KARAKTER FISIOLOGIS JAMUR PELAPUK PUTIH KELOMPOK Pleurotus ASAL BOGOR

Abstract In Bogor, isolates of wild Pleurotus group were isolated from various regions. Six isolates among them, namely: Pleurotus EB14-2, Pleurotus EB24, Pleurotus EA4, Pleurotus EAB7, Pleurotus EB6 and Pleurotus EB9, were characterized physiologically including the growth rate colony, oxidation reaction, total biomass, biological efficiency, vegetative and reproductive phases by using isolate of P. ostreatus HO as a standard comparison. The growth rate of the fungi was observed on media PDA, MEA, MPA with temperatures of 10+1 o C, 20+1 o C, 29+1 o C and 35+1 o C, and media pH of 5, 6 and 7. The oxidation reaction was conducted using malt media with galat acids AAG and tannic acid AAT. Total fresh weight, biological efficiency, vegetative and reproductive phases were observed on sengon P. falcataria wood sawdust media with weight about 400 gramm. Performance of colony on optimum culture media, temperatures and pH as variables varies, showing differences in growth rate colony of the seven isolates. Growth rate colony of five isolates of Pleurotus EB14-2, EB24, EA4, EAB7 and EB6 were slow less of 2,0 mmdays. Those of Pleurotus EB9 was moderate 2,3-3,4 mmdays and those of P. ostreatus HO was fast 6,1-7,9 mmdays. Positive oxidation reaction on AAG and AAT media showing that all isolates including white-rot fungi. Pleurotus EB9 and Pleurotus EA4 were potentially white-rot fungi with moderatelly strong reaction on media AAG and AAT. Wild Pleurotus group also showed wide variation in terms of total biomass 34,8-142,4 gram, biological efficiency 29,1-119,0, average time of vegetative phase 14,0-83,0 days, reproductive phase 112,5-199,0 days and harvest frequency 4,0-6,0 times. Vegetative phase period of Pleurotus EB9 is the shortest. Analysis cluster of the isolates based on physiological characterization showed that Pleurotus EB9 was different with five other isolates, but closer to P. ostreatus HO. Keywords : Bogor, Pleurotus group, physiology character. Pendahuluan Saat ini penelitian untuk menemukan isolat unggul jamur baru yang dapat dikembangkan untuk berbagai keperluan terus dilakukan oleh para peneliti. Pengetahuan dasar mengenai fisiologi tiap jenis jamur merupakan langkah yang penting yang harus dilakukan untuk mendapatkan isolat yang paling efisien. Salah satu jamur pelapuk kayu yang berpotensi mendegradasi lignin adalah kelompok Pleurotus. P. ostreatus diketahui mendegradasi lignin lebih efisien dibanding Phanerochaete chrysosporium dan berpotensi besar untuk industri pulp Kerem et al. 1992; Hadar et al. 1993. Jamur pelapuk kayu untuk perkembangannya selain dipengaruhi oleh struktur dan komposisi kimia kayu, juga dipengaruhi oleh faktor nutrisi dan faktor-faktor lingkungan lainnya seperti suhu, pH dan kelembaban serta karbon C dalam bentuk senyawa organik. Karbon dibutuhkan oleh jamur sebagai penyusun senyawa-senyawa yang ada di dalam sel. Proses degradasi lignin oleh jamur pelapuk kayu tidak akan terjadi tanpa ketersediaan karbon dalam jumlah yang cukup dan lignin merupakan salah satu sumber karbon Highley dan Kirk 1979. Degradasi lignin oleh jamur pelapuk putih terjadi secara oksidatif, dengan O 2 sebagai sumber energi oksidasi Kirk dan Farre 1987 dalam Reid et al. 1990. Pada penelitian sebelumnya, enam isolat yang ditemukan dapat membentuk tubuh buah pada media serbuk gergajian kayu sengon. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari sifat-sifat fisiologi enam isolat kelompok Pleurotus tersebut. Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2004 sampai Januari 2006 di Laboratorium Patologi Hutan, Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan, Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, Pusat Studi Ilmu Hayat, Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, dan di Rumah Jamur Departemen Biologi FMIPA, IPB. Uji Pertumbuhan Isolat Kelompok Pleurotus pada Media Agar Jenis Media. Keenam isolat kelompok Pleurotus diperbanyak pada media MEA untuk selanjutnya digunakan dalam pengujian sifat-sifat fisiologi ini. P. ostreatus HO digunakan sebagai pembanding standar Gambar 2.1. Koloni miselium isolat uji dipotong dengan cork borer diameter 7 mm dan dikulturkan pada media Potato Dextrose Agar PDA, Malt Extract Agar MEA 1,5 dan Malt Peptone Agar MPA 1,5. Formula media PDA: 30 gram Potato Dektrose Agar dan 1 liter air destilata. Formula MEA: 15 gram malt ekstrak, 16 gram agar batang dan 1 liter air destilata. Formula MPA: 15 gram malt ekstrak, 20 gram D + Glucose Monohydrat, 5 gram Bacteriological Pepton, 16 gram agar batang dan 1 liter air destilata. Medium PDA, MEA dan MPA dibuat dengan melarutkan semua bahan ke dalam 1 liter air destilata, kemudian diaduk rata dan dipanaskan sampai mendidih. Larutan media kemudian diautoklaf pada tekanan 15 psi, suhu 121 o C selama 15 menit. Setelah larutan media agak dingin, sebanyak 16 ml ditempatkan dalam cawan Petri steril berdiameter 90 mm. Selanjutnya isolat jamur tersebut diinkubasi pada suhu kamar 29+1 o C. Laju pertumbuhannya diukur berdasarkan diameter koloni miseliumnya setiap hari selama sepuluh hari inkubasi. Sumber: Foto Elis Nina Herliyana Gambar 2.1 Penampakan kultur isolat-isolat kelompok Pleurotus. a. Pleurotus EB14-2. b. Pleurotus EB24. c. Pleurotus EA4. d. Pleurotus EAB7. e. Pleurotus EB6. f. Pleurotus EB9. g. P. ostreatus HO pada media MEA umur 10 hari. a b c d e f g Suhu Media. Masing-masing isolat kelompok Pleurotus ditumbuhkan pada media optimum dengan perlakuan suhu, yaitu: 10+1 o C, 20+1 o C, 29+1 o C dan 35+1 o C. Nilai pH Media. Potongan koloni isolat Pleurotus dari masing-masing isolat diinokulasikan pada media optimum, yang diberi perlakuan pH yang berbeda, yaitu pH 5, 6 dan 7. Nilai pH ditentukan dengan menambahkan NaOH 0,1 M dan HCL 0,1 M. Nilai pH media sebelum disterilisasi telah ditetapkan yaitu pH 5, 6 dan 7, namun setelah sterilisasi terjadi penurunan masing-masing secara berurutan menjadi pH 5,0, pH 5,9 dan pH 6,8. Selanjutnya masing-masing isolat jamur tersebut diinkubasi pada suhu optimal dan diukur laju pertumbuhannya berdasarkan diameter koloni miselium setiap hari selama sepuluh hari inkubasi. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 3 ulangan. Reaksi Oksidasi pada Media AAG dan AAT. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanya produksi enzim ekstraseluler oksidase oleh isolat kelompok Pleurotus. Reaksi oksidasi dilakukan dengan menumbuhkan setiap isolat pada medium agar 0,5 asam galat AAG dan medium agar 0,5 asam tanat AAT. Reaksi yang terbentuk diamati secara visual dengan menggunakan deskripsi Davidson et al. 1938 dalam Nobles 1948. Formula media AAG atau AAT: 15 gram ekstrak malt, 20 gram agar, 1000 ml air destilata dan 5 gram asam galat atau asam tanat Nobles, 1948. Medium AAG dan AAT dibuat dengan melarutkan semua bahan ke dalam 850 ml air destilata kecuali asam galat dan asam tanat, kemudian diaduk rata dan dipanaskan sampai mendidih. Larutan MEA 1,5 ini kemudian diautoklaf pada tekanan 15 psi, suhu 121 o C selama 15 menit. Lima gram asam galat atau asam tanat dilarutkan secara terpisah ke dalam 150 ml air destilata steril yang masih dalam keadaan panas. Setelah larutan MEA agak dingin, larutan asam galatasam tanat dicampurkan dan dikocok sebanyak 16 ml ditempatkan dalam cawan Petri steril berdiameter 90 mm, selanjutnya potongan koloni miselium masing-masing isolat kelompok Pleurotus yang berumur 8 hari dikulturkan pada medium AAG dan AAT, kemudian diinkubasi pada suhu kamar 29+1 o C. Setiap perlakuan dilakukan dengan 3 ulangan. Pengamatan untuk perlakuan oksidasi pada medium AAG dan AAT meliputi pertumbuhan diameter koloni dengan mengukur diameter koloni mm pada hari ke-7 dan reaksi oksidasi yang dicirikan dengan terbentuknya zona cokelat di sekitar koloni. Metode ini disebut juga uji Bavendamm. Warna cokelat yang tampak pada medium di sekitar tempat tumbuh jamur menunjukkan adanya enzim ekstraseluler oksidase yang dikeluarkan oleh jamur tersebut. Uji Bavendamm merupakan salah satu uji biokimia yang disebut juga uji fenoloksidase atau reaksi oksidasi. Terjadinya reaksi biasanya menunjukkan sifat jamur dari golongan jamur pelapuk putih. Uji Pertumbuhan Isolat Kelompok Pleurotus pada Media Serbuk Gergajian Kayu Sengon Percobaan ini bertujuan untuk melihat bobot basah hasil panen total, efisiensi biologi, lama fase vegetatif dan reproduktif diamati pada media serbuk gergajian kayu sengon. Kultivasi dengan media serbuk gergajian kayu ini dilakukan seperti pada Chapter 1. Media serbuk gergajian kayu sengon yang sudah diinokulasi dengan bibit disimpan di ruang inkubasi, kemudian yang sudah penuh dengan miselium disimpan di ruang pemeliharaan atau ruang produksi sampai keluar tubuh buah. Setiap perlakuan dilakukan dengan 4-10 ulangan. Tubuh buah yang sudah matang petik kemudian dipanen dan ditimbang bobot basah tubuh buahnya. Media serbuk gergajian kayu sengon yang telah dipanen tubuh buahnya disimpan kembali di ruang pemeliharaan, dan disiram secara rutin sampai tubuh buahnya muncul dan siap dipanen kembali. Tahapan selanjutnya seperti pada panen pertama dan pemanenan dilakukan sampai panen terakhir. Saat kultivasi kondisi iklim menunjukkan musim kemarau yaitu bulan Agustus sampai Oktober 2004 dengan suhu rata-rata minimum dan maksimum berturut-turut 15,0- 15,8 o C, dan 27,8-29,4 o C, kelembaban nisbi rata-rata 77-85, lama penyinaran 5,5-6,7 jam, 4-14 hari hujan dan curah hujan 8-155 mm bulan. Lama fase vegetatif adalah lama waktu inkubasi dari awal inokulasi sampai kantong penuh dengan miselium sampai bawah kolonisasi penuh. Dalam jangka waktu tersebut akan terlihat miselia yang berwarna putih menutupi seluruh permukaan media. Lama fase reproduktif adalah lama waktu inkubasi terhitung setelah fase vegetatif selesai sampai beberapa kali panen tubuh buah sampai bahan substrat habis dan tidak terbentuk lagi tubuh buah, umumnya sampai 8 kali panen bahkan lebih. Jumlah panen adalah berapa kali suatu isolat jamur menghasilkan tubuh buah selama fase reproduktif. Panen pertama dimulai setelah fase vegetatif selesai sampai panen ke-1. Panen kedua dimulai setelah panen ke-1 selesai. Bobot basah tubuh buah total adalah bobot yang diperoleh merupakan hasil penimbangan semua bagian tubuh buah yang ada dalam media produksi berupa tudung pileus, batang stipe beserta akar-akarnya rhizomorf yang telah dibersihkan. Efisiensi Konversi Biologis BCEEB=efisiensi biologi adalah bobot basah tubuh buah jamur segar total dibagi bobot kering substrat dikali 100 persen Madan et al. 1987. Efisiensi biologi 100 berarti 1 kg massa tubuh buah jamur setara dengan 1 kg massa kering substrat Quimio 1985. Kadar air substrat rata- rata pada penelitian ini sekitar 70,1. Bobot basah substrat rata-rata adalah 400 gram, dengan bobot kering rata-rata 119,6 gram. Menurut Wuest 1983 dalam Quimio 1985 yang dimaksud dengan EB yang dinyatakan dalam persen adalah : EB = Bobot basah tubuh buah jamur segar Bobot kering substrat x 100 Analisis Data Analisis statistik bertujuan untuk menguji pertumbuhan isolat jamur pada berbagai medium, suhu maupun pH terhadap laju pertumbuhan koloni pada cawan Petri. Di samping itu untuk menguji pengaruh jenis isolat terhadap peubah- peubah: lama fase vegetatif, lama fase reproduktif, jumlah panen, bobot basah total serta Efisiensi Biologi. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap RAL. Pada beberapa perlakuan dengan rancangan faktorial dengan rancangan lingkungan RAL untuk analisis diameter koloni isolat Pleurotus spp. Pengolahan data analisis ragam menggunakan SAS9 dan analisis kelompok menggunakan aplikasi SPSS13. 10,9a 5,7b 3,3d 1,1g 1,1g 1,0g 0,7gh 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0 12.0 Jenis Isolat Laj u P er tum buh an K o lo n i m m h a ri 1. P. ostreatus HO 2. Pleurotus EB9 3. Pleurotus EAB7 4. Pleurotus EB6 5. Pleurotus EB14-2 6. Pleurotus EB24 7. Pleurotus EA4 1 7 5 4 3 2 6 Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian Pertumbuhan Isolat Kelompok Pleurotus pada Media Agar Secara fisiologis, laju pertumbuhan koloni kelima isolat asal Bogor yaitu Pleurotus EB14-2, EB24, EA4, EAB7 dan EB6 termasuk lambat 0,3-3,3 mmhari atau baru dapat menutupi cawan Petri dengan diameter 90 mm setelah 5-6 minggu. Laju pertumbuhan koloni Pleurotus EB9 termasuk sedang 2,3- 5,7mmhari atau dapat menutupi cawan setelah 2-4 minggu. Laju pertumbuhan koloni P. ostreatus HO termasuk cepat 6,1-10,9 mmhari atau dapat menutupi cawan setelah 1-2 minggu. Seluruh isolat dapat tumbuh pada media MPA, MEA dan PDA, serta tumbuh optimal pada temperatur sekitar 20-29+1 o C dengan pH media antara pH 6-7 Gambar 2.2. Ket: Media optimum: PDA untuk Pleurotus EB6 dan EB14-2; MEA untuk, Pleurotus EA4, EAB7 dan EB24; MPA untuk P. ostreatus HO dan Pleurotus EB9. Suhu optimum: 20+1 o C untuk Pleurotus EB14-2, EA4 dan EB6; 29+1 o C untuk Pleurotus EAB7, EB24, EB9 dan P. ostreatus HO. Nilai pH optimum: pH 6 untuk Pleurotus EB9, EB14-2 dan EB6; pH 7 untuk P. ostreatus HO, Pleurotus EA4, EAB7 dan EB24 Gambar 2.2 Laju pertumbuhan koloni rata-rata isolat kelompok Pleurotus pada media, suhu dan pH optimum. Pada Tabel 2.1 terlihat isolat dengan pertumbuhan optimal pada PDA adalah Pleurotus EB6 dan EB14-2; pada MEA adalah Pleurotus EA4, EAB7 dan EB24; dan pada MPA adalah P. ostreatus HO dan Pleurotus EB9. Isolat dengan laju pertumbuhan rata-rata optimal pada suhu 20+1 o C adalah Pleurotus EB14-2, EA4 dan EB6; pada 29+1 o C adalah Pleurotus EAB7, EB24, EB9 dan P. ostreatus HO. Isolat dengan pertumbuhan optimal pada media dengan pH 6 adalah Pleurotus EB9, EB14-2 dan EB6; pada media dengan pH 7 adalah P. ostreatus HO, Pleurotus EA4, EAB7 dan EB24. Semua isolat jamur menunjukkan reaksi positif pada medium asam tanat AAT dan asam galat AAG. Hal ini ditandai dengan terbentuknya zona cokelat terang sampai cokelat gelap pada medium AAT dan AAG di sekitar miselium koloni isolat Gambar 2.3. Intensitas reaksi oksidasi dari isolat kelompok Pleurotus pada media AAG dan AAT menunjukkan adanya perbedaan dari mulai sangat lemah sampai sangat kuat. Isolat P. ostreatus HO menunjukkan intensitas reaksi oksidasi yang paling kuat kemudian diikuti oleh isolat Pleurotus EA4 dan Pleurotus EB9 Tabel 2.1 dan Gambar 2.3. Tabel 2.1 Media, suhu dan pH optimum, serta reaksi pada AAG dan AAT ketujuh isolat kelompok Pleurotus Isolat Media optimum Suhu optimum +1 o C pH optimum AAG AAT Pleurotus EB14-2 Pleurotus EB24 Pleurotus EA4 Pleurotus EAB7 Pleurotus EB6 Pleurotus EB9 P. ostreatus HO PDA MEA MEA MEA PDA MPA MPA 20 29 20 29 20 29 29 6 7 7 7 6 6 7 ++ +++ +++ +++ +++ +++ ++++ + + +++ + + ++ +++ Ket: +: sangat lemah; ++: lemah; +++: cukup kuat; ++++: kuat Sumber: Foto Elis Nina Herliyana Gambar 2.3 Penampakan visual uji reaksi oksidasi isolat kelompok Pleurotus setelah tujuh hari inkubasi pada media AAG atas dan AAT bawah. a Pleurotus EB14-2, b Pleurotus EB24, c Pleurotus EA4, d Pleurotus EAB7, e Pleurotus EB6, f Pleurotus EB9, g P. ostreatus HO, dan h Zona reaksi. h a b c d e f g h Pertumbuhan Isolat Kelompok Pleurotus pada Media Serbuk Gergajian Kayu Sengon Beberapa isolat dalam kondisi kolonisasi penuh pada media serbuk gergajian kayu sengon disajikan pada Gambar 2.4. Pada penelitian ini, pemanenan jamur dilakukan setelah pertumbuhan tubuh buah jamur mencapai tingkat yang optimal, yaitu cukup besar tetapi belum mekar penuh. Pemanenan tubuh buah dilakukan pada semua jamur yang tumbuh pada permukaan substrat sekaligus, sehingga ada sebagian tubuh buah yang masih kecil juga ikut dipanen. Hal tersebut menyebabkan bobot basah hasil panen per kantong substrat yang didapat tidak semua tubuh buahnya mekar secara sempurna. Tahap-tahap perkembangan tubuh buah dua isolat kelompok Pleurotus dari mulai primordial sampai yang sudah matang untuk dipanen terlihat pada Gambar 2.5 dan 2.6. Sumber: Foto Elis Nina Herliyana Gambar 2.4 Pleurotus EB24, Pleurotus EB9 dan P. ostreatus HO pada media serbuk gergajian kayu sengon pada kondisi kolonisasi penuh dibandingkan dengan kontrol tidak diinokulasi. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa bobot basah hasil panen semua isolat kelompok Pleurotus per kantong substrat berfluktuasi Tabel 2.2. Sebagai contoh pada Pleurotus EB24 dari 4 ulangan, bobot basah hasil panen per kantong substrat pada panen pertama berkisar antara 5,0 gram sampai 24,9 gram, sehingga rata-rata bobot basah hasil panen per kantong substrat sebesar 14,7 gram. Kondisi tersebut juga terlihat di antara ulangan untuk bobot basah hasil panen per kantong substrat pada panen kedua sampai panen terakhir pada semua isolat kelompok Pleurotus yang berfluktuasi kecuali Pleurotus EB9, yang relatif stabil. Tidak semua kantong substrat mencapai panen ketujuh. Pada Tabel 2.2, terlihat kecenderungan menurunnya rata-rata bobot basah hasil panen per kantong substrat ketujuh isolat kelompok Pleurotus dari panen pertama ke panen-panen Pleurotus EB24 Kontrol Pleurotus EB9 P. ostreatus HO selanjutnya. Hal ini mungkin karena substrat sudah banyak termanfaatkan oleh jamur di panen-panen awal sehingga pada panen-panen terakhir tubuh buah yang terbentuk berukuran kecil. Sumber: Foto Elis Nina Herliyana Gambar 2.5 Tahap-tahap perkembangan Pleurotus EB6. A. Primordial tanda panah. B.Tubuh buah yang masih kecil. C. Tubuh buah yang sudah matang dan siap panen. Sumber: Foto Elis Nina Herliyana Gambar 2.6 Tahap-tahap perkembangan Pleurotus EB9. a. Primordial tanda panah. b,c,d. Tubuh buah yang masih muda. e. Tubuh buah matang dan siap panen. d. Tubuh buah yang mulai menguning dan mengering serta sudah terlambat panen. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor isolat berpengaruh nyata terhadap rata-rata bobot basah hasil panen per kantong substrat. Isolat P. ostreatus HO memberikan respon yang paling tinggi dan berbeda nyata dibanding perlakuan lainnya dan yang paling rendah ditunjukkan oleh isolat Pleurotus EB14-2 Tabel 2.2. Pada Tabel 2.3, fluktuasi juga terlihat di antara ulangan untuk total bobot basah hasil panen per kantong substrat pada semua isolat kelompok Pleurotus. Efisiensi biologi EB adalah prosentase efiensi jamur dalam menggunakan substrat untuk membentuk tubuh buah. Nilai EB yang tinggi menunjukkan kemampuan jamur yang baik dalam menggunakan media produksinya Madan et al. 1987. Nilai EB ketujuh isolat kelompok Pleurotus sangat berfluktuasi. Isolat P. ostreatus HO menunjukkan efisiensi biologi yang paling tinggi dan yang paling rendah adalah Pleurotus EB14-2 Tabel 2.4. a b c d e f B C A Tabel 2.2 Bobot basah tubuh buah hasil panen jamur ketujuh isolat kelompok Pleurotus Panen ke- gram Isolat Ulangan I II III IV V VI VII Total panen per kantong EB Pleurotus EB14-2 1 4,3 6,9 7,7 6,9 2,3 - - 28,1 23,5 2 9,2 1,5 3,0 9,0 2,5 6,3 1,3 32,7 27,4 3 12,9 7,0 6,0 10,0 1,0 - - 37,0 30,9 4 4,7 9,8 10,2 3,0 1,4 8,9 3,4 41,4 34,6 X Rata- rata 7,8 6,3 6,7 7,2 1,8 7,6 2,3 34,8 29,1 Pleurotus EB24 1 21,0 6,2 6,6 16,0 2,2 2,6 0,2 54,7 45,7 2 24,9 15,7 0,7 8,9 10,6 4,9 - 65,7 55,0 3 5,0 3,6 12,8 13,4 7,5 2,3 - 44,6 37,3 4 7,8 14,1 3,8 6,0 - - - 31,6 26,4 X Rata- rata 14,7 9,9 6,0 11,1 6,7 3,3 0,2 49,1 41,1 Pleurotus EA4 1 18,6 10,3 12,3 1,3 - - - 42,4 35,5 2 27,0 4,4 5,5 1,6 0,3 - - 38,8 32,4 3 4,2 8,2 3,5 15,2 4,2 - - 35,3 29,5 4 14,5 19,3 7,6 18,3 1,2 - - 60,9 50,9 X Rata- rata 16,1 10,6 7,2 9,1 1,9 - - 44,3 37,1 Pleurotus EAB7 1 30,3 19,8 5,0 4,4 2,0 10,3 - 71,8 60,1 2 6,2 6,9 9,6 7,2 1,3 - - 31,3 26,2 3 11,1 10,2 3,1 2,0 - - - 26,4 22,1 4 25,0 4,8 4,0 4,4 - - - 38,1 31,9 X Rata- rata 18,2 10,4 5,4 4,5 1,6 10,3 - 41,9 35,0 Pleurotus EB6 1 13,3 10,5 5,6 7,7 2,7 - - 39,8 33,2 2 22,6 4,0 3,1 7,5 - - - 37,3 31,1 3 7,3 4,5 19,0 5,2 - - - 36,0 30,1 X Rata- rata 14,4 6,4 9,3 6,8 2,7 - - 37,7 31,5 Pleurotus EB9 1 40,0 30,0 30,0 5,3 - - - 105,3 88,1 2 30,0 30,0 12,3 10,0 - - - 82,3 68,8 3 40,0 30,0 20,0 8,8 - - - 98,8 82,6 4 46,5 27,2 23,8 5,3 - - - 102,8 85,9 X Rata- rata 39,1 29,3 21,5 7,4 - - - 97,3 81,4 P.ostreatus HO 1 50,0 55,0 15,0 3,9 - - - 123,9 103,6 2 72,0 30,0 5,3 1,4 - - - 108,7 90,9 3 72,9 59,0 25,0 11,3 - - - 168,2 140,6 4 120,0 30,0 13,7 5,0 - - - 168,7 141,1 X Rata- rata 78,7 43,5 14,7 5,4 - - - 142,4 119,0 Keterangan: X= rata-rata; Kadar air substrat rata-rata 70,1; 400 g bobot basah substrat rata-rata = 119,6 g bobot kering; cara menghitung EB: bobot basah total dibagi bobot kering substrat dikali 100 Tabel 2.3 Nilai rata-rata total panen tubuh buah pada ketujuh isolat jamur isolat jamur Pleurotus Total panen per kantong substrat gram Isolat 1 2 3 4 Bobot jamur dari 4 ulangan gram Rata-rata total Panen per kantong substrat Pleurotus EB14-2 28,1 32,7 37,0 41,4 139,2 34,8 c Pleurotus EB24 54,7 65,7 44,6 31,6 196,6 49,1 c Pleurotus EA4 42,4 38,8 35,3 60,9 177,4 44,3 c Pleurotus EAB7 71,8 31,3 26,4 38,1 167,6 41,9 c Pleurotus EB6 39,8 37,3 36,0 37,7 150,8 37,7 c Pleurotus EB9 105,3 82,3 98,8 102,8 389,2 97,3 b P.ostreatus HO 123,9 108,7 168,2 168,7 569,5 142,4 a Keterangan: Nilai EB: merupakan rata-rata dari 3-4 kali ulangan; Huruf yang berbeda menunjukkan nilai yang berbeda nyata P0,05. Tabel 2.4 Perbandingan nilai EB jamur pada ketujuh isolat kelompok Pleurotus Efisiensi Biologi per kantong substrat Isolat 1 2 3 4 EB dari 4 ulangan Rata-rata EB per kantong substrat Pleurotus EB14-2 23,5 27,4 30,9 34,6 116,4 29,1 c Pleurotus EB24 45,7 55,0 37,3 26,4 164,4 41,1 c Pleurotus EA4 35,5 32,4 29,5 50,9 148,3 37,1 c Pleurotus EAB7 60,1 26,2 22,1 31,9 140,3 35,0 c Pleurotus EB6 33,2 31,1 30,1 - 94,4 31,5 c Pleurotus EB9 88,1 68,8 82,6 85,9 325.4 81,4 b P.ostreatus HO 103,6 90,9 140,6 141,1 476,2 119,0 a Keterangan: 1, 2, …4 = ulangan; Huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata P0,05 Fase vegetatif per kantong substrat atau per ulangan dari isolat kelompok Pleurotus yang diuji berfluktuasi. Sebagai contoh pada Pleurotus EB14-2 dari 4 ulangan, fase vegetatif per kantong substrat berkisar antara 70,0 hari sampai 91,0 hari, sehingga rata-rata fase vegetatif per kantong substrat sebesar 80 hari. Hasil yang berfluktuasi juga terlihat pada fase reproduksi per kantong substrat pada panen pertama sampai panen terakhir Tabel 2.5. Fluktuasi ini kemungkinan disebabkan oleh penyiraman yang kurang teratur. Pada Tabel 2.5 juga terlihat kecenderungan semakin cepatnya fase reproduksi per kantong substrat. Sebagai contoh, rata-rata lamanya waktu yang dibutuhkan untuk panen ke-6 dari panen ke-5 pada Pleurotus EB14-2 adalah 15,0 hari, sedangkan rata-rata lamanya waktu yang dibutuhkan untuk panen ke-7 dari panen ke-6 adalah 14,0 hari. Tabel 2.5 Fase vegetatif, fase reproduktif dan jumlah panen jamur isolat kelompok Pleurotus Lama panen ke... hari Isolat Ulangan Fase Vegetatif hari I II III IV V VI VII Fase reproduktif hari Jumlah panen Pleurotus EB14-2 1 70.0 22.0 12.0 17.0 86.0 9.0 - - 146.0 5.0 2 91.0 33.0 53.0 13.0 11.0 28.0 17.0 24.0 179.0 7.0 3 83.0 29.0 12.0 10.0 11.0 24.0 - - 86.0 5.0 4 76.0 37.0 13.0 79.0 5.0 8.0 13.0 4.0 159.0 7.0 X Rata-rata 80.0a 30.3 22.5 29.8 28.3 17.3 15.0 14.0 142.5ab 6.0a Pleurotus EB24 1 70.0 72.0 88.0 3.0 8.0 13.0 18.0 9.0 211.0 7.0 2 70.0 31.0 15.0 85.0 4.0 17.0 25.0 - 177.0 6.0 3 91.0 100.0 3.0 13.0 8.0 15.0 10.0 - 149.0 6.0 4 80.0 110.0 28.0 12.0 10.0 - - - 160.0 4.0 X Rata-rata 77.8a 78.3 33.5 28.3

7.5 15.0

17.7 9.0 174.3ab 5.8a

Pleurotus EA4 1 82.2 39.6 80.0 26.0 19.0 - - - 164.6 4.0 2 95.5 119.6 5.0 8.0 32.0 9.0 - - 173.6 5.0 3 66.6 132.6 22.0 5.0 8.0 4.0 - - 171.6 5.0 4 70.0 130.0 30.0 19.0 19.0 88.0 - - 286.0 5.0 X Rata-rata 78.6a 105.5 34.3 14.5 19.5 33.7 - - 199.0a 4.8ab Pleurotus EAB7 1 64.8 64.8 49.5 7.0 38.0 14.0 25.0 53.0 186.5 6.0 2 70.0 70.0 31.5 36.0 24.0 33.0 44.0 - 168.5 5.0 3 86.9 86.9 169.5 7.0 3.0 5.0 - - 184.5 4.0 4 73.0 73.0 29.0 42.0 29.0 44.0 - - 144.0 4.0 X Rata-rata 73.7a 73.7 69.9 23.0 23.5 24.0 34.5 53.0 170.9ab 4.8ab Pleurotus EB6 1 83.0 87.0 8,0 6.0 77.0 8.0 - - 186.0 5.0 2 83.0 47.0 13.0 46.0 63.0 - - - 169.0 4.0 3 83.0 58.0 3.0 47.0 15.0 - - - 123.0 4.0 X Rata-rata 83.0a 64.0 8.0 33.0 51.7

8.0 - - 159.3ab 4.3b

Pleurotus EB9 1 14.0 3.0 120.0 23.0 23.0 - - - 169.0 4.0 2 14.0 4.0 120.0 21.0 2.0 - - - 147.0 4.0 3 14.0 10.0 20.0 4.0 3.0 - - - 37.0 4.0 4 14.0 10.0 39.0 7.0 41.0 - - - 97.0 4.0 X Rata-rata 14.0b 6.8 74.8 13.8

17.3 - - - 112.5b 4.0b

P.ostreatus HO 1 19.0 27.0 137.0 21.0 38.0 - - - 223.0 4.0 2 17.0 32.0 25.0 20.0 61.0 - - - 138.0 4.0 3 21.0 71.0 19.0 18.0 55.0 - - - 163.0 4.0 4 21.0 35.0 24.0 31.0 10.0 - - - 100.0 4.0 X Rata-rata 19.5a 41.3 51.3 22.5

41.0 - - - 156.0ab 4.0b

Keterangan: Fase vegetatif: terhitung mulai inokulasi bibit sampai kolonisasi penuh; Panen I: terhitung setelah fase vegetatif selesai sampai panen ke-1; Panen II: terhitung setelah panen I selesai; Panen III: terhitung setelah panen II selesai; Panen IV: terhitung setelah panen III selesai; Panen V: terhitung setelah panen IV selesai; Panen VI: terhitung setelah panen V selesai; Panen VII: terhitung setelah panen VI selesai; Huruf yang sama menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata P0,05 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor isolat berpengaruh nyata terhadap lama fase vegetatif dan jumlah panen, tapi tidak berbeda nyata terhadap lama fase reproduktif. Rata-rata lama panen paling lama adalah pada jamur isolat Pleurotus EA4 yaitu 199,0 hari Tabel 2.8. Rata-rata jumlah panen paling banyak adalah pada jamur isolat Pleurotus EB14-2 yaitu 6,0 kali. Sedangkan rata-rata jumlah panen paling sedikit adalah pada Pleurotus EB9 dan P. ostreatus HO yaitu 4,0 kali. Rata-rata lama fase vegetatif jamur isolat Pleurotus EB14-2 paling lama yaitu 80,0 hari. Pleurotus EB9 mempunyai lama fase vegetatif paling singkat yaitu 14,0 hari. Analisis Kelompok Isolat Kelompok Pleurotus Berdasarkan Karakter Fisiologis Hasil analisis kelompok berdasarkan karakter morfologis memperlihatkan Pleurotus EB6, Pleurotus EAB7 dan Pleurotus EB24 sangat dekat kelompok pertama dengan persamaan 98, dan bergabung dengan Pleurotus EA4 menjadi kelompok kedua dengan persamaan 97. Selanjutnya kelompok kedua ini bergabung dengan Pleurotus EB14-2 membentuk kelompok ketiga dengan persamaan 96. Kelompok keempat yaitu antara Pleurotus EB9 dengan P. ostreatus HO dengan persamaan 95. Kelompok ketiga ini mempunyai hubungan dengan kelompok keempat walaupun dengan jarak yang cukup besar yaitu persamaan 75, oleh karena itu kedua kelompok ini dapat dipisah menjadi kelompok yang berbeda, pada Gambar 2.7 diberi pemisah garis patah-patah, menunjukkan dugaan dua spesies yang berbeda dengan adanya dua kelompok besar dari enam isolat jamur asal Bogor. Hal ini sesuai dengan Hipotesis pertama yaitu karakter fisiologi yang berbeda dapat menunjukkan spesies yang berbeda, yaitu Pleurotus EB9 dengan kelima isolat lain yaitu Pleurotus EB14-2, EB24, EA4, EAB7 dan EB6. Pleurotus EB9 mempunyai kekerabatan lebih dekat dengan P. ostreatus HO dibanding dengan isolat kelompok Pleurotus lainnya. Gambar 2.7 Dendogram berdasarkan karakter fisiologis dari tujuh isolat kelompok Pleurotus asal Bogor dengan pembanding P. ostreatus HO. Pembahasan Pertumbuhan Isolat Kelompok Pleurotus pada Media Agar 1. Pengaruh Jenis Media Laju pertumbuhan koloni isolat-isolat jamur dipengaruhi jenis media dan lingkungan pertumbuhannya. Laju pertumbuhan koloni isolat-isolat jamur yaitu Pleurotus EB14-2, Pleurotus EB24, Pleurotus EA4, Pleurotus EAB7, Pleurotus EB6 dan Pleurotus EB9 dengan P. ostreatus memperlihatkan kecepatan yang berbeda. Hasil pengamatan menunjukkan media optimal untuk pertumbuhan isolat Pleurotus EB6 dan Pleurotus EB14-2 adalah PDA; untuk Pleurotus EA4, Pleurotus EAB7 dan Pleurotus EB24 adalah MEA; dan untuk Pleurotus EB9 dan P. ostreatus HO adalah MPA. Jenis isolat dan faktor media serta interaksi antara jenis isolat dengan faktor media berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan koloni tiap isolat. Tiap isolat kelompok Pleurotus yang diuji berbeda dalam menyerap nutrisi yang dikandung oleh media yang berbeda pula. Beberapa elemen nutrisi dibutuhkan oleh semua jamur, beberapa elemen hanya dibutuhkan oleh spesies tertentu. Menurut Chang dan Miles 1989, beberapa elemen dibutuhkan oleh spesies tertentu yang akan tumbuh pada medium yang memiliki kandungan nutrisi dalam jumlah yang spesifik. Jamur tiram putih setelah terbentuk tubuh buah mendegradasi fraksi holoselulosa, α-selulosa dan lignin sampai kira-kira 80 Chang dan Hayes Jarak antar kelompok 1978. Hasil dekomposisi komplek lignoselulosa oleh P. osteratus adalah 50 substrat dibebaskan sebagai gas CO 2 dan 20 sebagai air, residu kompos 20, dan tubuh buah 10. Hasil akhir menunjukkan kandungan nitrogen dan mineral meningkat selama pertumbuhan Zadrazil 1975 dalam Chang dan Hayes 1978. Ketiga media yang diuji semuanya merupakan media yang kaya akan nutrisi esensial yang dibutuhkan jamur untuk hidupnya. Media PDA memiliki kandungan nutrisi karbohidrat, air, protein yang berasal dari substrat kentang, glukosa dan agar. Media MEA memiliki komposisi nitrogen, karbohidrat, sodium klorida yang berasal dari malt ekstrak dan agar, dan MPA memiliki kandungan nutrisi nitrogen, karbohidrat, sodium klorida, yang berasal dari malt ekstrak, agar, pepton dan glukosa. Sumber nutrisi karbon berasal dari ekstrak kentang, glukosa, ekstrak malt mempengaruhi pertumbuhan koloni jamur, pembentukan struktur dan keperluan energi bagi sel jamur. Sumber nutrisi nitrogen diperoleh dari ekstrak malt, ekstrak kentang dan pepton yang mempengaruhi sintesis protein, purine, pirimidin dan komponen kitin pada dinding sel jamur Chang dan Miles 1989. Selain itu, malt ekstrak dan ekstrak kentang juga dapat menjadi sumber mineral dan vitamin. Mineral berfungsi sebagai aktivator enzim dan vitamin berfungsi sebagai katalisator di dalam sel yaitu sebagai koenzim atau merupakan bagian yang menyusun ko-enzim Chang dan Miles 1989; Hadi 1999. Untuk kelima isolat kelompok Pleurotus liar seperti Pleurotus EB14-2, Pleurotus EB24, Pleurotus EB6, Pleurotus EA4 dan Pleurotus EAB7 optimum pada PDA atau MEA, tetapi tidak menunjukkan belum mempunyai laju pertumbuhan koloni pada tahap awal perlakuan uji media seperti yang diharapkan. Hal ini diduga karena kelima isolat merupakan spesies jamur yang membutuhkan elemen nutrisi tertentu untuk pertumbuhannya, yang tidak tercukupi oleh media- media yang digunakan dalam penelitian ini. Selain itu, diduga kelima isolat tersebut masih melakukan penyesuaian terhadap media kaya yang digunakan tersebut, karena isolat-isolat tersebut baru diisolasi dari alam. Sedangkan P. ostreatus HO yang sudah dibudidayakan cukup lama sudah menunjukkan pertumbuhan koloni pada awal pengamatan. Namun demikian, isolat Pleurotus EB9 yang juga baru diisolasi dari alam menunjukkan tingkat penyesuaian yang cepat dan mempunyai laju pertumbuhan koloni yang lebih cepat dibanding kelima isolat pertama, walaupun belum secepat pertumbuhan P. ostreatus HO. Ketujuh isolat jamur yang diujikan pada ketiga media tersebut mempunyai kecepatan laju pertumbuhan koloni yang berbeda yaitu lambat, sedang dan cepat. Namun sangat dimungkinkan untuk lebih meningkatkan laju pertumbuhan koloni-nya dengan memberi perlakuan tertentu seperti penambahan bahan-bahan nutrisi tertentu dan komposisi tertentu, atau dengan manipulasi faktor-faktor lingkungan. Pertumbuhan jamur dapat dilihat antara lain dari peningkatan jumlah dan ukuran sel. Griffin 1994 dan Moore dan Landecker 1996 melaporkan bahwa kurva pertumbuhan mikrob terdiri atas lima fase, yaitu 1 fase pertumbuhan awal yang merupakan fase adaptasi jamur terhadap lingkungannya dan umumnya belum memperlihatkan adanya pertumbuhan, 2 fase eksponensial memperlihatkan pertumbuhan cepat dan pembelahan selnya terjadi dengan laju yang konstan, 3 fase perlambatan yang menunjukkan terjadinya penurunan pembelahan sel disebabkan mulai terbatasnya nutrien yang dibutuhkan, 4 fase stasioner, dimana fase ini jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati sehingga jumlah sel yang hidup relatif tetap, dan 5 fase kematian yang menunjukkan penurunan secara tajam jumlah sel yang hidup karena autolisis.

2. Pengaruh Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jamur pelapuk. Hasil pengamatan terhadap laju pertumbuhan diameter koloni isolat jamur pada beberapa jenis suhu menunjukkan bahwa suhu optimal untuk beberapa isolat yang diuji berbeda, walaupun masih dalam kisaran sekitar 20-29+1 o C. Suhu optimal untuk laju pertumbuhan diameter koloni pada Pleurotus EA4, Pleurotus EB6 dan Pleurotus EB14-2 adalah 20+1 o C; pada Pleurotus EAB7, Pleurotus EB24, Pleurotus EB9 dan P. ostreatus HO adalah 29+1 o C. Suhu optimal untuk pertumbuhan Pleurotus spp. berkisar antara 25+1 o C dan 28+1 o C Chang dan Miles 1982, namun P. flabellatus membutuhkan suhu optimal untuk pertumbuhan lebih rendah yaitu antara 20+1 o C dan 29+1 o C yaitu Chang dan Quimio 1989. Suhu 30 o C merupakan suhu optimum bagi jamur pelapuk kayu pada umumnya dan suhu optimum bagi jamur pelapuk di daerah tropis pada khususnya Highley dan Kirk 1979; Rayner dan Boddy 1988. Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat menghambat pertumbuhan jamur, karenanya pada suhu 10+1 o C dan 35+1 o C isolat-isolat kelompok Pleurotus yang diuji menyebabkan pertumbuhan koloninya terhambat. Hal ini diduga karena kerja enzim pada suhu tersebut ikut terhambat. Setelah dipindahkan ke suhu ruang, pertumbuhan koloni isolat dapat tumbuh kembali dengan baik karena kerja enzim kembali maksimal. Koloni pada media kultur sebagai variabel menunjukkan perbedaan dalam laju pertumbuhan koloni cepat, sedang, lambat. Pada suhu optimum, laju pertumbuhan koloni kelima isolat Pleurotus EB14-2, Pleurotus EB24, Pleurotus EA4, Pleurotus EAB7, dan Pleurotus EB6 termasuk lambat 0,3-0,8 mmhari. Pleurotus EB9 termasuk sedang 2,3 cmhari dan P. ostreatus HO tergolong cepat 8,3 mmhari. Hal tersebut menunjukkan bahwa masing-masing isolat diduga mempunyai sifat genetik tertentu sehingga pada suhu berapapun pertumbuhannya mempunyai laju pertumbuhan koloni yang khas. Ketujuh isolat jamur yang diuji dapat digolongkan sebagai jamur mesofil yang dapat hidup pada rentang suhu 15-40+1 o C, dengan suhu minimal 0+1 o C dan maksimal 50+1 o C Chang dan Miles 1989; Alexopoulos et al. 1996. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor isolat, faktor suhu maupun interaksi antara faktor isolat dan faktor suhu berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan diameter koloni isolat jamur. Hal tersebut menunjukkan bahwa spesies yang berbeda membutuhkan kondisi yang berbeda untuk pertumbuhannya termasuk kondisi lingkungan, diantaranya adalah suhu. Fungsi suhu bagi jamur adalah mempengaruhi aktivitas enzim, organisasi dan komposisi organel-organel sel fungi, komposisi plasmalema dan jumlah lipid Griffin 1994. Aktivitas enzim dapat meningkat dua kali lipat setiap kenaikan 10+1 o C. Enzim yang teraktivasi pada suhu tinggi mempengaruhi kemampuan mensintesis komponen-komponen yang dibentuk seperti vitamin, asam amino atau metabolik lainnya Imam 2000. Suhu optimal untuk pertumbuhan dapat menentukan pertumbuhan miselia atau bibit jamur spawn, dan juga untuk produksi optimal produk metabolik jamur yang berfungsi sebagai obat seperti lentinan oleh jamur Lentinus edodes Chang dan Miles 1989.