0.024 0.021
0.034 0.037
0.067
0.01 0.02
0.03 0.04
0.05 0.06
0.07 0.08
1 2
3 4
5 Stasiun Pengamatan
Rata-rata Kadar Ni trit
Sedangkan rendahnya kadar nitrit di stasiun 4, hal ini erat kaitannya dengan sumber nitrit atau berkaitan erat dengan sifat nitrit NO
2
yang tidak stabil, sehingga ada kemungkinan sebahagian nitrit telah teroksidasi menjadi nitrat NO
3
karena kandungan oksigen terlarut yang mendukung proses oksidasi tersebut. yang terdapat di sekitar stasiun tersebut.
Berdasarkan kisaran kadar nitrit yang diperoleh selama penelitian masih dalam kisaran Nilai Ambang Baku Mutu menurut PP. No. 82 Tahun 2001 dengan
kriteria air berdasarkan kelas 2 dan 3 untuk kegiatan budidaya ikan.
Gambar 9 Rata- rata kadar nitrit di setiap stasiun pengamatan
Untuk lebih jelasnya, data parameter fisika-kimia air berdasarkan stasiun dan ulangan selama penelitian disajikan pada
Lampiran 1. 4.1.8. Kandungan Logam Berat Dalam Air, Sedimen, dan Makrozoobentos
4.1.8.1. Timbal Pb
Secara alamiah, Timbal Pb dapat masuk ke dalam perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Di samping itu, korosifikasi
dari batuan mineral akibat angin juga merupakan salah satu jalur Pb masuk dalam badan air. Logam Pb yang masuk ke dalam perairan sebagai dampak dari aktifitas
kehidupan manusia, diantaranya: air limbah dari industri yang berkaitan dengan logam Pb industri baterai, cat, dan barang-barang elektronik, air buangan dari
pertambangan bijih timah hitam. 49
0.0121 0.014
0.017 0.013
0.0213
0.005 0.01
0.015 0.02
0.025
1 2
3 4
5 Stasiun Pengamatan
Ka ndun
gan Pb di
Ai r mg
l
0.005 0.01
0.015 0.02
0.025 0.03
0.035
Stasiun Pengamatan K
a ndu
ngan
Log am
P b
di A
ir m
g l
Ulangan ke 1 0.02
0.01 0.01
0.01 0.02
Ulangan ke 2 0.03
0.02 0.02
0.02 0.03
Ulangan ke 3 0.014
0.01 0.02
0.0133 0.0133
1 2
3 4
5
Berdasarkan hasil analisis di laboratorium, bahwa rata-rata kandungan logam Pb dalam air pada setiap stasiun pengamatan berkisar antara 0,0121 -
0,0213 mgl Gambar 10, sedangkan menurut ulangan berkisar antara 0,014 - 0,024 mgl Gambar 11.
Gambar 10 Rata-rata kandungan logam Pb dalam air pada setiap stasiun
pengamatan
Gambar 11 Kandungan logam Pb dalam air menurut ulangan pengamatan
Gambar 10 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kandungan logam Pb dalam air pada setiap stasiun pengamatan, dimana stasiun 1 mempunyai nilai rata-
rata tertinggi sekitar 0,0213 mgl dan terendah di stasiun 5 sekitar 0,0121 mgl. Tingginya kandungan logam Pb dalam air, disebabkan karena di stasiun tersebut
terletak disekitar pintu masuk air Waduk Cirata menuju turbin depan DAM. Jadi air yang masuk ke Waduk Cirata yang berasal dari DAS dan Sub DAS yang
mengalir bermuara ke waduk tersebut akan membawa limbah logam berat berasal dari limbah industri, domestik, dan pertanian dan pada akhirnya akan
terkumpul di depan DAM. Hal tersebut berkaitan dengan curah hujan yang tinggi, sehingga debit air waduk dan sungai meningkat.
Sumber lain tingginya kandungan logam Pb diduga bersumber dari bongkar muat barang atau mobilisasi lalu lintas perairan perahu yang membawa
bibit ikan atau pakan di Waduk Cirata yang menggunakan Bahan Bakar Minyak BBM. Di samping itu, dipengaruhi karena tingginya curah hujan yang
mengakibatkan naiknya debit air sungai Sub DAS Cisokan yang membawa limbah perkotaan dan limbah industri masuk ke perairan Waduk Cirata dan pada
akhirnya akan mengendap di dasar perairan. Sedangkan Gambar 11 menunjukkan bahwa nilai kandungan logam Pb
dalam air menurut ulangan pengamatan mempunyai nilai yang berfluktuasi, dimana pada ulangan ke 2 mengalami peningkatan kandungan logam Pb dalam air
pada setiap stasiun pengamatan dibanding ulangan ke 1, tetapi pada ulangan ke 3 pada stasiun 1, 2, 4, dan 5 mengalami penurunan kandungan logam Pb dalam air.
Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi karena pada waktu pengambilan sampel terjadi peralihan musim, yaitu musim kemarau ke penghujan bulan pebruari,
sehingga debit air sungai dan waduk mengalami peningkatan. Secara keseluruhan di kelima stasiun pengamatan terlihat bahwa pada
pengambilan sampel ulangan ke 2 mengalami peningkatan kandungan logam Pb dalam air dibanding dengan ulangan 1 dan 3. Pada pengambilan sampel ulangan
ke 2 sudah masuk musim penghujan, sehingga sumber logam berat khususnya Pb dari limbah yang dihasilkan oleh aktivitas manusia di darat, seperti pertanian,
permukiman, dan industri akan masuk ke sungai bersamaan dengan meningkatnya debit air sungai yang bermuara ke Waduk Cirata dan akan mengalami pengadukan
air sehingga logam Pb di sedimen yang mengendap selama musim kemarau akan terlepas dari sedimen serta pada akhirnya logam Pb dalam air akan terakumulasi
atau mengendap kembali di dasar perairan. 51
Menurut Philips 1980 dalam Fitriati 2004, diperkirakan konstribusi manusia dalam pencemaran logam berat dapat berupa limbah perkotaan, industri,
pertambangan, dan pertanian. Bryan 1976 menyatakan bahwa sumber logam berat yang paling besar adalah berasal dari kegiatan manusia, baik di darat
maupun di laut. Hal tersebut disebabkan karena senyawa atau unsur logam berat sangat banyak dimanfaatkan dalam industri, baik sebagai bahan baku, katalis,
fungisida, maupun aditif. Sedangkan menurut Darmono 1995, bahwa pada air tawar logam yang terkandung di dalamnya biasanya dari buangan air limbah,
erosi, dan dari udara secara langsung. Timbal masuk ke perairan melalui pengendapan, jatuhan debu yang
mengendap Pb yaitu hasil pembakaran bensin yang mengandung timbal tetraetil, erosi, dan limbah industri Saeni, 1989. Senyawa Pb dalam bentuk organik lebih
beracun dibandingkan dengan bentuk anorganik. Menurut Haldstead 1972, unsur Pb bersifat kronis dan akumulatif dalam tumbuhan dan hewan air.
Keadaan perairan yang berubah-ubah, misalnya perubahan suhu, pH, intensitas, jumlah dan jenis bahan bahan pencemar dapat mengganggu bentuk logam berat
yang ada. Oleh sebab itu, logam berat di dalam air selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu, dan berbeda dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
Hasil pengukuran kandungan logam Pb dalam sedimen dan makrozoobentos masing-masing mempunyai rata-rata berkisara antara 20,5 -
39,43 mgkg dan 31,62 - 47,2 mgkg Gambar 12, sedangkan menurut ulangan berkisar antara 19,54 - 42,4 mgkg dan 3,3 - 111,6 mgkg Gambar 13 dan 14.
Gambar 12 menunjukkan bahwa kandungan logam Pb dalam sedimen pada setiap stasiun pengamatan mempunyai nilai yang bervariasi, dimana stasiun
4 mempunyai rata-rata sekitar 39,43 mgkg dan terendah di stasiun 5 sekitar 20,5 mgkg. Sedangkan rata-rata kandungan logam Pb di makrozoobentos di setiap
stasiun pengamatan sangat bervariasi, dimana nilai rata-rata Pb tertinggi di stasiun 4 sekitar 47,2 mgkg dan terendah di stasiun 3 sekitar 31,62 mgkg.
20.5 39.43
28.37 27.63
23.83 40.61
47.2
31.62 34.25
43.65
5 10
15 20
25 30
35 40
45 50
1 2
3 4
5 Stasiun pengamatan
R a
ta -rat
a ka
nd ung
an l oga
m P b
mg k
g
Sedimen Makrozoobentos
Gambar 12 Rata-rata kandungan logam Pb dalam sedimen dan makrozoobentos
pada setiap stasiun pengamatan Secara umum berdasarkan Gambar 10 dan 12, menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan kandungan logam Pb dalam air, sedimen, dan makrozoobentos selama penelitian atau semakin tinggi kandungan logam Pb dalam air juga
semakin tinggi kandungan Pb dalam sedimen dan makrozoobentos pada setiap stasiun pengamatan. Hal tersebut menandakan bahwa absorbsi penyerapan jenis
logam berat khususnya Pb oleh makrozoobentos di stasiun tersebut tinggi dan berkorelasi positif dengan kandungan logam berat Pb dalam air, sedimen dengan
makrozoobentos atau kandungan logam berat di makrozoobentos lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan logam Pb dalam sedimen dan air.
Kandungan logam Pb dalam sedimen dan makrozoobentos menurut ulangan di perairan Waduk Cirata dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14. Gambar
13 menunjukkan bahwa kandungan logam berat Pb dalam sedimen menurut ulangan di kelima stasiun pengamatan mempunyai nilai yang bervariasi.
Kandungan logam Pb dalam sedimen pada ulangan 1 lebih tinggi dibandingkan ulangan ke 2 dan mengalami peningkatan pada ulangan ke 3 di kelima stasiun
pengamatan. Tingginya kandungan logam berat dalam sedimen diduga karena 53
10 20
30 40
50 60
Stasiun Pengamatan K
a ndungan l
ogam
P b di
S edi
m en
m g
k g
Ulangan ke 1 42
48 48
40 34
Ulangan ke 2 14
15.5 18.4
37.5 12.3
Ulangan ke 3 15.5
19.4 18.7
48.8 15.2
1 2
3 4
5
telah terjadi pengendapan yang tinggi akibat masuknya logam berat ke sungai atau waduk yang terus menerus, baik dari limbah yang berasal dari darat, seperti
limbah perkotaan dan tempat penimbunan sampah rumah tangga, maupun limbah transfortasi dan industri Connel dan Miller, 2006.
Gambar 13 Kandungan logam Pb dalam sedimen menurut ulangan pengamatan Selanjutnya Gambar 13 juga menunjukkan bahwa kandungan logam Pb
dalam sedimen menurut ulangan pengamatan mempunyai nilai yang sangat bervariasi. Kandungan logam berat dalam sedimen erat kaitanya dengan
keberadaan logam berat dalam kolom air. Logam berat yang berada dalam kolom air akan mengalami proses penggabungan dengan senyawa-senyawa lain, baik
yang berupa bahan organik maupun bahan anorganik, sehingga berat jenisnya menjadi lebih besar berat yang pada akhirnya akan cepat mengalami proses
pengendapan atau sedimentasi di dasar perairan. Kandungan logam berat yang ada di sedimen sangat dipengaruhi oleh
musim. Menurut Bryan 1976, bahwa kandungan logam berat pada sedimen umumnya rendah pada musim kemarau dan tinggi pada musim penghujan.
Penyebab tingginya kadar logam berat di sedimen pada musim penghujan kemungkinan disebabkan oleh tingginya laju erosi pada permukaan tanah yang
terbawa ke dalam badan sungai, sehingga sedimen dalam sungai atau yang diduga mengandung logam berat akan terbawa oleh arus sungai menuju muara pada
akhirnya terjadi proses sedimentasi. Pernyataan tersebut di atas sesuai dengan 54
hasil yang diperoleh selama penelitian, sebagaimana ditunjukkan pada stasiun 4 ulangan 3, dimana kandungan logam Pb dalam sedimen semakin tinggi pada
musim penghujan. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh sumber logam berat yang terdapat di setiap stasiun penelitian berbeda-beda.
Pada musim penghujan, lumpur yang ada di dasar perairan sungai atau waduk akan teraduk dan sebagian terbawa aliran air sungai yang membentuk
endapan di sekitar muara Waduk Cirata. Dalam air sungai terdapat partikel - partikel koloid yang berasal dari batuan terkikis dan bagian tanah halus yang
tersuspensi. Partikel-partikel tersebut mempunyai kemanpuan besar untuk mengabsorpsi ion-ion logam berat. Menurut Clark et al 1977, lumpur terbentuk
pada saat koagulasi, yaitu bergabungnya partikel-partikel kecil berupa koloid menjadi partikel-partikel yang lebih besar. Apabila partikel-partikel tersebut
melewati ukuran tertentu, maka terjadi pengendapan. Proses tersebut berlangsung terus menerus, sehingga lapisan lumpur semakin lama semakin tebal.
Menurut Laws 1981, bahwa logam berat mempunyai sifat mudah terikat dengan bahan terlarut, sehingga limbah yang berasal dari permukiman rumah
tangga yang mengandung bahan organik akan bereaksi dan mengikat kation logam berat sehingga pada akhirnya mengendap di dasar perairan dan bersatu
dengan sedimen. Hal tersebut mengakibatkan kandungan logam berat dalam sedimen jauh lebih tinggi dari pada di air, selanjutnya pada kondisi tertentu logam
berat di sedimen akan terlepas kembali setelah beberap lama, sehingga dicapai suatu keseimbangan.
Untuk mengetahui tingkat pencemaran logam berat pada suatu perairan, maka dilakukan pengukuran kandungan logam dalam air dan sedimen lumpur.
Kedua media tersebut saling berinteraksi melalui proses: 1 fisika, proses ini mempengaruhi penyebaran bahan pencemar akibat adanya arus, perubahan suhu,
pengadukan turbulensi, dan hujan, 2 kimia, proses ini mempengaruhi adsorpsi logam berat pada sedimen, pengendapan, dan pertukaran ion. Kandungan logam
berat dalam bentuk terlarut dipengaruhi oleh suhu, oksigen terlarut, dan laju aliran sungai Sylvester, 1978 dalam Mokoagouw 2000.
Kadar normal Pb dalam sedimen yang tidak terkontaminasi berkisar antara 10 – 70 ppm Thayib dan Razak, 1981 dalam Edwar dkk, 2005. Sedangkan
50 100
150
Stasiun Pengamatan Kandu
ngan logam Pb
di Makro z
oob ent
os mg
kg
Ulangan ke 1 96.09
124.92 87.99
133.71 115.28
Ulangan ke 2 2.6
1.9 4.2
5.8 2.8
Ulangan ke 3 4.05
4.12 2.66
2.09 4.55
1 2
3 4
5
Everaart 1980 dalam Edwar dkk 2005, menyatakan bahwa kadar logam berat yang terdapat dalam sedimen yang tidak terkontaminasi paling rendah sebesar
0,01 ppm. Nilai Ambang Batas Pb dalam sedimen adalah 33 ppm, sedangkan kadar Pb yang dapat menimbulkan efek negatif terhadap mikroorganisme adalah
170 ppm Febris dan Wagner, 1994 dalam Edwar dkk, 2005.
Gambar 14 Kandungan logam Pb dalam makrozoobentos menurut ulangan pengamatan
Gambar 14 menunjukkan bahwa kandungan logam Pb dalam makrozoobentos pada stasiun 4 ulangan 1 mempunyai kandungan yang tertinggi.
Hal tersebut sesuai dengan pola kandungan Pb di sedimen. Kandungan logam Pb dalam makrozoobentos pada ulangan ke 1 mempunyai nilai yang sangat tinggi
dibandingkan pengambilan sampel pada ulangan ke 2 dan ke 3 dan mengalami peningkatan kandungan logam Pb dalam makrozoobentos pada ulangan ke 3 di
stasiun 1, 2, dan 5. Hal ini menandakan bahwa pada stasiun tersebut menunjukkan tingginya akumulasi logam Pb oleh makrozoobentos.
Kandungan logam Pb dalam makrozoobentos pada ulangan ke 2 dan 3 di kelima stasiun pengamatan mengalami penurunan yang sangat signifikan
dibandingkan pengambilan sampel pada ulangan ke 1, hal tersebut diduga terjadinya proses pengenceran sebagai dampak dari naiknya debit air sungai dan
waduk pada musim penghujan. Untuk lebih jelasnya data debit air total air masuk di perairan Waduk Cirata selama penelitian dapat lihat pada Lampiran 2.
Di samping itu, dampak naiknya debit air sungai dan waduk pada musim penghujan, yaitu:
1. Mempengaruhi tempat atau stasiun pengambilan sampel yang telah ditentukan dan pada pengambilan sampel ke 2 titik stasiun telah berubah mengarah ke
pinggir waduk atau muara sungai. Hal tersebut dilakukan karena naiknya debit air sungai atau waduk, sehingga mempengaruhi keberadaan
makrozoobentos yang ditemukan pada pengambilan pertama. 2. Titik atau stasiun pengambilan sampel ke 2 dan 3 kemungkinan baru
terendam air dan jenis makrozoobentos yang terdapat juga baru, sehingga mempengaruhi kandungan logam berat yang terdapat dalam sedimen dan
makrozoobentos. Dengan berubahnya titik atau stasiun pengambilan sampel, maka akan
mempengaruhi keberadaan makrozoobentos dan kandungan logam berat yang terdapat di makrozoobentos. Hal ini terbukti setelah dilakukan analisis kandungan
logam berat di makrozoobentos antar ulangan mengalami penurunan yang tajam. Akumulasi biologis dapat terjadi melalui absorpsi langsung terhadap logam berat
yang terdapat dalam air, sehingga organisme yang hidup pada perairan tercemar logam berat khususnya makrozoobentos, di dalam jaringan tubuhnya akan
terakumulasi logam berat yang tinggi. Hal tersebut dipengaruhi oleh cara hidup makrozoobentos yang relatif pergerakannya sangat lambat dan cenderung
menetap di dasar perairan. Kecendrungan makrozoobentos untuk menyimpan atau mengakumulasi
jenis logam berat khususnya Pb dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama yakni bisa berlangsung selama hidupnya. Hal ini juga dipengaruhi oleh proses
fisiologis dalam tubuh makrozoobentos. Pada proses metabolisme tubuhnya akan mengolah atau mentransformasi setiap bahan racun logam berat yang masuk,
sehingga akan mempengaruhi daya racun atau toksisitas bahan tersebut. Jenis logam berat yang mengalami biotransformasi dan tidak dapat diekresikan oleh
tubuh umumnya akan tersimpan dalam organ-organ tertentu seperti ginjal, hepatopankreas dan organ-organ lainnya.
Logam berat di perairan dapat menyebar secara horizontal dan vertikal, sehingga terdistribusi dalam badan air dan sebagian akan di serap oleh biota air.
Setiap biota air mempunyai kemanpuan menyerap logam berat yang berbeda- beda. Pada umumnya logam berat yang terdapat dalam biota air melalui absorpsi,
rantai makanan, dan insang, tergantung dari jenis biotanya. Umumnya bentos mengambil logam berat melalui makanan yang terakumulasi logam. Makanannya
tersebut dihancurkan dalam usus, kemudian diserap oleh darah. Keberadaan jenis logam-logam lain dalam kolom perairan dapat
menyebabkan logam-logam tersebut menjadi sinergis dan antagonis. Logam berat bersifat antagonis, apabila terjadi persenyawaan dengan pasangannya maka daya
racun yang ada pada logam tersebut akan berkurang atau semakin kecil, sedangkan bersifat sinergis, apabila bertemu pasanganya dan membentuk suatu
persenyawaan dapat berubah fungsi menjadi racun yang sangat berbahaya atau daya racunya berlipat ganda. Hasil penelitian oleh Ahsanullah et al, 1981 dalam
Darmono 2001 bahwa pada udang laut yang dipelihara dengan memberikan logam tembaga Cu, Seng Zn, dan Kadmium Cd dalam air menyebutkan,
antara lain: apabila logam Cd dan Zn dicampur, ternyata akumulasi kedua logam tersebut terus meningkat, apabila Zn dicampur dengan Cu maka akumulasi Cu
terhambat dan Zn tetap meningkat, apabila Cd dicampur dengan Cu maka Cu akumulasi terhambat dan Cd terus meningkat. Apabila ketiga logam tersebut Cd,
Cu, dan Zn dicampur, ternyata akumulasi Cd dalam jaringan tetap tidak terpengaruh dan terus meningkat, dan akumulasi Cu dan Zn hampir seimbang.
Menurut Darmono 1995, faktor konsentrasi logam tergantung pada ukuran organisme. Selanjutnya dikatakan bahwa larva kerang dalam masa
perkembangan dan pertumbuhan untuk menjadi dewasa akan menjadi terhambat karena pengaruh toksisistas logam dalam konsentrasi subletal kronis. Stadium
larva fase pelagik dari jenis kerang bivalva, moluska, dan oister biasanya peka terhadap pengaruh pencemaran logam dari pada masa dewasa. Jenis kerang dapat
mengakumulasi logam berat sebagaimana hewan air lainnya ikan dan udang. Derajat akumulasi logam berat pada jenis kerang lebih besar dari hewan lainnya,
karena sifatnya yang menetap, lambat untuk dapat menghindari diri dari pengaruh pencemaran, dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi logam
tertentu Darmono, 2001. 58
Sebagai perbandingan hasil penelitian Triastutiningrum dan Oginawati 2005, menyebutkan bahwa tingkat akumulasi atau peningkatan jumlah logam di
dalam tubuh ikan lebih rendah dari pada peningkatan berat badan ikan, sehingga konsentrasi logam di dalam tubuh ikan mengalami kecenderungan menurun. Hal
ini dapat disebabkan karena adanya mekanisme di dalam tubuh ikan untuk mengekskresikan sebagian logam berat yang berasal dari pakan yang dimakan,
terutama melalui feces. Selanjutnya menurut Clearwater 2002 dalam Triastutiningrum dan
Oginawati 2005, oleh karena uptake dan ekskresi terjadi secara terus menerus di dalam tubuh ikan, berbagai mekanisme depurasi untuk mengekskresikan logam
menjadi sangat penting dalam menentukan keseluruhan jumlah logam yang tertahan di dalam tubuh ikan. Salah satu mekanisme ekskresi primer yang terjadi
seiring dengan akumulasi logam pada sel-sel usus adalah dimana logam-logam tersebut secara periodik mengelupas menuju ke usus bagian lumen kemudian
mengikuti perputaran proses normal yang terjadi, jaringan ini kemudian mengekskresikan melalui feces. Usus dapat secara aktif mengekskresikan logam
seperti kadmium Cd, Merkuri Hg, dan Timah hitam Pb dari selaput lendir. Hasil pengamatan di lapangan mengenai keberadaan makrozoobentos di
perairan Waduk Cirata, ternyata makrozoobentos baru ditemukan pada ke dalaman kurang 10 meter. Kedalaman air mempengaruhi kelimpahan dan
distribusi makrozoobentos. Dasar perairan yang kedalaman airnya berbeda akan dihuni oleh makrozoobentos yang berbeda pula, sehingga terjadi stratifikasi
komunitas menurut kedalaman. Pada perairan yang lebih dalam makrozoobentos mendapat tekanan fisiologis dan hidrostatis
yang lebih besar. Karena itu makrozoobentos yang hidup di perairan yang dalam ini tidak banyak Ardi, 2002
. Untuk lebih jelasnya, hasil pengukuran kandungan logam Pb dalam air,
sedimen, dan makrozoobentos menurut stasiun dan ulangan di perairan Waduk Cirata dapat dilihat pada Lampiran 3.
4.1.8.2. Zeng Zn