Menurut beberapa ahli, pengetahuan merupakan salah satu penyebab utama timbulnya tindakan atau perubahan perilaku. Menurut Fritz Heider, perubahan
perilaku terjadi karena disposisi internal, misalnya pengetahuan, motif, sikap, dan sebagainya. Sedangkan menurut Finer 1957 timbulnya tindakan terjadi akibat
ketidakseimbangan kognisi cognitive dissonance. Ketidakseimbangan ini terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi pengetahuan, pendapat, atau
keyakinan yang bertentangan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau obyek, dan stimulus tersebut menimbulkan keyakinan bertentangan di dalam diri
individu sendiri, maka terjadilah ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan inilah yang menyebabkan lahirnya sebuah perilaku baru. Menurut Rogers 1962, tindakan dapat
timbul melalui kesadaran. Kesadaran yang dimaksud berawal dari tingkat pengetahuan seseorang. Kesadaran tersebut kemudian akan berlanjut mengikuti
empat tahap berikutnya, yaitu keinginan, evaluasi, mencoba, dan menerima penerimaan atau dikenal juga dengan AIETA Awareness, Interest, Evaluation,
Trial, and Adoption Nursalam, 2007.
2.6.7 Sikap
Sikap attitude, adalah evaluasi positip-negatip-ambivalen individu terhadap objek, peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap merupakan perasaan, keyakinan, dan
kecenderungan perilaku yang relatip menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
Universitas Sumatera Utara
sikap adalah pengalaman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya model, iklan dan opini, lembaga-lembaga sosial dan lembaga keagamaan Makmun, 2005.
Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa sikap merupakan sindrom atau kumpulan gejala
dalam merespon stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain Notoatmodjo, 2005.
Dalam bidang kesehatan, yang dimaksud dengan sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
pemeliharaan kesehatan, yang mencakup sekurang-kurangnya empat variabel, yaitu: 1.
Sikap terhadap penyakit menular dan tidak menular jenis penyakit dan tanda- tandanya atau gejalanya, penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya,
cara mengatasi atau menanganinya sementara 2.
Sikap terhadap faktor-faktor yang terkait danatau mempengaruhi kesehatan, antara lain: gizi makanan, sarana air bersih, pembuangan air limbah, pembuangan
kotoran manusia, pembuangan sampah, perumahan sehat, polusi udara, dan sebagainya.
3. Sikap tentang fasilitas pelayanan kesehatan yang professional maupun tradisional.
4. Sikap untuk menghindari kecelakaan, baik kecelakaan rumah tangga, maupun
kecelakaan lalulintas, dan kecelakaan di tempat-tempat umum Notoatmodjo, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa sikap masyarakat etnis Tionghoa cenderung lebih mengutamakan faktor material makanan dari faktor kesehatan,
mengingat latar belakang kedatangan mereka ke Indonesia yang saat itu dilanda kelaparan di negerinya sendiri. Hal ini menciptakan sebuah nilai budaya yang unik
dalam bidang kesehatan. Setiap kali bertemu, masyarakat Tionghoa umumnya bertanya “sudah makan atau belum”. Berbeda dengan masyarakat etnis Jawa yang
lebih mengutamakan faktor kesehatan sehingga setiap bertemu, lebih cenderung mempertanyakan “sehat apa tidak” Wahid, 2006.
2.6.8 Persepsi