Indeks dan Status Keberlanjutan Sistem Perkebunan Kopi Arabika 1. Dimensi Ekologi

57

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. Indeks dan Status Keberlanjutan Sistem Perkebunan Kopi Arabika 5.1.1. Dimensi Ekologi a. Hasil Penilaian Kondisi Aktual Faktor Dimensi Ekologi Dimensi ekologi sistem perkebunan kopi arabika Kabupaten Bondowoso direpresentasikan oleh beberapa faktor yang mendukung keberlanjutan ekologi kawasan perkebunan kopi arabika, dan secara statistik faktor-faktor ini mudah dinilai. Dimensi ekologi pada penelitian ini memiliki tujuh faktor yaitu, 1 Luas hutan, 2 Potensi lahan kopi, 3 Kelas kesesuaian lahan, 4 Kesuburan lahan kebun, 5 Potensi serangan organisme pengganggu tanaman OPT, 6 Perluasan kebun baru dan 7 Kondisi iklim. Seluruh faktor pada dimensi ekologi ini dinilai dengan menggunakan kriteria tertentu dengan rentang penilaian dari kategori baik dengan skala 3, kategori cukup baik dengan skala 2, kategori kurang baik dengan skala 1 dan kategori buruk dengan skala 0. Hasil penilaian kondisi aktual faktor- faktor dimensi ekologi dapat dilihat pada tabel 5.1. Tabel 5.1. Hasil penilaian kondisi aktual faktor-faktor dimensi ekologi sistem perkebunan kopi arabika kabupaten Bondowoso No Faktor Skor Kategori Keterangan 1 Luas hutan 3 Baik Luas hutan Bondowoso dengan kondisi baik lebih dari 50 2 Potensi lahan 2 Cukup baik Potensi lahan untuk perluasan kebun di Bondowoso cukup tersedia 3 Kelas kesesuaian lahan 3 Baik Lebih Dari 70 lahan kebun di Bondowoso termasuk dalam kelas S1 sangat sesuai untuk kopi arabika 4 Kesuburan lahan kebun 3 Baik Lebih dari 70 lahan kebun kopi arabika Bondowoso subur. 5 Potensi serangan OPT 2 Cukup baik Frekuensi dan intensitas serangan OPT kopi arabika di Bondowoso cenderung menurun 6 Perluasan kebun baru 3 Baik Perluasan kebun kopi arabika di Bondowoso cukup luas 7 Kondisi iklim 2 Cukup baik Kondisi iklim Bondowoso cukup mendukung kegiatan perkebunan kopi arabika Sumber : Data penelitian, diolah 2015 Lampiran G 58 Berdasarkan hasil penilaian kondisi aktual faktor-faktor dimensi ekologi sistem perkebunan kopi arabika Kabupaten Bondowoso, dapat diketahui bahwa secara umum dimensi ekologi sistem perkebunan kopi arabika Kabupaten Bondowoso berada dalam kondisi yang baik. Faktor dengan kondisi aktual berkategori baik ada empat yakni luas hutan, kelas kesesuaian lahan, kesuburan lahan dan perluasan kebun. Ketiga faktor yang lain yaitu potensi lahan, potensi serangan OPT dan kondisi iklim berada pada kategori cukup baik. Luas hutan adalah salah satu faktor penting yang mendukung kinerja sistem perkebunan kopi arabika Kabupaten Bondowoso. Pengusahaan perkebunan kopi arabika yang dilakukan di dalam kawasan hutan menjadikan jumlah luasan hutan yang berada dalam kondisi baik saat ini menjadi penentu bagi baik atau tidaknya kondisi perkebunan yang ada. Luas hutan Kabupaten Bondowoso secara keseluruhan pada tahun 2013 adalah 55.405,90 ha. Jumlah tersebut tersusun dari hutan produksi seluas 24.368,35 ha, hutan lindung seluas 29.100,30 ha dan hutan lainnya seluas 1.719,25 ha. Hutan lindung adalah hutan yang masih memiliki ekosistem yang baik dan mendukung fungsi ekologis kawasan. Hutan lindung memiliki proporsi sebesar 52,5 dari jumlah hutan keseluruhan di Kabupaten Bondowoso. Sehingga faktor luas hutan memiliki skor keberlanjutan 4 dengan kategori baik BPS Bondowoso, 2014. Potensi lahan kopi merupakan faktor yang merepresentasikan ketersediaan daerah pengembangan potensial untuk kopi arabika Kabupaten Bondowoso. Daerah pengembangan potensial adalah daerah yang tidak masuk dalam daerah sentra produksi tetapi memiliki produktivitas yang tinggi yaitu 10 diatas rata-rata produktivitas kopi arabika provinsi dengan besaran lebih dari 660 kgha tahun. Pengembangan perkebunan baru kopi arabika difokuskan pada Kecamatan Tlogosari untuk desa Gunosari, Kembang dan Brambang Darussalam dengan potensi lahan seluas 100 ha. Potensi lahan kopi juga terdapat pada daerah yang telah menjadi daerah sentra produksi yaitu kecamatan Sumberwringin dan Pakem dengan potensi lahan berturut-turut seluas 400 dan 200 ha. Potensi lahan tersebut adalah 30 dari luas lahan kopi arabika yang ada saat ini menunjukan bahwa luasan lahan yang berpotensi untuk pengembangan kopi arabika cukup 59 tersedia sehingga faktor potensi lahan kopi memiliki skor 2 Dishutbun Bondowoso, 2013. Kelas kesesuaian lahan merupakan faktor yang menunjukkan kesesuaian lahan kebun di Kabupaten Bondowoso untuk kopi arabika. Kesesuaian lahan kebun Kabupaten Bondowoso untuk kopi arabika tergolong dalam kelas S1 sangat sesuai. Lahan yang tergolong sangat sesuai adalah lahan di daerah sentra produksi yaitu kecamatan Sumberwringin, Sempol, Botolinggo, Cermee, Pakem dan Kecamatan Maesan. Jumlah lahan keseluruhan yang tergolong dalam kelas kesesuaian S1 lebih dari 75 sehingga faktor kesesuaian lahan memiliki skor 4 dengan kategori baik Dishutbun Bondowoso, 2013. Kesuburan lahan kebun adalah faktor yang merupakan unsur lingkungan fisik sistem perkebunan kopi Arabika Kabupaten Bondowoso. Kesuburan lahan kebun kopi arabika ditentukan oleh 1 bentukan geologis tanah, 2 jenis tanah, 3 tekstur tanah, 4 solum tanah, 5 jumlah C organik dan 6 kapasitas tukar kation. Tanah kebun kopi arabika Kbupaten Bondowoso merupakan bentukan dari batuan gunung yang terdiri dari lava, breksi, aglomerat, tufa dan berselingan dengan tufa batu apung. Jenis tanah merupakan tanah andisol dengan tingkat kesuburan fisik dan kimia yang tinggi. Tekstur tanah adalah tanah lempung, lempung berdebu dan lempung berpasir. Jumlah C organik tanah perkebunan kopi arabika Kabupaten Bondowoso tergolong tinggi yaitu diatas 3, kapasitas tukar kation juga tinggi karena kapasitas tukar kation terkait dengan jumlah C organik yang tinggi Niken et al, 2013. Potensi serangan OPT Organisme Pengganggu Tumbuhan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas hasil kopi secara langsung. Kopi yang bagus dihasilkan oleh tanaman kopi yang terbebas dari serangan OPT atau mengalami serangan OPT tetapi pada intensitas yang rendah. Salah satu hama penting yang menyerang tanaman kopi adalah Xylosandrus morigerus. Xylosandrus morigerus atau hama penggerek cabang kopi menyerang sejak di pembibitan sampai tanaman dewasa dengan cara menggerek cabang atau wiwilan lubang gerekan dengan garis tengah sekitar 1 mm, tetapi di dalam membuat rongga. Serangga menyerang tanaman yang masih bibit dengan cara menggerek 60 batang dekat permukaan tanah. Serangan pada tanaman produktif berakibat mengeringnya cabang primer bagian ujung tanaman di atas lubang gerekan Rahardjo, 2013. Xylosandrus morigerus menyerang tanaman kopi di enam Kabupaten di Provinsi Jawa Timur, yaitu Kabupaten Magelang, Malang, Pasuruan, Probolinggo, Lumajang dan Bondowoso. Tingkat serangan Xylosandrus morigerus di Kabupaten Bondowoso pada triwulan I tahun 2014 termasuk dalam kategori rendah. Proporsi serangan OPT utama pada tanaman kopi, persentase tertinggi yaitu serangan hama Hypothenemus hampei penggerek buah kopi sebesar 33. Proporsi kedua sebesar 13 yaitu serangan Planococcus citri kutu putih dan proporsi ketiga sebesar 12 serangan Coccus viridis kutu hijau. Urutan selanjutnya serangan OPT lain yaitu sebesar 12. Sedangkan serangan Xylosandrus morigerus proporsinya sebesar 10. Demikian pula dengan tingkat serangan OPT tanaman kopi urutannya sama dengan urutan besarnya proporsi serangan OPT utama tanaman kopi. Perluasan kebun baru kopi arabika Kabupaten Bondowoso dilakukan melalui Proyek Rehabilitasi dan Pengembangan Tanaman Ekspor yang dilakukan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur pada tahun anggaran 19781979. Proyek ini mampu mengembalikan dan menambah luas areal perkebunan kopi arabika Kabupaten Bondowoso. Perluasan kebun melalui PRPTE ini diikuti dengan usaha perkembangan mutu kopi yang dihasilkan melalui kerjasama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia untuk membangun agribisnis kopi arabika di kawasan dataran tinggi Ijen-Raung dengan pendekatan pemberdayaan kelembagaan ditingkat petani Dishutbun Bondowoso, 2013. Kondisi iklim di kawasan perkebunan kopi arabika Kabupaten Bondowoso cukup mendukung perkebunan kopi arabika. Rerata curah hujan tahunan di kawasan perkebunan kopi arabika sebanyak 1.790 mmtahun dengan jumlah bulan basah dan bulan kering masing-masing enam dan empat bulan per tahun. Pujiyanto 1998 melaporkan bahwa curah hujan tahunan yang optimum untuk tanaman kopi adalah 1.500 - 2.000 mmtahun, dengan demikian curah hujan tahunan di kawasan dataran tinggi Ijen-Raung sesuai untuk budidaya kopi. Bulan 61 kering di kawasan perkebunan kopi arabika terjadi pada bulan Juni sampai dengan bulan September. Menurut Schmidt Ferguson 1951, tipe curah hujan di dataran tinggi Ijen-Raung tergolong E, dengan demikian lokasi penelitian ini merupakan daerah yang iklimnya kering. Dengan tipe iklim kering dan bulan kering sebanyak empat bulan pengelolaan lengas tanah di perkebunan kopi Arabika rakyat di kawasan ini sangat diperlukan untuk mencegah cekaman kekeringan yang panjang. Meski pun demikian, ketersediaan air saat musim kemarau untuk kebun kopi rakyat dalam lokasi penelitian secara tidak langsung telah tersedia di dal am ekosi stem hut an. Keberadaan tanaman hutan dan kondisi tanah yang tinggi bahan organik relatif lebih tahan lama dalam menyimpan air. Kondisi naungan yang cukup dan banyaknya seresah yang berguguran di permukaan tanah juga ikut membantu menjaga kelembaban tanah Niken et al, 2013.

b. Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi