BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biaya Usahatani
Pengertian biaya dalam usahatani adalah sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi kegiatan usahatani. Biaya usahatani
merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen petani dalam mengelola
usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal Soekartawi, 1994:2.
Menurut Hermanto 1989:30, biaya dalam usahatani dapat dibedakan berdasarkan atas :
a. Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan terdiri dari : 1 Biaya tetap, adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung kepada
besar kecilnya produksi, misalnya : pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat bangunan pertanian dan bunga pinjaman.
2 Biaya variabel, adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalanya : pengeluaran-pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-
obatan dan biaya tenaga kerja. b. Berdasarkan yang langsung dikeluarkan dan diperhitungkan terdiri dari:
1 Biaya tunai, adalah untuk biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan
biaya variabel misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga luar keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian
modal yang dimiliki oleh petani.
8
2 Biaya tidak tunai diperhitungkan adalah biaya penyusutan peralatan, bangunan, sewa lahan milik sendiri biaya tetap dan tenaga kerja dalam
keluarga biaya variabel. Biaya tidak tunai ini untuk melihat bagaimana manajemen suatu usahatani.
2.2 Pendapatan Usahatani
Menurut Soekartawi, dkk 1994:76, untuk menganalisis pendapatan usahatani diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan
pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian dari jumlah produksi total dan harga satuan. Menurut Soekartawi
1994:5 penerimaan adalah total nilai produk yang dijalankan yang merupakan hasil perkalian antara jumlah fisik output dengan harga atau nilai uang yang
diterima dari penjualan pokok usahatani tersebut. Penerimaan usaha yaitu penerimaan dari semua sumber usaha. Sedangkan biaya atau pengeluaran
usahatani yang dimaksud adalah nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain- lain yang dibebankan pada proses produksi yang bersangkutan.
Analisis pendapatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan yang sesungguhnya diperoleh oleh petani dan untuk membantu
perbaikan pengelolaan usaha pertanian. Pendapatan yang diperoleh akan digunakan untuk memenuhi biaya hidup, biaya produksi, dan cadangan untuk
perkembangan usahatani. Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Bagi seorang petani, analisis pendapatan
membantu untuk mengukur apakah usaha pada saat itu berhasil atau tidak Soeharjo dan Patong, 1973:23.
9
Lebih lanjut Soeharjo dan Patong 1973:25 menambahkan bahwa usahatani dikatakan sukses bila pendapatannya memenuhi syarat-syarat berikut :
a. Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi termasuk biaya angkutan dan biaya administrasi yang melekat pada pembelian tersebut.
b. Cukup membayar bunga modal yang ditanamkan termasuk pembayaran sewa tanah atau pembayaran dana depresiasi modal.
c. Cukup untuk membayar tenaga kerja yang dibayar atau bentuk-bentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah.
2.3 Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani
Beberapa pengukuran dalam analisis biaya dan pendapatan usahatani yang dikenal adalah pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total.
Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari selisih antara penerimaan total dengan biaya tunai yang benar-benar dikeluarkan, dan merupakan ukuran kemampuan
usaha untuk menghasilkan uang tunai. Pendapatan atas biaya total diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan biaya total termasuk didalamnya biaya-biaya
yang diperhitungkan. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara penerimaan usaha dengan
pengeluaran tunai usaha dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang. Ukuran ini berguna sebagai langkah permulaan untuk menilai
hutang usahatani yang mungkin terjadi. Soekartawi dkk, 1994:78. Selain itu, untuk menganalisis biaya dan pendapatan usahatani, umumnya disertai dengan
analisis lain seperti analisis rasio penerimaan atas biaya, analisis rasio keuntungan atas biaya, dan analisis titik impas break even point.
10
2.3.1 Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya RC Ratio
Soeharjo dan Patong 1991:19 menyatakan bahwa rasio penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang akan diperoleh dari setiap
rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usahatani. Rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan
usahatani, artinya dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu usahatani menguntungkan atau tidak.
Nilai RC Ratio lebih besar dari satu menunjukkan bahwa penambahan biaya satu satuan mata uang dalam hal ini rupiah maka akan menghasilkan
tambahan penerimaan yang lebih besar daripada satu satuan mata uang. Sebaliknya, jika nilai rasio lebih kecil dari satu berarti penambahan biaya satu
satuan mata uang maka akan menghasilkan penerimaan kurang dari satu satuan mata uang. Suatu usahatani dapat dikatakan layak dan menguntungkan apabila
nilai RC Ratio lebih besar dari satu, begitupun sebaliknya.
2.3.2 Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya BC Ratio
Menurut Soeharto 1997:441, BC Ratio merupakan metode yang dilakukan untuk melihat berapa manfaat yang diterima oleh proyek untuk satu
satuan mata uang dalam hal ini rupiah yang dikeluarkan. BC Ratio adalah suatu rasio yang membandingkan antara benefit atau pendapatan dari suatu usaha
dengan biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan layak dan memberikan manfaat apabila nilai BC
lebih besar dari nol, semakin besar nilai BC maka semakin besar pula manfaat
11
yang diperoleh dari usaha tersebut dan menunjukkan semakin besar pula pendapatan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan.
2.3.3 Analisis Break Even Point BEP
Menurut Harmaizar dan Rosidayati 2004:261, analisis break even point BEP atau titik impas atau sering juga disebut titik pulang pokok adalah suatu
metode yang mempelajari hubungan antara biaya, keuntungan, dan volume penjulaan produksi dan juga dikenal dengan analisis CPV Cost-Profit-Volume
untuk mengetahui tingkat kegiatan minimal yang harus dicapai, dimana pada tingkat tersebut perusahaan atau suatu usaha tidak mengalami keuntungan maupun
kerugian. Titik impas break even point merupakan jumlah penjualan output yang
akan menyamakan pendapatan dengan biaya total atau dalam kalimat lain dapat disebutkan bahwa jumlah penjualan output yang akan menghasilkan laba operasi
Rp. 0 nol rupiah Horngren, dkk 2005:75. Break even point menjelaskan berapa banyak output harus terjual agar tidak menanggung rugi operasi.
Kegunaan dari analisis titik impas antara lain untuk mengetahui volume penjualan minimum agar perusahaan tidak menderita kerugian tetapi belum
memperoleh laba, menentukan volume penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh tingkat keuntungan tertentu, sebagai dasar untuk mengendalikan
kegiatan operasi perusahaan, dan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga jual
.
12
2.4 Jamur Tiram Putih 2.4.1 Deskripsi Jamur Tiram Putih
Menurut Redaksi Trubus 2010:4, jamur merupakan tumbuhan sederhana. Tubuhnya hanya terdiri dari dua bagian, yaitu tudung dan batang. Tumbuhan ini
tidak mempunyai klorofil sehingga tidak mampu menolah sendiri makanannya. Tudung merupakan bagian yang selama ini dikonsumsi adalah tubuh buah, salah
satu fase dalam siklus hidup. Tubuh buah akan menghasilkan spora yang merupakan alat perkembangbiakan. Tudung pada jamur merupakan penciri kelas
Basidiomycetes jamur tingkat tinggi. Salah satu jamur kelas tinggi tersebut adalah jamur tiram Pleurotus. Di
antara semua anggota spesies Pleurotus yang terdiri dari jamur tiram kuning Pleurotus citrinipileatus, jamur tiram abu-abu Pleurotus cystidius, jamur tiram
merah muda Pleurotus flabellatus, jamur tiram cokelat Pleurotus cystidiosus, jamur tiram raja Pleurotus umbellatus, dan jamur tiram putih Pleurotus
ostreatus, hanya jamur tiram putih yang akhirnya dikenal khalayak. Sekujur tubuh buah jamur tiram ini berwarna putih karena sporanya tak berwarna.
Permukaan tudung licin dan agak berminyak. Pada kondisi lembap, tepiannya bergelombang. Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur kayu yang sangat
baik untuk dikonsumsi manusia. Selain karena memiliki cita rasa yang khas, enak, gurih, dan agak kenyal, jamur tiram juga memiliki nilai gizi yang tinggi. Selain
dikonsumsi dalam keadaan segar, jamur juga kerap dikonsumsi setelah mengalami pengeringan untuk pengawetan Redaksi Trubus, 2010:7.
13
Batang jamur tiram putih setinggi 5 - 10 cm. Batang tersebut menopang tudung tetapi „pertemuan‟ tidak pada pusat lingkaran, melainkan bergeser
beberapa sentimeter cm. Pada jamur liar, di bagian atas batang terdapat cincin yang melingkari batang. Di pangkal, tumbuh cabang-cabang atau batang kecil
yang juga menopang tudung. Spora terdapat di permukaan dan di dalam batang. Bagian dalam sering dimanfaatkan untuk perbanyakan di laboratorium karena
spora lebih steril Redaksi Trubus, 2010:4. Jamur tiram putih dikenali dari sosoknya yang seperti payung dengan
bentuk tudung cap membulat, lonjong, dan agak cekung sehingga mirip cangkang tiram. Lebar tudung 4 - 14 cm, bahkan ada yang mencapai 25 cm.
Warna tudung jamur tiram putih adalah sesuai dengan namanya, yaitu putih. Daya tahan tubuh buah tudung hanya 1 - 2 hari, setelah itu layu dan keriput. Bentuk
tudung ada dua macam, yakni tiram dan corong. Pada bagian bawah dari tudung terdapat sekat-sekat yang disebut gill. Sekat-sekat panjang itu mulai dari batang
menuju tudung. Setelah mencapai tudung, sekat bercabang dua. Di sekat-sekat itu juga terdapat jutaan spora sebagai alat generatif yang memenuhi hampir sekujur
tubuh buah dan berukuran sangat kecil Redaksi Trubus, 2010:4-5. Rupa bentuk jamur tiram putih secara umum dapat dilihat pada gambar 1.
.
Gambar 1. Jamur Tiram Putih
14
Faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara sangat berpengaruh pada pertumbuhan jamur tiram putih. Suhu pada saat inkubasi lebih
tinggi dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan. Suhu inkubasi jamur tiram berkisar antara 26-28
C dengan kelembaban 60-80. Sedangkan suhu pada pembentukan tubuh buah fruiting body berkisar antara 22-25
C dengan kelembaban 80-90 Redaksi Trubus, 2010:46.
Lebih lanjut Redaksi Trubus 2010:16 menjelaskan bahwa terdapat tiga faktor lingkungan yang perlu menjadi pertimbangan bila membudidayakan jamur
tiram, yaitu kelembapan, suhu, dan cahaya. Di samping itu, pertumbuhan jamur tiram memerlukan beberapa parameter persyaratan, terutama mencakup
temperatur, kelembapan relatif, waktu, kandungan, CO
2
, dan cahaya. Parameter tersebut memilki pengaruh berbeda terhadap setiap stadium atau tingkatan
pertumbuhan, misalnya: a
terhadap pertumbuhan miselia pada substrat tanam; b
terhadap pembentukan bakal kuncup jamur; c
terhadap pembentukan tubuh buah; d
terhadap siklus panen; dan e
terhadap rasio antara berat hasil jamur dengan berat substrat log tanam jamur Tabel 3 berikut ini menunjukkan faktor lingkungan yang menentukan
pertumbuhan budidaya jamur tiram.
15
Tabel 3. Faktor Lingkungan yang Menentukan Pertumbuhan Jamur Tiram Parameter Pertumbuhan
Besaran Pertumbuhan Miselia pada Substrat Tanam
a. Temperatur Inkubasi 24
C – 29
C b.
RH 90 - 100
c. Waktu Tumbuh 10
– 14 hari d.
Kandungan CO
2
5.000 – 20.000 ppm
e. Cahaya
500 – 1000 lux
f. Sirkulasi Udara
1 – 2 jam
Pembentukan Bakal Kuncup a. Temperatur inisiasi pertumbuhan
21 C
– 27 C
b. RH
90 – 100
c. Waktu Tumbuh 3
– 5 hari d.
Kandungan CO
2
1.000 ppm e.
Cahaya 500
– 1.000 lux f.
Sirkulasi Udara 4
– 8 jam Pembentukan Tubuh Buah
a. Temperatur inisiasi pertumbuhan 21
C – 28
C b.
RH 90
– 95 c. Waktu Tumbuh
3 – 5 hari
d. Kandungan CO
2
1.000 ppm e.
Cahaya 500
– 1.000 lux Siap Panen
a. Interval Waktu 3 - 4 kali 10
– 14 hari b.
Jangka Waktu Masa Panen 2 - 4 kali 7
– 10 hari c. Nilai BER
40 - 85 d.
Produksi Rata-rata per log tanam 350 gr
Sumber : Suriawiria 2002:22
16
Kandungan gizi jamur tiram putih sangat lengkap. Nutrisinya dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu unsur makro, vitamin, dan mineral, seperti yang
dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Karena kelengkapannya itulah maka tumbuhan ini dapat diolah menjadi bahan farmasi. Di antaranya sebagai
antikolesterol. Tabel 4. Gizi Jamur Tiram Putih per 100 g
Kelompok Nutrisi
Kandungan
Unsur Makro Protein
10 - 30 g Lemak
0,3 g Karbohidrat
4,6 g Serat
2,3 g Energi
20 kkal
Vitamin Vitamin A
30 - 144 mg Vitamin C
4 mg Niacin
76,90 mg Vitamin B
65 mg Karotene
10 mg
Mineral Kalsium
5 mg Fosfor
86 mg Kalium
258 mg Besi
1 mg
Sumber : Redaksi Trubus 2010:9
2.4.2 Manfaat Jamur Tiram Putih
Jamur tiram putih mempunyai kadar protein tinggi dengan asam amino yang lengkap dan mengandung Vitamin Bl, B2, dan beberapa gram mineral dari
unsur-unsur Ca, P, Fe, Na, dan K Pikiran Rakyat 1992 dalam Wati 2000:10. Manurut Redaksi Trubus 2010:4, kandungan logam berat di jamur tiram juga
17
masih jauh di bawah batas yang ditetapkan dalam undang-undang Fruit Product Order and Prevention of Food Adulteration Act tahun 1954. Oleh karena itu
jamur tiram aman dikonsumsi setiap hari. Jamur tiram dapat disajikan sebagai sayuran yang bisa diolah menjadi “daging” dan sebagai sayur dalam bakso.
Lebih lanjut Redaksi Trubus 2010:10 menambahkan bahwa selain lezat, jamur tiram mempunyai manfaat sebagai obat beberapa penyakit. Jamur tiram
dikenal masyarakat luas sebagai penurun kolesterol yang ampuh. Berdasarkan hasil penelitian, pleurotus mengandung 2,8 lovastatin yang dapat menurunkan
kolesterol. Selain itu, jamur tiram putih juga memiliki kandungan serat mulai 7,4 sampai 24,6 yang sangat baik bagi pencernaan
Paduan jamur tiram-yoghurt sebagai makanan kesehatan sangat sesuai. Yoghurt terkenal sebagai probiotik, sementara jamur tiram sebagai antikolesterol.
Jamur tiram yang digunakan dalam perpaduan ini dapat berupa bentuk potongan ataupun serbuk. Penambahan serbuk jamur tiram mampu menaikkan kadar protein
yoghurt menjadi 2,10 dari sebelumnya 1,84 , dan kandungan asam laktat menjadi 1,53 dari sebelumnya 1,08 . Di samping itu, juga mampu
menurunkan kadar lemak yoghurt dari 7,73 menjadi 4,40 dan kadar keasaman pH dari 3,53 menjadi 3,45 Redaksi Trubus, 2010:10.
Peneliti mycoremediation
menggunakan jamur
tiram untuk
mengembalikan atau mengurangi polutan pada tanah. Jamur itu menghasilkan enzim yang dapat memecah senyawa anorganik seperti minyak, racun, dan
pestisida. Jamur kayu itu sangat efektif menurunkan kontaminasi pada lahan Redaksi Trubus, 2010:10.
18
Jamur yang ditanam pada serbuk limbah penggergajian akan merombak limbah tersebut menjadi suatu komoditas yang bermanfaat untuk mengurangi
dampak negatif dari limbah serbuk tersebut dan juga dapat menjadi suatu bidang usaha bagi masyarakat. Hal tersebut dikarenakan karakteristik jamur kayu yang
dimiliki jamur tiram putih sehingga mampu tumbuh di semua bahan yang mengandung selulosa Meiganati, 2007:15.
Budidaya jamur tiram putih, selain hasilnya memuaskan dilihat dari produktivitas dan peluang pasarnya, juga masih mempunyai nilai tambah dari
baglognya. Baglog jamur tiram putih siap panen dapat dijual kepada petani untuk dibudidayakan, hal ini karena hal tersulit dan berisiko tinggi dalam usaha
budidaya jamur tiram putih adalah dalam pembuatan baglog Wati, 2000:22.
2.5 Usaha Jamur Tiram Putih
Berdasarkan penelitian Windyastuti di tahun 2000, usaha jamur tiram putih adalah organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan pada produksi
tanaman jamur tiram putih. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik
yang terikat geneologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Usaha jamur tiram putih yang dilaksanakan dengan tujuan komersil dan
bukan untuk keperluan petaninya sendiri mengandung beberapa unsur, seperti unsur lahan, tenaga kerja, modal dan pengelolaan. Keempat unsur tersebut
digunakan untuk menghasilkan produk berupa jamur tiram putih yang dipasarkan. Secara umum pemilihan lokasi lahan untuk kepentingan budidaya jamur
tiram putih didasarkan pada sifat-sifat hidup jamur, kelembaban dan temperatur.
19
Unsur yang kedua adalah tenaga kerja. Kebutuhan akan tenaga kerja disesuaikan dengan besar kecilnya usaha itu sendiri. Tenaga kerja tetap diperlukan untuk
pekerjaan-pekerjaan yang menuntut kemampuan khusus, misalnya pemeliharaan, inokulasi dan penangkaran bibit. Tenaga kerja tetap harus diberi bekal
kemampuan khusus yang dituntut dalam tugasnya. Unsur usaha jamur tiram putih yang ketiga adalah modal. Modal yang
dibutuhkan dalam budidaya jamur tiram putih terdiri dari modal tetap investasi dan modal kerja. Unsur yang keempat adalah pengelolaan. Pengelolaan usaha
jamur tiram putih mensyaratkan kemampuan petani untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan usaha dengan mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-
faktor produksi yang dikuasai dengan baik untuk menghasilkan produksi yang diharapkan dan memberikan keuntungan bagi usahanya.
2.5.1 Sarana Produksi dalam Usaha Jamur Tiram Putih
Menurut Cahyana, dkk 1999:30, sarana produksi yang diperlukan dalam usaha budidaya jamur tiram putih antara lain bangunan, peralatan dan bahan-
bahan. Budidaya jamur tiram putih secara komersial memerlukan beberapa bangunan yang diperlukan dalam kegiatan usahanya. Bangunan jamur sederhana
dapat dibuat dari kerangka kayu bambu beratap daun rumbia, anyaman bambu atau anyaman jerami padi. Ukuran kumbung yang ideal adalah 84 m
2
12 m x 7m dan tinggi 3,5 m. Pada umumnya kumbung atau bangunan jamur terdiri atas
beberapa ruangan, yaitu ruang persiapan, ruang inokulasi, ruang inkubasi, ruang penanaman, dan ruang pembibitan.
20
Ruang atau bangunan persiapan digunakan untuk persiapan pembuatan media tanam. Kegiatan yang dilakukan pada ruang persiapan antara lain kegiatan
pengayakan, pencampuran, pewadahan dan sterilisasi. Ruang persiapan dapat digunakan pula sebagai tempat untuk menyimpan bahan-bahan seperti bekatul dan
kapur apabila skala produksi usaha itu tidak terlalu besar. Namun, bila skala produksi sudah besar maka bahan-bahan itu sebaiknya ditempatkan pada ruang
terpisah gudang bahan. Ruang inokulasi adalah ruang yang digunakan untuk kegiatan menanam
bibit pada media tanam. Ruang inokulasi harus mudah dibersihkan dan disterilkan untuk menghindari terjadinya kontaminasi oleh mikroba lain. Pada ruang
inokulasi diusahakan tidak banyak terdapat fentilasi yang terbuka lebar. Fentilasi sebaiknya dipasang filter atau saringan dari kawat kassa atau kassa plastik. Hal ini
untuk menghindari serangga dan debu yang terlalu banyak yang dapat meningkatkan kontaminan atau adanya mikroba lain. Pada perusahaan-perusahaan
budidaya jamur tiram putih skala besar, biasanya ruang inokulasi dilengkapi dengan alat pendingin udara air conditioning. Sterilisasi ruang inokulasi dapat
dilakukan dengan menyemprotkan larutan formalin 2 ke dalam ruangan. Ruang inkubasi adalah ruang yang digunakan untuk menumbuhkan
miserium jamur tiram putih pada media tanam yang sudah diinokulasi. Ruang inkubasi biasa disebut dengan ruang spawning. Ruang ini tidak boleh terlalu
lembab, kondisi ruang sebaiknya diatur pada suhu 22-28 C dengan kelembaban
60-80. Ruang ini dilengkapi dengan rak-rak inkubasi untuk menempatkan media tanam dalam kantong plastik yang sudah diinokulasi.
21
Ruang penanaman atau sering disebut juga dengan ruang growing digunakan untuk menumbuhkan jamur tiram putih. Ruang ini dilengkapi pula
dengan rak-rak penanaman dan alat penyemprotpengabutan yang dipasang pada rak penanaman ataupun pengabutan yang terpisah dari rak. Pengabutan tersebut
berfungsi untuk menyemprotkan air sehingga ruangan dapat diatur dalam kondisi yang optimal suhu 16-22°C dengan kelembaban 80-90.
Ruang pembibitan adalah ruang yang khusus digunakan untuk proses produksi bibit. Ruang ini diperlukan bila produksi sudah besar. Namun, bila yang
digunakan masih sedikit maka lebih efektif bibit dibeli dari produsen bibit sehingga ruang pembibitan tidak diperlukan lagi.
Usaha budidaya jamur tiram putih secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang mudah diperoleh seperti cangkul, sekop,
botol atau kayu untuk memadatkan media tanam, alat pensteril, lampu spiritus dan keranjang pengangkutan yang dibuat dari anyaman bambu atau keranjang
plastik. Sprayer penyemporotan pengabut untuk penyiraman yang paling sederhana dapat dibuat dari plastik mirip dengan semprotan nyamuk. Sprayer
yang cukup efektif untuk penyiraman pada kumbung besar adalah sprayer tabung yang dilengkapi pompa tangan atau tangkai nozzle yang dihubungkan dengan pipa
dari tower atau pompa. Untuk kapasitas produksi yang cukup besar diperlukan peralatan yang
cukup besar seperti mesin ayakan, mixer sebagai alat pencampur, filler sebagai alat pengisi media ke dalam kantong plastik, boiler sebagai sumber pemanas,
dan chamber sterilizer sebagai alat untuk sterilisasi.
22
Bahan yang perlu disediakan dalam pembuatan subrat jamur adalah serbuk kayu, bekatul, kapur CaCO
3
, gips CaSO
4
, dapat pula ditambahkan tepung tapioka atau tepung biji-bijian yang lain. Adapun bahan yang perlu disediakan
dalam pemeliharaan jamur tiram adalah bibit jamur, kapur, air bersih, lembaran plastik, kawat kasa, daun rumbia, paku, tali dan lain-lainnya.
Serbuk kayu yang digunakan sebagai tempat tumbuh jamur mengandung karbohidrat, serat lignin dan lain-lain. Dari kandungan kayu tersebut ada yang
berguna dan membantu pertumbuhan jamur, tetapi ada pula yang menghambat. Kandungan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan jamur tiram putih antara lain
karbohidrat, lignin dan serat, sedangkan faktor yarig menghambat antara lain adanya getah dan zat ekstraktif zat pengawet alami yang terdapat pada kayu.
Oleh karena itu, kayu atau serbuk kayu yang digunakan untuk budidaya jamur tiram putih sebaiknya berasal dari jenis kayu yang tidak banyak mengandung zat
pengawet alami. Beberapa contoh kayu seperti itu antara lain kayu albasia, randu dan meranti.
Serbuk kayu dapat diperoleh secara melimpah pada industri penggergajian atau pabrik-pabrik penggergajian kayu. Serbuk kayu hasil penggergajian dapat
digunakan sebagai bahan baku papan partikel dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Namun, hingga saat ini masih banyak pabrik penggergajian kayu
yang hanya membuang serbuk kayu tersebut. Pemilihan serbuk kayu sebagai bahan baku media penanaman jamur tiram putih perlu memperhatikan kebersihan
dan kekeringan. Selain itu, serbuk kayu yang digunakan tidak busuk dan tidak ditumbuhi oleh jamur atau kapang lain. Serbuk kayu yang terbaik adalah serbuk
23
yang terdiri kayu keras dan tidak banyak mengandung minyak ataupun getah. Namun demikian, serbuk kayu yang banyak mengandung minyak maupun getah
dapat pula digunakan sebagai media dengan cara merendamnya lebih lama sebelum proses lebih lanjut.
Bekatul ditambahkan untuk meningkatkan nutrisi media tanam sebagai sumber karbohidrat, sumber karbon C, dan nitrogen N. Bekatul yang
digunakan dapat berasal dari berbagai jenis padi, misalnya padi jenis IR, pandan wangi, rojo lele ataupun jenis lainnya. Bekatul sebaiknya dipilih yang masih baru,
belum berbau dan tidak rusak. Kapur merupakan bahan yang ditambahkan sebagai sumber kalsium Ca.
Kapur juga digunakan untuk mengatur pH media. Kapur yang digunakan adalah kapur pertanian yaitu kalsium karbonat CaCO
3
. Unsur kalsium dan karbon digunakan untuk meningkatkan mineral yang dibutuhkan jamur tiram putih bagi
pertumbuhannya. Di samping itu, penggunaan bahan gips juga dilakukan guna memperkokoh media agar media tidak mudah rusak.
Penggunaan kantong plastik bertujuan untuk mempermudah pengaturan kondisi jumlah oksigen dan kelembaban media dan penanganan media selama
pertumbuhan. Kantong plastik yang digunakan adalah plastik yang kuat dan tahan panas sampai dengan suhu 100°C. Jenis plastik dipilih dari jenis plastik
polipropilen PP. Ukuran dan ketebalan plastik terdiri dari berbagai macam. Beberapa ukuran plastik yang biasa digunakan dalam budidaya jamur tiram putih
antara lain 20 cm x 30 cm, 17 cm x 35 cm, 14cm x 25 cm dengan ketebalan 0,3 mm - 0,7 mm atau dapat juga lebih tebal.
24
2.5.2 Tatalaksana Usaha Jamur Tiram Putih
Menurut Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura 2007:55 tahapan dalam usahatani jamur tiram putih meliputi pemilihan lokasi, pembuatan kumbung,
pembuatan media tanam, inokulasi, inkubasi, produksi, penyiraman, pengendalian hama penyakit, pengaturan suhu ruangan dan panen. Penjelasan lebih lanjut
mengenai setiap tahapan tersebut dapat dilihat pada penjelasan berikut ini. a. Pemilihan Lokasi
Memilih dan menentukan lokasi tanam harus sesuai dengan persyaratan tumbuh jamur tiram putih. Lokasi yang baik untuk tumbuh jamur tiram putih adalah
a ketinggian tempat 600-1200 m dpl; b suhu udara 20-30ºC; c lahan produksi diusahakan dekat dengan sumber bahan baku media tanam; d terdapat sarana jalan
untuk mempermudah transportasi; dan e terdapat sumber air yang selalu tersedia. b. Pembuatan Kumbung
Kumbung adalah bangunan tempat menyimpan baglog sebagai media tumbuhnya jamur tiram putih yang terbuat dari bilik bambu atau tembok
permanen. Ukuran kumbung bervariasi tergantung dari luas lahan yang dimiliki. Adapun tujuannya untuk menyimpan baglog yang tersusun di dalam rak-rak
tempat media tumbuh jamur tiram putih. Rak dalam kumbung disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam pemeliharan dan sirkulasi udara terjaga.
c. Pembuatan Media Tanam 1 Persiapan
Bahan-bahan disiapkan sesuai dengan kebutuhan. Pada Tabel 5 berikut ini terdapat
berbagai formulasi
media untuk
pertumbuhan jamur
tiram. Formulasi tersebut
25
umum digunakan oleh beberapa pengusaha jamur kayu. Formulasi dapat dipilih sesuai dengan kondisi tempat budidaya jamur tiram putih. Perbandingan kebutuhan
bahan-bahan tersebut seperti terlihat pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Kebutuhan Bahan-bahan dalam Pembuatan Baglog Jamur Tiram
No. Formulasi
Serbuk Kayu kg
Bekatul kg
Kapur kg
Gips kg
Tapioka kg
TSP kg
1 I
100,0 15,0
5,0 1,0
- -
2 II
100,0 5,0
2,5 0,5
- 0,5
3 III
100,0 10,0
2,5 0,5
- 0,5
4 IV
100,0 10,0
5,0 1,0
5,0 0,5
Sumber : Cahyana, dkk 1999:62
2 Pengayakan Serbuk kayu yang diperoleh dari penggergajian mempunyai tingkat
keseragaman yang kurang baik karena didalamnya biasanya terdapat potongan kayu yang cukup besar. Hal ini akan mengakibatkan tingkat pertumbuhan miselia
kurang merata dan kurang baik. Untuk itu maka serbuk gergaji perlu diayak. dengan memisahkan serbuk kayu gergaji yang besar dan kecil sehingga
didapatkan serbuk kayu gergaji yang halus dan seragam. Tujuannya untuk mendapatkan media tanam yang memiliki kepadatan tertentu dan mendapatkan
tingkat pertumbuhan miselia yang merata. Serbuk gergaji yang dipilih berasal dari pohon berdaun lebar yang tidak bergetah seperti albasia, akasia dan kaliandra.
3 Pencampuran Bahan-bahan yang telah ditimbang sesuai dengan kebutuhan, selanjutnya
dicampur dengan serbuk gergaji. Pencampuran dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pencampur mixer. Pencampuran harus dilakukan secara
merata. Pencampuran serbuk gergaji, dedak, kapur dan gips sebagai bahan utama
26
untuk mendapatkan komposisi media yang merata. Tujuannya menyediakan sumber hara atau nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan dan perkembangan jamur
tiram sampai siap dipanen. Bahan-bahan tersebut telah ditimbang sesuai dengan kebutuhan dicampur dengan serbuk gergaji selanjutnya disiram dengan air sekitar
50 – 60 atau bila kita kepal serbuk tersebut menggumpal tapi tidak keluar air.
Hal ini menandakan kadar air sudah cukup. 4 Pemeraman
Kegiatan menimbun campuran serbuk gergaji kemudian menutupnya secara rapat dengan menggunakan plastik selama satu malam. Tujuannya untuk
menguraikan senyawa-senyawa kompleks dengan bantuan mikroba agar diperoleh senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah dicerna oleh jamur
dan memungkinkan pertumbuhan jamur yang lebih baik. 5 Pewadahan
Pewadahan dilakukan dengan cara memasukkan adonan atau campuran media ke dalam plastik polipropiline PP yang relatif tahan panas kemudian
dipadatkan dengan kepadatan tertentu menggunakan botol atau alat yang lain agar miselia jamur dapat tumbuh maksimal. Mediabaglog yang kurang padat akan
menyebabkan hasil panen yang tidak optimal. Adapun tujuannya adalah untuk menyediakan media tanam bagi bibit jamur.
6 Sterilisasi Sterilisasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk menonaktifkan
mikroba, baik bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur yang ditanam. Menurut Cahyana, dkk 1999:73 sterilisasi
27
dilakukan dengan mempergunakan alat sterilizer. Sterilisasi dilakukan pada suhu 80-90°C selama 6-8 jam.
7 Pendinginan Proses pendinginan merupakan upaya menurunkan suhu media tanam
setelah disterilkan agar bibit yang akan dimasukan ke dalam baglog tidak mati. Pendinginan dilakukan selama 8-12 jam sebelum inokulasi.
8 Inokulasi Kegiatan proses pemindahan sejumlah kecil miselia jamur dari biakan
induk ke dalam media tanam yang telah disediakan. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan miselia jamur pada media tanam sehingga menghasilkan jamur
siap panen. Inokulasi dapat dilakukan dengan beberapa cara. Diantaranya dengan taburan dan tusukan. Inokulasi secara taburan yaitu menaburkan bibit sekitar ±3
sendok makan ke dalam media tanam secara langsung. Sementara itu, inokulasi secara tusukan dilakukan dengan cara membuat lubang dibagian tengah media
melalui cincin sedalam
3 4
dari tinggi media. Selanjutnya dalam lubang tersebut diisi bibit yang telah dihancurkan.
9 Inkubasi Inkubasi dilakukan dengan cara menyimpan media yang telah diisi dengan
bibit pada kondisi tertentu, agar miselia jamur tumbuh. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan miselia adalah antara 22-28°C. Inkubasi dilakukan hingga
seluruh media berwarna putih merata. Biasanya media akan tampak putih secara merata antara 40-60 hari sejak dilakukan inokulasi. Keberhasilan pertumbuhan
miselia jamur dapat diketahui sejak 2 minggu setelah inkubasi.
28
d. Penumbuhan Kegiatan menstimulasi media tanam yang telah maksimal pertumbuhan
miselianya agar terjadi pertumbuhan badan jamur. Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan perubahan pertumbuhan miselia ke arah pembentukan
primordia badan buah jamur. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka tutup baglog agar terjadi proses aerasi. Media tumbuh jamur yang sudah putih oleh
miselia jamur sudah siap untuk dilakukan penanaman {growing or farming. Penanaman dengan cara membuka plastik media tumbuh yang sudah penuh
miselia tersebut. Satu sampai dua minggu setelah media dibuka biasanya akan tumbuh tubuh buah. Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut, selanjutnya
dibiarkan selama 2-3 hari atau sampai tercapainya pertumbuhan yang optimal Kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh buah adalah pada suhu 16-
22°C dengan kelembaban 80-90. e. Penyiraman
Kegiatan penyemprotan dengan menggunakan air bersih yang ditujukan pada ruang kubung dan media tumbuh jamur. Adapun tujuannya adalah untuk
menjaga kelembaban kubung. Penyiraman dilakukan dengan cara pengkabutan atau disemprot dengan butiran air lembut.
f. Pengendalian Hama dan Penyakit Kegiatan yang dilakukan untuk mengkondisikan media tumbuh dan tubuh
buah yang bebas dari organisme pengganggu. Tujuannya untuk menghindari kegagalan panen yang diakibatkan oleh serangan hama, penyakit dan cendawan
pengganggu. Umumnya hama dan penyakit utama pada jamur tiram adalah tikus
29
dan jamur Neurospora sp cendawan oncom, Trichoderma sp cendawam hijau dan Aspergillus sp cendawan jelaga. Dalam pengendalian hama pada jamur
tiram tidak menggunakan pestisida tetapi menggunakan perangkap serangga. Selain itu, pengendalian penyakit juga dilakukan dengan memperbaiki proses
sterilisasi sebagai langkah preventif serta dengan menyingkirkan baglog jamur tiram putih yang terinfeksi penyakit dari kumbung budidaya jamur tiram putih.
g. Pengaturan Suhu Ruangan Pengaturan suhu ruangan merupakan suatu kegiatan membuka dan
menutup pintu dan jendela ventilasi kumbung. Hal ini bertujuan untuk mengatur suhu dan kelembaban agar sesuai dengan kebutuhan budidaya jamur tiram putih
yang. Sasaran perlakuan ini yaitu mendapatkan pertumbuhan jamur yang optimal. h. Pemanenan
Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat yang optimal, yaitu cukup besar dengan diameter rata-rata 5-10 cm, tetapi belum mekar
penuh. Kegiatan memetik badan buah jamur tiram yang telah cukup umur ini umumnya pada 30 hari sejak inokulasi atau seminggu setelah baglog dibuka atau
2-3 hari setelah munculnya primordia. Menurut Cahyana, dkk 1999:84 pertumbuhan jamur mencapai tingkat yang optimal, pada umur 5 hari setelah
tumbuh calon jamur. Jamur yang sudah dipanen tidak perlu dipotong hingga menjadi bagian per bagian tudung, tetapi hanya perlu dibersihkan kotoran yang
menempel dibagian akarnya saja. Sehingga disamping kebersihannya lebih terjaga, daya tahan simpan jamur pun akan lebih lama.
30
2.6 Kemitraan Usaha
Secara harfiah kemitraan diartikan sebagai suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih
keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan Hafsah, 2000:18. Lebih lanjut Hafsah 2000:25 menambahkan bahwa kemitraan
adalah strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan
saling membesarkan. Kemitraan merupakan suatu strategi bisnis maka keberhasilannya sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara yang bermitra
dalam menjalankan etika bisnis. Kemitraan merupakan sebuah solusi untuk mengurangi masalah ketimpangan yang dihadapi sebagian lapisan masyarakat
dewasa ini dan sebagai antisipasi munculnya masalah yang sama di masa mendatang. Kemitraan dijadikan solusi karena baik keberadaannya maupun fungsi
dan perannya diperlukan untuk memberdayakan semua lapisan masyarakat Menurut Kartasasmita dalam Badan Agribisnis 1999
b
: 97, kemitraan usaha mengandung pengertian adanya hubungan kerja sama usaha antara badan
usaha yang sinergis bersifat sukarela dan dilandasi oleh prinsip saling membutuhkan, menghidupi, memperkuat dan menguntungkan yang hasilnya
bukanlah zero sum game melainkan positive sum game atau win-win solution. Dalam kemitraan usaha jangan sampai ada pihak yang diuntungkan di atas
kerugian pihak lain yang merupakan mitra usahanya. Semua pihak yang bermitra harus merasakan keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari kemitraan.
31
Adapun definisi kemitraan secara resmi diatur dalam Undang-Undang Usaha Kecil No 9 Tahun 1995. Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Usaha Kecil
menyatakan bahwa kemitraan merupakan kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan,
saling memperkuat, dan saling menguntungkan. Sementara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 940KptsOT.2101097 yang dimaksud dengan
kemitraan usaha pertanian adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha pertanian.
Kemitraan merupakan suatu jawaban untuk meningkatkan kesempatan berkiprahnya pengusaha kecil dan menengah dalam percaturan perekonomian
nasional, sekaligus meningkatkan kesejahteraan rakyat serta mengurangi kesenjangan sosial. Kemitraan yang ideal adalah kemitraan antara usaha
menengah dan usaha besar yang kuat dengan pengusaha kecil yang kuat yang didasari oleh kesejajaran kedudukan dan derajat yang sama bagi kedua pihak
yang bermitra Hafsah, 2000:33. Sementara tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan, adalah
1 meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, 2 meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, 3 meningkatkan pemerataan dan
pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, 4 meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional, 5 memperluas kesempatan kerja, dan
6 meningkatkan ketahanan ekonomi nasional Hafsah, 2000: 45.
32
Adapun pola-pola kemitraan yang banyak dilaksanakan oleh beberapa kemitraan usaha pertanian di Indonesia menurut Direktorat Pengembangan Usaha
Departemen Pertanian 2002:52 meliputi : 1. Inti-Plasma
Merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra. Perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra
bertindak sebagai plasma. Dalam hal ini, perusahaan mitra mempunyai kewajiban : 1 berperan sebagai perusahaan inti, 2 menampung hasil
produksi, 3 membeli hasil produksi, 4 memberi bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra, 5 memberikan pelayanan
kepada kelompok mitra berupa permodalankredit, sarana produksi, dan teknologi, 6 mempunyai usaha budidaya pertanianmemproduksi kebutuhan
perusahaan, dan 7 menyediakan lahan. Sementara kewajiban kelompok mitra : 1 berperan sebagai plasma, 2
mengelola seluruh usaha budidaya sampai dengan panen, 3 menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra, 4 memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai
dengan persyaratan yang telah disepakati. Keunggulan dari pola ini adalah : 1 kedua belah pihak saling mempunyai ketergantungan dan sama-sama
memperoleh keuntungan, 2 terciptanya peningkatan usaha, dan 3 dapat mendorong perkembangan ekonomi. Namun, dikarenakan belum adanya
kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma, kelemahan pola ini menyebabkan perusahaan inti mempermainkan harga
komoditi plasma.
33
2. Subkontrak Subkontrak merupakan hubungan kemitraan antara perusahaan mitra
dengan kelompok mitra. Kelompok mitra dalam hal ini memproduksi komponen yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari
produksinya. Tugas perusahaan mitra dalam pola subkontrak, meliputi : 1 menampung dan membeli komponen produksi perusahaan yang dihasilkan
oleh kelompok mitra, 2 menyediakan bahan baku modal kerja, dan 3 melakukan kontrol kualitas produksi.
Sementara tugas kelompok mitra adalah : 1 memproduksi kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra sebagai komponen produksinya, 2
menyediakan tenaga kerja, dan 3 membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Pola subkontrak ini sangat kondusif
bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan, dan produktivitas serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra. Namun sisi
kelemahannya tampak dari hubungan yang terjalin semakin lama cenderung mengisolasi produsen kecil dan mengarah pada monopoli atau monopsoni.
3. Dagang Umum Salah satu pola kemitraan di mana perusahaan mitra berfungsi
memasarkan hasil produksi kelompok mitranya atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Keuntungan pola ini adalah
pihak kelompok mitra tidak perlu bersusah payah dalam memasarkan hasil produksnya sampai ke konsumen. Sementara kelemahannya terletak pada
34
harga dan volume produk yang sering ditentukan secara sepihak oleh perusahaan mitra sehingga merugikan kelompok mitra.
4. Keagenan Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan di mana kelompok mitra
diberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan mitra. Sementara perusahaan mitra bertanggung jawab atas mutu dan volume produk.
Keuntungan pola ini bagi kelompok mitra bersumber dari komisi yang diberikan perusahaan mitra sesuai dengan kesepakatan. Namun disisi lain pola
ini memiliki kelemahan dikarenakan kelompok mitra dapat menetapkan harga produk secara sepihak. Selain itu kelompok mitra tidak dapat memenuhi target
dikarenakan pemasaran produknya terbatas pada beberapa mitra usaha saja. 5. Kerjasama Operasional Agribisnis KOA
Dalam pola ini perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan
suatu komoditi pertanian, sedangkan kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja. Keunggulan pola ini hampir sama dengan pola inti-
plasma, namun dalam pola ini lebih menekankan pada bentuk bagi hasil. 6. Waralaba
Merupakan pola hubungan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, di mana perusahaan mitra memberikan hak lisensi, merek dagang,
saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usahanya sebagai penerima waralaba. Kelebihan pola ini, kedua belah pihak sama-sama
mendapatkan keuntungan sesuai dengan hak dan kewajibannya. Keuntungan
35
tersebut dapat berupa adanya alternatif sumber dana, penghematan modal, dan efisiensi. Selain itu pola ini membuka kesempatan kerja yang luas.
Kelemahannya, bila salah satu pihak ingkar dalam menepati kesepakatan sehingga terjadi perselisihan. Selain itu, pola ini menyebabkan ketergantungan
yang sangat besar dari perusahaan terwaralaba terhadap perusahaan pewaralaba dalam hal teknis dan aturan atau petunjuk yang mengikat. Sebaliknya
perusahaan pewaralaba tidak mampu secara bebas mengontrol atau mengendalikan perusahaan terwaralaba terutama dalam hal jumlah penjualan.
7. Pola Kemitraan Penyertaan Saham Dalam pola kemitraan ini, terdapat penyertaan modal equity antara usaha
kecil dengan usaha menengah atau besar. Penyertaan modal usaha kecil dimulai sekurang-kurangnya 20 dari seluruh modal saham perusahaan yang baru
dibentuk dan ditingkatkan secara bertahap sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Lebih lanjut Williamson dalam LPM
–UNILA 2006:37 menyatakan bahwa terdapat beberapa kemungkinan hubungan kontrak yang bisa diciptakan
antara pihak perusahaan besar dan petani. Hubungan kontrak tersebut dapat dilahat lebih rinci pada penjelasan berikut ini.
a. Marketing Contract adalah kontrak yang menetapkan macam dan jumlah
produk pertanian yang akan diserahkan, tetapi jarang menyebutkan kegiatan- kegiatan atau metode-metode khusus yang harus diikuti oleh proses produksi.
Selain itu, kontrak ini tidak mengharuskan pihak pengelola inti untuk menyediakan masukan seperti bibit, makanan, atau peralatan. Kontrak ini
merupakan kesepakatan untuk membeli hasil produksi di kemudian hari.
36
b. Production Contract adalah kesepakatan antara petani dengan perusahaan bukan pertanian yang menentukan macam dan jumlah produk tertentu yang
dihasilkan, serta dapat menetapkan varietas bibit, kegiatan-kegiatan dalam proses produksi dan masukan-masukan yang digunakan. Bantuan teknis
disediakan oleh perusahaan pemberi kontrak. c.
Vertical Integration, yakni semua tahap produksi dilaksanakan oleh suatu perusahaan, dimana pasar tidak berperan dalam pengkoordinasian beberapa
faktor produksi. Dalam kasus ini, petani bukan pemilik bahan baku, sarana- sarana produksi, atau hasil produksi. Petani lebih berperan sebagai manajer,
pengawas upahan atau seorang pekerja borongan. Ketiga model di atas pada intinya membahas hubungan yang mengikat
para petani untuk bersedia menyediakan sejumlah produk pertanian sekaligus membebani para petani dengan kriteria mutu, kuantitas, dan harga disertai dengan
bantuan teknis. Model atau bentuk kelembagaan organisasi sebagai wadah koordinasi vertikal antara para petani dan perusahaan bisa mengambil salah satu
atau gabungan dari beberapa model di atas atau sama sekali mengambil pola lain yang berbeda dari model di atas.
2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebelumnya dengan mengangkat komoditi jamur tiram putih terdiri dari penelitian mengenai analisis
usahatani jamur tiram putih, analisis tataniaga jamur tiram putih, analisis finansial dan kelembagaan usaha jamur tiram putih, analisis efisiensi saluran pemasaran
jamur tiram segar, dan analisis kelayakan usahatani jamur tiram putih.
37
Puspa Herawati Nasution di tahun 2010 melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih, Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor
”. Berdasarkan analisis usaha jamur tiram putih KPJI, diperoleh nilai RC atas biaya tunai
sebesar 1,63 sedangkan nilai RC atas biaya total adalah 1,58. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani
Jamur Ikhlas dapat dikatakan efisien dan layak untuk diusahakan karena memiliki nilai RC 1. Total penerimaan pihak KPJI diperoleh dari hasil penjualan jamur
tiram putih yang dihasilkan oleh petani, 20 dari hasil produksi petani dan pengembalian pinjaman baglog dari petani.
Juanto dalam penelitiannya pada tahun 2008 yang berjudul ”Analisis
Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih Pleurotus Ostreatus di Kecamatan Tamansari, Bogor
”. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa besarnya RC atas biaya tunai sebesar 1,63, sedangkan berdasarkan pendekatan Return to
Family Labor yaitu sebesar Rp 61,418,- per HOK dan Return to Total Capital sebesar 36,91 . Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani
jamur tiram putih tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Adapun saluran tataniaga jamur tiram putih yang terjadi terdiri dari tiga saluran.
Pada saluran I dan saluran II jamur yang dihasilkan petani dijual di sekitar wilayah Bogor. Sedangkan pada saluran III jamur di jual ke luar wilayah Bogor,
dari ketiga saluran tersebut pola saluran I lebih efisien, hal ini dilihat dari alokasi penjualan per hari di wilayah Bogor sebesar 65,51 .
38
Maharani melakukan penelitian yang berjudul ”Analisis Usahatani dan
Tataniaga Jamur Tiram Putih Studi Kasus : Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung
” pada 2007 yang bertujuan untuk menganalisis efisiensi usahatani dan sistem pemasaran jamur tiram putih di Desa Kertawangi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa besarnya RC atas biaya tunai adalah 2,69 dan besarnya RC atas biaya total adalah 2,20. Berdasarkan kedua
perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usahatani jamur tiram putih ini menguntungkan dan sudah efisien. Bibit jamur tiram putih, serbuk kayu dan
minyak tanah merupakan variabel yang berpengaruh nyata pada peningkatan produksi jamur tiram putih. Oleh karena itu dengan memperhatikan penggunaan
ketiga variabel tersebut, maka efisiensi usahatani jamur tiram putih dapat dipertahankan. Berdasarkan hasil analisis tataniaga, dapat disimpulkan bahwa
secara keseluruhan tidak ada saluran tataniaga yang efisien. Hal ini dikarenakan keuntungan yang dioeroleh petani hampir sama, bahkan lebih kecil dari
keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga. “Analisis Finansial dan Kelembagaan Usaha Jamur Tiram Putih untuk
Pemanfaatan Limbah Industri Penggergajian ” adalah judul penelitian Kustin
Bintani Meiganati pada tahun 2007 yang mendapatkan hasil analisis finansial dari dua komunitas menunjukkan hasil yang positif, yaitu Internal Rate Return IRR
r, Benefit Cost Ratio BCR 1 dan hasil analisis sensitivitas juga menunjukkan hasil yang positif. Hasil analisis SWOT aspek finansial pada komunitas P4S berada
pada kuadran III sedangkan komunitas Kertawangi pada kuadran I. Analisis SWOT aspek kelembagaan menunjukkan hasil yang sama, yaitu pada kuadran I.
39
Penelitian Ruillah di tahun 2006 dengan judul “Analisis Usahatani jamur
Tiram Putih Kasus Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat
”, menggunakan tiga skala usahatani dalam menganalisis perbandingan pendapatan. Pendapatan usahatani jamur tiram putih lebih
ditentukan oleh jumlah log dibandingkan luas kumbung. Hal ini ditunjukkan dari pendapatan skala I yang mempunyai luas kumbung paling sempit lebih tinggi
dibandingkan skala II dan skala III. Usahatani jamur tiram putih di desa Kartawangi masih menguntungkan akan tetapi produksi masih belum dapat
memenuhi permintaan pasar. Hal ini dikarenakan petani masih kekurangan modal untuk menambah produksi. Penyebab lain dikarenakan meningkatnya harga faktor
produksi jamur tiram putih diikuti pula oleh meningkatnya harga jamur tiram putih.. Hasil analisis faktor produksi menunjukkan bahwa faktor produksi bibit,
serbuk kayu, kapur, bekatul dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi. Elastisitas produksi yang terbesar bibit yaitu sebesar 0,22 .
Penelitian Novita di tahun 2004 mengambil judul “Analisis Kelayakan
Finansial Usahatani Jamur Tiram kasus di Kecamatan Parungkuda dan Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi
”, yang diketahui bahwa terdapat 3 pola usahatani yang dilakukan yaitu usahatani pembibitan dan pembudidayaan jamur tiram,
usahatani pembudidayaan jamur tiram dengan 2 skala usaha serta usahatani pembudidayaan jamur tiram pemeliharaan baglog. Hasil analisis kelayakan finansial
yang dilakukan pada semua pola usahatani yang dilakukan layak untuk diusahakan. Pada pola 1 nilai NPV sebesar Rp 26.783.397,-, NPV pada pola 2A1 dan 2A2
masing-masing sebesar Rp 11.191.770,- dan Rp 8.133.275,-. nilai NPV pada pola
40
2B1 dan 2B2 masing-masing sebesar Rp 36.495.436,- dan Rp 45.748.183,- sedangkan pada pola 3 sebesar Rp 3.378.776,-. IRR yang dihasilkan berkisar antara
20 - 41 dengan Net BC 1. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pola usahatani yang dijalankan layak dan menguntungkan untuk diusahakan.
Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan pentingnya mengetahui pendapatan usahatani dan efisiensi. Suatu usahatani layak atau tidak layak untuk
diusahakan dapat dilihat dari besarnya keuntungan usaha tersebut dan tingkat efisiensi usahatani. Penelitian yang telah dilakukan memiliki persamaan dan
perbedaan dengan penelitian ini. Persamaannya adalah pada analisis usahataninya yaitu mengenai analisis pendapatan yang terdiri dari penerimaan, pengeluaran
biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan dan RC rasio. Perbedaannya adalah penelitian Juanto dan Maharani yaitu menambahkan
dengan sistem saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih. Penelitian Ruillah membagi atas tiga skala, sedangkan Novita meneliti tentang Analisis Kelayakan Finansial rencana
usaha budidaya jamur tiram putih. Perbedaan lainnya yaitu pada lokasi penelitian yang dilakukan, yaitu di P4S Nusa Indah yang berada di Kecamatan Tamansari,
Kabupaten Bogor. Pada penelitian ini, objek penelitian merupakan suatu lembaga pendidikan pertanian yang melakukan kerjasama berupa kemitraan, yaitu antara P4S
Nusa Indah dengan dengan wirusahawan jamur tiram putih. Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian tertera pada Tabel 6 berikut ini.
41
Tabel 6. Hasil Penelitian Terdahulu yang Dapat Digunakan sebagai Acuan Nama
Tahun Judul
Lokasi Penelitian Metode
Analisis
Nasution 2010
Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih
Kecamatan Pamijahan,
Kabupaten Bogor Pendapatan,
RC rasio
Juanto 2008
Analisis Usahatani dan Tataniaga
Jamur Tiram Putih. Kecamatan
Tamansari, Bogor Pendapatan,
RC rasio
Maharani 2007 Analisis Usahatani
dan Tataniaga Jamur Tiram Putih.
Desa Kartawangi, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bandung. Pendapatan,
RC rasio
Meiganati 2007 Analisis Finansial
dan Kelembagaan Usaha Jamur
Tiram Putih Kecamatan
Tamansari, Bogor NPV, IRR,
SWOT
Ruillah 2006
Usahatani Jamur Tiram Putih
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung,
Propinsi Jawa Barat Pendapatan,
RC rasio
Novita 2004
Analisis Kelayakan Finansial
Usahatani Jamur Tiram Putih.
Kecamatan Parungkuda dan
Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi
NPV, Net BC, IRR,
PP
Sumber : Data Sekunder, diolah
42
2.8 Kerangka Pemikiran