Sistem Politik Kebudayaan Minangkabau

Bab 4 – Etnografi Indonesia 99 Tiap nagari biasanya terdiri dari empat suku, yang masing-masing dikepalai oleh seorang penghulu suku. Bersama-sama dengan keempat penghulu suku, penghulu andiko membentuk semacam pemerintahan tertinggi di dalam nagarinya yang disebut pucuk nagari. Nagari merupakan satu persatuan hukum yang bersifat teritorial dan genealogis. Disebut teritorial karena memiliki daerah sendiri, mempunyai kalangan semacam lapangan tempat orang berkumpul, dan tepian tepi sungai tempat perahu merapat. Disebut genealogis karena nagari dihuni oleh orang-orang yang memiliki pertalian darah tertentu paruik, suku. Disebut persekutuan hukum karena nagari memiliki balai adat dan pemerintahan. Penghulu andiko dalam melaksanakan kegiatannya selain dibantu oleh penghulu suku, juga dibantu oleh seorang pejabat keagamaan yang disebut manti dan pejabat keamanan yang disebut dubalang. Dalam masyarakat Minangkabau, kedudukan golongan bangsawan cukup tinggi. Misalnya di Pariaman, seorang bangsawan tidak perlu memberi uang belanja kepada istri, tidak perlu menerima uang jemputan, dan dapat meningkatkan derajat sosial keluarga istri. Seorang wanita golongan bangsawan dilarang menikah dengan golongan biasa, apalagi dari golongan paling bawah. Menurut konsepsi orang Minangkabau, lapisan sosial dinyatakan dengan istilah urang asa, kemenakan tali paruik, kemenakan tali budi, kemenakan tali ameh, dan kemenakan bawah lutuik. Keterangan istilah-istilah itu akan dipaparkan sebagai berikut. a Urang asa adalah keluarga yang pertama kali datang orang asal dan dianggap bangsawan serta kedudukannya paling tinggi. b Kemenakan tali paruik adalah keturunan langsung urang asa. c Kemenakan tali budi adalah orang-orang yang datang ke wilayah urang asa. Karena asalnya juga mempunyai kedudukan yang cukup tinggi, mereka mampu membeli tanah di tempat yang baru. Maka, kedudukannya juga dianggap sederajat dengan urang asa. d Kemenakan tali ameh adalah pendatang-pendatang baru yang mencari hubungan dengan keluarga urang asa melalui perkawinan, namun tidak bergantung kepada keluarga urang asa. e Kemenakan bawah lutuik adalah orang yang hidupnya menghamba kepada keluarga urang asa. Mereka tidak mempunyai apa-apa dan hidup dari membantu rumah tangga urang asa. DISKUSI SISWA Apresiasi Keragaman Suku Bangsa Diskusikan dengan kelompok belajar kalian tentang pembagian lapisan sosial pada masyarakat Minangkabau Kumpulkan hasilnya kepada guru Antropologi SMA Kelas XII 100

3. Kebudayaan Jawa

Suku bangsa Jawa mendiami Pulau Jawa bagian tengah dan timur. Sungguhpun demikian, ada daerah-daerah yang disebut kejawen sebelum terjadi perubahan seperti sekarang ini. Daerah itu adalah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Malang, dan Kediri. Daerah-daerah lainnya dinamakan pesisir dan ujung timur. Daerah yang merupakan pusat kebudayaan Jawa adalah dua daerah yang luas bekas kerajaan Mataram, yaitu Yogyakarta dan Surakarta yang terpecah pada tahun 1755. Pada sekian banyak daerah tempat kediaman orang Jawa, terdapat berbagai variasi dan perbedaan-perbedaan yang bersifat lokal. Perbedaan tersebut meliputi beberapa unsur kebudayaan seperti perbedaan mengenai berbagai istilah teknis dan dialek bahasa.

a. Sistem Religi dan Kepercayaan

Agama Islam merupakan agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat suku bangsa Jawa. Hal tersebut tampak nyata dari banyaknya bangunan tempat beribadah bagi orang-orang Islam di seluruh daerah. Di samping agama Islam, terdapat juga agama Nasrani dan agama yang lain. Pada suku bangsa Jawa, tidak semua orang melakukan ibadah sesuai dengan kriteria Islam. Di pedesaan, kita temukan adanya dua golongan Islam, yaitu golongan santri dan kejawen. 1 Golongan Islam santri ialah golongan yang menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran Islam, melaksanakan lima ajaran agama Islam serta syariat-syariatnya. 2 Golongan Islam kejawen ialah golongan yang percaya pada ajaran Islam, tetapi tidak secara patuh menjalankan rukun Islam, misalnya tidak salat, tidak berpuasa, dan tidak berniat untuk melakukan ibadah haji. Orang Jawa mengaitkan upacara-upacara keagamaan dengan “selamatan”, antara lain sebagai berikut. a.Selamatan dalam rangka lingkaran hidup seseorang seperti: 1 Tujuh bulan kehamilan 2 Kelahiran 3 Potong rambut yang pertama 4 Upacara turun tanah yang pertama 5 Menusuk telinga nindik untuk anak perempuan 6 Upacara perkawinan 7 Upacara kematian, serta upacara berkala setelah kematian. b.Selamatan yang bertalian dengan kehidupan desa seperti: 1 Bersih desa 2 Penggarapan tanah pertanian 3 Masa tanam dan masa panen Bab 4 – Etnografi Indonesia 101 c. Selamatan untuk memperingati hari-hari serta bulan-bulan besar Islam. d. Selamatan pada saat-saat yang tidak menentu berkenaan dengan kejadian-kejadian seperti: 1 Melakukan perjalanan jauh, 2 Menempati rumah baru, 3 Menolak bahaya ngruwat 4 Janji ketika sembuh dari sakit kaul Gambar 4.3 Wayang Kulit yang sering dipentaskan dalam upacara selamatan di Jawa Sumber: www.trumpet.com TUGAS SISWA Apresiasi Keanekaragaman Agama Di Jawa, bila petani akan menanam padi dilakukan ritual sederhana yang dilakukan untuk menghormati Dewi Sri dan mengandung makna mohon keselamatan. Bagaimana petani-petani di daerah kalian? Apakah ada semacam ritual yang diadakan ketika akan menanam padi? Bila ada, apakah namanya dan apakah ada perbedaannya dengan daerah lain? Tulislah dalam kertas folio. Kumpulkan hasilnya kepada guru kalian

b. Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan pada masyarakat Jawa didasarkan pada prinsip keturunan bilateral atau parental, sedangkan sistem klasifikasi dilakukan menurut angkatan-angkatan. Semua kakak laki-laki serta kakak perempuan beserta semua suami dan istri dari ayah dan ibu diklasifkasikan menjadi satu dengan sebutan siwa atau wa. Adapun adik-adik dari ayah dan ibu, yang laki-laki disebut paman dan yang perempuan disebut bibi. Pada masyarakat Jawa, dilarang melakukan perkawinan dengan saudara misan atau saudara sepupu. Perkawinan menimbulkan terjadinya keluarga batih, keluarga inti, atau keluarga somah, yaitu kelompok keluarga yang merupakan kelompok sosial yang berdiri sendiri. Kelompok keluarga tersebut memegang peranan dalam proses sosialisasi anak-anak yang menjadi anggotanya.