M, 0,7 M, 0,8 M, 0,9 M dan 1,0 M NaCl secara berturut-turut dan bertahap dan hasilnya ditampung dalam tube
masing-masing 1 sampai 3 ml. Dalam penelitian ini juga dilakukan aplikasi sampel ke dalam kolom
hidrofobik Phenyl-Sepharose. Ekuilibrasi kolom menggunakan buffer potassium fosfat 10 mM pH 7 yang mengandung 40 ammonium sulfat. Untuk elusi, ke
dalam kolom ditambahkan potassium fosfat 10 mM pH 7 yang mengandung
ammonium sulfat dengan konsentrasi berturut-turut 40, 36, 32, 28, 24, 20, 16, 12, 8, 4 dan 0 secara bertahap masing-masing sebanyak 1 ml.
Purifikasi MnP dilakukan dengan flow rate 0,3 mlmin dan fraksinasi 1,5 mlfraksi, buffer 10 mM potasium fosfat pH 7,0 dan HPLC AKTA Purifier GE
Bioscences . Setelah dilakukan purifikasi, hasil fraksi purifikasi dan enzim kasar
dianalisis menggunakan SDS PAGE.
Hasil dan Pembahasan
Hasil Uji Pendahuluan dan Produksi Skala Kecil untuk Melihat Ekspresi MnP
Hasil dari uji pendahuluan menunjukkan bahwa isolat Pleurotus EA4, Pleurotus
EB6, Pleurotus EAB7, Pleurotus EB24 dan P. ostreatus HO tidak menghasilkan MnP secara signifikan. Sementara Pleurotus EB9 menghasilkan
MnP paling tinggi dalam substrat serbuk gergajian kayu sengon Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Ekspresi enzim MnP Uml isolat-isolat jamur kelompok Pleurotus secara ekstraseluler
JENIS ISOLAT Lama
Inkubasi hari
Pleurotus EA4-S1
Pleurotus EA4-P1
Pleurotus EB6-S1
Pleurotus EB6-P1
Pleurotus EB9-
S1
1
Pleurotus HO-S11
Pleurotus EAB7-P11
Pleurotus EB24-J1
Pleurotus EB24-P1
H-0 -
2
- - - 0.041 - - - -
H-1 - - - - 0.050
0.000 0.000
- 0.000 H-2 0.138 0.000 0.007 0.000 0.048 0.000 -
0.034 0.000 H-3 0.000 0.000 0.007 0.034 0.083 0.083 0.048 0.000 0.000
H-4 0.000 0.000 0.021 0.000 0.117 0.000 0.055 0.000 0.000 H-5 0.103 0.000 0.000 0.000 0.124 0.028 0.000 0.000 0.000
H-6 0.000 0.048 0.000 0.000 0.213 0.000 0.041 0.103 0.090 H-7 0.062 0.000 0.000 0.000 -
- 0.103 0.000 -
H-8 - - - - - - - - -
H-9 - - - - - - - - -
H-10 - - 0.000
0.062 - - - 0.083
- H-11
- - 0.000 0.014
- - - 0.055 -
Keterangan:
1
Kultur pada bioreaktor skala besar;
2
tidak teramati; Substrat kayu pinus P, kayu sengon S atau jerami J pada perlakuan penggoyangan 1 dan tanpa
penggoyangan 11
Penelitian yang sama dilakukan dengan tujuh isolat lainnya dengan penentuan aktivitas ligninolitik MnP ekstrak pada saat 6 hari inkubasi. Isolat
Pleurotus EB9 menghasilkan MnP paling tinggi dalam substrat kayu sengon.
Kondisi media yang digoyang dengan shaker dapat lebih meningkatkan produksi MnP 0,241 Uml Tabel 5.2. Ekspresi MnP pada substrat kayu sengon yang
tidak digoyang untuk Pleurotus EB9 adalah 0,135 Uml dan untuk P. ostreatus HO, MnP tidak terdeteksi Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Ekspresi MnP Uml setelah 6 hari inkubasi secara ekstraseluler
Substrat dan Perlakuan Jenis Isolat
P sh P n-sh
S sh S n-sh
J sh J n-sh
Pleurotus EB14-2
- - - 0.000 0.000
0.000 Pleurotus
EB24 0.090 -
- 0.000 0.103
0.000 Pleurotus
EA4 0.048 -
0.000 0.117 - -
Pleurotus EAB7 -
0.041 0.000 0.000 0.000
0.131 Pleurotus
EB6 0.000 0.000 0.000 -
0.000 0.000 Pleurotus
EB9 0.034 0.165
0.241 0.135 0.000
0.041 P. ostreatus
HO -
- 0.014
0.000 0.069
0.000 P. chrysosporium
PC - - - 0.152
- 0.048 kontrol
0.028 - 0.021 -
0.000 - Keterangan: Substrat pinus P, sengon S atau jerami J: Kondisi media digoyang dengan
shaker sh atau tanpa digoyang n-sh; Ekspresi MnP oleh Pleurotus EB9 pada
skala besar adalah 0, 213 Uml
Penambahan sumber lignin alami diharapkan dapat meningkatkan aktivitas enzim, karena sumber lignin alami serbuk gergajian kayu sengon ini juga dapat
memperbaiki pertumbuhan jamur liar yang diuji.
Produksi Enzim Skala Besar Pada Pleurotus EB9 dan Pleurotus EA4
Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat Pleurotus EB9 menghasilkan MnP dan lakase yang signifikan, sementara produksi LiP tidak terlalu signifikan.
Aktivitas MnP mulai muncul pada hari ke-3 inkubasi, dan semakin meningkat seiring masa inkubasi sampai hari ke enam. Demikian juga aktivitas lakase, yang
mulai muncul sejak satu hari inkubasi, walaupun tampak adanya fluktuasi. Pada hari keenam, enzim kasar tersebut dipanen. Selama kultur masal 1 liter dalam
bioreaktor selama 6 hari, pH menurun perlahan dari 5,6-4,8. Pada panen hari ke-6 diperoleh pH optimum sebesar 4,8 Tabel 5.3 dan Gambar 5.1.
-0.200 0.000
0.200 0.400
0.600 0.800
1.000 1.200
1 2
3 4
5 6
7
Lama Inkubasi Hari A
k tiv
ita s E
n zi
m U
m
MnP LiP
Lakase
Tabel 5.3 Ekspresi MnP, LiP dan lakase Uml oleh isolat Pleurotus EB9 secara ekstraseluler pada substrat kayu sengon dengan kondisi media
digoyang dalam bioreaktor
Inkubasi hari ke-
MnP LiP
Lakase MnP pekat
LiP dengan blanko air
pH H0
0.041 0.197 0.000 0.000 0.251
5.6 H1
0.000 0.143 0.623 0.103 0.000
5.6 H2
0.048 0.000 0.891 0.000 0.000
5.5 H3
0.083 0.000 0.694 0.200 0.000
5.4 H4
0.117 0.000 0.926 0.000 0.000
5.1 H5
0.124 0.000 0.836 0.028 0.179
4.9 H6 0.213
0.000 0.970 0.200
0.000 4.8
Gambar 5.1 Ekspresi MnP, LiP dan lakase Uml oleh isolat Pleurotus EB9 secara ekstraseluler dengan substrat kayu sengon dengan kondisi
media digoyang dalam bioreaktor.
Perbandingan antara Pleurotus EB9 dan Pleurotus EA4 hasil produksi yang sudah diberi amonium sulfat untuk memekatkan kadar enzimnya, diketahui
bahwa Pleurotus EB9 menghasilkan MnP sebesar 0,138 Uml dan aktivitas LiP tidak terdeteksi dan lakase sebesar 0,914 Uml sedangkan pada isolat Pleurotus
EA4 aktivitas MnP tidak terdeteksi dan produksi LiP dan lakase, berturut-turut adalah 0,179 dan 0,086 UmL Tabel 5.4.
Dari penelitian pendahuluan dan produksi enzim skala kecil dan skala besar di atas, dilanjutkan untuk melihat ekspresi lakase, MnP dan LiP pada isolat
Pleurotus EB9 dan Pleurotus EA4 dengan substrat kayu sengon pada skala kecil
menggunakan bioreaktor dengan penggoyangan. Untuk mengetahui potensinya
dalam menghasilkan MnP, pada kedua isolat dilakukan juga uji HPLC terhadap isolasi enzim.
Tabel 5.4 Perbandingan Ekspresi enzim MnP, LiP dan Lakase Uml secara ekstraseluler oleh isolat Pleurotus EB9 dan Pleurotus EA4 yang sudah
dipekatkan dengan amonium sulfat As
Enzim Metode Aktivitas Uml_____________ Pleurotus EB9-As Pleurotus EA4-As
MnP Oksidasi guaiakol MnSO
4
Pada λ 465 nm 0,138 TTd
LiP Oksidasi veratryl alkohol menjadi Veratraldehid pada
λ 310 nm TTd 0,179 Lakase Oksidasi ABTS pada
λ 420 nm 0,914 0,086 TTd = Tidak terdeteksi
Ekspresi MnP, LiP dan Lakase Pleurotus EB9 dan Pleurotus EA4 Dalam Produksi Skala Kecil
Secara visual, reaksi yang menunjukkan adanya aktivitas enzim adalah perubahan warna menjadi kuning sampai oranye pada campuran reaksi pada MnP,
perubahan warna menjadi merah pada campuran reaksi LiP dan pada aktivitas lakase, adanya perubahan warna menjadi hijau sampai kebiruan pada campuran
Gambar 5.2.
Gambar 5.2 Reaksi secara visual pada uji aktivitas MnP A, LiP B dan lakase C pada Pleurotus EB9 setelah inkubasi satu sampai 6 hari H0
sampai H6 dibandingkan dengan kontrol K.
K H1 H2 H3 H4 H5 H6
K H1 H2
H3 H4
H5 H6
K H1
H2 H3
H4 H5
H6
A
B C
Pleurotus EB9 dan Pleurotus EA4 pada pengujian ekspresi enzim juga
dibandingkan dengan ekspresi enzim dari isolat Pleurotus EB6, P. chrysosporium PC dan P. ostreatus HO. Dalam pelaksanaan pengujian terdapat catatan yang
diduga dapat mempengaruhi ekspresi enzim yaitu lama penyimpanan enzim kasar yang belum murni serta suhu tempat penyimpanan Tabel 5.5. Berdasarkan lama
penyimpanan enzim kasarnya, perbandingan aktivitas enzim yang dapat dilakukan adalah antara lain: 1 Ekspresi MnP, LiP dan lakase pada Pleurotus EB9
dibandingkan dengan Pleurotus EA4; 2 Ekspresi MnP Pleurotus EB6, P. chrysosporium
PC dan P. ostreatus HO dan; 3 Ekspresi LiP Pleurotus EB6, P. chrysosporium
PC dan P. ostreatus HO; 4 Ekspresi lakase Pleurotus EB6, P. chrysosporium
PC dan P. ostreatus HO. Tabel 5.5 Lama penyimpanan enzim dari mulai panen sampai analisis ekspresi
enzim Pleurotus EB9, Pleurotus EA4, Pleurotus EB6, P. chrysosporium
PC dan P. ostreatus HO
Lama penyimpanan dari panen sampai uji ekspresi enzim hari Pleurotus
EB9 Pleurotus EA4 Pleurotus
EB6 P. chrysosporium
PC P. ostreatus
HO Hari ke-
1 2
3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2
3 1
36 36
36 28 36 36 61 31 72 61 31 72 61 31
72 2
35 35
35 27 35 35 60 30 71 60 30 71 60 30
71 3
34 34
34 26 34 34 59 29 70 59 29 70 59 29
70 4
33 33
33 25 33 33 58 28 69 58 28 69 58 28
69 5
32 32
32 24 32 32 57 27 68 57 27 68 57 27
68 6
31 31
31 23 31 31 56 26 67 56 26 67 56 26
67 7
30 30
30 22 30 30 55 25 66 55 25 66 55 25
66 8
29 29
29 21 29 29 54 24 65 54 24 65 54 24
65 9
28 28
28 20 28 28 53 23 64 53 23 64 53 23
64 10 27
27 27 19 27 27 52 22 63 52 22 63 52
22 63
11 26 26
26 18 26 26 51 21 62 51 21 62 51 21
62 Keterangan: 1 = lakase; 2 = MnP; 3 = LiP
Suhu tempat penyimpanan -20
o
C