Bab 1 – Keberagaman dan Perkembangan Seni di Indonesia
13
TUGAS SISWA
Wawasan untuk Masa Depan Seni ukir telah lama dikenal di Indonesia. Seperti kalian ketahui, di Candi
Prambanan dan Borobudur terdapat relief-relief yang menunjukkan kepada kita bahwa bangsa Indonesia telah mampu membuat karya yang
merupakan dasar seni ukir, bahkan berbagai mebel ukir saat ini telah banyak diekspor ke luar negeri. Bagaimana dengan kalian? Apakah
kalian berprestasi untuk masa depan bangsa? Apa yang akan kalian lakukan untuk ikut serta dalam menyumbangkan khasanah ukir di Indo-
nesia? Berkonsultasilah kepada guru kalian
Dalam banyak hal kebudayaan Islam memang sangat ber- pengaruh terutama dalam pelarangan mewujudkan bentuk-bentuk figur
ataupun makhluk hidup dalam setiap unsur ukiran. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya bentuk-bentuk yang telah distilir dari makhluk hidup tersebut.
Pengaruh Islam juga menyebabkan seni patung tidak berkembang di Jepara, sehingga terjadi perbedaan yang nyata antara perkembangan seni ukir di
Jepara dengan seni ukir yang berkembang di Bali.
Berikut ini disajikan contoh-contoh visual gaya seni ukir yang berkaitan dengan aneka ragam motif hias dan gaya mebel ukir yang
berkembang di Jepara. 2
Jenis-Jenis motif Hias: a Motif hias percandian
Gambar 1.7 Lambang kesuburan, terdapat pada Candi Prambanan.
Bentuk plot mengekspresikan sulur-suluran dan bunga.
Sumber:
Abdul Kadir, 1979
Antropologi SMA Kelas XII
14
Gambar 1.8 Motif tumbuh-tumbuhan sebagai lambang kesuburan terdapat
di Candi Kalasan Jawa Tengah
Sumber: Abdul Kadir, 1979
b Motif hias kedaerahan
Gambar 1.9 Kiri menurun: motif hias Pekalongan, Cirebon, Yogyakarta, Jepara.
Kanan menurun: motif hias Majapahit, Pajajaran, Bali, Surakarta
Sumber: Abdul Kadir, 1979
Bab 1 – Keberagaman dan Perkembangan Seni di Indonesia
15
2. Perkembangan Seni Sastra
Istilah ‘sastra’ memiliki arti tulisan. Secara lebih luas, sastra dapat diartikan pembicaraan tentang berbagai tulisan yang indah bentuknya dan mulia isinya.
Keindahan bentuk hasil sastra yang kemudian lazim disebut sebagai karya sastra terlihat dari puisi, prosa, lirik prosa, drama, maupun bentuk karya sastra yang
lain, baik yang tergolong ke dalam sastra kuno, masa peralihan, sampai sastra modern, bahkan sastra kontemporer pada masa mutakhir.
Ditilik dari segi bentuk, karya sastra adalah sesuatu yang dapat menyenangkan hati, sedangkan bila ditilik dari segi isi, karya sastra memiliki nilai guna bagi siapa
saja yang mampu mengapresiasikannya. Karya sastra bukan sekedar dibaca dan dihayati sebagai pengisi waktu, melainkan di dalamnya terkandung nilai-nilai yang
bermakna bagi kehidupan.
Perkembangan seni sastra dapat dilihat dari zaman kuno, yaitu zaman sebelum ditemukannya tulisan, ketika manusia mengembangkan seni sastra melalui
tradisi lisan yang diwariskan dari mulut ke mulut dan disampaikan dari seorang penutur kepada orang lain dalam bentuk cerita atau dongeng cerita kancil yang
mencuri timun petani, legenda kisah batu menangis. Kemudian pada zaman aksara, seni sastra telah mulai dikembangkan dalam bentuk tulisan-tulisan atau karya
sastra yang pada waktu itu ditulis pada daun lontar. Peninggalan-peninggalan tulisan kuno ini dapat kita lihat di beberapa museum seperti Trowulan, dan dapat pula kita
saksikan tulisan kuno di museum Bali yang mengisahkan tentang kerajaan-kerajaan di Bali. Peninggalan-peninggalan tersebut menunjukkan kepada kita hasil karya seni
sastra pada zaman Hindu-Buddha.
Bila kita cermati lebih lanjut, ternyata masih banyak karya sastra yang lain peninggalan zaman Hindu-Buddha yaitu:
1. Bharatayuda karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh; 2. Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh;
3. Smaradhahana karya Mpu Darmaja; 4. Wrattasancaya dan Lubdhaka karya Mpu Tanakung.
Pada akhir abad ke-16 sampai abad ke-17 masehi, pengaruh sastra Islam baru nampak dalam sastra Melayu Islam yang diterima sebagai unsur yang
memperkaya, mendinamisir, serta mengangkat derajat sastra Melayu menjadi cukup tinggi. Dalam perkembangannya terjadi integrasi yang kokoh antara tradisi sastra
Melayu dengan Islam.
Dalam sastra Melayu Islam muncul karya-karya Hamzah Fansuri seperti Asrar al-Arifin Syair Perahu,Syair Dagang, Syair Si Burung Pingai. Demikian
pula karya-karya Ar-Raniri Tibyan fi Ma’rifat al-Adyan Shirot al-Mustaqim Bustan al-Shalatin, juga karya Syamsudin Pase Mir ’at al-Iman Mir ’at
al-Mu’minin, dan sebagainya.
Sastrawan-sastrawan Indonesia yang kita kenal antara lain: 1.
Chairil Anwar 2.
Sutan Takdir Alisyahbana 3.
H.B. Yasin 4.
Ajip Rosidi
Antropologi SMA Kelas XII
16
5. Hamka
6. N. H. Dini
7. Umar Kayam
8. Sapardi Djoko Damono
9. Taufik Ismail
10. W. S. Rendra Seni sastra di Indonesia digolongkan dalam beberapa zaman sebagai berikut.
a. Pujangga Lama
Merupakan karya sastra Indonesia yang dihasilkan sebelum abad XX. Pada masa ini karya sastra di Indonesia didominasi oleh syair, pantun, gurindam,
dan hikayat “Karya Sastra Pujangga Lama”.
b. Sastra Melayu Rendah
Yaitu karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870-1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat Cina dan masyarakat Indo-Eropa.
c. Angkatan Balai Pustaka
Yaitu karya sastra di Indonesia sejak tahun 1920-1950, yang dipelopori oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa roman, novel, cerita pendek, dan drama
dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam, dan hikayat dalam khasanah sastra di Indonesia pada masa ini.
d. Pujangga Baru
Pujangga baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya sastrawan pada masa tersebut,
terutama terhadap karya sastra yang menyangkut nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.
e . Angkatan ‘45
Karya sastra angkatan ini diwarnai pengalaman hidup dan gejolak sosial- politik-budaya.
f. Angkatan 50-an
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B.Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra didominasi cerita pendek dan
kumpulan puisi.
g. Angkatan 50-60-an
h. Angkatan 66-70-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Karya sastra pada angkatan
ini sangat beragam dalam aliran sastra, seperti karya sastra beraliran surreealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dan lain-lain. Sastrawan pada akhir angkatan
yang lalu termasuk juga dalam kelompok ini, seperti Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Gunawan Mohammad, Sapardi
Djoko Damono, dan Satyagraha Hurip, serta sastrawan yang dijuluki Paus Sastra Indonesia, H.B. Jassin.
Seorang sastrawan pada angkatan 50 hingga 60-an yang mendapat tempat pada angkatan ini adalah Iwan Simatupang. Pada masanya, karya
sastranya berupa novel, cerpen, dan drama kurang mendapat perhatian bahkan sering menimbulkan kesalahpahaman. Ia disebut sebagai sastrawan yang lahir
mendahului zamannya.