Antropologi SMA Kelas XII
116
Kewargaan dari suatu rumah tangga tidak statis, karena tergantung dari tempat tinggal pada waktu ia menikah. Perkawinan yang dianggap
ideal pada orang Dayak adalah perkawinan antara dua orang bersaudara sepupu, yang kakek-kakeknya adalah saudara sekandung hajanen dalam
bahasa Ngaju. Perkawinan dua orang saudara sepupu yang ibu-ibunya bersaudara kandung cross cousin juga dianggap baik. Perkawinan yang
dianggap sumbang adalah perkawinan antara dua sepupu yang ayah- ayahnya adalah bersaudara sekandung part-paralel cousin. Orang
Dayak tidak melarang gadis-gadis mereka menikah dengan laki-laki suku bangsa lain, asalkan laki-laki tersebut bersedia tunduk kepada adat mereka
dan bersedia terus berdiam di desa mereka.
c. Sistem Politik
Pemerintahan desa secara formal berada di tangan pembekal dan panghulu. Pembekal bertindak sebagai pemimpin administratif. Panghulu
merupakan kepala adat dalam desa. Syarat untuk mejadi pembekal adalah kemampuan menulis dan membaca huruf latin, mempunyai rumah, serta
mempunyai pengaruh.
Adapun syarat untuk menjadi panghulu adalah ahli dalam masalah- masalah adat, karena panghulu akan menjadi orang yang diminta bertindak
untuk memutuskan perkara-perkara hukum adat, dan menjadi wakil desanya pada upacara-upacara adat yang diadakan di desa tetangga.
Kedudukan pembekal dan panghulu sangat terpandang di desa. Mereka memperoleh jabatan melalui pemilihan oleh warga desa. Dahulu
kedua jabatan itu dirangkap oleh seorang kepala desa yang disebut patih. Tetapi, sejalan dengan perkembangan zaman yang mengakibatkan
pekerjaan administratif semakin bertambah, akhirnya terjadi pemisahan. Selain pembekal dan panghulu ada pula satu dean yang terdiri atas or-
ang tua-tua desa yang dianggap juga ahli dalam adat. Mereka merupakan penasehat panghulu dalam soal adat. Dewan ini disebut mantir.
Menurut A.B. Hudson, hukum pidana RI telah berlaku pada orang
Dayak untuk mendampingi hukum adat yang ada. Keduanya saling mengisi, tetapi terkadang terdapat perbedaan. Misalnya, seorang penduduk desa
memasang perangkap rusa di hutan. Seorang laki-laki kemudian terkena perangkap tersebut hingga ia meninggal.
Laki-laki tersebut merupakan anak tunggal dari seseorang yang sudah lanjut usianya. Anak laki-laki tersebut merupakan tulang punggung keluarga
dan pencari nafkah. Menurut hukum pidana, si pemasang perangkap rusa tidak bersalah karena tidak terdapat unsur kejahatan. Tetapi menurut hukum
adat Dayak ia bersalah dan harus di-danda memberi ganti kerugian. Denda bagi pemasang perangkap tersebut adalah harus memberi nafkah
orang tua korban.
Bab 4 – Etnografi Indonesia
117
d. Sistem Ekonomi
Bercocok tanam di ladang adalah mata pencaharian orang Dayak. Mereka membuat ladang dengan cara menebang pohon-pohon di hutan.
Batang-batang serta daun-daun dibiarkan mengering selama dua bulan kemudian dibakar. Pada musim hujan, sekitar bulan Oktober, mereka mulai
menanam. Laki-laki berbaris di muka sambil menusuk-nusuk tanah dengan tongkat tunggalnya. Sedangkan para wanita berbaris di belakang sambil
memasukkan beberapa butir padi ke dalam lubang yang telah dibuat oleh kaum laki-laki.
Selain padi, mereka juga menanam ubi kayu, ubi rambat, keladi, terong, nanas, pisang, tebu, cabe, berbagai macam labu-labuan, dan ada
kalanya tembakau. Pohon buah-buahan yang banyak ditanam di ladang ialah durian, cempedak, dan pinang.
Setelah ladang dipanen beberapa kali tanah mulai tandus. Sebelum mereka meninggalkan tanah tersebut, mereka menanam pohon karet untuk
diambil hasilnya kelak. Berburu babi dan rusa di hutan sekitar tempat kediaman mereka
sering dilakukan untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari. Alat-alat berburu sangat tradisional, seperti dondang, lonjo tombak, ambang
parang, jarat jerat, sipet berisikan ranjau kayu atau bambu runcing. Mereka juga mencari hasil hutan seperti mengumpulkan rotan, karet,
dan damar. Pekerjaan tersebut dilakukan untuk menambah nafkah keluarga. Mereka menjual hasil hutan kepada tengkulak atau pedagang yang sengaja
datang ke desa mereka. Kemudian para pedagang membawa hasil hutan tersebut ke kota-kota atau menjualnya di pasar.
Kadang-kadang mereka menggunakan sistem barter. Para pedagang membawa gula, kopi atau keperluan rumah tangga lain untuk ditukarkan
dengan hasil hutan.
Orang Dayak terkenal dengan seni menganyam kulit, rotan, tikar, keranjang-keranjang, dan topi-topi. Produksi mereka diperdagangkan di
pasar-pasar Kuala Kapuas, Banjarmasin, Sampit, dan kota-kota lain. Pada masa sekarang produksi kain dari kulit kayu ewah untuk
dipakai sendiri sudah mulai berkurang. Ewah telah digantikan kain impor yang masuk sampai ke pedalaman. Orang Dayak sudah banyak berpakaian
lengkap seperti orang Indonesia lainnya. Misalnya, kaum laki-laki memakai hem dan celana, kaum wanita memakai kain kebaya dan sarung. Bahkan
para pemudinya sudah banyak memakai potongan rok Eropa.
Orang Dayak banyak berhubungan dengan orang luar seperti or- ang Melayu, Jawa, Bugis, Cina, Arab, dan Eropa. Beberapa pemuda Dayak
yang telah mendapatkan pendidikan berusaha memajukan suku bangsanya dengan berbagai cara antara lain mendirikan organisasi Serikat Dayak,
Koperasi Dayak, dan lain-lain.