1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional setiap siswa yang berada pada jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah wajib mengikuti pelajaran matematika BAB X Pasal 37 ayat 1.
1
Bahkan, sejak diberlakukan Ujian Nasional UN tahun 2003, matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang diujikan serta menentukan
kelulusan siswa, sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan SKL yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP. Pernyataan tersebut
mengindikasikan betapa pentingnya siswa untuk memiliki kemampuan matematika.
Matematika merupakan suatu mata pelajaran yang banyak sekali mengandung ide-ide dan konsep-konsep abstrak dan mendasarkan diri pada
kesepakatan-kesepakatan dan menggunakan pola pikir deduktif secara konsisten. Matematika adalah suatu ilmu yang memiliki objek dasar abstrak yang berupa
fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Objek matematika yang abstrak tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari yang sederhana
sampai yang paling kompleks. Karena keabstrakan konsepnya, maka mempelajari matematika memerlukan kegiatan berfikir yang sangat tinggi sehingga banyak
siswa yang menganggap matematika sulit, memusingkan dan membosankan untuk dipelajari.
Selain itu alasan siswa merasa pelajaran matematika itu sulit adalah karena harus bergelut dengan perhitungan-perhitungan yang sulit dan rumus yang
memerlukan daya ingat serta daya analisis dalam penggunaannya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sriyanto yang menyatakan bahwa penyebab siswa tidak
menyukai pelajaran matematika antara lain dikarenakan matematika merupakan
1
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta:
Sinar Grafika, 2003, h.19.
pelajaran yang teoritis dan abstrak, banyak rumus, dan hanya berisi hitung- hitungan saja.
2
Sementara di lain pihak, telah disadari benar bahwa matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat berperan dalam kehidupan manusia.
Ruseffendi mengemukakan bahwa kegunaan matematika besar, baik sebagai ilmu pengetahuan, sebagai alat, sebagai pembimbing pola pikir, maupun sebagai
pembentuk sikap yang diharapkan. Matematika juga memegang peranan penting dalam pendidikan di masyarakat baik sebagai objek langsung fakta, kemampuan,
konsep, prinsipel maupun tak langsung bersifat kritis, logis, tekun, maupun memecahkan masalah dan lain-lain.
3
Dengan demikian, idealnya para siswa harus mampu menguasai konsep- konsep dasar matematika yang dalam kurikulum disebutkan sebagai standar
kompetensi dan kompetensi dasar matematika. Akan tetapi pada kenyataannya, dalam kegiatan pembelajaran matematika selalu dijumpai jauh lebih banyak siswa
yang mengalami kesulitan untuk menguasai materi pembelajaran yang diberikan. Banyak siswa yang kesulitan dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi
dasar matematika yang ditentukan. Hal ini misalnya dapat terlihat dari hasil ulangan harian siswa pada pokok bahasan Eksponen dan Logaritma di MAN 7
Jakarta, dari 31 siswa tidak ada satupun siswa yang nilainya mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal KKM. Kegagalan siswa dalam mempelajari eksponen dan
logaritma yang merupakan materi awal di tingkat SMU mengindikasikan betapa sulitnya matematika bagi siswa.
Jika kesulitan belajar siswa tersebut dibiarkan, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai dengan baik. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, siswa
memerlukan bantuan, baik dalam mencerna bahan pengajaran maupun dalam mengatasi hambatan-hambatan lainnya. Kesulitan belajar siswa harus dapat
diketahui dan dapat diatasi sedini mungkin, sehingga tujuan instruksional dapat tercapai dengan baik. Di sinilah peran guru sebagai pendidik dan fasilitator
2
H.J. Sriyanto, Strategi Sukses Menguasai Matematika, Yogyakarta: Indonesia Cerdas, 2007, cet. I, h.18-24
3
E.T. Ruseffendi, Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru, Bandung:Tarsito, 1989, Edisi ke-4, h.39
pendidikan sangat
diperlukan. Seorang
guru dituntut
untuk selalu
mengembangkan diri dalam pengetahuan matematika maupun pengelolaan proses belajar mengajar. Selain itu, guru juga harus mempunyai kemampuan untuk
mendiagnosis kesulitan siswa. Artinya, ia bukan saja harus dapat menganalisis bahan pelajaran yang disampaikannya, tetapi juga berbagai kesulitan yang
mungkin dialami siswa dalam menerima pelajaran yang disampaikan. Melalui diagnosis ini guru membimbing serta membantu siswa untuk memperoleh hasil
belajar yang optimal. Terlebih pada KTSP ditekankan tentang prinsip belajar tuntas mastery
learning. Guru harus mengupayakan agar para siswanya tuntas dalam belajar. Ketuntasan belajar yang dimaksud adalah siswa dapat mencapai standar
kompetensi dan kompetensi dasar dari materi yang disampaikan oleh guru pada setiap tatap muka atau setiap kegiatan pembelajaran. Siswa diupayakan benar-
benar telah menguasai materi yang disampaikan sebelum mereka menerima materi selanjutnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengatasi
kesulitan siswa serta membantu siswa untuk mencapai ketuntasan belajar yakni dengan menyelenggarakan pembelajaran remedial.
Kegiatan remedial perbaikan dalam proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan pemberian bantuan yang telah diprogram dan disusun secara
sistematis. Pembelajaran remedial remedial teaching ini berfungsi sebagai terapis untuk penyembuhan. Dalam hal ini, yang disembuhkan adalah hambatan
atau gangguan yang menyebabkan siswa kesulitan mempelajari matematika. Prinsip utama pembelajaran remedial ini adalah pemberian umpan balik sesegera
mungkin. Umpan balik dapat bersifat korektif maupun konfirmatif. Dengan sesegera mungkin memperoleh umpan balik dapat dihindari kekeliruan belajar
yang berlarut-larut yang dialami siswa, dan guru dapat menilai siswa mana yang perlu mengikuti pembelajaran remedial sehingga siswa tersebut dapat mencapai
ketuntasan belajar. Program pembelajaran remedial diperuntukkan bagi siswa agar dapat
mempelajari kembali materi pelajaran yang belum dikuasai. Program pembelajaran remedial disesuaikan dengan karakteristik kesulitan belajar siswa
dan tingkat kemampuan siswa. Pembelajaran remedial dalam pelaksanaannya lebih bersifat individual, sehingga diharapkan siswa dapat mencapai hasil belajar
yang optimal sesuai dengan kemampuannya. Berdasarkan paparan tersebut, maka penulis hendak mengadakan
penelitian dan menerapkan pembelajaran remedial bagi siswa-siswi yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal KKM dalam belajar matematika. Peneliti
mencoba untuk mencari tahu letak kesulitan siswa dalam mempelajari matematika kemudian memberikan pembelajaran remedial kepada siswa-siswi yang dianggap
memerlukannya. Oleh karena itu penulis mengangkat judul,
“Diagnosis Ketuntasan Belajar Matematika Siswa dan Solusinya dengan Pembelajaran
Remedial”.
B. Identifikasi Masalah