D. Diagnosis Kesulitan Belajar Peserta Didik
Menurut Webster, diagnosis diartikan sebagai proses menentukan hakikat daripada kelainan atau ketidakmampuan dengan ujian dan melalui ujian tersebut
dilakukan suatu penelitian yang hati-hati terhadap fakta-fakta untuk menentukan masalahnya.
33
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diagnosis mempunyai arti: 1 penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti memeriksa
gejala-gejalanya. 2 pemeriksaan terhadap suatu hal. Jadi, diagnosis adalah suatu cara menganalisis suatu kelainan dengan mengamati gejala-gejala yang nampak
dan selanjutnya berdasar gejala tersebut dicari faktor penyebab kelainan tadi. Faktor yang menyebabkan kesulitan belajar yang dialami siswa sangat
beragam. Sebelum memutuskan langkah untuk mengatasi kesulitan belajar tersebut, guru perlu terlebih dahulu mencari tahu penyebab utama kesulitan belajar siswanya
atau dengan kata lain guru perlu mendiagnosis kesulitan siswa dalam belajar. Untuk melaksanakan kegiatan diagnosis kesulitan belajar harus ditempuh beberapa
tahapan kegiatan. Tahapan tersebut meliputi:
34
1 Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar
2 Melokalisasi letak kesulitan belajar
3 Menentukan faktor penyebab kesulitan belajar
4 Memperkirakan alternatif bantuan
5 Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya
6 Tindak lanjut
Diagnosis kesulitan belajar dilakukan dengan teknik tes dan nontes. Teknik yang dapat digunakan guru untuk mendiagnosis kesulitan belajar antara
lain: tes prasyarat prasyarat pengetahuan, prasyarat keterampilan, tes diagnostik, wawancara, pengamatan, dsb.
35
Tes prasyarat adalah tes yang digunakan untuk mengetahui apakah prasyarat yang diperlukan untuk mencapai penguasaan kompetensi tertentu
33
Warkitri, dkk., Penilaian Pencapaian …, h.8.3
34
Warkitri, dkk., Penilaian Pencapaian …, h.8.10
35
Sistem Penilaian KTSP, Pembelajaran Remedial, oleh Direktorat Pendidikan Nasional dari http:www.dikmenum.go.id
terpenuhi atau belum. Prasyarat ini meliputi prasyarat pengetahuan dan prasyarat keterampilan.
Tes diagnostik digunakan untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam menguasai kompetensi tertentu. Misalnya dalam mempelajari operasi
bilangan, apakah peserta didik mengalami kesulitan pada kompetensi penambahan, pengurangan, pembagian, atau perkalian.
Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai kesulitan belajar yang
dijumpai peserta didik. Pengamatan observasi dilakukan dengan jalan melihat secara cermat
perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun penyebab kesulitan belajar peserta didik.
Tes diagnostik untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami oleh siswa ini dapat dilakukan secara kelompok maupun individual. Sasaran utama tes
diagnostik belajar adalah untuk menemukan kekeliruan-kekeliruan atau kesalahan konsep dan kesalahan proses yang terjadi dalam diri siswa ketika mempelajari
suatu topik pelajaran tertentu. Identifikasi kesulitan siswa melalui tes diagnostik berupaya memperoleh informasi tentang:
profil siswa dalam materi pokok, pengetahuan dasar yang telah dimiliki siswa, pencapaian indikator, kesalahan
yang biasa dilakukan siswa, dan kemampuan dalam menyelesaikan soal yang menuntut pemahaman kalimat.
Sedangkan teknik diagnosis nontes seperti wawancara, angket, dan observasi dilakukan untuk mengidentifikasi kesulitan siswa yang tidak dapat
diidentifikasi melalui teknik tes. Informasi yang dapat diperoleh dari teknik nontes ini sangat banyak, misalnya untuk mengetahui kebiasaan belajar siswa, kelemahan
fisik, kelemahan emosional, keadaan keluarga, cara guru mengajar, dan sebagainya. Wawancara dapat dilakukan langsung kepada siswa atau keluarganya
atau teman terdekatnya, sementara observasi dilakukan oleh guru selama siswa mengikuti pembelajaran di kelas dan selama siswa berinteraksi di lingkungan
sekolah.
E. Pembelajaran Remedial 1. Pengertian Pembelajaran Remedial