Sistem Politik dan Pemerintahan

Bab 4 – Etnografi Indonesia 109

5. Kebudayaan Bali

Suku bangsa Bali sering diidentikkan dengan keseniannya. Kesenian Bali membuat masyarakat Bali dikenal tidak hanya di dalam negeri, tetapi sampai ke luar negeri. Ada semacam pemeo di kalangan orang-orang awam mancanegara, bahwa Indonesia terletak di pulau Bali. Masyarakat Bali menempati keseluruhan pulau Bali yang menjadi satu propinsi, yakni Propinsi Bali. Karena pengaruh emigrasi, ada juga masyarakat Bali yang menetap di Pulau Lombok, Jawa Timur, dan wilayah lainnya di Indonesia.

a. Sistem Religi dan Kepercayaan

Sebagian besar masyarakat Bali beragama Hindu-Bali, tetapi ada pula segolongan kecil masyarakat Bali yang menganut agama Islam, Kristen, dan Katholik. Penganut agama Islam terdapat di Karangasem, Klungkung, dan Denpasar, sedangkan penganut agama Kristen dan Katholik terutama terdapat di Denpasar, Jembrana, dan Singaraja. Orang Hindu percaya akan adanya satu Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti. Keesaan Trimurti ini mempunyai tiga wujud atau manifestasi sebagai berikut. 1 Wujud Brahmana yang artinya menciptakan. 2. Wujud Wisnu yang artinya melindungi serta memelihara. 3 Wujud Siwa yang artinya melebur segala yang ada. Masyarakat Bali percaya pada banyak dewa dan roh. Kedudukan dewa dan roh tersebut lebih rendah dari Trimurti. Dewa dan roh dihormati dalam berbagai upacara bersahaja. Agama Hindu menganggap penting konsepsi roh abadi atman, adanya buah dari setiap perbuatan karma pala, kelahiran kembali dari jiwa punarbawa, dan kebebasan jiwa dari lingkaran kembali moksa yang seluruhnya termaktub dalam kitab suci bernama Weda. Disamping Weda, ada pula kitab-kitab lain dalam bentuk lontar berhuruf Bali dan berbahasa Jawa Kuno. Di antara kitab-kitab tersebut ada pula yang bahasanya merupakan campuran antara bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sansakerta. Kitab-kitab tersebut mengandung tuntunan pelaksanaan agama, kumpulan mantra-mantra, keterangan berbagai undang-undang, serta prosa dan puisi dari epos Hindu Mahabarata dan Ramayana. Tempat ibadah agama Hindu di Bali berupa kompleks bangunan- bangunan suci yang sifatnya berbeda-beda. Bangunan-bangunan suci tersebut antara lain: Gambar 4.8 Pura di Bali Sumber: www.eljohn.net Antropologi SMA Kelas XII 110 1 Ada yang sifatnya umum, artinya dapat digunakan untuk semua golonganseperti pura Besakih. 2 Ada yang berhubungan dengan kelompok sosial setempat seperti pura desa kayangan tiga. 3 Ada yang berhubungan dengan organisasi dan perkumpulan khusus seperti subak dan seka serta perkumpulan tari atau semacam sanggar tari. 4 Ada yang merupakan tempat pemujaan leluhur dari klen-klen besar. Adapun tempat pemujaan leluhur dari klen kecil serta keluarga luas adalah tempat-tempat sesaji rumah yang disebut sanggah. Di Bali ada beribu-ribu pura dan sanggah, masing-masing dengan hari perayaan berdasarkan sistem penanggalan yang telah ditetapkan. Di Bali dipakai dua macam penanggalan, yaitu penanggalan Hindu-Bali dan Jawa-Bali. Pada umumnya, apabila masyarakat menyelenggarakan upacara keagamaan terutama upacara besar, penentuan penyelesaian upacara itu dilakukan oleh seorang pemimpin agama. Pemimpin agama yang bertugas melaksanakan upacara adalah orang yang dilantik menjadi pendeta yang pada umumnya disebut sulingih. Mereka juga disebut dengan istilah lain bergantung pada klen atau kasta mereka, misalnya penyebutan pedanda untuk pendeta dari kasta Brahmana baik yang beraliran Siwa maupun Buddha, atau penyebutan resi untuk pendeta dari kasta Satria.

b. Sistem Kekerabatan

Orang Bali dianggap sebagai warga masyarakat sepenuhnya jika sudah menikah. Karena itu, perkawinan sangat penting dalam kehidupan mereka. Menurut adat lama yang dipengaruhi oleh sistem klen dan kasta, orang-orang seklen dipengaruhi oleh sistem klen dan kasta, orang-orang seklen tunggal kawitan, tunggal dadia, tunggal sanggah setingkat kedudukannya dalam adat, agama, dan kasta. Karena itu, orang Bali berusaha untuk kawin dengan orang-orang yang berada dalam batas klennya atau setidak-tidaknya antara orang-orang yang dianggap sederajat dalam kasta. Perkawinan adat di Bali bersifat endogami klen.Perkawinan yang dicita-citakan oleh orang Bali umumnya adalah perkawinan antara anak- anak dari dua orang saudara laki-laki. Dahulu, jika terjadi perkawinan campuran, wanita akan dinyatakan keluar dari dadia. Secara fisik, suami-istri akan dihukum buang maselong untuk beberapa lama ke tempat yang jauh dari tempat asalnya. Sekarang, hukum itu tidak pernah dijalankan lagi. Perkawinan campuran antarkasta sudah relatif banyak dilaksanakan. Tiap keluarga batih maupun keluarga luas dalam sebuah desa di Bali harus memelihara hubungan dengan kelompok kerabatannya yang lebih luas, ialah klen tunggal dadia. Struktur tunggal dadia ini berbeda- beda. Di desa-desa dan di pegunungan, orang-orang dari tunggal dadia yang telah memencar karena hidup neolokal tidak lagi mendirikan tempat pemujaan leluhur di masing-masing tempat kediamannya. Di desa-desa tanah datar, orang-orang dari tunggal dadia yang hidup neolokal wajib mendirikan tempat pemujaan tersebut yang disebut kemulan taksu.