Dominansi Jenis C Kondisi Perairan Secara Biologi

0.58 0.367 0.467 0.363 0.483 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 1 2 3 4 5 Stasiun Pengamatan Rat a -r at a I n deks Dom inan s i M a kr ozoobe nt os C perikanan, dan pertanian telah memberikan dampak yang berarti terhadap lingkungan perairan Waduk Cirata. Dengan rendahnya indeks keanekaragaman dan keseragaman makrozoobentos tersebut, berarti pula sudah ada spesies tertentu yang mendominasi komunitas makrozoobentos yang terdapat di perairan Waduk Cirata. Di samping itu, butiran atau kandungan sedimen dapat berhubungan dengan keanekaragaman jenis makrozoobentos. Menurut Marsambuana dan Gunarto 2004, bahwa kandungan pasir 80 , liat 2 , dan debu 18 dengan bahan organik 17,1 memperlihatkan hubungan yang cenderung lebih kuat dengan keanekaragaman jenis keanekaragamannya tinggi dibandingkan dengan dominansi makrozoobentos.

4.2.3. Dominansi Jenis C

Nilai indeks dominansi yang tinggi menandakan ada spesies tertentu yang mendominasi komunitas makrozoobentos, sebaliknya nilai dominansi yang rendah menunjukkan tidak terjadinya dominansi oleh spesies tertentu. Nilai indeks dominan C mempunyai kisaran antara 0 - 1. Semakin mendekati nilai 1, berarti semakin tinggi tingkat dominansi oleh spesies tertentu. Berdasarkan hasil perhitungan nilai indeks dominansi makrozoobentos di kelima stasiun, maka diperoleh rata-rata berkisar antara 0,363 – 0,58 Gambar 25. Gambar 25 Rata-rata indeks dominansi makrozoobentos pada setiap stasiun pengamatan Gambar 25 menunjukkan bahwa nilai diminansi di kelima stasiun pengamatan berfluktuasi, sedangkan nilai dominansi yang tinggi terdapat di stasiun 5 0,58 dan terendah di stasiun 2 0,363. Tingginya indeks dominansi yang terdapat di stasiun 5, diduga dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang dominan, seperti industri dan permukiman yang terdapat di sekitar Sungai Citarum dan limbah dari Waduk Saguling serta masuknya air lindih dari tempat pembuangan sampah TPS pada waktu musim penghujan. Sedangkan rendahnya nilai dominansi di stasiun 2 menggambarkan bahwa konstribusi aktivitas manusia seperti pertanian, permukiman, dan industri di stasiun tersebut tidak mempengaruhi komposisi makrozoobentos. Nilai rata-rata dominansi makrozoobentos yang diperoleh pada setiap stasiun pengamatan, terlihat bahwa di perairan Waduk Cirata terdapat dominansi spesies tertentu. Hal ini juga menunjukkan bahwa kondisi perairan tersebut tidak stabil, yaitu adanya tekanan ekologis akibat bahan-bahan pencemar yang masuk ke perairan Waduk Cirata. Hal yang lain juga dilihat dari nilai indeks keanekaragaman H | dan keseragaman E yang rendah. Pada perairan yang tercemar, hanya organisme tertentu yang dapat bertahan hidup, sementara jenis yang lainnya tidak mampu bertahan mati, sehingga perkembangan populasi organisme yang hidup sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya saingan, baik untuk mendapatkan makanan maupun memanfaatkan ruang oleh jenis lain. Oleh karena itu jenis tersebut akan mendominasi makrozoobentos di perairan Waduk Cirata. Untuk lebih jelasnya hasil identifikasi jenis makrozoobentos yang diperoleh di perairan Waduk Cirata dapat dilihat pada Lampiran 6. 4.3. Keterkaitan Antara Parameter 4.3.1. Hubungan Kandungan Logam Pb dan Zn Dalam Air Dengan Sedimen Untuk mengetahui keterkaitan antara kandungan logam berat Pb dan Zn dalam air dengan kandungan logam berat di sedimen, maka dilakukan uji korelasi dan regresi. Berdasarkan hasil uji korelasi antara kandungan logam Pb dan Zn dalam air dengan konsentrasi logam berat dalam sedimen memperlihatkan adanya korelasi positif dan negatif antara kandungan logam berat yang diamati. Korelasi 72 antara kandungan logam Pb dalam air dengan sedimen pada setiap stasiun pengamatan mempunyai hubungan berkisar antara 19,0 - 1,000 dan korelasi kandungan logam Zn mempunyai hubungan berkisar antara -97,4 - 33,4 Untuk lebih jelasnya hasil korelasi dan regresi antara kandungan logam Pb di air dengan sedimen berdasarkan stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Hasil analisis korelasi dan regresi antara logam Pb dan Zn dalam air x dengan sedimen y Stasiun Logam Regresi R 2 Korelasi 1 y = -369.9x + 31.724 0.036 -0,190 2 y = -1820x + 51.9 0.3506 -0,592 3 Timbal Pb y = -2945x + 77.45 0.9999 -1,000 4 y = -460.07x + 48.74 0.156 -0,395 5 y = -329.11x + 27.444 0.0551 -0,235 1 y = -450.78x + 116.87 0.9488 -0,974 2 y = 148.45x + 85.606 0.696 0,264 3 Zeng Zn y = 278.6x + 72.355 0.1117 0,334 4 y = 28.436x + 109.53 0.0036 0,060 5 y = -562.92x + 102.23 0.6478 -0,805 Keterangan: nyata pada taraf kepercayaan 99 p 0,01 Tabel 7 menunjukkan bahwa hanya terdapat satu hubungan yang signifikan p0,01, yaitu antara kandungan logam berat Pb dalam air dengan kandungan logam Pb dalam sedimen stasiun 3 yang mempunyai nilai korelasi - 1,000 pada taraf kepercayaan 99 , sedangkan hasil persamaan regresi yang diperoleh, yaitu: y = -2945x + 77,45 dan koefisien determinasinya tinggi, yaitu sebesar 99,9 . Hubungan tersebut adalah regresi negatif yang berarti bahwa makin tinggi kandungan logam Pb dalam sedimen pada stasiun 3 maka makin rendah kandungan logam Pb dalam air. Stasiun 3 sub DAS Cibalagung merupakan salah satu inlet air Waduk Cirata, dimana stasiun tersebut terdapat kegiatan atau aktivitas manusia yang sangat padat, seperti: bongkar muat barang yang mengangkut bibit atau hasil panen ikan dan pakan ikan yang menggunakan alat transfortasi, baik transfortasi darat maupun air, dimana alat transfortasi tersebut mobil, perahu menggunakan bahan bakar mobil. Hal tersebut kemungkinan besar salah satu sumber penyebab terdapatnya logam berat khususnya Pb di perairan Waduk Cirata. Sumber lainnya yaitu: dari kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Sungai Cibalagung merupakan salah satu sub DAS yang membelah kabupaten Cianjur yang bermuara ke perairan Waduk Cirata, sehingga kemungkinan besar limbah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, seperti limbah permukiman perkotaan, industri dan pertanian pesitisida yang masuk atau dibuang ke sungai tersebut, baik dengan sengaja maupun terbawa aliran air pada waktu musim hujan akan menjadi sumber terdapatnya logam berat di sungai dan Waduk Cirata. Pada dasarnya, kandungan logam dalam air mempengaruhi keberadaan logam yang ada dalam sedimen dan sebaliknya. Namun, karena logam mudah terlarut dalam air membentuk endapan, maka kandungan logam dalam sedimen menjadi lebih lebih tinggi Benes et al, 1985 dalam Kusumahadi 1998. Keadaan ini terus berlangsung sesuai dengan kandungan logam yang ada di perairan, sehingga keseimbangan antara logam dalam air dengan sedimen agak sulit terjadi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi negatif yang diperoleh di Waduk Cirata antara logam Pb dalam air dengan sedimen. Limbah logam berat yang masuk ke badan air akan mengalami pengendapan, pengenceran, dispersi, dan selanjutnya di absorpsi oleh organisme- organisme yang hidup di perairan tersebut. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa sebagian logam berat akan mengendap di dasar sebagai sedimen dan sebagian pula berada di badan air walaupun dalam jumlah yang relatif kecil. Logam berat seperti Pb di dalam perairan relatif lebih tahan lama karena sifatnya yang lebih stabil terutama yang terdapat dalam sedimen. Proses pengendapan logam berat seperti Pb dan Zn di dasar perairan sedimen diakibatkan oleh sifat logam berat yang mudah berikatan dengan bahan-bahan organik terlarut. Di samping itu, logam berat yang terdapat di kolom air akan mengalami proses penggabungan dengan senyawa-senyawa lain, baik yang berupa bahan organik maupun bahan anorganik, sehingga berat jenisnya menjadi lebih besar yang akan mempengaruhi laju proses pengendapan atau sedimentasi. 74 Kandungan logam berat dalam air selalu berubah sedangkan logam berat dalam sedimen akan bertambah dari waktu ke waktu, di antaranya di pengaruhi oleh pH dan suhu. Sedimen dapat juga digunakan sebagai indikator pencemaran logam berat pada suatu perairan, karena partikel-partikel koloid banyak mengikat logam berat yang masuk ke badan air. Beberapa logam yang berikatan dengan sedimen dan partikel yang mengendap, kemudian kembali ke dalam air dan diikuti remobilisasi dan difusi ke atas Bryan, 1976. Sedangkan Langston dan Bryan 1992 mengatakan bahwa kandungan logam dalam sedimen biasanya mencapai 3 - 5 kali lebih tinggi dari kandungan logam dalam air. Togwel 1979 dalam Haeruddin 2006, mengatakan bahwa kandungan logam berat pada sedimen tidak saja ditentukan oleh proses pelapukan batuan, tetapi juga dipengaruhi oleh kandungan bahan organik sedimen, komposisi mineral, serta ukuran partikel endapan sedimen tersebut. Sedimen yang berukuran lebih halus clay dengan diameter 20 mikron mampu menyerap bahan pencemar dalam jumlah yang lebih besar dibanding sedimen berukuran besar. Sedimen halus memiliki persentase bahan organik yang lebih tinggi dari pada sedimen besar, hal tersebut berkaitan dengan lingkungan tenang, sehingga memungkinkan pengendapan sedimen lempung dan lanau yang diikuti oleh akumulasi bahan organik ke dasar perairan Wood, 1987. Hasil analisis regresi hubungan kandungan logam Pb dan Zn dalam air dengan sedimen dapat dilihat pada Lampiran 7 .

4.3.2. Hubungan Kandungan Logam Pb dan Zn Dalam Air Dengan Makrozoobentos.