PEMBAHASAN Dr. Fikarwin Zuska 3. Drs. Tukiman, M.K.M

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Pemanfaatan pelayanan puskesmas oleh kepala keluarga yang memiliki etnis Tionghoa masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari proporsi pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas di Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau pada kategori tidak memanfaatkan, yaitu sebanyak 53 responden 69,7. Hal ini disebabkan oleh persepsi etnis Tionghoa yang tidak baik terhadap kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas, khususnya jika dilihat dari aspek fasilitas fisik puskesmas. Responden menyatakan tidak puas terhadap 4 empat pertanyaan tentang fasilitas puskesmas, yaitu: kebersihan dan kerapian ruang perawatan, penerangan, kelengkapan perabot dan kebersihan ruangan dari serangga. Demikian juga pada aspek pelayanan administrasi puskesmas, 64,5 responden menyatakan bahwa pelayanan admisnistrasi puskemas berbelit-belit, sehingga mereka tidak mau memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas perlu membuat kebijakan prosedur tetap pelayanan puskesmas. Menetapkan prosedur atau tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh seorang pasien jika hendak memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas. 5.2 Pengaruh Faktor Predisposisi Masyarakat Tionghoa terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau

5.2.1 Pengaruh Umur terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Universitas Sumatera Utara Berdasarkan analisis bivariat antara umur dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas, diperoleh nilai probabilitasnya p 0,081. Artinya, tidak ada hubungan umur dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas, demikian juga pada analisis regresi logistik ganda menunjukkan tidak ada pengaruh umur terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseoarang termasuk dalam perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Umur dapat didefinisikan sebagai jumlah waktu kehidupan yang telah dijalani oleh seseorang. Umur sering dihubungkan dengan kemungkinan terjangkit penyakit. Kelompok umur usia muda anak-anak ternyata lebih rentan terhadap penyakit infeksi diare, infeksi saluran pernafasan. Usia-usia produktif lebih cenderung berhadapan dengan masalah kecelakaan lalu-lintas, kecelakaan kerja dan penyakit akibat gaya hidup life style. Usia yang relatif lebih tua sangat rentan dengan penyakit-penyakit kronis hipertensi, jantung koroner atau kanker Notoatmodjo, 2005. Risiko kesakitan akibat faktor umur ini menyebabkan tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan juga sangat dipengaruhi oleh umur. Menurut Feldstein 2004 semakin bertambah umur seseorang, maka semakin bertambah pula permintaannya terhadap pelayanan kesehatan Razak, 2004. Namun, umur tidak selalu berpengaruh terhadap tindakan individu untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Menurut hasil penelitian Bovier, dkk 2001 menyimpulkan bahwa faktor umur tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan Universitas Sumatera Utara kesehatan mental. Demikian juga dengan kepala keluarga etnis Tionghoa di Kecamatan Pasir Limau Kapas. Karakter pekerja keras telah melekat pada etnis Tionghoa, sehingga waktu untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskesmas sangat rendah, khususnya pelayanan yang bersifat preventif, seperti: kontrasepsi, imunisasi, pemberian makanan tambahan dan berbagai program lainnya. Hal ini menyebabkan secara statististik rendahnya kunjungan puskesmas pada etnis Tionghoa. Berdasarkan keadaan tersebut, maka untuk menjangkau masyarakat yang tidak memiliki kesempatan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, diperlukan pelayanan kesehatan yang menjangkau masyarakat ke tempat mereka masing-masing. Upaya tersebut bisa ditempuh dengan memaksimalkan Puskesmas Keliling, atau kunjungan rumah oleh petugas kesehatan.

5.2.2 Pengaruh Jenis Kelamin terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di

Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Berdasarkan analisis bivariat antara jenis kelamin dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas, diperoleh nilai probabilitasnya p 1,000. Artinya, tidak ada hubungan jenis kelamin dengan pemanfaatan pelayanan puskesmas, demikian juga pada analisis regresi logistik ganda menunjukkan tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Jenis kelamin adalah ciri khas tertentu yang dimiliki oleh mahluk hidup, dalam hal ini manusia. Jenis kelamin sering dibagi ke dalam dua kategori, dengan menggunakan istilah masing-masing; laki-laki dan perempuan atau pria dan wanita. Dalam studi epidemiologi, jenis kelamin juga menjadi salah satu bagian dari Universitas Sumatera Utara karakteristik yang memiliki pengaruh terhadap kejadian kesakitan. Sebagai contoh, penyakit kanker serviks hanya dijumpai pada wanita, sedangkan kanker prostat hanya dijumpai pada pria Notoatmodjo, 2005. Tingkat kerentanan manusia yang bersumber dari jenis kelamin tersebut menjadikan tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan juga berbeda pada masing- masing jenis kelamin. Perempuan cenderung lebih rentan terhadap penyakit-penyakit infeksi. Hal ini disebabkan oleh tahap-tahap kehidupan yang dilaluinya, mulai dari remaja haid, dewasa mengandung dan melahirkan sampai masa tua menopause. Secara umum, kaum perempuan lebih peduli dengan keadaan kesehatannya sehingga lebih banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatannya Notoatmodjo, 2005. Namun, dalam penelitian ini tidak terdapat pengaruh jenis kelamin dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Jika dilihat pada T abel 4.4, distribusi frekuensi kepala keluarga dominan adalah laki-laki, yaitu 82,9, dan setelah disilangkan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas, maka dapat dilihat bahwa frekuensi kepala keluarga baik yang memanfaatkan maupun yang tidak memanfaatkan tertinggi pada jenis kelamin laki-laki. Hal ini menyebabkan tidak adanya hubungan atau pengaruh secara statistik antara jenis kelamin dengan pemanfaatan pelayanan puskesmas. Demikian juga jika dilihat dari aspek kultural, tidak terdapat perbedaan peran yang ekstrim antara laki-laki dan perempuan pada etnis Tionghoa. Baik laki-laki mapun perempuan merupakan pekerja keras, sehingga mengurangi kesempatan mereka untuk mengikuti program-program puskesmas. Hal Universitas Sumatera Utara ini menyebabkan rendahnya kunjungan puskesmas pada etnis Tionghoa baik laki-laki maupun perempuan. Untuk itu perlu ditingkatkan pelayanan kesehatan puskesmas yang bersifat aktif, yaitu melakukan kunjungan ke rumah-rumah penduduk, atau memanfaatkan pelayanan kesehatan melalui puskesmas keliling.

5.2.3 Pengaruh Jumlah Anggota Keluarga terhadap Pemanfaatan Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Berdasarkan analisis bivariat antara jumlah anggota keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas, diperoleh nilai probabilitasnya p 0,006. Artinya, ada hubungan jumlah anggota keluarga dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas, namun pada analisis regresi logistik ganda, menunjukkan tidak ada pengaruh jumlah anggota keluarga terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Menurut Anderson yang dikutip Notoatmodjo 2003, jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Jumlah anggota keluarga merupakan bagian dari karakteristik predisposisi predisposing characteristics. Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan ke dalam ciri-ciri: a Demografi umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota keluarga b Struktur Sosial tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, kesukuan, agama, tempat tinggal c Sikap, keyakinan, persepsi, pandangan individu terhadap pelayanan kesehatan. Universitas Sumatera Utara Secara teoritis dapat diterima bahwa jumlah anggota keluarga yang semakin banyak akan mempengaruhi intensitas atau frekuensi pemanfaatan pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan. Namun dalam penelitian ini jumlah anggota keluarga tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Masyarakat etnis Tionghoa memiliki persepsi yang tidak baik pada pelayanan puskesmas, sehingga lebih mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat privat, seperti praktik dokter, khususnya yang dilayani oleh dokter yang memiliki etnis yang sama yaitu etnis Tionghoa. Bahkan sebagian masyarakat menyatakan lebih memilih pelayan dokter kesehatan yang bisa langsung dipanggil ke rumah, sehingga tidak mengganggu waktu kerja mereka. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas pada etnis Tionghoa. Untuk itu perlu meningkatkan upaya pelayanan kesehatan yang bersifat luar gedung, yaitu melakukan kunjungan ke rumah-rumah penduduk.

5.2.4 Pengaruh Tingkat Pendapatan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di

Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Berdasarkan analisis bivariat antara tingkat pendapatan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas, diperoleh nilai probabilitasnya p 0,023. Artinya, ada hubungan tingkat pendapatan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas, demikian juga pada analisis regresi logistik ganda, menunjukkan ada pengaruh tingkat pendapatan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Universitas Sumatera Utara Menurut Rafael yang dikutip Tarigan 2002, tingkat penghasilan income seseorang berhubungan kuat dengan permintaan pelayanan kesehatan. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, semakin tinggi pula tingkat pemanfaatan fasilitas kesehatan yang lebih baik dan lengkap secara sarana dan prasarana. Menurut data Susenas 2001, penduduk miskin lebih banyak memanfaatkan pelayanan Puskesmas untuk rawat inap, sedangkan penduduk kaya lebih akses pada RS Swasta. Sedangkan untuk tingkat nasional, RS Pemerintah lebih banyak dimanfaatkan penduduk kawasan timur Indonesia yang relatif memiliki tingkat pendapatan perkapitan lebih rendah dari kawasan barat Indonesia. Menurut Saadah 1999, yang dikutip oleh Lukito 2003, tingkat sosial ekonomi sangat mempengaruhi seseorang terhadap pemilihan media, sumber informasi, dan kemampuan dalam membeli alat yang dibutuhkan dalam menunjang kesehatannya. Pada penelitian ini ditemukan bahwa kemauan masyarakat Tionghoa untuk mengakses pelayanan kesehatan di Puskesmas juga sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Rata-rata tingkat pendapatan perkapita masyarakat Tionghoa lebih tinggi dari rata-rata pendapatan perkapita penduduk lainnya, sehingga cenderung lebih memilih mengakses fasilitas kesehatan yang lebih bermutu dan mempunyai fasilitas kesehatan yang lebih lengkap, seperti: rumah sakit, praktek dokter, dan laboratorium mandiri Wang, 1991. Hal ini didukung pendapat Tjiptoherijanto dan Soestyo 1994 bahwa semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya orang tersebut akan lebih cepat tanggap Universitas Sumatera Utara terhadap gejala penyakit yang ia rasakan, sehingga orang tersebut akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya. Keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya bagi seseorang biasanya juga dipengaruhi oleh dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, apabila secara sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya mendukung untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan, tentunya akan mempengaruhi seseorang dalam memutuskan untuk mencari pengobatan. Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa mayoritas kepala keluarga etnis Tionghoa yang diteliti memiliki tingkat pendapat tinggi, yaitu sebesar 68,4. Tingkat pendapatan yang tinggi mendorong kepala keluarga etnis Tionghoa untuk mengakses pelayanan kesehatan yang lebih baik. Jika dilihat pada tabel hasil analisis multivariat Tabel 4.22, nilai B bertanda negatif -. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi antara tingkat pendapatan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan puskesmas yang bersifat terbalik asimetris, yaitu semakin tinggi pendapatan mereka maka semakin rendah kemungkinan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskemas. Kepala keluarga yang memiliki etnis Tionghoa lebih mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat privat atau rumah sakit swasta, bahkan jika memungkinkan akan memanfaatkan pengobatan yang bersifat tradisional yang dilayani oleh tabib yang memiliki etnis Tionghoa. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa tarif sebuah pelayanan kesehatan tidak menjadi faktor yang menghambat pemanfaatan pelayanan kesehatan tersebut, karena banyak penduduk etnis Tionghoa yang memanfaatkan pelayanan kesehatan privat meskipun tarifnya relatif lebh mahal. Berdasarkan keadaan tersebut, maka perlu Universitas Sumatera Utara dimaksimalkan kebijakan pelayanan prima, yaitu memberikan pelayanan yang berkualitas meskipun dengan menentukan tarif yang relatif lebih mahal.

5.2.5 Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di

Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Berdasarkan analisis bivariat antara tingkat pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas, diperoleh nilai probabilitasnya p 0,003. Artinya, ada hubungan tingkat pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas, demikian juga dengan hasil analisis regresi logistik ganda, menunjukkan bahwa ada pengaruh tingkat pendidikan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Menurut Notoatmodjo 2002, kesehatan merupakan interaksi berbagai faktor, baik internal dalam diri manusia maupun eksternal di luar diri manusia. Faktor internal terdiri dari faktor fisik dan psikis, sedangkan faktor eksternal terdiri dari kondisi sosial, budaya masyarakat, lingkungan fisik, politik, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya. Menurut Lukito 2003, pemanfaatan masyarakat terhadap berbagai fasilitas pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka akan semakin mudah seseorang untuk memahami sebuah perubahan dan manfaat sebuah perubahan, khususnya dalam bidang kesehatan. Menurut penelitian Prihardjo 2005, rendahnya pemanfaatan kesehatan Puskesmas dipengaruhi oleh tingkat pendidikan seseorang. Tingkat pendidikan yang dimaksud bisa bersifat dualis. Disatu sisi, rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah. Masyarakat tidak banyak mengerti tentang Universitas Sumatera Utara fasilitas dan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas. Disisi lain, tingkat pengetahuan yang tinggi juga bisa menyebabkan rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan Puskesmas. Hal ini dilihat masyarakat yang telah mengetahui kualitas pelayanan dan fasilitas kesehatan yang masih rendah di Puskesmas. Menurut pendapat Anderson 1995 bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah struktur sosial seperti: pendidikan. Secara umum aspek pendidikan terkait dengan tingkat pengetahuan seseorang tentang sesuatu hal. Pengetahuan yang lebih jelas terhadap manfaat pelayanan kesehatan akan mempengaruhi tingkat pemanfaatan terhadap fasilitas kesehatan. Berdasarkan Tabel 4.20 dapat dilihat bahwa distribusi frekuensi kepala keluarga etnis Tionghoa yang memanfaatkan pelayanan kesehatan puskesmas dengan tingkat pendidikan yang rendah 30,8 lebih tinggi dibanding tingkat pendidikan yang tinggi 29,7. Hal menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan etnis Tionghoa maka semakin rendah tingkat pemanfaatannya terhadap pelayanan puskesmas. Demikian juga apa yang disajikan pada tabel hasil analisis multivariat Tabel 4.22. Nilai B yang bertanda negatif - menunjukkan bahwa korelasi antara pendidikan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan puskesmas yang bersifat terbalik asimetris, yaitu semakin tinggi pendidikannya maka semakin rendah kemungkinan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan di puskemas. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya sosialisasi program puskesmas kepada masyarakat, agar masyarakat juga memahami berbagai program puskesmas khususnya program yang bersifat preventif.

5.2.6 Pengaruh Pekerjaan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas di

Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Universitas Sumatera Utara Berdasarkan analisis bivariat antara pekerjaan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas, diperoleh nilai probabilitasnya p 0,016. Nilai ini lebih kecil dari nilai α 0,05. Artinya, ada hubungan pekerjaan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Pada analisis regresi logistik ganda, menunjukkan bahwa ada pengaruh pekerjaan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Sebagain besar etnis Tionghoa di Indonesia memiliki mata pencaharian sebagai pedagang terutama di wilayah Jawa. Sebagian besar mereka adalah orang Hokkien. Namun, berbeda dengan etnis Tionghoa yang berada di Jawa Barat dan di bagian Pantai Barat Sumatera. Etnis Tionghoa yang berada di wilayah ini lebih banyak bekerja sebagai petani dan penanam sayur-mayur, sedangkan di Bagan Siapiapi Riau orang Hokkien umumnya menjadi nelayan Puspa, 2005 Pekerjaan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan pada masyarakat etnis Tionghoa. Etnis Tionghoa yang berada di wilayah kerja Puskesmas Panipahan Kecamatan Pasir Limau Kapas merupakan bagian dari etnis Tionghoa yang menyebar ke Bagan Siapiapi Riau yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan. Berbeda dengan etnis Tionghoa lainnya yang cenderung memiliki pekerjaan sebagai pedagang. Jenis pekerjaan sebagai nelayan menyebabkan mereka harus berangkat melaut pada siang hari, sehingga waktu untuk mengikuti program puskesmas yang berjalan pada siang hari tidak dapat diakses oleh mereka yang bekerja sebagai nelayan.

5.2.7 Pengaruh Solidaritas Komunal terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di

Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Universitas Sumatera Utara Berdasarkan analisis bivariat antara solidaritas komunal dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas, diperoleh nilai probabilitasnya p 0,000. Nilai ini lebih kecil dari nilai α 0,05. Artinya, ada hubungan solidaritas komunal dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Pada analisis regresi logistik ganda, menunjukkan ada pengaruh solidaritas komunal terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Salah satu karakteristik masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah memiliki solidaritas komunal yang tinggi sehingga menyebabkan sulitnya proses pembauran etnis. Hal ini terlihat dari sikap mereka yang menganggap dirinya sebagai pihak luar sehingga nasionalismenya sangat diragukan untuk mendorong proses pembauran. Sehingga tidak ada pilihan lain mereka selain untuk bertahan dengan solidaritas komunal mereka sebagai kelompok minoritas yang tertindas Ihromi, 1999. Demikian juga dalam penggunaan bahasa, walaupun mereka menjalankan integrasi lokal dalam beberapa kehidupan keseharian etnis Cina, terutama yang belum atau tidak melakukan pernikahan asimilasi dengan pihak pribumi, tetapi mereka tetap mempertahankan kemampuan baca dan berbicara bahasa Mandarin dan atau Kanton. Etnis Cina yang tidak atau belum berasimilasi melalui perkawinan dengan kaum pribumi, biasanya hanya mengambil kebiasaan-kebiasaan budaya lokal terutama dalam hal makanan Ihromi, 1999. Tingginya rasa solidaritas komunal pada masyarakat etnis Tionghoa berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Berdasarkan data Puskesmas, tidak terdapat tenaga kesehatan yang memiliki etnik Tionghoa, baik petugas maupun kepala Puskesmas. Etnik Tionghoa yang bekerja dalam bidang Universitas Sumatera Utara kesehatan banyak bergerak dalam bidang pelayanan privat, seperti klinik dan praktik dokter. Hal ini menyebabkan pemanfaatan pelayanan kesehatan pada etnis Tionghoa di Puskesmas sangat rendah. Mereka lebih banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan yang bersifat privat atau rumah sakit.

5.2.8 Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di

Puskesmas Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Berdasarkan analisis bivariat antara tingkat pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas, diperoleh nilai probabilitasnya p 0,004. Nilai ini lebih kecil dari nilai α 0,05. Artinya, ada hubungan tingkat pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Pada analisis regresi logistik ganda, menunjukkan tidak ada pengaruh tingkat pengetahuan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya mata, hidung, telinga, dan sebagainya. Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek Notoatmodjo, 2005. Menurut Benjamin Bloom 1908, yang dikutip oleh Notoatmodjo 2005 pengetahuan dibagi menjadi beberapa tingkatan yang selanjutnya disebut dengan Taksonomi Bloom. Menurut Bloom, pengetahuan dibagi atas: tahu know, memahami comprehension, aplikasi application, analisis analysis, sintesis synthesis, dan evaluasi evaluation. Universitas Sumatera Utara Menurut beberapa ahli, pengetahuan merupakan salah satu penyebab utama timbulnya tindakan atau perubahan perilaku. Menurut Fritz Heider, perubahan perilaku terjadi karena disposisi internal, misalnya pengetahuan, motif, sikap, dan sebagainya. Sedangkan menurut Finer 1957 timbulnya tindakan terjadi akibat ketidakseimbangan kognisi cognitive dissonance. Ketidakseimbangan ini terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi pengetahuan, pendapat, atau keyakinan yang bertentangan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau obyek, dan stimulus tersebut menimbulkan keyakinan bertentangan di dalam diri individu sendiri, maka terjadilah ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan inilah yang menyebabkan lahirnya sebuah perilaku baru. Menurut Rogers 1962, tindakan dapat timbul melalui kesadaran. Kesadaran yang dimaksud berawal dari tingkat pengetahuan seseorang. Kesadaran tersebut kemudian akan berlanjut mengikuti empat tahap berikutnya, yaitu keinginan, evaluasi, mencoba, dan menerima penerimaan atau dikenal juga dengan AIETA Awareness, Interest, Evaluation, Trial, and Adoption Nursalam, 2007. Hal ini sesuai dengan pendapat Blum yang dikutip Notoatmodjo 2005 yang mengatakan bahwa tindakan seorang individu termasuk kemandirian dan tanggung jawabnya dalam berperilaku sangat dipengaruhi oleh domain kognitif atau pengetahuan. Tindakan kemandirian setiap individu yang lebih nyata akan lebih langgeng dan bertahan apabila hal ini didasari oleh pengetahuan kuat. Dalam penelitian ini, pengetahuan hanya memiliki hubungan dengan pemanfaatan pelayanan Puskesmas, namun tidak memiliki pengaruh. Hal ini Universitas Sumatera Utara membuktikan “dualis” dari tingkat pengetahuan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan. Semakin baik tingkat pengetahuan seseorang terhadap fasilitas kesehatan dapat meningkatkan pemanfaatan terhadap fasilitas tersebut, namun dapat juga menurunkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, jika seseorang mengetahui dengan bahwa kualitas pelayanan kesehatan sebuah fasilitas kesehatan tidak baik.

5.2.9 Pengaruh Sikap terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Berdasarkan analisis bivariat antara sikap dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan puskesmas, diperoleh nilai probabilitasnya p 0,033. Artinya, ada hubungan sikap dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Pada analisis regresi logistik ganda, menunjukkan adanya pengaruh sikap terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Sikap attitude, adalah evaluasi positip-negatip-ambivalen individu terhadap objek, peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap merupakan perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang relatip menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap adalah pengalaman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya model, iklan dan opini, lembaga-lembaga social dan lembaga keagamaan Notoatmodjo, 2005. Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa sikap merupakan sindrom atau kumpulan gejala Universitas Sumatera Utara dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain Notoatmodjo, 2005. Dalam bidang kesehatan, yang dimaksud dengan sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, yang mencakup sekurang-kurangnya empat , yaitu: 5. Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular jenis penyakit dan tanda- tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya, cara mengatasi atau menanganinya sementara 6. Sikap terhadap faktor-faktor yang terkait danatau mempengaruhi kesehatan, antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya. 7. Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang profesional maupun tradisional. 8. Sikap untuk menghindari kecelakaan, baik kecelakaan rumah tangga, maupun kecelakaan lalulintas, dan kecelakaan di tempat-tempat umum Notoatmodjo, 2005. Sikap merupakan salah satu yang mempengaruhi individu untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan atau tidak. Sikap yang baik terhadap kualitas pelayanan fasilitas kesehatan akan mengahsilkan tindakan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Sebaliknya, sikap yang tidak baik terhadap kualitas atau keberadaan fasilitas kesehatan akan mengurangi keinginan atau tindakan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Universitas Sumatera Utara

5.2.10 Pengaruh Persepsi terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas

Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau Berdasarkan analisis bivariat antara persepsi dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas, diperoleh nilai probabilitasnya p 0,001. Artinya, ada hubungan persepsi dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Pada analisis regresi logistik ganda, menunjukkan tidak ada pengaruh persepsi terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Persepsi adalah suatu proses otomatis yang terjadi dengan sangat cepat dan terkadang tidak kita sadari, dimana kita mengenali stimulus yang kita terima. Persepsi yang kita miliki dapat mempengaruhi tindakan kita. Menurut Robbin 2003, yang dikutip Notoatmodjo 2005, mendefinisikan persepsi sebagai proses dimana seseorang mengorganisasikan dan menginterpretasikan sensasi yang dirasakan dengan tujuan untuk memberikan makna terhadap lingkungannya. Menurut Anderson yang dikutip Notoatmodjo 2003, persepsi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tindakan seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Persepsi termasuk dalam faktor predisposisi predisposing factors, karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Dalam penelitian ini persepsi memiliki hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Persepsi masyarakat Tionghoa terhadap pelayanan puskesmas cenderung tidak baik, sehingga menyebabkan Universitas Sumatera Utara pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas sangat rendah. Untuk itu perlu dilakukan perbaikan baik bangunan fisik puskesmas dan kualitas pelayanan oleh petugas kesehatan. Universitas Sumatera Utara

BAB 5 PEMBAHASAN

Dokumen yang terkait

Determinan Pemanfaatan Pelayanan Rawat Jalan Di Puskesmas Batang Toru Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan Tahun 2015

9 66 113

Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Kebutuhan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Jampersal di Wilayah Kerja Puskesmas Parongil Kabupaten Dairi

5 67 131

Gambaran Peran Keluarga Terhadap Penderita Tbc Di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Datar Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara 2013

1 61 152

Pemanfaatan Modal Sosial Nelayan Etnis Tionghoa (Studi Pada : Nelayan Etnis Tionghoa di Bagansiapiapi Kabupaten Rokan Hilir, Riau)

0 55 116

Pengaruh Sosiodemografi, Sosiopsikologi dan Pelayanan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Puskesmas oleh Masyarakat Raja Maligas Kec. Hutabayu Raja Kabupaten Simalungun

6 120 176

Gambaran Distribusi Penyakit ISPA Pada Balita Di Puskesmas Sadabuan Kabupaten Tapanuli Selatao Tahun 2000

1 28 87

Determinan Pemanfaatan Puskesmas Oleh Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Talun Kenas Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang Tahun 2003

9 116 77

Persepsi Tenaga Kesehatan Di Puskesmas Terhadap Pelayanan Kefarmasian Sesuai PP No. S1 Tahun 2009

1 47 57

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan - Pengaruh Faktor Predisposisi, Pemungkin dan Kebutuhan terhadap Pemanfaatan Pelayanan Jampersal di Wilayah Kerja Puskesmas Parongil Kabupaten Dairi

0 0 32

PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT (JAMKESMAS) DI KECAMATAN TANAH PUTIH KABUPATEN ROKAN HILIR PROVINSI RIAU - Repository IPDN

0 0 14