Antropologi SMA Kelas XII
120
4 paman atau bibi dengan kemenakannya
5 kakek atau nenek dengan cucu
Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sebelum perkawinan adalah: 1
mappuce-puce, yaitu kunjungan dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si gadis untuk mengadakan peminangan.
2 massuro, yaitu kunjungan dari utusan pihak keluarga laki-laki kepada
keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis sunreng mas kawin, dan sebagainya.
3 Maduppa, yaitu pemberitahuan kepada seluruh kaum kerabat
mengenai perkawinan yang akan datang.
d. Sistem Politik
Orang Bugis-Makassar lebih banyak mendiami Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene. Desa-desa di kabupaten tersebut merupakan
kesatuan-kesatuan administratif, gabungan sejumlah kampung lama, yang disebut desa-desa gaya baru. Sebuah kampung biasanya terdiri atas
sejumlah keluarga yang mendiami antara 10 sampai 20 buah rumah. Rumah- rumah itu biasanya terletak berderet menghadap ke selatan atau barat.
Apabila ada sungai, diusahakan membangun rumah membelakangi sungai. Pusat kampung lama ditandai dengan sebuah pohon beringin besar yang
dianggap sebagai tempat keramat possi tana.
Sebuah kampung lama dipimpin oleh seorang kepala kampung matowa, jannang, lompo’, toddo’. Kepala kampung dibantu oleh
sariang dan parennung. Gabungan kampung dalam struktur asli disebut wanua, pa’rasangan atau bori.’ Pemimpin wanua oleh orang Bugis
dinamakan arung palili atau sullewatang, orang Makassar menyebutnya gallarang atau karaeng. Dalam struktur pemerintahan sekarang wanua
sama dengan kecamatan.
Lapisan masyarakat Bugis-Makassar dari zaman sebelum kolonial Belanda terdiri atas:
a. anakarung atau anak’kareang, yaitu lapisan kaum kerabat raja-raja
b. to-maradeka, yaitu lapisan orang merdeka
c. ata, yaitu lapisan budak
Pada permulaan abad ke-20 lapisan ata mulai hilang karena desakan agama, begitu juga anak’karung atau to-maradeka. Gelar anakarung seperti
Karaenta, Puatta, Andi, dan Daeng, walau masih dipakai, tidak mempunyai arti lagi, sudah digantikan oleh tinggi rendahnya pangkat dalam sistem birokrasi
kepegawaian dan pendidikan.
4. Sistem Ekonomi
Orang Bugis-Makassar yang tinggal di desa-desa daerah pantai bermata pencaharian mencari ikan. Mereka akrab dengan laut dan berani mengarungi
lautan luas. Mereka menangkap ikan sampai jauh ke laut hanya dengan perahu- perahu layar. Dengan perahu layar dari tipe pinisi dan lambo, orang Bugis-
Makassar mengarungi perairan nusantara sampai Srilanka dan Filipina.
Bab 4 – Etnografi Indonesia
121
Mereka merupakan suku bangsa Indonesia yang telah mengembangkan kebudayaan maritim sejak abad ke-17. Orang Bugis-Makassar juga telah
mewarisi hukum niaga pelayaran. Hukum ini disebut Ade’allopiloping Bicaranna Pabbalue ditulis oleh Amanna Gappa pada lontar abad ke-17.
Sambil berlayar orang Bugis-Makassar mengembangkan perdagangan ke berbagai tempat di Indonesia. Berbagai jenis binatang laut ditangkap dan
diperdagangkan. Teripang dan holothurioidea sejenis binatang laut ditangkap di kepulauan Tanibar, Irian Jaya, bahkan sampai ke Australia untuk dijual kepada
tengkulak. Melalui tengkulak binatang laut ini diekspor ke Cina. Mulai abad ke- 19 sampai abad ke-20 ekspor teripang sangat maju.
Selain pertanian, penangkapan ikan, pelayaran,dan perdagangan, usaha kerajinan rumah tangga merupakan kegiatan orang Bugis-Makassar untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Berbagai jenis kerajinan rumah tangga mereka hasilkan. Tenunan sarung sutera dari Mandar, dan Wajo, serta tenunan
sarung Samarinda dari Bulukumbu adalah salah satu contohnya.
DISKUSI SISWA
Apresiasi Kemajemukan Masyarakat Diskusikan dengan guru kalian mengenai dampak positif dan dampak
negatif tamasirik pada masyarakat Makassar Tulislah hasil diskusi di buku tugas dan serahkan kepada guru kalian
8. Kebudayaan Asmat
a. Sistem Kepercayaan atau Religi
Menurut bahan yang dikumpulkan oleh Pastur Zehwward, seorang misionaris berbangsa Belanda, orang Asmat mempunyai kepercayaan
bahwa mereka berasal dari Fumeripits, Sang Pencipta. Konon Fumeripits terdampar di pantai dalam keadaan sekarat dan tidak
sadarkan diri. Nyawanya diselamatkan oleh sekelompok burung sehingga ia pulih
dan hidup sendirian di daerah baru tersebut. Karena kesepian ia membangun rumah panjang yang diisi dengan patung-patung yang
terbuat dari kayu hasil ukirannya. Masih merasa kesepian, kemudian ia membuat tifa yang ditabuhnya setiap hari. Tiba-tiba, bergeraklah
patung-patung kayu yang dibuatnya itu mengikuti irama tifa. Dan sungguh ajaib, patung-patung kayu pun berubah wujud menjadi manusia
hidup. Mereka menari-nari mengikuti irama tabuhan tifa dengan kedua kaki agak terbuka dan kedua lutut bergerak-gerak ke kiri dan ke kanan.
Semenjak itu Fumeripits terus mengembara dan di setiap daerah yang disinggahi ia membangun sebuah rumah panjang dan menciptakan
manusia-manusia baru yang kemudian menjadi orang-orang Asmat sekarang.