Teori Belajar Vygotsky Teori Pembelajaran yang Mendukung

Dalam penelitian ini terdapat keterkaitan dengan teori konstruktivisme yaitu peserta didik dilatih untuk memecahkan masalah matematika melalui model pembelajaran CTL.

2.1.2.2. Teori Thorndike

Menurut Thorndike Suprijono, 2011: 20, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respon. Sumbangan pemikiran Thorndike adalah hukum-hukum belajar sebagai berikut. 1. Hukum Kesiapan Law of Readiness Jika suatu organisme didukung oleh kesiapan yang kuat untuk memperoleh stimulus, maka pelaksanaan akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat. 2. Hukum Latihan Law of Exercise Semakin sering berlatih atau dilatih, maka asosiasi semakin kuat. 3. Hukum Hasil Law of Effect Hubungan antara stimulus dan perilaku akan semakin kukuh apabila terdapat kepuasan dan akan semakin diperlemah apabila tidak terdapat kepuasan. Dalam penelitian ini terdapat keterkaitan dengan pendekatan teori Thorndike yaitu hukum latihan dan hukum hasil bahwa peserta didik dilatih untuk memecahkan masalah matematika melalui model pembelajaran CTL.

2.1.2.3. Teori Belajar Vygotsky

Teori Vygotsky menekankan pada hakekat sosiokultural dari pembelajaran. Vygotsky berpendapat bahwa interaksi sosial, yaitu interaksi individu tersebut dengan orang-orang lain, merupakan faktor yang terpenting yang mendorong atau memicu perkembangan kognitif seseorang. Sebagai contoh, seorang peserta didik akan lebih memahami materi jika dalam pembelajaran yang berlangsung dia dapat belajar berkelompok dengan temannya. Kelompok yang terbentuk di kelas, menjadikan peserta didik memiliki lebih banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan teman, menanyakan materi yang belum dapat dipahami pada temannya yang lebih pintar, dan menanyakan permasalahan yang dialami ketika mencoba memecahkan masalah matematik. Vygotsky berpendapat pula bahwa proses belajar akan terjadi secara efisien dan efektif apabila si anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain disertai suasana lingkungan yang mendukung supportive, dalam bimbingan atau pendampingan seseorang yang lebih mampu atau lebih dewasa, misalnya seorang pendidik. Menurut Vygotsky, setiap anak mempunyai apa yang disebut zona perkembangan proksimal zone of proximal development, yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai “jarak” atau selisih antara tingkat perkembangan si anak yang aktual, yaitu tingkat yang ditandai dengan kemampuan si anak untuk menyelesaikan soal-soal tertentu secara independen, dengan tingkat perkembangan potensial yang lebih tinggi, yang bisa dicapai oleh si anak jika ia mendapat bimbingan dari seseorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten. Dengan kata lain, zona perkembangan proksimal adalah selisih antara apa yang bisa dilakukan seorang anak secara independen dengan apa yang bisa dicapai oleh anak tersebut jika ia mendapat bantuan dari seseorang yang lebih kompeten. Bantuan dari seorang yang lebih dewasa atau lebih kompeten dengan maksud agar si anak mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya daripada tingkat perkembangan kognitif yang aktual dari anak yang bersangkutan disebut dukungan dinamis atau scaffolding. Scaffolding berarti memberikan sejumlah besar bantuan kepada peserta didik selama tahap- tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bentuk dari bantuan itu berupa petunjuk, peringatan, dorongan, penguraian langkah-langkah pemecahan, pemberian contoh, atau segala sesuatu yang dapat mengakibatkan peserta didik mandiri. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi umumnya muncul dalam percakapankerjasama antar peserta didik sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap. Ada empat pinsip kunci dari teori Vygotsky, yaitu: 1 penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran the sociocultural nature of learning, 2 zona perkembangan terdekat zone of proximal development, 3 pemagangan kognitif cognitive apprenticenship, dan 4 perancah scaffolding Trianto, 2007: 27. Pada prinsip pertama, Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu dalam proses pembelajaran. Prinsip kedua dari Vygotsky adalah ide bahwa peserta didik belajar paling baik apabila berada dalam zona perkembangan terdekat mereka, yaitu tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan anak saat ini. Prinsip ketiga dari teori Vygotsky adalah menekankan pada kedua-duanya, hakikat sosial dari belajar dan zona perkembangan. Peserta didik dapat menemukan sendiri solusi dari permasalahan melalui bimbingan dari teman sebaya atau pakar. Prinsip keempat, Vygotsky memunculkan konsep scaffolding, yaitu memberikan sejumlah besar bantuan kepada peserta didik selama tahap- tahap awal pembelajaran, dan kemudian mengurangi bantuan tersebut untuk selanjutnya memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa bimbingan atau petunjuk, peringatan, dorongan, ataupun yang lainnya Trianto, 2007: 27. Keterkaitan penelitian ini dengan pendekatan teori Vygotsky adalah interaksi sosial dan hakikat sosial bahwa peserta didik diperkenankan untuk berkelompok kecil sehingga merangsang peserta didik untuk aktif bertanya dan berdiskusi dengan orang yang lebih mampu sehingga peserta didik dapat menyelesaikan permasalahan yang dialami saat pembelajaran.

2.1.2.4. Teori Piaget

Dokumen yang terkait

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN CRH BERBANTUAN POWERPOINT PADA KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VIII MATERI LINGKARAN

1 5 251

Keefektifan Pembelajaran Model TAPPS Berbantuan Worksheet Berbasis Polya terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Materi Lingkaran Kelas VIII

1 11 214

KEEFEKTIFAN MODELRESOURCE BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PESERTA DIDIK PADA MATERI LINGKARAN

6 26 297

PENGEMBANGAN KARAKTER KEDISIPLINAN DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MELALUI MODEL LAPS HEURISTIK MATERI LINGKARAN KELAS VIII

11 81 302

KEEFEKTIFAN MODEL DISCOVERY LEARNING BERBANTUAN PRAKARYA ORIGAMI TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VIII

0 32 414

KEEFEKTIFAN MODEL TGT DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC BERBANTUAN CD PEMBELAJARAN TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMP KELAS VIII PADA MATERI LINGKARAN

0 22 239

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 PAGAR MERBAU T.A 2015/2016.

0 2 27

PENERAPAN STRATEGI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH Penerapan Strategi Contextual Teaching And Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Hasil Belajar Matematika Bagi Siswa Kelas Viii Mts N

0 2 16

PENERAPAN STRATEGI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH Penerapan Strategi Contextual Teaching And Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Hasil Belajar Matematika Bagi Siswa Kelas Viii Mts N

0 2 11

10 Keefektifan Contextual Teaching and Learning Berbantuan Alat Peraga Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP N 8 Pekalongan Nurina Hidayah

0 0 7