9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini yang membahas tentang aspek keberlanjutan pengusahaan kopi telah dilakukan oleh Elida et al
2012, Wibowo 2010, Arifin 2007, Bacon 2013, Prasmatiwi et al 2010, Jaya et al 2013 dan Novita et al 2012. Penelitian yang disebutkan tidak
terbatas pada penelitian keberlanjutan pengusahaan kopi dalam negeri tetapi juga pada pengusahaan kopi diluar negeri. Pemilihan tersebut dilakukan untuk
memberi gambaran umum mengenai isu keberlanjutan di sistem pengusahaan kopi dunia. Hasil-hasil penelitian tersebut akan dijelaskan berikut ini.
Elida et al 2012 melakukan penelitian dengan judul Analisis Keberlanjutan Kawasan Usaha Perkebunan Kopi KUPK Rakyat di Desa
Sidomulyo Kabupaten Jember, penelitian ini dilakukan untuk menilai
keberlanjutan pengusahaan kopi di kawasan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keberlanjutan usaha kopi rakyat di Desa Sidomulyo,
Kabupaten Jember. Berdasarkan purposive and random sampling survey, penelitian ini menggunakan kuesioner dan diskusi dengan pihak terkait dalam
pengambilan data. Dimensi ekologi, sosial kelembagaan, ekonomi dan teknologi dianalisis dengan menggunakan program Rap-Coffee hasil modifi kasi dari
program Rapfish. Berdasarkan simulasi program Rap-Coffee untuk keempat dimensi keberlanjutan, maka Indeks Keberlanjutan KUPK Desa Sidomulyo adalah
59,5 yang berarti berlanjut. Indeks keberlanjutan ini dapat ditingkatkan melalui perbaikan terhadap faktor pengungkit indikator sensitif. Oleh karena itu di dalam
perencanaan kebijakan untuk pengembangan KUPK Desa Sidomulyo sebaiknya memprioritaskan pada peningkatan indikator yang memiliki sensitivitas tinggi di
masing masing dimensi. Wibowo 2010 melakukan penelitian dengan judul Analisis Prospektif
Strategi Pengembangan Daya Saing Perusahaan Daerah Perkebunan. Berdasarkan hasil analisis prospektif, skenario yang dihasilkan adalah skenario
optimis menjadi perusahaan yang profesional yang dapat diwujudkan dengan
10
mengembangkan kemampuan SDM, kemampuan permodalan, manajemen produksi dan operasi, manajemen keuangan, serta perlu didorong dengan
kebijakan pemerintah yang kondusif. Faktor-faktor ini dapat ditingkatkan dengan meningkatkan produktivitas karyawan, efisiensi pengelolaan pembiayaan,
meningkatkan pertumbuhan pelanggan, serta peningka tan jumlah produksi yang bermutu baik.
Arifin 2007 melakukan penelitian dengan judul Global Sustainability Regulation and Coffee Supply Chains in Lampung Province, Indonesia,
penenelitian yang dilakukan di daerah sentra kopi di Lampung ini bertujuan untuk meneliti kebijakan global keberlanjutan dalam perdagangan hasil pertanian
dengan melakukan penilaian mendalam terhadap aspek ekonomi perkebunan kopi di Provinsi Lampung. Permasalahan yang melatar belakangi penelitian ini adalah
adanya kerusakan ekosisitem berupa hilangnya beberapa harimau yang terdapat pada taman nasional Bukit Barisan Selatan BBS yang disebabkan oleh
perambahan hutan untuk pembukaan kebun kopi ilegal. Berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan bahwa regulasi yang digerakkan oleh konsumen tentang
pengusahaan perkebunan kopi dengan menjaga kelestarian lingkungan adalah faktor terbesar yang membentuk inisiatif global tentang perlunya dilakukan
pengusahaan kopi yang berkelanjutan. Kondisi ini menuntut adanya peningkatan kapasitas dari kelembagaan petani untuk mememenuhi persyaratan keberlanjutan
yang dicanagkan oleh konsumen. Rekomendasi yang diajukan untuk menjawab kondisi tersebut adalah dengan melakukan integrasi kebijakan bottom-up dari
tingkat petani atau kelembagaan petani dan kebijakan top-down mengenai standar keberlanjutan yang diterapkan oleh pihak swasta dan pasar.
Bacon 2013, meneliti tentang keberlanjutan ekonomi, politik dan ekologi kopi dengan judul Quality Revolutions, Solidarity Networks and Sustainability
Innovations : Following Fair Trade Coffee from Nicaragua to California. Penelitian ini membahasi mengenai tiga inovasi keberlanjutan dalam sistem
perdagangan Fair Trade antara produsen kopi di Nicaragua dengan penyangrai kopi di California dan juga tentang aspek sosial, ekonomi dan politik yang
memungkinkan terbentuknya sistem Fair Trade ini. Inovasi pertama adalah
11
mengenai difusi penggunaan laboratorium pengendalian mutu kopi, khususnya fasilitas taster dan sortasi biji kopi. Inovasi yang kedua merupakan berhubungan
erat dengan inovasi yang pertama yakni adanya inisiasi pembentukan asosiasi petani Nicaragua. Ketiga adalah terbentuknya sistem Fair Trade yang
menghubungkan asosiai petani yang telah tersertifikasi, importer, penyangrai dan retailer yang selanjutnya menghubungkan daerah produksi di Nicaragua.
Terbentuknya tiga inovasi keberlanjutan tersebut merupakan hasil dari faktor utama yaitu quality exchange. Quality exchange ini menjadi penting bagi
produsen dan penyangrai skala kecil untuk bersaing dengan produsen dan penyangrai skala besar, dan kunci untuk quality exchange ini adalah keberlanjutan
dari aspek ekonomi, politik dan ekologi sistem perkebunan kopi. Jaya et al 2013 dengan penelitian berjudul Sustainability Analysis for
Gayo Coffee Supply Chain membahas mengenai keberlanjutan rantai pasok kopi.
Rantai pasok yang berkelanjutan merupakan pengembangan dari rantai pasok konvensional dengan memperhatikan trade-off dari dimensi sosial, ekonomi dan
lingkungan dari sistem rantai pasok tersebut untuk memperoleh tingkat respon yang lebih baik dalam hal kualitas, kuantitas dan waktu kirim. Penelitian ini
bertujuan untuk menilai keberlanjutan multidimensi dari sistem rantai pasok kopi gayo. Nilai keberlanjutan multidimensi sistem rantai pasok kopi gayo ditentukan
dengan menggunakan analisis ordinasi multidimensi. Nilai keberlanjutan yang diperoleh adalah 33 dari skala 0-100, nilai tersebut menunjukkan keberlanjutan
sistem rantai pasok kopi Gayo masih rendah sehingga direkomendasikan untuk menyusun kembali sistem rantai pasok dengan memperhatikan masing-masing
atribut pada tiga dimensi tersebut. Prasmatiwi
et al 2010 dengan penenlitian berjudul
Analisis Keberlanjutan Usahatani Kopi di Kawasan HutanKabupaten Lampung Barat
dengan Pendekatan Nilai Ekonomi Lingkungan. Kajian tentang keberlanjutan
sistem kopi naungan atau multi strata menjadi penting berkaitan dengan program Hutan Kemasyarakatan HKm. Penelitian ini mengkaji keberlanjutan usahatani
kopi di kawasan hutan Kabupaten Lampung Barat dan besarnya kemauan membayar willingness to pay, WTP biaya ekternal petani dan faktor-faktor yang
12
mempengaruhinya. Tujuan pertama diperoleh dengan analisis biaya dan manfaat yang diperluas Extended Cost Benefit Analysis, ECBA sedangkan untuk tujuan
kedua dengan analisis regresi ordinal logit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara finansial, usahatani kopi di
kawasan hutan di Lampung Barat layak untuk dilaksanakan dengan Net Present Value NPV sebesar Rp17.719.505ha, Benefit Cost Ratio BCR 1,86 dan Inter-
nal Rate of Return IRR 24,96. Usahatani kopi naungan kompleks multiguna MPTS, multi purpose tree species paling menguntungkan dibanding sistem
usahatani yang lain. Berdasarkan analisis ekonomi ECBA, keberlanjutan usahatani kopi dikawasan hutan tergantung pada nilai eksternalitas biaya
lingkungan dan biaya sosial. Usahatani kopi di kawasan hutan menjadi tidak layak atau tidak berkelanjutan NPVnegatif bila total biaya lingkungan dan biaya
sosial mencapai lebih besar dari US536ha. Pada biaya eksternalitas US458 maka besarnya NPV adalah Rp1.648.633ha, BCR 1,04 dan IRR26,88.
Usahatani kopi naungan kompleks multistrata multi guna lebih berkelanjutan dibanding tipe naungan yang lain.
Perbaikan lingkungan dikawasan hutan memerlukan kesediaan petani, petani bersedia membayar biaya ekternal rata-rata Rp475.660tahun untuk
perbaikan konservasi tanah, menambah tanaman naungan, membayar pajak lingkungan, dan kegiatan reboisasi. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata
terhadap besar WTP biaya ekternal adalah luas lahan usahatani, produktivitas lahan, pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarga, dan pengetahuan
petani tentang manfaat hutan. Kebijakan pemberian izin HKm yang mewajibkan penanaman MPTS minimum 400 pohonha dapat meningkatkan keberlanjutan
usaha tani kopi di kawasan.
2.2. Sistem dan Pendekatan Sistem 2.2.1. Sistem