Deskripsi penggunaan pembelajaran kooperatif di MAN Jakarta Selatan : penelitian deskriptif di MAN Jakarta Selatan.

(1)

(

Penelitian Deskriptif di MAN Jakarta Selatan)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

WIWIN NOVIANINGSIH

NIM: 109016100003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

Skripsi berjudul Deskripsi Penggunaan Pembelajaran Kooperatif

di

MAN Jakarta Selatan (Penelitian Deskriptif di MAN Jakarta Selatan) disusun oleh

Wiwin Novianingsih, NIM. 109016100003, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan

Ilmu

Pengetahuan Alam, Fakultas

Ilmu

Tarbiyah dan

Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan

pada sidang munaqasah sesuai dengan ketetapan yang ditentukan fakultas.

J akarta, 20 Agustus 20 I 4

Yang mengesahkan,

Pembimbing Pembimbing 2,

Z-t4.*

Dr.Yanti Herlanti. M. Pd NIP. 19710119 200801 2010

NrP. 19760309 12002


(3)

(4)

Saya yang bertanda tangan Nama

Tempat/Tgl.Lahir

NIM

Junran /Prodi

Jndul Slaipsi

Biologr

Doly.apembimbw,

r.

..Pl..zj{r!gn.:.I.:!.+...

2. ..k-,

..Y.s:r.!.,-..ILrl**r.!l

_3.4 . . : . ..

*'j=-r:1: -"

-d@an rni denyatafantafrfriaEEpbi-yd;iui sil,a bu4t ffiiar-E;ar naiil-tiilva sdndtui drin-saya bertanggungjawab s€cara akademis atas apayang saya tuIis.

Pernyataan ini dibuat sebagai salahsatu syarat menempuh ujian Munaqasah. fITK

t- tt- H lnb M Aa A*tal 141, tu

FORM (FR)

Tertiit :

No.

Revisi: :

01

Ha, 1t1

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI


(5)

i

Wiwin Novianingsih (109016100003), Deskripsi Penggunaan Pembelajaran Kooperatif di MAN Jakarta Selatan (Penelitian Deskriptif di MAN Jakarta Selatan). Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan pembelajaran kooperatif di MAN Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan di tiga MAN yang

ada di Jakarta Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey.

Sampel dalam penelitian ini adalah tiga orang guru biologi kelas XI di MAN di Jakarta Selatan dan 85 siswa kelas XI. Instrumen yang digunakan berupa tabel cek RPP, kuisioner, dan lembar wawancara. Hasil penelitian yang didapat bahwa pengetahuan guru mengenai ciri-ciri pembelajaran kooperatif termasuk ke dalam kategori baik (80%). Beberapa ciri pembelajaran kooperatif yang diketahui oleh guru adalah siswa dalam kelompok harus memiliki kemampuan yang heterogen, guru sebagai fasilitator, keberhasilan individu bergantung pada keberhasilan kelompok, dan penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dibandingkan dengan individu. Sedangkan pengetahuan guru mengenai metode pembelajaran kooperatif termasuk ke dalam kategori kurang (57%). Metode pembelajaran

kooperatif yang diteliti antara lain Student Teams-Achievement Division, Number

Head Together, Think Pair Share, Talking Chips, dan Make a Match. Berdasarkan hasil RPP, metode pembelajaran kooperatif yang paling sering digunakan oleh

guru MAN di Jakarta Selatan yaitu Group Investigation. Sedangkan berdasarkan

angket guru, metode pembelajaran kooperatif yang paling sering digunakan oleh

guru MAN di Jakarta Selatan adalah Think Pair Share. Berdasarkan hasil angket,

aktivitas guru yang paling dominan dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif adalah aspek materi pembelajaran dengan persentase 92% dan termasuk kategori sangat baik. Prinsip dasar pembelajaran kooperatif menurut Anita Lie yang dominan dilakukan oleh siswa di MAN Jakarta Selatan adalah evaluasi proses kelompok dengan persentase 89% dan termasuk kategori baik. Salah satu indikator dari evaluasi proses kelompok adalah tugas atau hasil dari kerja kelompok siswa dalam pembelajaran kooperatif dinilai oleh guru. Indikator tersebut memperoleh persentase 89% dengan kategori baik. Hal ini sesuai dengan angket guru. Berdasarkan hasil angket guru, indikator guru menilai tugas atau hasil dari kerja kelompok dalam pembelajaran kooperatif memperoleh persentase 100% dengan kategori sangat baik.

Kata Kunci: Pembelajaran Kooperatif, Pembelajaran Kolaboratif, Kelompok Belajar Tradisional.


(6)

ii

Wiwin Novianingsih (109016100003), Description of Using Cooperative Learning in MAN of South Jakarta (Descriptive Research in MAN of South Jakarta). Undergraduate Thesis, Biology Education Study Program, Sciences Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University, Jakarta, 2014.

This study aimed to describe the implementation of cooperative learning in MAN of South Jakarta. This research was conducted at three MAN of South Jakarta. The method of this research was survey. The sample consisted of three biology teachers and 85 students of grade XI. The research instrument consisted of a table check form of lesson plans, questionnaires, and interviews. The results of research showed that teacher’s knowledge about the characteristics of cooperative learning was included in good category (80%). Some characteristics of cooperative learning that have been known by the teachers were student in the group must have heterogeneous capabilities, the teacher as a facilitator, individual success depended on the success of the group,and award was more oriented to the group than individuals. The teacher's knowledge of cooperative learning methods was included in less category (57%). Cooperative learning methods were researched include Student Teams-Achievement Division, Number Head Together, Think Pair Share, Talking Chips, and Make a Match. Based on the results of the RPP, cooperative learning method most frequently used by teachers MAN in South

Jakarta, namely the Group Investigation. While based on the teacher

questionnaire, cooperative learning method most frequently used by teachers in MAN of South Jakarta was Think Pair Share. Based on the results of the questionnaire, the most dominant activity of teachers in the implementation of cooperative learning was the learning material aspects (92%) and included in a very good category.The basic principles of cooperative learning according Anita Lie were dominant by students in MAN of South Jakarta was evaluation process of the group ( 89%) and included good category. One indicator of the evaluation process was a task group in cooperative learning groups assessed by the teacher. The percentage of this indicator was 89% and included good category. This is consistent with the teacher questionnaire. Based on the results of the teacher questionnaire, indicator: the teacher had graded or the results of work in cooperative learning groups obtained a percentage 100% with very good category.

Key Word: Cooperative Learning, Collaborative Learning, Traditional Learning Group.


(7)

iii

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA., Ph. D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan IPA.

3. Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd, Ketua Prodi Biologi Jurusan IPA serta Dosen

Pembimbing I dalam penyusunan skripsi.

4. Ibu Dr. Yanti Herlanti, M.Pd, Dosen Pembimbing II dalam penyusunan skripsi.

5. Kepala MAN 7 Jakarta, MAN 11 Jakarta, dan MAN 13 Jakarta.

6. Ibu Sulis, Dra. Zubaidah. MM, Ummu Robi’ah, S.Si yang telah bersedia membantu peneliti dalam melaksanakan penelitian.

7. Orang tua dan kakak yang telah memberikan dukungan moral dan finansial

selama penulis melakukan penelitian.

8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada peneliti dalam penulisan

skripsi.

Akhir kata peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi semua pihak umumnya.

Jakarta, 22 Oktober 2014


(8)

iv

Hal

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 7

C.Pembatasan Masalah ... 7

D.Perumusan Masalah ... 8

E.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II. KAJIAN TEORI A. Kajian Teori ... 10

1. Belajar ... 10

a. Pengertian Belajar ... 10

b. Ciri-Ciri Belajar ... 11

c. Tujuan Belajar ... 11

d. Teori Belajar Vygotsky ... 12

e. Teori Belajar Konstruktivisme ... 13

2.Pembelajaran ... 14

3.Pembelajaran Kooperatif ... 16

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 16

b. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif ... 17

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif ... 18

d. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif ... 18

e. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif ... 19


(9)

v

i. Kekurangan dan Kelebihan Pembelajaran Kooperatif ... 23

j. Aplikasi Pembelajaran Kooperatif ... 25

4.Perbedaan Pembelajaran Kooperatif, Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tadisional ... 29

B. Penelitian yang Relevan ... 35

C. Kerangka Berpikir ... 40

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 41

B. Metode dan Desain Penelitian ... 41

C. Populasi dan Sampel ... 42

D. Instrumen ... 42

1. Tabel Cek RPP ... 42

2. Lembar Kuisoner/Angket ... 43

3. Lembar wawancara ... 44

E. Teknik Pengumpulan Data ... 44

1. Data Primer ... 44

2. Data Sekunder ... 46

F. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Penelitian ... 65

1. Angket ... 65

a. Pengetahuan Guru tentang Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Kelompok Lainnya ... 65

b. Aktivitas yang Dominan Dilakukan Guru dalam Penerapan Pembelajaran Kooperatif ... 67

c. Prinsip-Prinsip Dasar Pembelajaran Kooperatif yang Dominan Dilakukan oleh Peserta Didik ... 71

2. RPP ... 75


(10)

vi

B. Pembahasan terhadap Temuan Penelitian ... 79

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 90


(11)

vii

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 40 Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 48 Gambar 4.1 Pengetahuan Guru tentang Ciri-Ciri Pembelajaran

Kooperatif, Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional ... 65 Gambar 4.2 Pengetahuan Guru Tentang Metode Pembelajaran

Kooperatif, Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional ... 66

Gambar 4.3 Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif, Pembelajaran

Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional menurut Persepsi Guru ... 67 Gambar 4.4 Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif, Pembelajaran

Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional di Setiap

MAN menurut Persepsi Guru ... 68 Gambar 4.5 Aktivitas Pembelajaran Kooperatif yang Dominan Dilakukan

Guru di MAN Jakarta Selatan. ... 69 Gambar 4.6 Aktivitas Pembelajaran Kolaboratif dan Kelompok Belajar

Tradisional yang Dominan Dilakukan Guru di MAN Jakarta Selatan ... 70

Gambar 4.7 Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif, Pembelajaran

Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional menurut Persepsi Siswa. ... 72

Gambar 4.8 Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif, Pembelajaran

Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional di Setiap MAN menurut Persepsi Siswa. ... 72 Gmbar 4.9 Prinsip-Prinsip Dasar Pembelajaran Kooperatif yang Dominan

Dilakukan Siswa di MAN Jakarta Selatan ... 73 Gambar 4.10 Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kolaboratif dan Kelompok Belajar

Tradisional yang Dominan Dilakukan Siswa di MAN Jakarta Selatan ... 74


(12)

viii

Kelompok Belajar Tradisional di dalam RPP MAN di Jakarta Selatan ... 76

Gambar 4.12 Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif, Kolaboratif, dan

Kelompok Belajar Tradisional di dalam RPP MAN A, MAN B, dan MAN C ... 76


(13)

ix

Tabel 2.1 Ciri-Ciri Umum Belajar ... 11 Tabel 2.2 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Kolaboratif . 31 Tabel 2.3 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran

Kolaboratif Menurut Jabatan Ilmu Pendidikan ... 31 Tabel 2.4 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dan Kelompok

Belajar Tradisonal ... 32 Tabel 2.5 Perbandingan Model Pembelajaran Kompetitif, Individualistik,

dan Kooperatif ... 34 Tabel 3.1 Skor setiap Jawaban Pernyataan ... 44 Tabel 3.2 Kategori Nilai ... 45 Tabel 3.3 Kisi-Kisi Angket Pengetahuan Guru Aspek Ciri-Ciri Model

Pembelajaran Kooperatif ... 49 Tabel 3.4 Kisi-Kisi Angket Pengetahuan Guru Aspek Ciri-Ciri Model

Pembelajaran Kolaboratif ... 50 Tabel 3.5 Kisi-Kisi Angket Pengetahuan Guru Aspek Ciri-Ciri Model

Pembelajaran Kelompok Belajar Tradisional ... 51 Tabel 3.6 Kisi-Kisi Angket Pengetahuan Guru Aspek Metode-Metode

Pembelajaran Kooperatif ... 53 Tabel. 3.7 Kisi-Kisi Angket Pengetahuan Guru Aspek Metode-Metode

Pembelajaran Kolaboratif ... 56 Tabel 3.8 Kisi-Kisi Angket Pengetahuan Guru Aspek Metode-Metode

Kelompok Belajar Tradisional ... 57 Tabel. 3.9 Kisi-Kisi Angket Guru Aspek Pelaksanaan Model Pembelajaran

Kooperatif ... 57 Tabel 3.10 Kisi-Kisi Angket Guru Aspek Pelaksanaan Model Pembelajaran

Kolaboratif ... 58 Tabel 3.11 Kisi-Kisi Angket Guru Aspek Pelaksanaan Kelompok Belajar


(14)

x

Kooperatif ... 61 Tabel 3.13 Kisi-Kisi Angket Siswa Aspek Pelaksanaan Pembelajaran

Kolaboratif ... 62 Tabel 3.14 Kisi-Kisi Angket Siswa Aspek Pelaksanaan Kelompok Belajar


(15)

xi

Hal

Lampiran 1 Angket Guru Aspek Pengetahuan Ciri-Ciri dan Metode Pembelajaran Kooperatif, Kolaboratif, dan Kelompok

Belajar Tradisional ... 95 Lampiran 2 Rubrik Angket Guru Aspek Pengetahuan Ciri-Ciri Pembelajaran

Kooperatif, Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional ... 99 Lampiran 3 Rubrik Angket Guru Aspek Pengetahuan Metode Pembelajaran

Kooperatif, Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional ... 103 Lampiran 4 Rekapitulasi Angket Guru Aspek Pengetahuan Ciri-Ciri

Pembelajaran Kooperatif, Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional di MAN A, MAN B, dan MAN ...105 Lampiran 5 Rekapitulasi Angket Guru Aspek Pengetahuan Ciri-Ciri

Pembelajaran Kooperatif, Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional di MAN Jakarta Selatan ... 107 Lampiran 6 Rekapitulasi Angket Guru Aspek Pengetahuan Metode

Pembelajaran Kooperatif, Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional di MAN A, MAN B, dan MAN C ... 108

Lampiran 7 Rekapitulasi Angket Guru Aspek Pengetahuan Metode

Pembelajaran Kooperatif, Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional di MAN Jakarta Selatan ... 114 Lampiran 8 Angket Guru Aspek Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok

Belajar Tradisional, Kolaboratif dan Kooperatif ... 116

Lampiran 9 Rekapitulasi Angket Guru Aspek Pelaksanaan di MAN A,

MAN B, dan MAN C ... 119 Lampiran 10 Rekapitulasi Angket Guru Aspek Pelaksanaan di MAN

Jakarta Selatan ... 125 Lampiran 11 Angket Siswa Aspek Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif,

Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional ... 127 Lampiran 12 Rekapitulasi Angket Siswa di MAN A, MAN B, dan MAN C ... 131


(16)

xii

Lampiran 14 Tabel Cek Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 160

Lampiran 15 Rekapitulasi RPP di MAN Jakarta Selatan ... 161

Lampiran 16 Hasil Wawancara Guru... 162

Lampiran 17 Hasil Wawancara Siswa ... 166

Lampiran 18 Hasil Uji Validitas Angket Guru Aspek Pengetahuan Pembelajaran Kooperatif, Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional ... 172

Lampiran 19 Hasil Uji Validitas Angket Guru Aspek Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Belajar Tradisional, Kolaboratif, dan Kooperatif ... 174

Lampiran 20 Hasil Uji Validitas Angket Siswa Aspek Pelaksanaan Pembelajaran Kooperatif, Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional ... 180

Lampiran 21 Uji Referensi ... 187


(17)

1 A.Latar Belakang

Menurut UNESCO, pendidikan dibangun atas empat pilar yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk melakukan (learning to do), belajar untuk menjadi diri sendiri (learning to be), dan belajar untuk kebersamaan (learning to live together). Keempat pilar tersebut merupakan pedoman yang digunakan dalam pembelajaran Sains. Peserta didik seharusnya diberdayakan untuk memperkaya pengalaman belajarnya (learning to do), memahami pengetahuannya berkaitan dengan dunia sekitarnya dengan cara meningkatkan interaksi dengan lingkungannya (learning to know), mengkonstruksikan pengetahuan dan kepercayaan diri sekaligus membangun jati diri (learning to be), dan melakukan kerjasama dengan individu yang berbeda-beda untuk membentuk sikap toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan masing-masing individu (learning to live together).1

Untuk menumbuhkan kerjasama antar individu yang beragam dalam kelas, Vygotsky menyarankan pembelajaran dalam setting kooperatif. Pada pembelajaran kooperatif, peserta didik dihadapkan pada proses berpikir bersama teman sebaya mereka. Tutorial oleh teman yang lebih kompeten akan sangat efektif dalam mendorong pertumbuhan daerah perkembangan proximal (Zone of Proximal Development) anak.2

Pembelajaran kooperatif dapat menjadi solusi dalam mewujudkan keempat pilar di dalam pendidikan. Pembelajaran kooperatif yang termasuk ke dalam pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan di PAIKEM

1

Hening Widowati, Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Examples Non Examples dan

STAD pada Mata Kuliah Struktur Hewan Program Studi Pendidikan Biologi, Bioedukasi, 2, 2011,

h. 42.

2

Dwi Priyo Utomo, Model Pembelajaran Kooperatif; Teori yang Mendasari dan Prakteknya

dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan, 2013, h. 5,


(18)

dapat memaksimalkan dan mengoptimalkan sosialisasi, partisipasi, aktivitas, inovativitas, produktivitas, dan kreativitas para siswa.3

Menurut Arends yang dikutip oleh Anies Fuady, pendekatan pembelajaran kooperatif ada empat jenis, yaitu : Student Teams Achievement Division (STAD), Jigsaw, Investigasi Kelompok, dan Pendekatan Struktural.4 Menurut Danel A. Satu, pembelajaran kooperatif terdiri dari beberapa metode yaitu: Student Teams-Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Number Head Together (NHT), Think-Pair-Share, dan Talking Chips. 5

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif terdiri dari dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pembelajaran. Langkah-langkah tahap persiapan menurut Slavin antara lain: materi pembelajaran, menetapkan siswa dalam kelompok, menentukan skor awal, menyiapkan pembelajaran (prestasi pelajaran). Sedangkan langkah-langkah tahap pembelajaran menurut Arends antara lain guru mempelajari tujuan-tujuan dari pelajaran, guru memotivasi siswa untuk belajar, guru menyampaikan materi pelajaran, siswa diorganisasikan dalam kelompok-kelompok belajar, siswa dibawah bimbingan guru bekerja sama untuk menyelesaikan tugas atau Lembar Kerja Siswa, dan langkah terakhir meliputi penyajian dari produk akhir kelompok atau mengevaluasi materi yang dipelajari siswa.6

Menurut Anita Lie yang dikutip oleh Sri Sulastri, ada lima prinsip dasar yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok.7

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran kelompok tradisional. Perbedaan antara kelompok pembelajaran kooperatif dengan

3

Erlina, Metode PAIKEM dalam Meningkatkan Prestasi dalam Belajar, Jurnal Ilmiah Manajemen Pendidikan, 4, 2009, h. 98.

4

Anies Fuady, Keefektifan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktural Tipe

Numbered Heads Together (NHT) pada Pokok Bahasan Layang-Layang dan Trapesium di Kelas

VII SMP Negeri 7 Surabaya, Mathedu, 4, 2009, h. 36.

5

Danel A. Satu, Pembelajaran Kooperatif dan Aplikasinya di Kelas, Telabang, 1, 2008, h. 68.

6

Sri Sulastri, Model Pembelajaran Kooperatif, Jurnal Kependidikan, 2012, h. 23-25, (http://jurnal.pdii.lipi.go.id).

7


(19)

kelompok pembelajaran tradisional menurut Sugiyanto yang dikutip oleh Ahmad Fauzi antara lain: Pada pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi, kelompok belajar heterogen, baik dari segi kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, dan etnik. Sedangkan pada model pembelajaran tradisional biasanya guru membiarkan terdapat peserta didik yang lebih mendominasi dalam kelompok tersebut atau menggantungkan diri pada kelompok. Berbeda dengan kelompok pembelajaran kooperatif, pada kelompok belajar terdiri atas peserta didik yang sifatnya homogen.8

Pembelajaran kooperatif sangat penting karena dengan menggunakan pembelajaran kooperatif peserta didik dapat memperoleh keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik yang secara langsung diajarkan dalam proses pembelajaran. Keterampilan sosial ini cukup sulit diperoleh dengan pembelajaran tradisional. Oleh karena itu guru harus mampu membedakan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kelompok tradisional.9

Pembelajaran kooperatif berbeda dengan pembelajaran kolaboratif. Menurut Sato dalam Djamilah Bondan Widjajanti, pembelajaran kolaboratif bertujuan bukan untuk mencapai kesatuan yang didapat melalui kegiatan kelompok, namun, para peserta didik di dalam kelompok didorong untuk menemukan beragam pendapat atau pemikiran yang dikeluarkan oleh tiap individu dalam kelompok.10

Pembelajaran kooperatif membutuhkan beberapa skill atau keterampilan. Keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut yang dijelaskan oleh Linda Lundgren dalam Ruhadi, antara lain: Keterampilan kooperatif tingkat awal, meliputi kesepakatan, menghargai kontribusi, mengambil giliran, berada dalam

8

Ahmad Fauzi, Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Kooperatif Model Team Game

Tournament (TGT) sebagai Upaya Peningkatan Kompetensi Sosial Mahasiswa, Orbith, 3, 2011,

h. 414.

9

Ibid.

10

Djamilah Bondan Widjajanti, “Strategi Pembelajaran Kolaboratif Berbasis Masalah”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 2008, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2008, h. 2103.


(20)

kelompok, berada dalam tugas, mendorong partisipasi, memancing orang lain untuk berbicara, menyelesaikan tugas pada waktunya, dan menghormati perbedaan individu. Keterampilan kooperatif tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat ringkasan, menafsirkan, mengatur dan mengorganisir, memeriksa ketetapan, menerima tanggung jawab, dan mengurangi ketegangan. Keterampilan kooperatif tingkat mahir, meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menuntut kebenaran, menetapkan tujuan dan berkompromi.11

Indikator atau tujuan pembelajaran kooperatif lainnya, selain memperoleh keterampilan sosial antara lain prestasi akademik dan penerimaan perbedaan. Pembelajaran kooperatif tidak hanya bermanfaat bagi peserta didik berprestasi tinggi, namun bermanfaat juga bagi peserta didik yang berprestasi rendah dalam meningkatkan prestasi peserta didik. Dengan adanya pembelajaran kooperatif juga memberikan kesempatan bagi peserta didik dengan latar belakang yang berbeda-beda untuk mengerjakan tugas bersama-sama.12

Biologi lebih menekankan kegiatan belajar mengajar, mengembangkan konsep serta keterampilan proses siswa dengan berbagai metode mengajar yang sesuai dengan bahan kajian yang diajarkan.13 Mengingat biologi menekankan pada keterampilan proses, maka dibutuhkan metode mengajar yang tepat untuk meningkatkan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif dapat menjadi solusi untuk mengembangkan keterampilan proses siswa serta meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Kenyataan didalam praktek pembelajaran sains di sekolah masih enggan meninggalkan model pembelajaran langsung.14 Di sekolah, guru masih tetap merupakan sumber belajar yang paling dominan. Proses pembelajaran sebagian besar masih berpusat

11 Ruhadi, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe “STAD” Salah Satu Alternatif dalam

Mengajarkan Sains IPA yang Menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, 6, 2008, h. 48.

12

Ibid., h. 47.

13

Yustini Yusuf dan Mariani Natalina, Upaya Peningkatan Belajar Biologi melalui Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktur di Kelas 1 SLTP Negeri 20 Pekanbaru,

Jurnal Biogenesis, 2, 2005, h. 8.

14


(21)

pada kegiatan mendengar dan menghafalkan, belum diarahkan pada kegiatan belajar secara aktif, dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya.15

Salah satu kendala yang dialami guru dalam penerapan pembelajaran kooperatif adalah guru tidak memiliki keakraban dengan metode pembelajaran kooperatif.16 Rendahnya pengetahuan guru mengenai pembelajaran kooperatif dan metode-metode pembelajaran kooperatif menyebabkan guru kurang variatif dalam menentukan metode pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar di kelas.

Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan dengan optimal diperlukan perencanaan pembelajaran kooperatif. Perencanaan yang baik akan menghasilkan proses pembelajaran yang lebih terstruktur dalam mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang lengkap dan sistematis bertujuan agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan peluang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik.17 Namun kenyataannya, kualitas RPP yang dibuat masih cukup rendah. Umumnya para guru masih menyusun silabus, RPP dan LKS

dengan teknik “copy paste”, yang berarti mereka belum menyusun silabus, RPP dan LKS berdasar keperluan dan kondisi mereka sendiri. Meskipun mereka mengaku memiliki RPP, namun ketika proses pembelajaran siswanya diobservasi, semua guru tidak membawa RPP dengan alasan tertinggal di rumah. Dari analisis RPP yang diperoleh ternyata terdapat perbedaan antara apa yang dituliskan dengan apa yang diimplementasikan di kelas. Di RPP guru menuliskan penggunaan pendekatan konstruktivistik, guru berperan selaku fasilitator, namun dari observasi di kelas dapat diketahui bahwa guru lebih dominan, banyak

15

Djoko Apriono, Meningkatkan Keterampilan Kerjasama Siswa dalam Belajar melalui Pembelajaran Kolaboratif, Prospektus, 2011, h. 161.

16

Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan, Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective. Eurasian Journal of Mathematics, Science & Technology Education. 3, 2007, h. 38.

17 Ahmadi, “Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Menyusun Perangkat Pembelajaran Inovatif melalui Lesson Study”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS Bilogi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajaran dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Bangsa, FKIP Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 7 Juli 2012, h. 257.


(22)

menggunakan ceramah, para siswa pasif, dan guru tidak memahami bagaimana mengimplementasikan pendekatan konstruktivistik di kelas.18 Perbaikan kualitas pembelajaran haruslah diawali dengan perbaikan desain pembelajaran. Perencanaan pembelajaran dapat dijadikan titik awal dari upaya perbaikan kualitas pembelajaran.19

Pembelajaran kooperatif memberikan dampak positif tidak hanya terhadap prestasi peserta didik tetapi pada sikap-sikap lainnya. Sebab berdasarkan penelitian meta analisis dari 122 studi yang dilakukan oleh Johnson dan rekannya mendukung efektivitas pembelajaran kooperatif dalam berbagai bentuk. Tidak hanya tingkat prestasi meningkat; begitu pula tingkat kepercayaan diri, sikap di sekolah, tugas on-time, dan tingkat kehadiran (absensi).20

Pelajaran biologi di jenjang pendidikan SMA/MA lebih sulit dibandingkan di SMP dan SD. Karena pembahasana materi biologi SMA/MA lebih mendalam dibandingkan di jenjang pendidikan sebelumnya. Selain itu materi-materi biologi lebih beragam, ada yang konkrit tetapi banyak juga yang abstrak. Sehingga relatif lebih sulit dipahami siswa. 21 Salah satu bab pelajaran biologi seperti Substansi Genetika dipelajari di kelas XI di sekolah yang menganut sistem Sistem Kredit Semester (SKS), yaitu di MAN 7, MAN 11, dan MAN 13. Substansi Genetika merupakan konsep dengan topik yang sangat luas dan rumit. Cakupan materinya antara lain struktur gen, ekspresi gen, replikasi, sintesis protein dan kromosom. Materi Substansi Genetika susah untuk diamati, apalagi tanpa bantuan peralatan khusus. Akibatnya konsep ini menjadi salah satu konsep yang dianggap sulit.22

Penelitian survei dalam pembelajaran kooperatif sangat bermanfaat. Penelitian survei menghasilkan informasi di tingkat mikro atau kelas mengenai persiapan kegiatan belajar mengajar, teknik mengajar dan buku teks yang

18

Istamar Syamsuri, Peningkatan Kompetensi Guru untuk Meningkatkan Minat Siswa pada Bidang MIPA, 2014, h. 6, (kappa.binus.ac.id).

19

Ibid.

20

Anthony J. Onwuegbuzie dan Denise A. Daros-Voseles, The Role of Cooperative Learning in Research Methodology Courses: A Mixed-Methods Analysis, Research in The Schools, 8, 2001, h. 62.

21

Hening Widowati, op.cit., h. 43.

22

Dewi Murni, Identifikasi Miskonsepsi Mahasiswa Pada Konsep Substansi Genetika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI), Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013, h. 206.


(23)

digunakan, dan berapa banyak kemajuan telah dihasilkan.23 Selain itu survei menghasilkan data otentik yang dibutuhkan dalam proses evaluasi dan menjadi dasar oleh pengambil kebijakan dalam mengambil keputusan. Terutama data otentik mengenai jumlah implementasi pembelajaran kooperatif di sekolah cukup minim.

Mengingat berbagai kelebihan dari pembelajaran kooperatif, maka pembelajaran kooperatif baik diimplementasikan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah-sekolah. Penelitian survei juga perlu dilakukan untuk menghasilkan data otentik mengenai penggunaan pembelajaran kooperatif di sekolah. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas, maka penulis

mengambil fokus penelitian dengan judul : “Deskripsi Penggunaan Pembelajaran Kooperatif di MAN Jakarta Selatan”.

B.Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Rendahnya kualitas Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 2. Rendahnya pengetahuan guru mengenai pembelajaran kooperatif. 3. Kegiatan belajar mengajar masih berpusat kepada guru.

4. Minimnya data otentik mengenai implementasi pembelajaran kooperatif di sekolah.

C.Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini peneliti membatasi masalah penelitian pada beberapa hal sebagai berikut:

1. Penelitian ini dibatasi pada pembelajaran kooperatif. 2. Penelitian ini dibatasi hanya pada mata pelajaran biologi.

3. Penelitian ini dibatasi masing-masing satu guru Biologi kelas XI di MAN Jakarta Selatan semester Genap tahun ajaran 2013/2014, yakni MAN 7, MAN 11, dan MAN 13.

23


(24)

D.Perumusan Masalah

Berdasarkan pada pembatasan masalahan di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana penggunaan pembelajaran kooperatif yang dilakukan guru MAN di Jakarta Selatan?. Rumusan masalah dijabarkan pada pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana pengetahuan guru-guru biologi MAN di Jakarta Selatan tentang pembelajaran kooperatif?

2. Berdasarkan langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada tahap persiapan dan tahap pembelajaran menurut Slavin dan Arends, aktivitas apa yang dominan dilakukan oleh guru MAN di Jakarta Selatan dalam penerapan pembelajaran kooperatif?

3. Berdasarkan prinsip dasar pembelajaran kooperatif menurut Anita Lie, prinsip apakah yang dominan dilakukan oleh siswa MAN di Jakarta Selatan?

E.Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penggunaan pembelajaran kooperatif di MAN Jakarta Selatan. Tujuan secara khusus adalah untuk mengetahui pengetahuan guru mengenai pembelajaran kooperatif, aktivitas yang dominan dilakukan oleh guru biologi dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dan prinsip pembelajaran kooperatif yang dominan dilakukan oleh siswa MAN di Jakarta Selatan.

2. Kegunaan Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain: a. Bagi Mapenda

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi Mapenda dalam peningkatan kualitas MAN di Jakarta Selatan.


(25)

b. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi pengambil kebijakan di sekolah dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

c. Bagi Penelti

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi peneliti mengenai penggunaan pembelajaran kooperatif di kelas sebagai calon guru kedepannya.


(26)

10

KAJIAN TEORI

A.Kajian Teori

Kajian teori adalah uraian sistematis tentang teori dan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan subjek yang diteliti.1 Beberapa teori yang yang dibahas dalam penelitian ini antara lain belajar, pembelajaran, pembelajaran kooperatif, dan perbedaan pembelajaran kooperatif, kolaboratif, dan kelompok belajar tradisional.

1. Belajar

a. Pengertian Belajar

Menurut Hilgard dalam Wina Sanjaya “belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah”.2 Sedangkan menurut Gagne yang dikutip oleh 1 Masitoh dan Laksmi Dewi, “belajar adalah suatu proses dimana suatu organisme

berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”.3

Adapun Nana Syaodih dalam Masitoh dan Laksmi Dewi menyebutkan, “belajar adalah segala perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi melalui proses pengalaman”.4 Robert dan Davies menyatakan belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai suatu fungsi praktis atau pengalaman.5 Berdasarkan pendapat para pakar, maka disimpulkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengubah tingkah laku individu dari segi kognitif, afektif dan psikomotor. Proses perubahan terjadi karena kegiatan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah.

1

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D,

(Bandung: Alfabeta, 2012), h. 89.

2

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), h. 112.

3

Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009), h. 3.

4

Ibid.

5


(27)

b. Ciri-Ciri Belajar

Ciri-ciri kegiatan belajar yang dikemukakan oleh Alisuf Sabri adalah: Pertama, belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar (dalam arti perubahan tingkah laku) baik aktual maupun potensial. Kedua, perubahan itu pada dasarnya adalah didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama. Ketiga, perubahan itu terjadi karena adanya usaha (dengan sengaja).6 Ciri-ciri umum belajar dapat diamati pada Tabel 2.1.7

Tabel 2.1 Ciri-Ciri Umum Belajar

Unsur-Unsur Belajar

1) Pelaku Peserta didik yang bertindak belajar atau pebelajar 2) Tujuan Memperoleh hasil belajar dan pengalaman hidup 3) Proses Internal pada diri pebelajar

4) Tempat Sembarang tempat 5) Lama Waktu Sepanjang Hayat 6) Syarat Terjadi Motivasi belajar kuat 7) Ukuran

Keberhasilan

Dapat memecahkan masalah

8) Faedah Bagi pebelajar mempertinggi martabat pribadi 9) Hasil Hasil belajar sebagai dampak pengajaran dan

pengiring

c. Tujuan Belajar

Tujuan belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku yang dialami seseorang sebagai hasil belajar. Menurut Winarno Surachmad dalam Alisuf Sabri, tujuan belajar di sekolah adalah untuk mencapai: Pertama, pengumpulan pengetahuan. Kedua, penanaman konsep dan kecekatan atau keterampilan. Ketiga, pembentukan sikap dan perbuatan. Tujuan belajar menurut Taksonomi Bloom

6

Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 56.

7


(28)

yaitu “tujuan belajar diarahkan untuk mencapai ketiga ranah: kognitif, afektif dan psikomotorik”.8

Tujuan belajar di ranah kognitif adalah untuk memperoleh pengetahuan fakta, pemahaman, aplikasi, dan kemampuan berpikir analisis, sintesis, dan evaluasi. Tujuan belajar di ranah afektif adalah untuk memperoleh sikap, apresiasi dan karakterisasi. Tujuan belajar di ranah psikomotorik adalah untuk memperoleh keterampilan fisik.9

d. Teori Belajar Vygotsky

Vygotsky berpendapat bahwa peserta didik belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Tutorial atau bantuan yang diberikan oleh teman sebaya yang lebih kompeten sangat efektif dalam mendorong pertumbuhan daerah perkembangan proximal (Zone of Proximal Development) anak.10

Zone of Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara tingkat perkembangan aktual, yang ditentukan melalui penyelesaian masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial anak, yang ditentukan melalui pemecahan masalah dengan bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.11

Anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal mereka, ketika mereka terlibat dalam mengerjakan tugas-tugas yang tidak bisa mereka kerjakan sendiri tetapi mereka dapat kerjakan dengan bantuan teman sebaya atau orang dewasa.12

Orang dewasa dapat memberikan bimbingan (scaffolding) yaitu memberikan bantuan yang lebih banyak kepada peserta didik untuk memecahkan persoalan, kemudian secara bertahap guru mengurangi memberikan bantuan

8

Alisuf Sabri, op. cit., h. 58.

9

Ibid., h. 59.

10

Dwi Priyo Utomo, Model Pembelajaran Kooperatif; Teori yang Mendasari dan

Prakteknya dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan, 2013, h. 5,

(http://ejournal.umm.ac.id/).

11

Ibid.

12

Robert E. Slavin, Educational Psychology Theory and Practice, 7/E, 2013, h. 258, (http://www.pearsonhighered.com).


(29)

kepada peserta didik dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengambil alih tanggung jawabnya.13

e. Teori Belajar Konstruktivisme

Konstruktivisme menurut Yusida Gloriani merupakan “landasan berpikir

(filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), dan tidak sekonyong-konyong”.14 Adapun menurut Slavin dalam Trianto, teori konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri informasinya dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan lama dan merevisinya jika aturan-aturan lama tersebut relevan lagi.15

Menurut teori ini guru tidak hanya memberikan pengetahuan kepada siswa. Namun peserta didik harus membangun sendiri pengetahuannya. Guru sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan bagi peserta didik dalam proses membangun pengetahuannya dengan cara memberikan peserta didik kesempatan untuk menemukan ide-idenya sendiri.16

Para ahli konstruktivis beranggapan bahwa indera seseorang merupakan satu-satunya alat yang tersedia untuk mengetahui sesuatu. Seseorang berinteraksi dengan objek dengan cara melihat, mendengar, mencium, dan merabanya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan itu lebih menunjuk kepada pengalaman seseorang akan dunia daripada dunia itu sendiri.17

Pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat ditransfer dari pikiran satu orang ke orang lain. Jika guru ingin mentransfer konsep kepada siswa, maka pemindahan itu harus dikonstruksikan sendiri oleh siswa melalui pengalamannya. Banyaknya siswa yang salah menangkap apa yang guru ajarkan kepadanya

13

Ibid, h. 262.

14

Yusida Gloriani, Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme dengan Teknik Cooperative Learning di Sekolah Dasar, Equilibrium, 2, 2008, h. 97.

15

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 74.

16

Ibid.

17


(30)

membuktikan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja, melainkan siswa sendiri yang harus mengkonstruksikannya.18

Teori konstruktivisme mempunyai prinsip. Pertama, pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri secara aktif baik melalui proses personal maupun sosial. Kedua, pengetahuan tidak dapat dipindahkan maknanya dari guru kepada siswa. Ketiga, siswa membangun pengetahuan-nya terus-menerus sehingga terjadi perubahan konsepsi yang sesuai dengan konsep ilmiah.19

Berdasarkan pendapat para pakar, maka disimpulkan bahwa teori belajar kontruktivisme merupakan teori belajar yang yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh peserta didik sedikit demi sedikit melalui pengalaman-pengalamannya. Peserta didik harus menemukan sendiri informasi dengan memanfaatkan indera dan mengkontruksikan informasi yang didapatkan. Guru hanya bertindak sebagai fasilititator dan siswa sendiri harus membangun pengetahuannya.

2. Pembelajaran

Menurut Corey dalam Masitoh dan Laksmi Dewi, “pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu”.20 Sedangkan menurut

UU RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”21. Adapun menurut Mohammad Surya dalam 1 Masitoh dan Laksmi Dewi, “pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya”.22

Berdasarkan pendapat para pakar, maka disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses yang dilakukan individu untuk mencapai tujuan

18

Paul Suparno, Filsafat Konstruktivisme, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), h. 20.

19

Yusida Gloriani, op.cit., h. 96.

20

Masitoh dan Laksmi Dewi, op. cit., h. 8.

21

Depdiknas, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, 2012, h. 3, (http://www.mandikdasmen.depdiknas.go.id).

22


(31)

tertentu dengan cara mengupayakan kondisi lingkungan sehingga memungkinkan kegiatan belajar. Tujuan kegiatan pembelajaran adalah untuk memperoleh perubahan perilaku peserta didik melalui proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar.

Prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut:23 a. Motivasi

Motivasi berfungsi sebagai motor penggerak aktivitas. Jika motivasi tidak ada, maka aktivitas tidak akan terjadi. Apabila motivasi lemah dampaknya aktivitas yang terjadi akan lemah juga. Motivasi belajar peserta didik berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai oleh peserta didik. Jika peserta didik menyadari bahwa tujuan yang hendak dicapai berguna bagi dirinya maka dalam diri peserta didik akan muncul motivasi untuk belajar yang kuat. Motivasi tersebut merupakan motivasi intrinsik. Sebaliknya motivasi eksternal merupakan motivasi yang muncul untuk mencapai tujuan yang berada di luar tujuan pembelajaran yang peserta didik pelajari.

b. Perhatian

Perhatian berkaitan erat dengan motivasi. Guru harus mengupayakan agar perhatian peserta didik terpusat pada pembelajaran sehingga proses pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dihasilkan semakin baik. Perhatian seseorang muncul dapat disebabkan karena beberapa hal. Pertama, karena peserta didik merasa objek tersebut berkaitan dengan dirinya, misalnya dengan kebutuhan, cita-cita maupun minat peserta didik. Kedua, karena objek tersebut unik, memiliki sesuatu yang lain dari yang lain atau berbeda dari yang umumnya muncul.

c. Aktivitas

Belajar merupakan suatu aktivitas mental dan emosional. Dalam kegiatan pembelajaran terkandung aktivitas yang berbeda-beda. Kegiatan peserta didik untuk mendengarkan guru memberikan penjelasan sudah menunjukkan adanya aktivitas belajar. Namun kadarnya perlu ditingkatkan dengan dengan memanfaatkan berbagai metode mengajar.

23


(32)

d. Umpan Balik

Umpan balik diperlukan peserta didik agar peserta didik mengetahui apa yang dilakukan dalam proses pembelajaran atau tugas yang peserta didik kerjakan sudah benar atau salah. Umpan balik sangat penting dalam memperbaiki kesalahan yang dilakukan peserta didik.

e. Perbedaan Individual

Peserta didik di dalam suatu kelas tentunya berbeda-beda satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut mungkin dalam hal pengalaman, minat, bakat, kecerdasan, tipe belajar dan sebagainya. Guru yang bijaksana akan memperlakukan peserta didik sesuai hakikat masing-masing peserta didik. Guru tersebut tidak menyamaratakan peserta didik, menganggap dan memperlakukan peserta didik sama. Dalam menggunakan metode mengajar, variasi dalam penggunaan metode mengajar sangat penting. Karena peserta didik memiliki tipe belajar yang berbeda-beda.

3. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut Suyatno “Model pembelajaran kooperatif adalah kegiatan

pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri”.24 Pembelajaran kooperatif menyebar secara luas melalui program persiapan guru, penataran pengembangan profesi, dan publikasi yang dilakukan oleh praktisi. Salah satu kekuatan dari pembelajaran kooperatif adalah beragamnya cara untuk mengoperasionalkannya.25 Sedangkan menurut Slavin yang dikutip oleh Zulfiani

“pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dimana siswa belajar dalam

kelompok kecil, saling membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran,

24

Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana Pustaka, 2009), h 51.

25

David W. Johnson dan Roger T. Johnson, Cooperative Learning Methods – A Meta Analysis. Journal of Research in Education Fall, 12, 2002, h. 5.


(33)

memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan

mencapai prestasi belajar tertinggi”.26

Adapun menurut Sri Sulastri “pembelajaran kooperatif adalah suatu kondisi pembelajaran yang dengan segala upaya setiap individu dan didukung individu lainnya dalam pencapaian tujuan, siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika dan hanya jika siswa lain juga akan mencapai tujuan tersebut”.27 Johnson & Johnson yang dikutip oleh Karim Nakil menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama, yaitu kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran”.28 Berdasarkan pendapat para pakar, maka disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok dan mengutamakan kerjasama antar peserta didik di dalam kelompoknya untuk saling membantu dalam memahami suatu materi atau menjawab permasalahan sehingga tujuan pembelajan tercapai. Peserta didik di dalam kelompok pembelajaran kooperatif saling mendukung satu sama lain dalam pencapaian tujuan pembelajaran karena peserta didik akan mencapai tujuan pembelajaran jika peserta didik lainnya mencapai tujuan pembelajaran juga.

b. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif

Menurut Anita Lie yang dikutip oleh Sri Sulastri, ada lima prinsip dasar yang harus diterapkan dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi proses kelompok.29

1) Saling Ketergantungan Positif

Setiap anggota kelompok memiliki tugasnya sendiri-sendiri yang saling ketergantungan secara positif dengan teman satu kelompoknya. Sehingga peserta didik memiliki rasa kesatuan sebagai satu kelompok.

26

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta , 2009), h. 130.

27

Sri Sulastri, Model Pembelajaran Kooperatif, Jurnal Kependidikan, 2012, h. 20-21, (http://jurnal.pdii.lipi.go.id).

28

Karim Nakil, Model-model Pembelajaran, 2012, h. 4, (http://journal.ung.ac.id).

29


(34)

2) Tanggung jawab Perseorangan

Setiap peserta didik memiliki tanggung jawab individual demi mencapai tujuan bersama. Sehingga siswa tidak membebankan satu orang saja dalam kelompoknya melainkan setiap peserta didik memiliki peran yang berarti dalam kelompoknya dan bertanggung jawab atas tugasnya.

3) Tatap Muka

Peserta didik berinteraksi secara langsung, berdiskusi antar anggota untuk mencari solusi dari suatu permasalahan.

4) Komunikasi antar Anggota

Peserta didik mengerti saat harus berperan sebagai pembicara atau menjadi pendengar yang baik. Sehingga peserta didik dapat mengembangkan sikap saling menghargai pendapat.

5) Evaluasi Proses

Evaluasi proses perlu dilakukan untuk menilai jalannya proses pembelajaran.

c. Karakterisitik Pembelajaran Kooperatif

Karakteristik pembelajaran kooperatif antara lain: Pertama, peserta didik berusaha untuk menguasai materi akademis dengan cara bekerja sama dalam kelompok-kelompok. Kedua, setiap anggota kelompok terdiri dari anggota yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Ketiga, setiap anggota kelompok terdiri dari dari suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda. Keempat, lebih mengutamakan penghargaan untuk kelompok daripada untuk individu.30

d. Ciri-Ciri Pembelajaran Kooperatif

Carin mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut: Pertama, setiap anggota mempunyai peran. Kedua, terjadi interaksi langsung diantara siswa. Ketiga, setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya. Keempat, peran guru adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan

30


(35)

keterampilan-keterampilan interpersonal peserta didik. Kelima, guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.31

e. Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Unsur-unsur pembelajaran kooperatif antara lain:32

1) siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama. 2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri. 3) siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompok kelompoknya memiliki tujuan yang sama. 4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di antara kelompoknya. 5). Siswa akan diberikan hadiah/evaluasi yang dikenakan pada anggota kelompok. 6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan ketrampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

f. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran, yaitu:33

1) Prestasi Akademik

Pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi akademik. Peserta didik yang memiliki prestasi tinggi dapat membantu peserta didik yang memiliki prestasi lebih rendah untuk memahami materi pelajaran yang diajarkan.

2) Penerimaan akan Keanekaragaman

Peserta didik dapat lebih menghargai dan menerima perbedaan agama, latar belakang, ras, dan budaya dengan menggunakan pembelajaran kooperatif. Karena pembelajaran kooperatif memberikan peserta didik kesempatan untuk bekerja sama dengan peserta didik yang memiliki latar belakang yang berbeda.

31

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, op. cit., h. 132.

32

Sujarwo, Implementasi Pembelajaran Kooperatif dalam Membantu Mengembangakan Kecerdasan Emosional, Majalah Ilmiah Pembelajaran, 6, 2010, h. 198.

33


(36)

3) Pengembangan Keterampilan Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dapat mengembangan keterampilan kooperatif peserta didik. Karena pembelajaran kooperatif mengajarkan peserta didik keterampilan bekerjasama antarpeserta didik dan ini adalah keterampilan yang sangat penting untuk masuk ke dalam lingkungan masyarakat sekitar.

g. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif di kelas ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif terdiri dari dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pembelajaran.

1) Tahap Persiapan34

Tahap persiapan dilakukan oleh guru sebelum dilaksanakannya tahap pembelajaran. Tahap persiapan menurut Slavin dalam Sri Sulastri terdiri dari beberapa langkah yaitu materi pembelajaran, menetapkan siswa dala kelompok, menentukan skor awal, dan menyiapkan pembelajaran.

a) Materi Pembelajaran

Materi pelajaran kooperatif dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara berkelompok. Guru terlebih dahulu menyiapkan Lembar Kegiatan Siswa yang akan dipelajari oleh peserta didik dalam kelompok.

b) Menetapkan Siswa dalam Kelompok

Kelompok dalam pembelajaran kooperatif terdiri dari peserta didik yang memiliki prestasi tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan anggota kelompok juga mempertimbangkan kriteria heterogitas lainnya seperti jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan, dan lain-lain.

c) Menentukan Skor Awal

Penentuan skor awal dilakukan dengan cara menghitung skor rata-rata secara individu pada tes sebelumnya atau nilai akhir peserta didik secara individual pada semester sebelumnya.

34


(37)

d) Menyiapkan Pembelajaran (Prestasi pelajaran)

Guru membimbing latihan kerjasama kelompok sebelum memulai kegiatan pembelajaran kooperatif. Guru juga memperkenalkan keterampilan kooperatif kepada peserta didik.

2) Tahap Pembelajaran

Namun Arends dalam Sri Sulastri menambahkan langkah-langkah dalam tahap pembelajaran. Enam langkah utama dalam pembelajara kooperatif menurut Arends antara lain: guru mempelajari tujuan-tujuan dari pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Guru kemudian menyampaikan materi pelajaran. Selanjutnya peserta didik dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok. Peserta didik bekerja bersama-sama menyelesaikan tugas atau LKS di bawah bimbingan guru. Langkah terakhir adalah penyajian dari produk akhir kelompok atau mengetes (mengevaluasi) materi yang dipelajari peserta didik.35

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif disederhanakan Sujarwo menjadi tiga tahapan yaitu:36

a. Persiapan (preparation)

1) menyediakan informasi dengan cara yang paling efektif,

2) menyiapkan siswa untuk ikut serta dalam kerja kelompok sehingga mereka dapat menguasai informasi.

b. Penyampaian (delivery)

1) menentukan tujuan kelompok (set the team goals),

2) menyiapkan siswa kerja kelompok (prepare students for teamwork), 3) memberikan penugasan kelompok (give the teams the assignment), 4) memonitor kerja kelompok ( monitor the teams),

5) pemberian dan penilaian quis pada siswa (Quiz the students and score), 6) pengumuman prestasi (recognize team accomplishment).

c. Penutup (closure)

35

Ibid., h. 24-25.

36


(38)

1) ingatkan siswa apa yang telah dipelajari,

2) informasi baru harus berkaitan dengan apa yang sudah mereka pelajari atau apa yang akan dipelajari,

3) sediakan kesempatan untuk menerapkan atau menggunakan informasi yang mereka dapat.

h. Kendala-Kendala dalam Pembelajaran Kooperatif

Slavin mengidentifikasi kendala-kendala utama dalam pembelajaran kooperatif antara lain:37

1) Free Rider

Pembelajaran kooperatif dapat menyebabkan free rider jika tidak dirancang dengan baik. Free rider adalah beberapa peserta didik yang tidak bertanggung jawab secara personal pada tugas kelompoknya. Free rider hanya mengandalkan teman sekelompoknya untuk menyelesaikan tugas. Sementara free rider tidak berkontribusi dalam kelompoknya.

2) Diffusion of Responsibility

Diffusion of responsibility merupakan suatu kondisi ketika beberapa anggota yang dianggap tidak mampu diabaikan oleh anggota-anggota lain yang “lebih

mampu”. Contoh, saat kelompok tersebut mendapatkan tugas berhitung, maka

peserta didik yang dianggap kurang mampu berhitung akan diabaikan oleh teman-teman sekelompoknya.

3) Learning a Part of Task Specialization

Dalam metode pembelajaran jigsaw, setiap kelompok memiliki tugas untuk mempelajari materi yang berbeda. Hal ini menyebabkan peserta didik hanya fokus untuk menguasai materi yang ditugaskan di kelompoknya, sedangkan materi lainnya cenderung dihiraukan.

37

Miftahul Huda, Cooperative Learning Metode, Teknik, Struktur dan Model Penerapan,


(39)

i. Kekurangan dan Kelebihan Pembelajaran Kooperatif 1) Kekurangan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan-kelemahan pembelajaran kooperatif lainnya antara lain:38

1. Jika dilihat dari sarana kelas, maka dalam pembentukan kelompok mengalami kendala dalam mengatur dan mengangkat tempat duduk. Karena tempat duduk terlalu berat untuk dipindah-pindahkan.

2. Guru kurang maksimal dalam mengamati belajar kelompok secara bergantian mengingat jumlah peserta didik yang cukup banyak.

3. Guru dituntut untuk menyelesaikan tugasnya secara cepat seperti mengoreksi pekerjaan peserta didik siswa dan menentukan perubahan kelompok belajar. 4. Persiapan dan pelaksanaan pembelajaran kooperatif membutuhkan waktu dan

biaya yang banyak.

Kekurangan pembelajaran kooperatif antara lain:39

a) Dalam kelompok dengan keahlian kurang, seringkali siswa yang lebih kuat harus mengajar siswa yang lebih lemah dan mengerjakan sebagian besar tugas kelompok.

b) Waktu pada pembelajaran ini hanya cukup untuk fokus tugas pada tingkatan yang paling mendasar.

c) Strategi ini mungkin hanya mendukung pemikiran tingkat rendah dan mengabaikan strategi pemikiran kritis dan tingkat tinggi.

Guru terkadang mengalami kendala dalam mengaplikasikan pembelajaran kooperatif di kelas. Kendala-kendala lainnya yang sering timbul dalam pembelajaran kooperatif di mata pelajaran sains dan matematika adalah sebagai berikut:40

a) perlu untuk mempersiapkan materi tambahan yang akan digunakan di kelas, b) ketakutan kehilangan cakupan konten, c) tidak mempercayai siswa dalam memperoleh pengetahuan dengan caranya sendiri, d) guru

38 Ruhadi, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe “STAD” Salah Satu Alternatif dalam

Mengajarkan Sains IPA yang Menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, 6, 2008, h. 49.

39

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, op. cit., h. 136-137.

40

Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan, Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective. Eurasian Journal of Mathematics, Science & Technology Education. 3, 2007, h. 38.


(40)

tidak memiliki keakraban dengan metode pembelajaran kooperatif, dan e) siswa tidak memiliki keterampilan untuk bekerja dalam kelompok.

2) Kelebihan Pembelajaran Kooperatif

Penelitian yang dilakukan Webb menunjukkan bahwa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif, sikap dan perilaku peserta didik berkembang ke arah suasana demokratisasi dalam kelas.41 Berdasarkan hasil penelitian Rong, pembelajaran kooperatif memberikan beberapa pengaruh positif bagi perkembangan anak, yaitu:42

a) Metode tradisional cenderung hanya menekankan pada aspek kognitif dan keterampilan saja. Sedangkan pembelajaran kooperatif cenderung menekankan pada pengembangan kemampuan secara keseluruhan.

b) Pembelajaran kooperatif dapat mengkombinasikan ilmu pengetahuan dengan perkembangan kemampuan berpikir inovatif.

c) Pembelajaran kooperatif dapat membantu perkembangan peserta didik dari yang terbiasa belajar pasif menjadi belajar aktif.

d) Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan proses belajar peserta didik akan yang lebih menyenangkan dan menggembirakan.

e) Kemampuan sosial siswa akan lebih berkembang dengan menggunakan pembelajaran kooperatif.

Alasan pencapaian dengan pembelajaran kooperatif lebih baik menurut Jacob antara lain: Pertama, pembelajaran kooperatif memberikan kemungkinan siswa lebih banyak untuk berpartisipasi. Kedua, siswa memiliki lebih banyak peluang untuk memberi atau mendapat bantuan baik dari guru maupun dari teman satu kelompoknya. Ketiga, Siswa lebih termotivasi untuk sukses karena kesuksesan bukan hanya untuk dirinya sendiri melainkan untuk teman-teman sekelompoknya juga, Keempat, siswa yang kurang dalam strategi belajar dapat menyaksikan permodelan siswa dengan strategi yang lebih efisien. Kelima, meningkatkan tangggung jawab siswa.43

41

Etin Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS,

(Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 13.

42

Yudha M. Saputra dan Iis Marwan, Strategi Pembelajaran Kooperatif, (Bandung: Bintang WarliArtika, 2008), h. 35.

43

Danel A. Satu, Pembelajaran Kooperatif dan Aplikasinya di Kelas, Telabang, 1, 2008, h. 67.


(41)

Keunggulan pembelajaran kooperatif menurut Wina Sanjaya antara lain:44 a) Peserta didik tidak terlalu bergantung kepada guru. Peserta didik menjadi lebih

percaya diri, mencari berbagai informasi yang dibutuhkan secara mandiri dan dapat belajar dari teman sekelasnya.

b) Peserta didik dapat mengeluarkan ide-idenya secara lisan dan dapat membandingkan dengan gagasan-gagasan peserta didik lainnya.

c) Peserta didik lebih peduli kepada orang lain dan menghargai berbagai perbedaan yang ada.

d) Peserta didik lebih bertanggung jawab dalam belajar.

e) Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik, kemampuan sosial, dan kemampuan mengatur waktu peserta didik.

f) Peserta didik lebih percaya diri untuk berusaha memecahkan masalah dengan caranya sendiri tanpa merasa takut untuk melakukan kesalan, sebab keputusan yang diambil merupakan tanggung jawab kelompoknya.

g) Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan peserta didik menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil). h) Peserta didik lebih termotivasi untuk belajar.

j. Aplikasi Pembelajaran Kooperatif

Beberapa metode pembelajaran kooperatif menurut Daniel A. Satu yaitu: Group Investigation (GI), Student Teams-Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Number Head Together (NHT), Think-Pair-Share, dan Talking Chips. 45

1) Group Investigation (GI)

Menurut Slavin sebagaimana yang dikutip oleh Nuraeni pengertian Group investigation adalah:

Group Investigation (GI) merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan

44

Wina sanjaya, op. cit., h. 249-250.

45


(42)

dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari melalui internet.46

2) Student Teams-Achievement Division (STAD)

Langkah-langkah metode pembelajaran STAD adalah guru membagi peserta didik kedalam beberapa kelompok yang bersifat heterogen. Guru menjelaskan materi pelajaran. Peserta didik berdiskusi antar anggota dalam kelompoknya untuk membahas materi yang diajarkan oleh guru tadi. Hal ini dilakukan agar peserta didik yang tidak memahami penjelasan dari guru dapat berkonsultasi dan bertanya mengenai hal yang tidak dipahaminya kepada teman satu kelompoknya. Sehingga semua anggota kelompok dapat mengerti materi tersebut sebelum dilakukan tes individual. Tes individual kemudian dilakukan untuk mengukur kemampuan peserta didik secara individu. Oleh karena itu peserta didik tidak diperbolehkan untuk bertanya atau bekerja sama dengan teman-temannya. Siswa harus mengerjakan tes individual sendiri. Langkah berikutnya adalah menentukan point perkembangan individual yang ditentukan berdasarkan skor kuis individual dan rata-rata kuis sebelumnya. Point perkembangan individual dari semua anggota kelompok dalam satu kelompok dihitung rata-ratanya dan ditentukan penghargaan yang akan didapatkan oleh kelompok tersebut, yaitu good team, great team, atau super team.47

3) Jigsaw

Metode pembelajaran kooperatif jigsaw dilakukan dengan cara guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok kecil, kelompok ini dinamakan kelompok asal. Siswa dari kelompok asal, dikelompokkan kembali ke dalam kelompok ahli, dimana kelompok ahli ini terdiri dari anggota kelompok asal yang beda. Setiap kelompok ahli, membahas materi tertentu yang berbeda-beda. Anggota kelompok ahli kembali ke kelompok asal mereka dan saling bertukar informasi yang didapatkannya dari kelompok ahli. Guru kemudian

46

Nuraeni, Siska D. Fatmaryanti dan Ashari, Peningkatan Kemandirian Belajar IPA melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI) di Kelas VIII SMP Negeri 33 Purworejo Tahun Pelajaran 2011/2012, Radiasi, 1, 2012, h. 16, (http://ejournal.umpwr.ac.id)

47


(43)

memberikan tes individual kepada peserta didik untuk mengetahui apakah peserta didik sudah menguasai materi tersebut.48

4) Number Head Together (NHT)

NHT dilakukan dengan cara peserta didik dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Setiap peserta didik di dalam kelompok memiliki nomor yang berbeda-beda. Guru memberikan beberapa pertanyaan. Peserta didik mendiskusikan jawabannya bersama-sama dengan anggota dalam satu kelompoknya. Guru menyebut nomor tertentu maka peserta didik yang memiliki nomor tersebut menjawab pertanyaan yang diberikan guru berdasarkan hasil diskusi dalam kelompoknya.49

5) Think-Pair-Share

Metode Think-Pair-share adalah salah satu tipe dari model pembelajaran yang pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman di Univeristas Maryland pada tahun 1981.50 Langkah-langkah Think-Pair-Share menurut Ibrahim antara lain:51 a) Thinking (berfikir)

Guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran, kemudian peserta didik diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.

b) Pairing (berpasangan)

Guru meminta peserta didik berpasangan dengan peserta didik lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahp pertama.

c) Sharing (berbagi)

48

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, op. cit., h. 143-144.

49

Ibid., h. 153.

50

Joko Widodo, Efektifitas Penggunaan Metode Think Pair Share dalam Pembelajaran Ekonomi Pokok Bahasan Pembentukan Harga Pasar di SM, Jurnal Pendidikan Ekonomi. 2, 2007, h. 99.

51


(44)

Guru meminta peserta didik kepada pasangan untuk memberikan atau berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan.

6) Talking Chips (Kancing Gemerincing)

Talking Chips dikembangkan oleh Spencer Kagan. Langkah pertama metode Talking Chips adalah guru menyiapkan kancing-kancing atau dengan menggunakan benda-benda kecil lainnya. Setiap anggota dalam kelompok mendapatkan dua atau tiga kancing. Peserta didik memberikan satu kancing kepada guru atau meletakkannya di tengah-tengah meja kelompok jika peserta didik tersebut selesai berbicara atau mengutarakan pendapatnya. Jika kancing yang dimiliki peserta didik sudah habis maka dia tidak diperbolehkan berbicara lagi.52

Beberapa metode pembelajaran kooperatif lainnya antara lain: 1) Mencari Pasangan (Make a Match)

Langkah pertama metode ini adalah guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi konsep atau topik tertentu. Setiap peserta didik memperoleh satu kartu. Peserta didik kemudian mencari pasangan berdasarkan nama kartu yang didapatkannya.53

2) Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray)

Peserta didik bekerja sama dalam kelompok yang terdiri dari empat orang. Dua peserta didik dari masing-masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan bertamu ke kelompok yang lainnya. Dua peserta didik yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. Dua orang tamu kembali ke kelompoknya masing-masing dan membahas hasil kerja mereka. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. 54

52

Anita Lie, Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Jakarta: Grasindo, 2005), h. 63.

53

Sri Sulastri, op. cit., h. 25.

54


(45)

4. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif, Kolaboratif, dan Kelompok Belajar Tradisional.

Menurut Slavin yang dikutip oleh Zulfiani “pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dimana siswa belajar dalam kelompok kecil, saling membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman, serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai prestasi belajar

tertinggi”.55

Menurut Arend, “model pembelajaran kooperatif memiliki basis pada

teori psikologi kognitif dan teori pembelajaran sosial”.56

Pembelajaran kolaboratif menurut Sato adalah pembelajaran yang dilaksanakan dalam kelompok, namun tujuannya bukan untuk mencapai kesatuan yang didapat melalui kegiatan kelompok, namun, para siswa dalam kelompok didorong untuk menemukan beragam pendapat atau pemikiran yang dikeluarkan oleh tiap individu dalam kelompok. Pembelajaran tidak terjadi dalam kesatuan, namun pembelajaran merupakan hasil dari keragaman atau perbedaan.57

Menurut Choy yang dikutip oleh Djamilah, persamaan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kolaboratif, keduanya sering dikaitkan dengan pembelajaran aktif, konstruktivisme, pembelajaran kontekstual, dan pembelajaran sosial.58 Persamaan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kolaboratif lainnya adalah59:

a. Kedua-dua strategi mementingkan pembelajaran aktif. b. Dalam kedua-dua situasi, guru berperan sebagai fasilitator.

c. Dalam kelas koperatif dan kolaboratif, pengajaran dan pembelajaran dialami oleh guru dan murid.

d. Kedua-dua strategi memantapkan keterampilan kognitif beraras tinggi.

55

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, op. cit., h. 130.

56

Dwi Priyo Utomo, op. cit., h 3.

57

Djamilah Bondan Widjajanti, “Strategi Pembelajaran Kolaboratif Berbasis Masalah”, Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika 2008, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2008, h. 2103.

58

Ibid., h. 2106.

59

Laila Hairani Bt Abdullah Sanggura, Pengajaran Kolaboratif, 2014, h. 9, (http://www.spikedah.edu.my)


(46)

e. Dalam kedua-dua situasi, pelajar dikehendaki memikul tanggungjawab atas pembelajaran diri sendiri.

f. Kedua-dua bentuk pembelajaran memerlukan peserta didik menyampaikan ide dalam kelompok kecil.

g. Kedua-duanya mengembangkan keterampilan sosial dan pembinaan tim. h. Kedua-dua pembelajaran membantu meningkatkan pengetahuan dan

keberhasilan peserta didik .

i. Kedua-duanya menggunakan keberagaman kemampuan siswa.

Perbedaan pembelajaran kooperatif dan kolaboratif menurut John Myres dalam Djamilah Bondan Widjajanti, pembelajaran kooperatif berasal dari Amerika dan lebih menekankan sifat dasar sosial dari pembelajaran, sedangkan pembelajaran kolaboratif berasal dari Inggris, berdasarkan model kerja dari guru-guru Inggris dalam mengeksplorasi cara untuk membantu peserta didik merespon terhadap tugas kepustakaan, dengan memberi lebih banyak peran dalam belajar mereka sendiri.60

Menurut Sato yang dikutip oleh Djamilah, pembelajaran kolaboratif berbeda dari pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif berfokus pada kesatuan dalam kelompok, sedang pembelajaran kolaboratif, unit yang ditekankan adalah pada setiap individu. Tujuan dari kegiatan kelompok dalam pembelajaran kolaboratif bukan untuk mencapai kesatuan, melainkan para peserta didik dalam kelompok didorong untuk menemukan beragam pendapat atau pemikiran yang dikeluarkan oleh setiap individu dalam kelompok. Dalam melaksanakan pembelajaran kolaboratif, guru tidak boleh berusaha untuk menyatukan pendapat dan ide para peserta didik dalam kelompok kecil, serta tidak boleh meminta mereka untuk menyatakan pendapat mereka sebagai perwakilan pendapat dari kelompok, seperti yang dilakukan dalam pembelajaran kooperatif.61

Perbedaan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kolaboratif dari segi ciri-ciri/karakteristik tiap-tiap model pembelajaran dapat diamati pada Tabel 2.2.

60

Djamilah Bondan Widjajanti, op. cit., h. 2106.

61


(47)

Tabel 2.2 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Kolaboratif

Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kolaboratif a. setiap anggota mempunyai

peran

b. terjadi interaksi langsung diantara peserta didik

c. setiap anggota kelompok bertanggungjawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya

d. peran guru adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan

keterampilan-keterampilan interpersonal siswa

e. guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.62

a. tim berbagi tugas untuk mencapai tujuan pembelajaran

b. diantara anggota tim saling memberi masukan untuk lebih memahami masalah yang dihadapi

c. para anggota tim saling menanyakan untuk lebih mengerti secara mendalam

d. tiap anggota tim menguasakan kepada anggota lain untuk berbicara dan memberi masukan

e. kerja tim dipertanggungjawabkan ke (orang) yang lain, dan dipertanggung-jawabkan kepada dirinya sendiri

f. diantara anggota tim ada saling ketergantungan.63

Perbedaan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran kolaboratif menurut Jabatan Ilmu Pendidikan dapat diamati pada Tabel 2.3.64

Tabel 2.3 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dan Pembelajaran Kolaboratif Menurut Jabatan Ilmu Pendidikan

No. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kolaboratif 1. Peserta didik menerima

pelatihan dalam

Hal ini diyakini bahwa peserta didik telah memiliki keterampilan sosial yang

62

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, op. cit., h. 132.

63

Djoko Apriono, Meningkatkan Keterampilan Kerjasama Siswa dalam Belajar melalui Pembelajaran Kolaboratif, Prospektus, 2011, h. 163.

64


(48)

keterampilan kelompok dan sosial.

diinginkan. Mereka dituntut untuk mengembangkan keterampilan yang ada untuk mencapai tujuan pembelajaran

2. Kegiatan terstruktur di mana setiap peserta didik memainkan peran spesifik.

Para peserta didik berkonsultasi dan meng-organisasi usaha sendiri.

3. Guru memantau,

mendengarkan dan ikut campur tangan dalam kegiatan kelompok jika perlu.

Kegiatan kelompok dipantau oleh guru. Jika muncul persoalan, pertanyaan itu dijawab oleh kelompok itu sendiri. Guru hanya membimbing siswa ke arah solusi persoalan.

4. Peserta didik diminta mengirim kerja di akhir pelajaran untuk dievaluasi.

Peserta didik menyimpan rancangan kerja untuk pekerjaan lanjutan.

5. Peserta didik menilai kinerja individu dan

kelompok dengan

dibimbing oleh guru.

Peserta didik menilai kinerja individu dan kelompok tanpa dibimbing oleh guru

Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional dapat dilihat pada Tabel 2.4.65

Tabel 2.4 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dan Kelompok Belajar Tradisonal

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional Adanya saling ketergantungan

positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi

Guru sering membiarkan adanya peserta didik yang mendominasi kelompok atau menggantungkan

65

Khamim Thohari, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II pada Mata


(49)

sehingga ada interaksi promotif. diri pada kelompok. Adanya akuntabilitas individual

yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi

umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya "mendompleng" keberhasilan "pemborong".

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk

memberikan pengalaman

memimpin bagi para anggota kelompok

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong-royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.


(50)

berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.

intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok - kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Penekanan tidak hanya pada

penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

Perbandingan tiga model pembelajaran yaitu kompetitif, individualistik, dan kooperatif dapat diamati pada Tabel 2.5.66

Tabel 2.5 Perbandingan Model Pembelajaran Kompetitif, Individualistik, dan Kooperatif

KOMPETITIF

“I Swim, You Sink; I Sink, You Swim”

(Aku Berenang, Kamu Tenggelam; Aku Tenggelam, Kamu Berenang) Individu-individu bekerja untuk melawan individu-individu yang lain untuk mencapai tujuan yang hanya bisa dicapai oleh satu individu. a) Bekerja sendiri

b) Berusaha menjadi yang lebih baik daripada teman-temannya

c) Apa yang menguntungkan bagi diri sendiri harus “merugikan” bagi yang lain

d) Penghargaan sangat terbatas

e) Dirangking dari “yang terbaik” hingga “yang terburuk”

66


(51)

INDIVIDUALISTIK

“We Are Each in This Alone”

(Kita Semua Bekerja Sendiri)

Individu-individu bekerja sendiri untuk mencapai tujuan pembelajaran yang tidak berhubungan dengan atau berpengaruh terhadap tujuan individu-individu yang lain.

a) Bekerja sendiri

b) Berupaya untuk keberhasilan sendiri

c) Apa yang menguntungkan bagi diri sendiri tidak berpengaruh pada orang lain

d) Merayakan kesuksesan sendiri

e) Penghargaan dipandang sebagai sesuatu yang tak terbatas f) Dievaluasi dengan membandingkan peforma satu sama lain

KOOPERATIF

“We Sink or Swim Together”

(Kita Tenggelam atau Berenang Bersama)

Individu-individu bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Mereka juga memaksimalkan pembelajaran dirinya dan rekan-rekannya.

a) Bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen b) Mengupayakan keberhasilan kerja teman-teman satu kelompok

c) Apapun yang bermanfaat bagi diri sendiri harus bermanfaat bagi yang lain

d) Keberhasilan bersama dirayakan bersama

e) Penghargaan dipandang sebagai sesuatu yang tak terbatas f) Dievaluasi dengan membandingkan performa satu sama lain.

B.Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bedrianti Ibrahim dengan judul Penerapan Model Kelompok Belajar Kooperatif dalam Meningkatkan Pemerataan Partisipasi Mahasiswa menyimpulkan bahwa mahasiswa dalam pembelajaran sudah berpartisipasi aktif menampaikan pendapatnya walaupun masih ada


(52)

sebagian kecil yang kurang percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya. Mahasiswa juga memperoleh kesempatan yang sama untuk mengembangkan potensi berpikirnya sehingga potensi berpikir mahasiswa tersebut berkembang.67

Hasil penelitian David W. Johnson dan Roger T. Johnson dengan judul Cooperative Learning Methods – A Meta Analysis menunjukkan bahwa Pembelajaran kooperatif dapat dirangking berdasarkan besarnya pengaruhnya terhadap prestasi dan dengan jumlah perbandingan yang tersedia. Ketika dampak dari pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif, Group Investigation memiliki efek terbesar, diikuti oleh Belajar Bersama (Learning Together), Kontroversi Konstruktif, STAD, Jigsaw, TAI, CIRC, dan akhirnya TGT. Ketika dampak dari pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan pembelajaran individualistik, Belajar Bersama memiliki efek terbesar, diikuti oleh Kontroversi Konstruktif, Group Investigation, STAD, TAI, CIRC, Jigsaw, dan TGT.68

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan dengan judul Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif mempengaruhi prestasi peserta didik dan keterampilan pemecahan masalah. Ditemukan juga bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan keterampilan ilmiah, mempromosikan pembelajaran inquiri dan meningkatkan prestasi ilmu. Peserta didik juga menikmati pembelajaran dengan menggunakan kelompok.69

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anthony J. Onwuegbuzie dan Denise A. Daros-Voseles dengan judul The Role of Cooperative Learning in Research Methodology Courses: A Mixed-Methods Analysis menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif secara berkelompok menyediakan forum untuk

67

Bedriati Ibrahim, Penerapan Model Kelompok Belajar Kooperatif dalam Meningkatkan Pemerataan Partisipasi Mahasiswa, Jurnal Ichsan Gorontalo, 3, 2008-2009, h, 2075.

68

David W. Johnson dan Roger T. Johnson, op. cit., h. 9.

69

Effandi Zakaria dan Zanaton Iksan, Promoting Cooperative Learning in Science and Mathematics Education: A Malaysian Perspective. Eurasian Journal of Mathematics, Science & Technology Education. 3, 2007, 37.


(1)

(2)

207


(3)

(4)

(5)

(6)