Diagnosis kesulitan belajar metematika siswa dan solusinya dengan pembelajaran remedial: penelitian deskriptif analisis di MAN 7 Jakarta

(1)

Skripsi

Diajukan dalam rangka penyelasaian studi Strata-1 Untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

SURYANIH

103017027257

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M /1432 H


(2)

i Skripsi berjudul “

Solusinya dengan Pembelajaran Remedial” disusun oleh Suryanih, NIM. 103017027257, Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 26 Februari 2011 Yang Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Kadir, M.Pd Lia Kurniawati, M.Pd


(3)

NIM : 103017027257

Jurusan : Pendidikan Matematika Angkatan Tahun : 2003

Alamat : Jl. Nusantara Raya Gg. Madrasah RT 04/13 No.5A Beji, Depok 16421

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika Siswa dan Solusinya dengan Pembelajaran Remedial adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Dr. Kadir, M.Pd

NIP : 19670812 199402 1 001

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

2. Nama : Lia Kurniawati, M.Pd.

NIP : 19760521 200801 2 008

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Februari 2011 Yang Menyatakan


(4)

i

Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Februari 2011.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa pada materi eksponen dan logaritma dari segi faktor intelektual, kemudian menentukan langkah remedial yang tepat bagi siswa. Kegiatan remedial dilakukan guna membantu siswa mengatasi kesulitan belajar. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen tes diagnostik eksponen dan logaritma dan melalui teknik wawancara. Sedangkan metode pembelajaran remedial yang dilakukan adalah dengan mengajarkan kembali penyederhanaan materi eksponen dan logaritma, pemanfaatan tutor sebaya, dan drill soal. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat 3 jenis kesalahan umum yang menyebabkan siswa kesulitan mengerjakan soal eksponen dan logaritma, yakni 1) Kesalahan konsep eksponen dan logaritma: 2) Kesalahan prinsip operasi hitung; dan 3) Kesalahan karena kecerobohan siswa. Hasil penelitian juga menunjukkan setelah pembelajaran remedial jumlah siswa yang mencapai KKM meningkat dari 5 siswa (16,13%) menjadi 19 siswa (61,29%) dan rata-rata nilai siswa naik dari 47,71 menjadi 68,08. Dengan demikian program remedial dapat membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar matematika.


(5)

ii

Suryanih (103017027257). "The Diagnosis of Student’s Learning-Difficulties in Mathematics and its Solution with Remedial Teaching". Script Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Sciences, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, February 2011.

This research purposes is to diagnose the intellectual causes of low student’s achievement in Exponent and Logarithm, and follow up decide what kind of remedial activities for each student. The remedial activities aim is to help student make up their difficulties in mathematics. This research using descriptive method. This research was held at MAN 7 Jakarta for 10th grade students in school year 2010-2011. Data was collected by using instruments diagnostic test and interviews. The remedial method is by re-teaching, peer-tutorial, and drill problems. The result of research was showed that there are 3 common errors that

students often do in mathematics test (Exponent and Logarithm test): 1) misconceptions; 2) rules of arithmetic errors; and 3) unintentional error/

careless mistake. The research was also showed that after remedial teaching the sum of students who get mastery in Exponent and Logarithm increase from 5 students (16,13%) to 19 students (61,29%), the average increase from 47,71 to 68,08. Therefore, the conclusion of these research was showed that remedial teaching help students to make up their difficulties in mathematics.


(6)

iii

Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, suriteladan bagi umat Islam, beserta keluarganya dan para sahabatnya yang berjuang menegakkan kalimat tauhid.

Proses penulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis haturkan kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika, dan Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika yang telah sangat peduli kepada mahasiswanya, beserta semua dosen jurusan Pendidikan Matematika yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada penulis.

3. Bapak Dr. Kadir, M.Pd. dan Ibu Lia Kurniawati, M.Pd, dosen pembimbing yang dengan tulus ikhlas meluangkan waktu dan mencurahkan fikirannya untuk memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat, dan arahan pada penulisan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Teguh Arminto, M. Pd, Kepala MAN 7 Jakarta, Bapak Padilah, S. Pd, guru mata pelajaran matematika kelas X, serta seluruh karyawan dan guru MAN 7 Jakarta yang telah membantu melaksanakan penelitian.

5. Keluarga tercinta Ayahanda Sanilam, Ibunda (almh) Misnati. Kakak Herman dan Nurhayati, Adinda Ropiah dan Syarifah, yang mendorong penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

6. Ibu Sri Andayani, S. Pd., Bunda kedua bagi penulis, yang telah menyayangi dan mencurahkan perhatiannya, mencurahkan ilmunya, hingga penulis mengikuti langkahnya untuk mengajarkan matematika.

7. Agus Budiman, yang telah membantu penulis, menemani selama penulis memperjuangkan skripsi ini.


(7)

iv

Sukron, Rafli, Malkan, Qbot, Emon, Hadi, yang sama-sama berjuang demi kelulusan ini, serta rekan-rekan lain yang pernah hadir dalam kehidupan penulis, semoga kebersamaan kita menjadi kenangan indah seumur hidup. 9. Murid-muridku di MAN 7 Jakarta, terutama kelas XII IPA angkatan

2010/2011 yang telah banyak membantu dan mendoakan selesainya skripsi ini, Kelas X angkatan 2010/2011 yang telah Ibu telantarkan karena kesibukan Ibu menyelesaikan skripsi ini.

10.Pimpinan dan segenap staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Umum Universitas Terbuka, Perpustakaan UNINDRA Jakarta, Perpustakaan LIPI, dan Perpustakaan Nasional yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT. memberi balasan yang baik sebagai amal shalih mereka. Jazakumullah khairan katsiran.

Skripsi ini masih dirasakan dan ditemui berbagai kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan penulis terima. Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat bagi siapa yang membacanya.

Jakarta, Februari 2011 Penulis


(8)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Perumusan Masalah ... 5

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

BAB II ACUAN TEORITIK A. Belajar dan Pembelajaran... 7

B. Pengertian Matematika ... 10

C. Kesulitan Belajar Matematika ... 15

D. Diagnosis Kesulitan Belajar Peserta Didik ... 20

E. Pembelajaran Remedial... 22

1. Pengertian Pembelajaran Remedial ... 22

2. Pendekatan, Metode dan Model Pelaksanaan Pembelajaran Remedial ... 25

3. Prinsip Pembelajaran remedial... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 33

B. Metode Penelitian ... 33

C. Unit Analisis ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data ... 34


(9)

vi

2. Uji Reliabilitas ... 39

3. Hasil Tes Diagnostik Eksponen dan Logaritma pada Kelas yang menjadi Subjek Penelitian ... 39

4. Kesalahan Umum Siswa dalam Menyelesaikan Soal Eksponen dan Logaritma ... 41

a. Kesalahan Konsep Eksponen dan Logaritma ... 41

b. Kesalahan Prinsip Operasi Hitung... 48

c. Kesalahan karena Kecerobohan Siswa ... 52

5. Langkah-langkah Pembelajaran Remedial... 54

a. Langkah Remedial untuk Mengatasi Kesalahan Konsep Siswa ... 54

b. Langkah Remedial untuk Mengatasi Kesalahan Prinsip Operasi Hitung ... 56

c. Langkah Remedial untuk Mengatasi Kecerobohan Siswa... 58

B. Pembahasan terhadap Temuan Penelitian ... 60

a. Kesalahan Konsep Eksponen dan Logaritma ... 61

b. Kesalahan Prinsip Operasi Hitung... 64

c. Kesalahan karena Kecerobohan Siswa ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 67

B. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(10)

vii

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Diagnostik Eksponen

dan Logaritma ... 40 Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Remedial Eksponen


(11)

viii

Gambar 4.2 Contoh Kesalahan Konsep Perkalian Bentuk Pangkat ... 41

Gambar 4.3 Contoh Kesalahan Konsep Bentuk Pangkat ... 42

Gambar 4.4 Contoh Kesalahan dalam Merasionalkan Penyebut ... 43

Gambar 4.5 Contoh Kesalahan Penggunaan Sifat Logaritma ... 45

Gambar 4.6 Contoh Kesalahan Penggunaan Sifat Logaritma ... 46

Gambar 4.7 Contoh Kesalahan Penggunaan Sifat Logaritma ... 47

Gambar 4.8 Contoh Kesalahan Kaidah Hitung Bentuk Pecahan ... 49

Gambar 4.9 Contoh Kesalahan Prinsip Hitung karena Pemahaman yang Salah Terhadap “Kaidah Pencoretan” ... 50

Gambar 4.10 Contoh Kesalahan Prinsip Hitung karena Pemahaman yang Salah Terhadap “Konsep Pindah Ruas” ... 51

Gambar 4.11 Kecerobohan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Bentuk Pangkat ... 52

Gambar 4.12 Kecerobohan Siswa dalam Menghitung Bilangan Bulat ... 53


(12)

ix

Lampiran 2 RPP Pembelajaran Remedial ... 73

Lampiran 3 RPP Pembelajaran Remedial ... 76

Lampiran 4 RPP Pembelajaran Remedial ... 79

Lampiran 5 Daftar Nilai Ulangan Harian Eksponen dan Logaritma ... 81

Lampiran 6 Kisi-kisi Tes Uji Coba ... 82

Lampiran 7 Tes Uji Coba ... 84

Lampiran 8 Kisi-kisi Tes Diagnostik ... 85

Lampiran 9 Tes Diagnostik ... 87

Lampiran 10 Pembahasan dan Bobot Soal Tes Diagnostik ... 88

Lampiran 11 Perhitungan Validitas ... 91

Lampiran 12 Hasil Uji Validitas ... 92

Lampiran 13 Perhitungan Reliabilitas ... 93

Lampiran 14 Hasil Uji Reliabilitas ... 94

Lampiran 15 Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Moment dari Pearson ... 95

Lampiran 16 Lembar Hasil Wawancara ... 96

Lampiran 17 Perhitungan Rentang, Panjang Kelas Sebelum Remedial ... 101

Lampiran 18 Perhitungan Rentang, Panjang Kelas Setelah Remedial ... 102

Lampiran 19 Perhitungan Mean, Modus dan Median Sebelum Remedial ... 103

Lampiran 20 Perhitungan Mean, Modus dan Median Setelah Remedial ... 104

Lampiran 21 Perhitungan Letak KKM Sebelum Remedial ... 105

Lampiran 22 Perhitungan Letak KKM Setelah Remedial ... 106

Lampiran 23 Tabel Nilai Siswa Sebelum dan Sesudah Remedial ... 107

Lampiran 24 Foto-foto Lembar Jawaban Siswa ... 108

Lampiran 25 Lembar Uji Referensi ... 111

Lampiran 26 Surat Bimbingan Skripsi ... 116


(13)

1

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional setiap siswa yang berada pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah wajib mengikuti pelajaran matematika (BAB X Pasal 37 ayat 1).1 Bahkan, sejak diberlakukan Ujian Nasional (UN) tahun 2003, matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang diujikan serta menentukan kelulusan siswa, sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Pernyataan tersebut mengindikasikan betapa pentingnya siswa untuk memiliki kemampuan matematika.

Matematika merupakan suatu mata pelajaran yang banyak sekali mengandung ide-ide dan konsep-konsep abstrak dan mendasarkan diri pada kesepakatan-kesepakatan dan menggunakan pola pikir deduktif secara konsisten. Matematika adalah suatu ilmu yang memiliki objek dasar abstrak yang berupa fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Objek matematika yang abstrak tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari yang sederhana sampai yang paling kompleks. Karena keabstrakan konsepnya, maka mempelajari matematika memerlukan kegiatan berfikir yang sangat tinggi sehingga banyak siswa yang menganggap matematika sulit, memusingkan dan membosankan untuk dipelajari.

Selain itu alasan siswa merasa pelajaran matematika itu sulit adalah karena harus bergelut dengan perhitungan-perhitungan yang sulit dan rumus yang memerlukan daya ingat serta daya analisis dalam penggunaannya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sriyanto yang menyatakan bahwa penyebab siswa tidak menyukai pelajaran matematika antara lain dikarenakan matematika merupakan

1

Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta:


(14)

pelajaran yang teoritis dan abstrak, banyak rumus, dan hanya berisi hitung-hitungan saja. 2

Sementara di lain pihak, telah disadari benar bahwa matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat berperan dalam kehidupan manusia. Ruseffendi mengemukakan bahwa kegunaan matematika besar, baik sebagai ilmu pengetahuan, sebagai alat, sebagai pembimbing pola pikir, maupun sebagai pembentuk sikap yang diharapkan. Matematika juga memegang peranan penting dalam pendidikan di masyarakat baik sebagai objek langsung (fakta, kemampuan, konsep, prinsipel) maupun tak langsung (bersifat kritis, logis, tekun, maupun memecahkan masalah dan lain-lain).3

Dengan demikian, idealnya para siswa harus mampu menguasai konsep-konsep dasar matematika yang dalam kurikulum disebutkan sebagai standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika. Akan tetapi pada kenyataannya, dalam kegiatan pembelajaran matematika selalu dijumpai jauh lebih banyak siswa yang mengalami kesulitan untuk menguasai materi pembelajaran yang diberikan. Banyak siswa yang kesulitan dalam mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika yang ditentukan. Hal ini misalnya dapat terlihat dari hasil ulangan harian siswa pada pokok bahasan Eksponen dan Logaritma di MAN 7 Jakarta, dari 31 siswa tidak ada satupun siswa yang nilainya mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kegagalan siswa dalam mempelajari eksponen dan logaritma yang merupakan materi awal di tingkat SMU mengindikasikan betapa sulitnya matematika bagi siswa.

Jika kesulitan belajar siswa tersebut dibiarkan, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai dengan baik. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, siswa memerlukan bantuan, baik dalam mencerna bahan pengajaran maupun dalam mengatasi hambatan-hambatan lainnya. Kesulitan belajar siswa harus dapat diketahui dan dapat diatasi sedini mungkin, sehingga tujuan instruksional dapat tercapai dengan baik. Di sinilah peran guru sebagai pendidik dan fasilitator

2

H.J. Sriyanto, Strategi Sukses Menguasai Matematika, (Yogyakarta: Indonesia Cerdas,

2007), cet. I, h.18-24

3

E.T. Ruseffendi, Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru,


(15)

pendidikan sangat diperlukan. Seorang guru dituntut untuk selalu mengembangkan diri dalam pengetahuan matematika maupun pengelolaan proses belajar mengajar. Selain itu, guru juga harus mempunyai kemampuan untuk mendiagnosis kesulitan siswa. Artinya, ia bukan saja harus dapat menganalisis bahan pelajaran yang disampaikannya, tetapi juga berbagai kesulitan yang mungkin dialami siswa dalam menerima pelajaran yang disampaikan. Melalui diagnosis ini guru membimbing serta membantu siswa untuk memperoleh hasil belajar yang optimal.

Terlebih pada KTSP ditekankan tentang prinsip belajar tuntas (mastery learning). Guru harus mengupayakan agar para siswanya tuntas dalam belajar. Ketuntasan belajar yang dimaksud adalah siswa dapat mencapai standar kompetensi dan kompetensi dasar dari materi yang disampaikan oleh guru pada setiap tatap muka atau setiap kegiatan pembelajaran. Siswa diupayakan benar-benar telah menguasai materi yang disampaikan sebelum mereka menerima materi selanjutnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengatasi kesulitan siswa serta membantu siswa untuk mencapai ketuntasan belajar yakni dengan menyelenggarakan pembelajaran remedial.

Kegiatan remedial (perbaikan) dalam proses pembelajaran merupakan salah satu kegiatan pemberian bantuan yang telah diprogram dan disusun secara sistematis. Pembelajaran remedial (remedial teaching) ini berfungsi sebagai terapis untuk penyembuhan. Dalam hal ini, yang disembuhkan adalah hambatan atau gangguan yang menyebabkan siswa kesulitan mempelajari matematika. Prinsip utama pembelajaran remedial ini adalah pemberian umpan balik sesegera mungkin. Umpan balik dapat bersifat korektif maupun konfirmatif. Dengan sesegera mungkin memperoleh umpan balik dapat dihindari kekeliruan belajar yang berlarut-larut yang dialami siswa, dan guru dapat menilai siswa mana yang perlu mengikuti pembelajaran remedial sehingga siswa tersebut dapat mencapai ketuntasan belajar.

Program pembelajaran remedial diperuntukkan bagi siswa agar dapat mempelajari kembali materi pelajaran yang belum dikuasai. Program pembelajaran remedial disesuaikan dengan karakteristik kesulitan belajar siswa


(16)

dan tingkat kemampuan siswa. Pembelajaran remedial dalam pelaksanaannya lebih bersifat individual, sehingga diharapkan siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal sesuai dengan kemampuannya.

Berdasarkan paparan tersebut, maka penulis hendak mengadakan penelitian dan menerapkan pembelajaran remedial bagi siswa-siswi yang belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) dalam belajar matematika. Peneliti mencoba untuk mencari tahu letak kesulitan siswa dalam mempelajari matematika kemudian memberikan pembelajaran remedial kepada siswa-siswi yang dianggap memerlukannya. Oleh karena itu penulis mengangkat judul, “Diagnosis Ketuntasan Belajar Matematika Siswa dan Solusinya dengan Pembelajaran

Remedial”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Faktor apakah yang menyebabkan banyak siswa yang hasil belajar matematikanya tidak mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) ? 2. Langkah apa yang dilakukan guru dalam menyikapi banyaknya siswa yang

hasil belajarnya belum mencapai KKM?

3. Bagaimanakah variasi strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru dalam mengajar matematika?

4. Apa sajakah kesulitan yang dialami oleh siswa dalam belajar matematika? 5. Bagaimanakah motivasi belajar matematika siswa?

6. Upaya apakah yang dilakukan guru dalam mengatasi kesulitan siswa belajar matematika?

7. Apakah guru dan pihak sekolah mengadakan program remedial?

8. Apakah program remedial dapat mengatasi kesulitan belajar matematika siswa?

9. Apakah pembelajaran remedial dapat membantu siswa mencapai ketuntasan belajar matematika?


(17)

C. Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini, peneliti membatasi masalah pada upaya mendiagnosis kesulitan belajar matematika siswa pada pokok bahasan Eksponen dan Logaritma. Akan tetapi tidak semua faktor yang menyebabkan kesulitan belajar siswa dibahas pada penelitian ini, yang menjadi fokus penelitian adalah menemukan kesulitan belajar siswa dari segi/faktor intelektual. Setelah kesulitan belajar siswa diidentifikasi, peneliti menyusun upaya mengatasi kesulitan tersebut dengan melaksanakan pembelajaran remedial. Objek pada penelitian ini adalah siswa kelas X-4 di Madrasah Aliyah Negeri 7 Jakarta tahun ajaran 2010/2011.

D. Perumusan Masalah

1. Faktor-faktor intelektual apakah yang menyebabkan kesulitan belajar matematika siswa?

2. Bagaimana pembelajaran remedial dapat membantu siswa mengatasi kesulitan belajar matematika?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab siswa tidak mencapai KKM matematika, yakni mengidentifikasi kesulitan belajar siswa dalam memahami dan menggunakan konsep/prinsip matematika dengan cara melihat kesalahan umum yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika, kemudian menyusun upaya mengatasi kesulitan tersebut melalui pelaksanaan pembelajaran remedial sehingga siswa mencapai ketuntasan belajar matematika.

2. Manfaat Penelitian

a. Bagi siswa : membantu siswa dalam mengatasi kesulitan belajar matematika sehingga siswa mampu mencapai KKM yang


(18)

b. Bagi sekolah/guru : dapat digunakan sebagai masukan untuk mengatasi masalah pembelajaran matematika, sehingga mendapatkan salah satu solusi untuk meningkatkan hasil belajar dan mencapai ketuntasan belajar matematika siswa.

c. Bagi peneliti : menambah wawasan dan keterampilan mengidentifikasi kesulitan siswa dalam upaya mempersiapkan diri menjadi seorang pendidik (guru).


(19)

7

A. Belajar dan Pembelajaran

Manusia tidak terlepas dari sebuah proses yang disebut belajar. Belajar merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan manusia sepanjang hidupnya. Dengan belajar manusia mampu memahami segala sesuatu baik itu mengenai diri maupun lingkungan sekitarnya. Upaya memahami sesuatu itu dilakukan dengan berbagai cara baik itu melihat, mendengar, ataupun membaca, yang setelah itu akan terciptalah sebuah kondisi yang berbeda pada diri manusia itu sendiri, seperti dari tidak tahu sesuatu menjadi tahu banyak hal.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia kata belajar mengandung pengertian “berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”. 1 Yang dimaksud kepandaian di atas dapat bermakna luas, baik pandai dalam hal memiliki pengetahuan yang banyak maupun pandai dalam bertingkah laku atau berinteraksi dengan lingkungan.

Sardiman dalam bukunya mengemukakan beberapa definisi tentang belajar, sebagaimana dikutip oleh Angkowo dan Kosasih sebagai berikut: 2

1. Cronbach memberi definisi: Learning is shown by a change is behavior as a result of experience.

2. Harold Spears memberi batasan: Learning is to be observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction. 3. Geoch mengatakan: Learning is a change in performance as a result of

practice.

Menurut Ahmadi dan Widodo belajar dapat diartikan: “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri

1

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), ed.3, cet.2, h.17

2

R. Angkowo dan A. Kosasih, Optimalisasi Media Pembelajaran, (Jakarta: PT.Grasindo,


(20)

dalam interaksi dengan lingkungan.”3

Pendapat tersebut sejalan dengan Winkel yang menyatakan: “Belajar yang terjadi pada manusia merupakan suatu proses psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pengamatan dan keterampilan serta nilai sikap dan perubahan konstan/membekas.” 4 Burton menyatakan sebagaimana dikutip oleh Usman, “Learning is a change in the individual due to instruction of that individual and his environment, wich fells a need and makes him more capable of dealing adequately with his environment”.5

Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, agaknya beberapa ahli pendidikan modern sepakat bahwa belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku, yang terjadi sebagai hasil pengalaman akibat interaksi dengan lingkungan. Perubahan sebagai akibat dari belajar tersebut bersifat aktif, terarah dan mencakup seluruh aspek tingkah laku baik fisik maupun psikis, seperti perubahan pada kecakapan, keterampilan, kebiasaan, sikap, pengertian, pemecahan masalah atau berfikir. Jadi, belajar adalah proses usaha manusia untuk melakukan perubahan secara pengetahuan, keterampilan dan sikap, yang berguna bagi manusia untuk menjalani hidupnya, sebagai akibat interaksi dengan lingkungan. Pengetahuan dan keterampilan ini diperlukan manusia baik karena kebutuhan atau tuntutan hidup maupun keinginan manusia untuk menjadi lebih baik.

Pengalaman menjadi sesuatu yang amat penting dalam proses belajar. Sebuah pengalaman yang terjadi akan merespon manusia untuk berpikir mengenai peristiwa yang dialaminya dan melakukan upaya untuk merespon peristiwa tersebut. Maka proses itulah yang dikatakan sebagai proses belajar. Dalam belajar diartikan dengan proses perubahan yang terjadi dalam kepribadian siswa yang

3

Abu Ahmadi dan Widodo S, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.128.

4

W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, (Jakarta: PT. Grasindo, 1996), Edisi yang

disempurnakan, Cet. IV, h.53.

5

Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


(21)

membentuk pola baru sebagai reaksi dari pengajaran yang dilakukan guru yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepribadian atau suatu pengertian.6

Sedangkan pembelajaran menurut Sadiman, adalah usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri siswa. 7 Selain itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.8 Menurut konsep sosiologi, pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis untuk memelihara kegiatan belajar tersebut sehingga tiap individu yang belajar akan belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup sebagai anggota masyarakat yang baik.9

Belajar dan pembelajaran menjadi kegiatan utama di sekolah. Dalam arti sempit, belajar dan pembelajaran adalah aktivitas dimana guru dan siswa dapat saling berinteraksi. Pada proses pembelajaran terjadi komunikasi dua arah antara guru dan siswa. Pembelajaran sering disejajarkan dengan kegiatan mengajar. Dalam mengajar guru melibatkan siswa untuk aktif, misalkan dengan memberi pertanyaan ketika mengajar atau dengan berdiskusi. Sehingga suasana pembelajaran yang kondusif dapat tercipta. Pengertian mengajar menurut Nasution :

Mengajar itu suatu usaha dari pihak guru, yaitu mengatur lingkungannya sehingga terbentuk suasana yang sebaik-baiknya bagi anak untuk belajar. Belajar anak itu berkat kegiatannya sendiri. Guru hanya dapat membimbing dan memanfaatkan segala faktor lingkungan termasuk dirinya, buku-buku, alat peraga dan sebagainya.10

Dengan demikian proses belajar bersifat internal dan unik dalam diri individu siswa, sedang proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku. Belajar merupakan proses yang

6

Darwyan Syah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Diadit Media, 2009), h.65

7

M. Sobry Sutikno, Menggagas Pembelajaran Efektif dan Bermakna, (Mataram: NTP

Press, 2007), h.49

8 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), ed.3, cet.2, h.17

9

Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:

UPI, 2003), Edisi Revisi, h.8

10

S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), Edisi pertama, Cet. kelima, h.99.


(22)

menjadikan siswa lebih tahu, lebih terampil, lebih cakap, dan juga menjadi lebih dewasa, sedangkan pembelajaran merupakan perencanaan agar kegiatan belajar dapat terjadi secara optimal.

Di antara hal terpenting dalam proses pembelajaran adalah cara penyampaian informasi suatu bahan pelajaran, karena pembelajaran itu merupakan proses komunikasi, yaitu proses penyampaian informasi melalui saluran tertentu kepada si penerima.

Informasi berupa bahan pelajaran dijabarkan oleh guru menjadi simbol-simbol komunikasi, baik simbol-simbol non verbal atau visual maupun simbol-simbol verbal (kata lisan atau tertulis). Selanjutnya siswa menafsirkan simbol-simbol komunikasi tersebut sehingga diperoleh pengertian. Di dalam proses pembelajaran tersebut komunikasi diperlukan untuk membangkitkan dan memelihara perhatian siswa, memberitahu dan mengharapkan hasil belajar yang dicapai siswa, merangsang siswa untuk mengingat kembali hal-hal yang berhubungan dengan topik tertentu serta menyajikan stimulus untuk mempelajari suatu konsep.

Pada proses komunikasi adakalanya siswa tidak dapat memahami simbol-simbol komunikasi yang disampaikan oleh gurunya. Hal ini disebabkan adanya beberapa faktor penghambat antar lain : psikologis dan lingkungan belajar. Untuk itulah guru sebagai pengajar harus memperhatikan psikologis anak. Guru harus dapat mengetahui tahapan berfikir siswa sehingga dapat menciptakan proses komunikasi yang baik dan efektif dan dapat dimengerti oleh siswa. Lingkungan belajar yang terlalu riuh dapat menghambat proses komunikasi dan guru akan mengalami kesulitan dalam mentransfer materi. Karenanya guru harus dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif agar proses komunikasi berjalan dengan baik sehingga dapat tercipta pembelajaran yang efektif.

B. Pengertian Matematika

Kata “matematika” berasal dari kata μά μα (máthēma) dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai “sains, ilmu pengetahuan, atau belajar” . Juga μα ματ ός (mathēmatikós) yang diartikan sebagai “suka belajar”. Matematika


(23)

(dari bahasa Yunani: μα ματ ά - mathēmatiká) juga diartikan studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan.11

Istilah mathematics (Inggris), Mathematik (Jerman), Mathematique (perancis), Mathematico (Italia), Matematiceski (Rusia), atau matematick/Wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan latin mathematica yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, mathematike, yang berarti relating to learning. Perkataan ini mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa yaitu yang berasal dari kata Yunani yaitu ”Mathein” atau ”Mathenein” yang artinya belajar (berpikir). Jadi berdasarkan etimologis perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”12

Menurut Nasution, mungkin juga kata matematika berasal dari bahasa sanksakerta yaitu ”Medha” atau ”Widya” yang artinya kepandaian, ketahuan, atau intelegensia.13 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia matematika diartikan sebagai ” ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”.14

Definisi di atas memberikan gambaran bahwa matematika berhubungan erat dengan belajar, terutama berkaitan dengan bilangan serta operasi-operasi yang membantu penyelesaian bilangan-bilangan tersebut. Namun matematika ternyata tidak terbatas pada bilangan saja, karena dengan matematika seorang siswa akan melatih diri dalam upaya membentuk pola pikir yang bersifat sistematis, rasional, mampu menyelesaikan masalah, serta membiasakan siswa bersikap teliti dan tekun.

Menurut Johnson dan Myklebust (1967: 244), matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan

11

http://id.wikipedia.org/wiki/Matematika

12

Erman Suherman dan Udin S. W., Strategi Belajar Mengajar Matematika, (Jakarta: Universitas Terbuka, 1999), h.119.

13

M. Ali Hamzah dan Muhlisrarini, Perencanaan dan Strategi Pembelajaran

Matematika (PSPM), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2009), h.40

14

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), ed.3, cet.2, h.723


(24)

kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Lerner (1988: 430) mengemukakan bahwa matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas. Kline (1981: 172) juga mengemukakan bahwa matematika merupakan bahasa simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif.15

Sejalan dengan Johnson dan Lerner, Herman Weyl mengatakan seperti dikutip oleh Kadir, bahwa matematika adalah permainan dengan symbol-simbol yang dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditentukan. Simbol-simbol ini sangat diperlukan dalam matematika karena dengan symbol ini kaitan antara konsep dengan konsep lain dapat lebih mudah dijelaskan. Belajar matematika dengan sendirinya membutuhkan kemampuan memanipulir simbol-simbol yang ada untuk pemecahan soal matematika.16

Matematika adalah suatu ilmu yang memiliki objek dasar abstrak yang berupa fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Yang dimaksud dengan fakta adalah ketentuan-ketentuan dalam matematika yang telah disepakati bersama seperti lambang bilangan, sudut, dan notasi matematika lainnya. Sedangkan konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan seseorang dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan bukan contoh. Misalnya konsep persegi, dengan memahami konsep persegi seseorang mampu mengklasifikasikan himpunan persegi dan bukan persegi. Operasi dalam matematika adalah suatu fungsi yaitu relasi khusus, karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui. Prinsip adalah objek matematika yang kompleks. Prinsip terdiri atas beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Prinsip dapat berupa aksioma, teorema, sifat, dan sebagainya.

15

Mulyono Abdurahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar , (Jakarta:

Depdikbud dan Rimeka Cipta, 1999), h.252.

16

Kadir, Pengaruh Pendekatan Problem Posing terhadap Prestasi Belajar Matematika Jenjang Pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi dan Evaluasi ditinjau dari Metakognisi Siswa SMU di DKI Jakarta, dari http://www.depdiknas.go.id/jurnal/53/j53 02.pdf


(25)

Dari definisi-definisi matematika yang dijabarkan diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang mengkaji tentang besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Matematika mendasarkan diri pada ide-ide dan konsep-konsep yang abstrak , direpresentasikan melalui bahasa simbol-simbol yang disepakati bersama. Matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis serta mempunyai prosedur operasional dalam memecahkan masalah.

Penggunaan matematika pada awalnya adalah di dalam perdagangan, pengukuran tanah, pelukisan, dan pola-pola penenunan dan pencatatan waktu dan tidak pernah berkembang luas hingga tahun 3000 SM. Matematika mulai muncul ke permukaan ketika orang Babilonia dan Mesir Kuno mulai menggunakan aritmetika, aljabar, dan geometri untuk penghitungan pajak dan urusan keuangan lainnya, bangunan dan konstruksi, dan astronomi. Pengkajian matematika yang sistematis di dalam kebenarannya sendiri dimulai pada zaman Yunani Kuno antara tahun 600 dan 300 SM.17 Matematika sejak saat itu segera berkembang luas, dan terdapat interaksi bermanfaat antara matematika dan sains, menguntungkan kedua belah pihak. Penemuan-penemuan matematika dibuat sepanjang sejarah dan berlanjut hingga kini.

Matematika sebagai ilmu berbeda dengan matematika sekolah. Matematika sekolah merupakan bagian dari matematika yang diberikan untuk dipelajari oleh siswa sekolah formal. Bahan ajar matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi siswa serta berpandu kepada perkembangan IPTEK.18 Matematika sekolah dipilih berdasarkan kepentingan kependidikan dan dasar perkembangan IPTEK. Butir-butir yang akan disampaikan disesuaikan dengan perkembangan peserta didik. Dengan memperhatikan perkembangan siswa, maka dilakukan penyederhanaan dari konsep matematika yang kompleks yang kemudian secara bertahap semakin diperluas. Agar siswa

17

http://id.wikipedia.org/wiki/Matematika

18

Soemoenar, dkk., Penerapan Matematika Sekolah, (Jakarta: Universitas Terbuka),


(26)

lebih mudah memahami matematika, maka guru sebisa mungkin mengurangi sifat abstrak matematika.

Cockroft mengemukakan sebagaimana dikutip oleh Mulyono, bahwa matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.19

Peranan matematika sekolah adalah untuk mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan-perubahan keadaan dalam kehidupannya, dengan menggunakan pola pikir matematika. Pendidikan matematika di sekolah lebih menekankan pada penataan nalar, pembentukan sikap, serta keterampilan dalam penerapan matematika.20 Oleh sebab itu, NCSM (National Council of Supervisor of Mathematics) membuat keputusan bahwa dalam pembelajaran matematika hendaknya mengandung hal-hal antara lain: pemecahan masalah, penerapan matematika dalam kehidupan sehari-hari, keterampilan hitung yang memadai, pengukuran, geometri, membuat diagram dan grafik, dan penggunaan matematika dalam taksiran/perkiraan.21

Jadi matematika adalah suatu ilmu yang memiliki objek dasar abstrak yang berupa fakta, konsep, operasi, prinsip, dan menggunakan simbol-simbol yang dimaksudkan agar objek matematika dapat ditulis dengan singkat, tepat, dan mudah dimengerti. Sedangkan matematika sekolah adalah bagian dari matematika yang dipilih, diproyeksikan atau ditujukan untuk menumbuh dan mengembangkan kepribadian dan penalaran siswa di dalam kehidupan sehari-hari.

19

Mulyono Abdurahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta:

Depdikbud dan Rimeka Cipta, 1999), h.253.

20

HJ Sriyanto, Strategi Sukses Menguasai Matematika, (Yogyakarta: Indonesia Cerdas, 2007), h.15

21

Erna Suwangsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI Press,


(27)

C. Kesulitan Belajar Matematika

Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris learning disability. Terjemahan yang benar seharusnya adalah ketidakmampuan belajar (learning artinya belajar, disability berarti ketidakmampuan), akan tetapi istilah kesulitan belajar digunakan karena dirasakan lebih optimistik.22

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa di antara hal terpenting dalam proses pembelajaran adalah cara penyampaian informasi suatu bahan pelajaran, karena pembelajaran itu merupakan proses komunikasi, yaitu proses penyampaian informasi melalui saluran tertentu kepada si penerima. Pada proses komunikasi adakalanya siswa tidak dapat memahami simbol-simbol komunikasi yang disampaikan oleh gurunya. Hal inilah yang antara lain menjadi penyebab siswa mengalami kesulitan memahami bahan ajar.

Dalam proses belajar mengajar di sekolah, baik Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, maupun Perguruan Tinggi sering kali dijumpai beberapa siswa/mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. Dengan demikian masalah kesulitan dalam belajar itu sudah merupakan problema umum yang khas dalam proses pembelajaran. Terutama dalam pembelajaran matematika.

Aktifitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak. Kadang-kadang dapat dengan cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat, terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit mengadakan konsentrasi. Menurut Abu Ahmadi dan Widodo S., “Dalam keadaan dimana anak didik/ siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut kesulitan belajar.”23

Warkitri mengemukakan kesulitan belajar adalah suatu gejala yang nampak pada siswa dengan ditandai adanya hasil belajar rendah serta di bawah norma yang telah ditetapkan. Jadi, kesulitan belajar itu merupakan suatu kondisi

22

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta:

Depdikbud dan PT. Rineka Cipta, 1999), h.6.

23

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), h.77


(28)

dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan - hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.24

Kesulitan belajar tidak selalu disebabkan oleh faktor inteligensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi juga disebabkan oleh faktor- faktor noninteligensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Seperti diungkapkan oleh Muhibbin Syah bahwa “Kesulitan belajar tidak hanya menimpa siswa berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Selain itu, kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata atau normal, hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai harapan”.25

Jadi belum tentu anak yang mengalami kesulitan belajar menandakan bahwa anak tersebut mempunyai IQ rendah. Terkadang kesulitan belajar hanya disebabkan oleh tidak cukupnya pengetahuan siswa tentang cara-cara belajar.

Sabri mengemukakan bahwa kesulitan belajar adalah kesukaran siswa dalam menerima atau menyerap pelajaran di sekolah, kesulitan belajar yang dihadapi oleh siswa ini terjadi pada waktu mengikuti pelajaran yang disampaikan atau ditugaskan oleh seorang Guru.26 Kesulitan belajar ini tidak terlepas dari beragamnya individu dan cara belajar siswa yang berbeda, dimana individu yang satu akan mempunyai kesulitan tertentu dibandingkan dengan individu yang lain.

Disetiap sekolah dalam berbagai jenis dan tingkatan pasti memiliki anak didik yang berkesulitan belajar. Setiap kali kesulitan belajar anak didik yang satu dapat diatasi, tetapi pada waktu yang lain muncul lagi kesulitan belajar anak didik yang lain. Hal tersebut dikarenakan adanya keberagaman individu tiap peserta didik dan kondisi lingkungan yang berbeda pula, sehingga timbullah permasalahan yang berbeda.

24

Warkitri, dkk., Penilaian Pencapaian Hasil Belajar, (Jakarta : Universitas Terbuka, 1998), h.8.3

25

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 1999), Edisi Revisi, h.172.

26

M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,1995), h. 88.


(29)

Mukhtar dan Rusmini mengungkapkan bahwa secara garis besar faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri dari faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal. Faktor internal tersebut antara lain kelemahan fisik, mental, dan emosional; kebiasaan dan sikap-sikap yang salah (seperti malas belajar), atau tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan dasar yang diperlukan. Sedangkan Faktor eksternal antara lain: kurikulum dan pelaksanaan pembelajaran yang tidak tepat, beban belajar yang terlalu berat, terlalu banyak kegiatan di luar jam sekolah, terlalu sering pindah sekolah, dan sebagainya.27

Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi siswa dalam menyerap bahan ajar yang disajikan. Masing-masing faktor memiliki intensitas pengaruh yang berbeda pada tiap siswa tergantung dari masalah yang dialami masing-masing siswa. Misalkan pada siswa tertentu mungkin metode pembelajaranlah yang menjadi faktor utama penyebab kesulitannya dalam belajar, akan tetapi pada siswa lain yang brokenhome misalnya, faktor emosional lah yang paling mempengaruhi kesulitan dalam belajar.

Dalam pembelajaran matematika, Rachmadi mengutip Brueckner dan Bond, mengelompokkan penyebab kesulitan belajar menjadi 5 faktor, yakni faktor fisiologis, faktor sosial, faktor emosional, faktor intelektual, dan faktor pedagogis. Faktor intelektual yang menjadi penyebab kesulitan belajar siswa umumnya adalah:28

1. Siswa kurang berhasil dalam menguasai konsep, prinsip, dan algoritma 2. Kesulitan mengabstraksi, menggeneralisasi, berpikir deduktif, dan

mengingat konsep-konsep maupun prinsip-prinsip

3. Kesulitan dalam memecahkan masalah terapan atau soal cerita 4. Kesulitan pada pokok bahasan tertentu saja.

27

Mukhtar dan Rusmini, Pengajaran Remedial: Teori dan Penerapannya dalam

Pembelajaran, (Jakarta: Fifa Mulia Sejahtera, 2003), h.42-45

28

Rachmadi Widdiharto, Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika SMP dan Alternatif Proses Remidinya, Paket Fasilitasi Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika, {Yogyakarta: Depdiknas), h. 6-9


(30)

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Sholeh yang menyatakan bahwa siswa yang mengalamikesulitan belajar antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:29

1. Siswa tidak bisa menangkap konsep dengan benar. 2. Siswa tidak mengerti arti lambang- lambang

3. Siswa tidak dapat memahami asal- usul suatu prinsip 4. Siswa tidak lancar menggunakan operasi dan prosedur. 5. Ketidaklengkapan pengetahuan

Sedangkan menurut John L. Marks, et all. seperti dikutip Noorhadi Thohir dan Basuki Haryono, bahwa yang menjadi penyebab siswa mengalami kesulitan belajar matematika ialah kesulitan siswa dalam:

1. Kemampuan dalam mengembangkan konsep-konsep 2. Kemampuan mengembangkan pemahaman matematika 3. Kemampuan mengembangkan keterampilan (matematika) 4. kemampuan dalam memecahkan soal

5. Kemampuan mengembangkan sikap menghargai dan sikap lain yang menguntungkan (seperti berdiskusi, keaktifan dalam belajar bersama, dsb.)30

Dalam pembelajaran matematika, kesulitan siswa dari segi intelektual dapat terlihat dari kesalahan yang dilakukan siswa pada langkah-langkah pemecahan masalah soal matematika yang berbentuk uraian, karena siswa melakukan kegiatan intelektual yang dituangkan pada kertas jawaban soal yang berbentuk uraian tersebut. Beberapa ahli menggolongkan jenis-jenis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal matematika yakni: kesalahan pemahaman

29

M. Sholeh, Pokok- pokok Pengajaran Matematika di Sekolah, (Jakarta : Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998), dari http://idb4.wikispaces.com.

30

Noorhadi Thohir dan Basuki Haryono, Jurnal Rehabilitasi dan Remediasi, (Surakarta: Pusat Penelitian Rehabilitasi dan Remediasi Lembaga Penelitian UNS, 1996), h.19-29.


(31)

konsep; kesalahan penggunaan operasi hitung; algoritma yang tidak sempurna; dan kesalahan karena mengerjakan serampangan/ceroboh.31

Berdasarkan paparan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa secara garis besar kesulitan yang dialami siswa dapat berupa kurangnya pengetahuan prasyarat, kesulitan memahami materi pembelajaran, maupun kesulitan dalam mengerjakan latihan-latihan dan soal-soal ulangan. Secara khusus, kesulitan yang dijumpai siswa dapat berupa tidak dikuasainya kompetensi dasar tertentu, misalnya siswa tidak menguasai operasi bilangan. Lebih jauh lagi kesulitan yang dialami siswa disebabkan perbedaan tiap individu, baik dalam kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan, maupun pendekatan belajar yang digunakan.

Untuk mengatasi kesulitan belajar yang dialami siswa, guru hendaknya memperhatikan hal-hal tersebut di atas. Terutama memastikan siswa telah menguasai materi prasyarat, mendesain cara penyampaian bahan ajar dengan komunikasi yang efektif serta memperhatikan keadaan keluarga dan keadaan sosial siswa. Agaknya guru dapat mengimplementasikan apa yang disarankan oleh Gagne, seperti dikutip Mulyono: “Proses belajar hendaknya bertahap, dari hal yang paling sederhana ke hal yang kompleks dan intinya adalah perlunya penguasaan prasyarat yang digunakan sebagai landasan untuk menguasai bentuk perilaku yang diharapkan”.32

Untuk membantu mengatasi kesulitan belajar siswa, guru harus mengetahui secara tepat faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan tersebut karena kesulitan yang dialami siswa dilatarbelakangi oleh sebab yang berbeda-beda. Jika kesulitan tersebut sudah diketahui penyebabnya, maka selanjutnya guru dapat menentukan cara yang tepat untuk mengatasinya.

31

Rachmadi Widdiharto, Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika SMP dan Alternatif

Proses Remidinya, Paket Fasilitasi pemberdayaan KKG/MGMP Matematika, (Yogyakarta: Depdiknas), h. 41

32

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta:


(32)

D. Diagnosis Kesulitan Belajar Peserta Didik

Menurut Webster, diagnosis diartikan sebagai proses menentukan hakikat daripada kelainan atau ketidakmampuan dengan ujian dan melalui ujian tersebut dilakukan suatu penelitian yang hati-hati terhadap fakta-fakta untuk menentukan masalahnya.33 Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diagnosis mempunyai arti: (1) penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya. (2) pemeriksaan terhadap suatu hal. Jadi, diagnosis adalah suatu cara menganalisis suatu kelainan dengan mengamati gejala-gejala yang nampak dan selanjutnya berdasar gejala tersebut dicari faktor penyebab kelainan tadi.

Faktor yang menyebabkan kesulitan belajar yang dialami siswa sangat beragam. Sebelum memutuskan langkah untuk mengatasi kesulitan belajar tersebut, guru perlu terlebih dahulu mencari tahu penyebab utama kesulitan belajar siswanya atau dengan kata lain guru perlu mendiagnosis kesulitan siswa dalam belajar. Untuk melaksanakan kegiatan diagnosis kesulitan belajar harus ditempuh beberapa tahapan kegiatan. Tahapan tersebut meliputi:34

1) Mengidentifikasi siswa yang diperkirakan mengalami kesulitan belajar 2) Melokalisasi letak kesulitan belajar

3) Menentukan faktor penyebab kesulitan belajar 4) Memperkirakan alternatif bantuan

5) Menetapkan kemungkinan cara mengatasinya 6) Tindak lanjut

Diagnosis kesulitan belajar dilakukan dengan teknik tes dan nontes. Teknik yang dapat digunakan guru untuk mendiagnosis kesulitan belajar antara lain: tes prasyarat (prasyarat pengetahuan, prasyarat keterampilan), tes diagnostik, wawancara, pengamatan, dsb.35

Tes prasyarat adalah tes yang digunakan untuk mengetahui apakah prasyarat yang diperlukan untuk mencapai penguasaan kompetensi tertentu

33

Warkitri, dkk., Penilaian Pencapaian…, h.8.3

34

Warkitri, dkk., Penilaian Pencapaian…, h.8.10

35

Sistem Penilaian KTSP, Pembelajaran Remedial, oleh Direktorat Pendidikan Nasional dari http://www.dikmenum.go.id


(33)

terpenuhi atau belum. Prasyarat ini meliputi prasyarat pengetahuan dan prasyarat keterampilan.

Tes diagnostik digunakan untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam menguasai kompetensi tertentu. Misalnya dalam mempelajari operasi bilangan, apakah peserta didik mengalami kesulitan pada kompetensi penambahan, pengurangan, pembagian, atau perkalian.

Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai kesulitan belajar yang dijumpai peserta didik.

Pengamatan (observasi) dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun penyebab kesulitan belajar peserta didik.

Tes diagnostik untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami oleh siswa ini dapat dilakukan secara kelompok maupun individual. Sasaran utama tes diagnostik belajar adalah untuk menemukan kekeliruan-kekeliruan atau kesalahan konsep dan kesalahan proses yang terjadi dalam diri siswa ketika mempelajari suatu topik pelajaran tertentu. Identifikasi kesulitan siswa melalui tes diagnostik berupaya memperoleh informasi tentang: profil siswa dalam materi pokok, pengetahuan dasar yang telah dimiliki siswa, pencapaian indikator, kesalahan yang biasa dilakukan siswa, dan kemampuan dalam menyelesaikan soal yang menuntut pemahaman kalimat.

Sedangkan teknik diagnosis nontes (seperti wawancara, angket, dan observasi) dilakukan untuk mengidentifikasi kesulitan siswa yang tidak dapat diidentifikasi melalui teknik tes. Informasi yang dapat diperoleh dari teknik nontes ini sangat banyak, misalnya untuk mengetahui kebiasaan belajar siswa, kelemahan fisik, kelemahan emosional, keadaan keluarga, cara guru mengajar, dan sebagainya. Wawancara dapat dilakukan langsung kepada siswa atau keluarganya atau teman terdekatnya, sementara observasi dilakukan oleh guru selama siswa mengikuti pembelajaran di kelas dan selama siswa berinteraksi di lingkungan sekolah.


(34)

E. Pembelajaran Remedial

1. Pengertian Pembelajaran Remedial

Dilihat dari arti katanya, istilah remedial berasal dari kata remedy (bahasa Inggris) yang berarti obat, memperbaiki, atau menolong. Karena itu remedial berarti hal-hal/tindakan-tindakan/usaha-usaha yang berhubungan dengan perbaikan. 36 Tarigan mengutip pengertian remedial dalam “Webster’s New Twentieth Century Dictionary” sebagai berikut: Remediasi dalam pendidikan berarti tindakan atau proses penyembuhan/peremedian atau penanggulangan ketidakmampuan atau masalah-masalah pembelajaran (1983: 1528). Remediasi juga berarti tindakan melakukan diagnosis dan perawatan (Mc Ginnis dan Smith, 1982 : 355).37

Pembelajaran remedial merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan. Dengan kata lain, remedial diperlukan bagi peserta didik yang belum mencapai kemampuan minimal yang ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pemberian program pembelajaran remedial didasarkan atas latar belakang bahwa pendidik perlu memperhatikan perbedaan individual peserta didik.

Untuk memahami konsep penyelenggaraan model pembelajaran remedial, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menerapkan sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem belajar tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, dimulai dari penilaian kemampuan awal peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari. Kemudian dilaksanakan pembelajaran menggunakan berbagai metode dan media. Pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian proses menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta

36

John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: PT Gramedia, 1992), h.476.

37

Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Remedi Bahasa, (Bandung: Angkasa, 1990),


(35)

didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian.

Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar peserta didik, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan tertentu yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan. Apabila dijumpai adanya peserta didik yang tidak mencapai penguasaan kompetensi yang telah ditentukan, maka muncul permasalahan mengenai apa yang harus dilakukan oleh pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian program pembelajaran remedial atau perbaikan.

Kegiatan perbaikan mencakup segala bantuan yang diberikan kepada peserta didik. Baik kepada siswa yang lamban, kurang mengerti, menemui kesulitan, maupun yang gagal dalam mencapai tujuan pengajaran. Syamsuddin menyatakan tentang kegiatan perbaikan sebagaimana dikutip oleh Ischak, sebagai berikut:

Segala usaha yang dilakukan untuk memahami dan menetapkan jenis sifat kesulitan belajar, faktor-faktor penyebabnya, serta cara menerapkan kemungkinan-kemungkinan mengatasinya, baik secara kuratif (penyembuhan) maupun secara preventif (pencegahan) berdasarkan data dan informasi yang seobyektif dan selengkap mungkin.38

Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran remedial adalah suatu bentuk khusus pembelajaran yang ditujukan untuk memperbaiki sebagian atau seluruh kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik. Perbaikan dilakukan atas kerjasama guru mata pelajaran, wali kelas, guru BP, tutor, serta pihak-pihak lain yang terkait. Melalui pembelajaran remedial ini diharapkan siswa dapat belajar dengan tuntas dan pencapaian hasil belajar dapat diperoleh secara optimal.

Siswa yang tergolong ke dalam kelompok yang harus dimasukkan ke dalam kelompok pembelajaran remedial biasanya mengalami kesulitan dalam hal sebagai berikut: 39

38

Ischak SW dan Warji R, Program Remedial dalam Proses Belajar-Mengajar,

(Yogyakarta: Liberty, 1982), h.2.

39

Made Alit Mariana, Pembelajaran Remedial, (Jakarta: Departemen Pendidikan


(36)

1. Kemampuan mengingat relatif kurang

2. Perhatian (konsentrasi) ysng sangat kurang dan mudah terganggu dengan sesuatu yang lain di sekitarnya pada saat belajar

3. Relatif lemah dalam kemampuan memahami secara menyeluruh 4. Kurang dalam hal memotivasi diri dalam belajar

5. Kurang dalam hal kepercayaan diri dan rendah harapan dirinya 6. Lemah dalam kemampuan memecahkan masalah

7. Sering gagal dalam menyimak suatu gagasan dari suatu informasi 8. Mengalami kesulitan dalam memahami suatu konsep yang abstrak

9. Gagal menghubungkan suatu konsep dengan konsep lainnya yang relevan 10.Memerlukan waktu relatif lebih lama daripada yang lainnya untuk

menyelesaikan tugas-tugas.

Pembelajaran remedial sebaiknya diberikan dengan memperhatikan kesulitan belajar tiap individu siswa. Akan tetapi, karena kesulitan yang dialami tiap individu disebabkan oleh faktor yang berbeda dan beragam, dan sangat berat bagi guru jika mengatasinya per individu, maka siswa yang mengikuti kegiatan remedial ini berdasarkan tingkat kesulitan belajarnya, dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

- Tingkat kesulitan ringan. Untuk tingkat kesulitan belajar yang ringan ini pemecahannya tidak terlalu sulit. Mungkin siswa tersebut tidak mendengarkan ketika guru sedang menjelaskan. Cara pemecahannya dapat dilakukan dengan menerangkan kembali pokok bahasan atau menyuruh mereka mempelajari kembali catatan atau buku sumber tentang pokok bahasan yang dipelajari dengan suasana yang lebih serius.

- Tingkat kesulitan sedang. Untuk tingkat kesulitan belajar yang sedang ini, guru harus menanganinya secara khusus, karena siswa benar-benar mengalami kesulitan dalam mencerna keterangan yang disampaikan. Mungkin saja gangguan ini disebabkan oleh suasana keluarga yang tidak harmonis (broken home), atau baru sembuh dari sakit, atau mungkin sedang


(37)

mendapat musibah. Dalam hal ini, guru hendaknya bekerja sama dengan guru bimbingan konseling.

- Tingkat kesulitan berat. Untuk tingkat kesulitan belajar yang berat ini, mungkin karena siswa tersebut mengalami kecelakaan sehingga salah satu organ tubuhnya rusak, akibatnya ia sulit menangkappelajaran, atau memang kemampuannya yang sangat minim. Walaupun demikian, seorang guru harus tetap berusaha membantunya sedemikian rupa, sekalipun sukar memperbaikinya.40

Dengan melihat ketiga tingkat kesulitan belajar tersebut di atas, maka yang penting bagi guru adalah menentukan yang mana dan sejauh mana bantuan itu diberikan kepada siswa, sehingga bantuan yang akan diberikan nanti benar-benar mengenai sasarannya.

2.

Pendekatan, Metode dan Model Pelaksanaan Pembelajaran

Remedial

Mengingat pentingnya program pembelajaran remedial dalam keseluruhan proses belajar-mengajar, maka kita perlu memahami berbagai pendekatan dan metode pembelajaran remedial tersebut. Pendekatan dalam pengajaran remedial dibedakan menjadi tiga, yaitu :41

1. Pendekatan yang Bersifat Kuratif

Pendekatan ini diadakan mengingat kenyataannya ada seseorang atau sejumlah siswa yang tidak mampu menyelesaikan program secara sempurna sesuai dengan kriteria keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Program dalam proses itu dapat diartikan untuk setiap pertemuan, unit pelajaran, atau satuan waktu tertentu. Untuk mencapai sasaran pencapaian dapat menggunakan pendekatan pengulangan, pengayaan/ pengukuhan, atau percepatan (akselerasi).

40

Mukhtar dan Rusmini, Pengajaran Remedial: Teori dan Penerapannya dalam

Pembelajaran, (Jakarta: Fifa Mulia Sejahtera, 2003), h.54

41

Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), Ed.revisi, h.179


(38)

2. Pendekatan yang Bersifat Preventif

Pendekatan ini ditujukan kepada siswa tertentu yang berdasarkan data/ informasi diprediksikan atau patut diduga akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan suatu program studi tertentu yang akan ditempuhnya. Berdasarkan prediksi tersebut maka layanan pengajaran perbaikan dapat dalam bentuk: kelompok belajar homogen,individual, atau kelompok dengan kelas remedial.

3. Pendekatan yang Bersifat Pengembangan

Pendekatan ini merupakan upaya yang dilakukan guru selama proses belajar mengajar berlangsung (during teaching diagnostic). Karena itu diperlukan peranan bimbingan dan penyuluhan agar tujuan pengajaran yang telah dirumuskan berhasil.

Sedangkan metode yang digunakan dalam pengajaran perbaikan yaitu metode yang dilaksanakan dalam keseluruhan kegiatan belajar mulai dari tingkat identifikasi kasus sampai dengan tindak lanjut. Metode yang dapat digunakan, yaitu:

1. Metode pemberian tugas 2. Metode diskusi

3. Metode tanya jawab 4. Metode Kerja Kelompok 5. Metode Tutor sebaya 6. Pengajaran individual42

Metode-metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, tergantung tujauan pembelajaran yang hendak dicapai. Oleh karena itu, guru harus dapat memilih metode yang paling sesuai agar pembelajaran berjalan dengan efektif.

Dalam melaksanaan pembelajaran remedial ini, guru juga dapat memberikan berbagai perlakuan yang dapat membantu siswa untuk memahami

42


(39)

materi yang belum mereka kuasai, seperti memberikan penjelasan ulang tentang materi tertentu, sampai siswa memahami materi tersebut dan mencapai ketuntasan.

Jika dilihat dari faktor-faktor yang terdapat pada kegiatan perbaikan itu sendiri, seperti tempat, waktu, metode, dan lainnya, maka dapat dipilih dan ditentukan kegiatan perbaikan, antara lain:43

a. Mengajarkan kembali (re-teaching) yaitu: kegiatan perbaikan dilaksanakan dengan jalan mengajarkan kembali bahan yang sama kepada para siswa dengan penyajian yang berbeda, dan bila mungkin dengan lebih banyak contoh mengenai materi yang dirasakan sukar dipahami oleh siswa, serta memberikan motivasi kepada siswa dalam kegiatan belajar.

Peserta didik kadang-kadang mengalami kesulitan memahami penyampaian materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang disajikan hanya sekali, apalagi kurang ilustrasi dan contoh. Pemberian tambahan ilustrasi, contoh dan bukan contoh untuk pembelajaran konsep misalnya, akan membantu pembentukan konsep pada diri peserta didik.

Selain itu, penggunaan alternatif berbagai strategi pembelajaran akan memungkinkan peserta didik dapat mengatasi masalah pembelajaran yang dihadapi.

b. Penggunaan alat peraga (audio visual aids)

Penggunaan berbagai jenis media dapat menarik perhatian peserta didik. Perhatian memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Semakin memperhatikan, hasil belajar akan lebih baik. Namun peserta didik seringkali mengalami kesulitan untuk memperhatikan atau berkonsentrasi dalam waktu yang lama. Agar perhatian peserta didik terkonsentrasi pada materi pelajaran perlu digunakan berbagai media untuk mengendalikan perhatian peserta didik.

c. Studi kelompok (study group)

43

Mukhtar dan Rusmini, Pengajaran remedial:Teori dan Penerapannya dalam


(40)

d. Tutoring, yaitu rekan siswa yang telah mencapai ketuntasan atau dari kelas yang lebih tinggi diminta untuk membantu temannya yang ditunjuk secara individual.

e. Tugas-tugas perseorangan, dengan menggunakan sumber belajar lain yang relevan sehingga siswa dapat lebih memahami materi yang sukar diolah dan dimengertinya melalui sumber yang diwajibkan sekolah.

f. Bimbingan lain, artinya proses perbaikan itu dapat dilakukan oleh wali kelas, guru mata pelajaran, guru bimbingan dan konseling, atau orang tua siswa.

Selain bentuk kegiatan perbaikan yang tepat, guru juga harus dapat memperhatikan masalah waktu untuk melakukan kegiatan perbaikan. Terdapat beberapa alternatif berkenaan dengan waktu atau kapan pembelajaran remedial dilaksanakan. Pertanyaan yang timbul, apakah pembelajaran remedial diberikan pada setiap akhir ulangan harian, mingguan, akhir bulan, tengah semester, atau akhir semester. Ataukah pembelajaran remedial itu diberikan setelah peserta didik mempelajari SK atau KD tertentu?

Menurut Mariana, pembelajaran remedial dapat dilaksanakan di luar jam sekolah (out-side school hours), atau dapat menggunakan model pembelajaran remedial pemisahan (withdrawal).

a. Model Pembelajaran Remedial di Luar Jam Sekolah (Out-side School Hours) Model ini dilaksanakan untuk membantu kesulitan belajar siswa terhadap satu atau beberapa materi subyek, sebelum atau sesudah jam pelajaran reguler dilaksanakan. Beberapa keuntungan model ini adalah siswa dapat lebih konsentrasi dalam mengulang pelajaran tanpa tertinggal materi pada jam reguler.

Beberapa pedoman dalam menerapkan model pembelajaran remedial di luar jam sekolah ini yaitu sebagai berikut:

- Penekanan pada remediasi yang bertujuan membantu siswa belajar materi yang sulit dan menanamkan kemampuan belajar mandiri dengan bimbingan guru.


(41)

- Guru hendaknya mengkaji intisari kurikulum yang menekankan pada ketuntasan belajar siswa. Pengetahuan dasar ini diperlukan dalam mempelajari materi lanjutan.

- Guru pembelajaran remedial dapat memberikan ilustrasi yang lebih banyak, atau dapat juga memberikan bimbingan mengisi LKS, mencatat hal-hal penting, dan membahas soal ulangan.

- Hanya kelompok siswa yang peringkatnya sama yang mengikuti pembelajaran remedial pada topikyang sama.

- Jumlah jam pembelajaran remedial tidak sama dengan pembelajaran biasa. - Lamanya jam pelajaran remedial sebaiknya disesuaikan.

b. Model Pembelajaran Remedial Pemisahan (Withdrawal)

Model pelaksanaan pembelajaran remedial ini, dengan cara memisahkan siswa dari kelas biasa ke dalam kelas remedial. Pemisahan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar tentang materi subyek yang dibahas. Model ini tidak digunakan untuk semua mata pelajaran, biasanya hanya topik-topik yang dianggap essensial sebagai pondasi pengetahuan yang lain dan atau lanjutan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pembelajaran remedial model ini adalah pelaksanaan remediasi yang terlalu lama akan memberikan efek julukan tertentu yang mengakibatkan ketidaknyamanan bagi siswa yang bersangkutan. Di samping itu juga menghilangkan kesempatan siswa berinteraksi dengan rekan lainnya pada kelas reguler.44

Pembelajaran remedial dapat diberikan setelah peserta didik mempelajari KD tertentu. Namun karena dalam setiap SK terdapat beberapa KD, maka terlalu sulit bagi pendidik untuk melaksanakan pembelajaran remedial setiap selesai mempelajari KD tertentu. Mengingat indikator keberhasilan belajar peserta didik adalah tingkat ketuntasan dalam mencapai SK yang terdiri dari beberapa KD, maka pembelajaran remedial dapat juga diberikan setelah peserta didik menempuh tes SK yang terdiri dari beberapa KD. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa SK merupakan satu kebulatan kemampuan yang terdiri dari beberapa KD.

44

Made Alit Mariana, Pembelajaran Remedial, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003), h.26-29.


(42)

Mereka yang belum mencapai penguasaan SK tertentu perlu mengikuti program pembelajaran remedial.

3.

Prinsip Pembelajaran Remedial

Pembelajaran remedial merupakan pemberian perlakuan khusus terhadap peserta didik yang mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya. Hambatan yang terjadi dapat berupa kurangnya pengetahuan dan keterampilan prasyarat atau lambat dalam mecapai kompetensi. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran remedial sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain:45

1. Adaptif

Setiap peserta didik memiliki keunikan sendiri-sendiri. Oleh karena itu program pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecepatan, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing.

2. Interaktif

Pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk secara intensif berinteraksi dengan pendidik dan sumber belajar yang tersedia. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kegiatan belajar peserta didik yang bersifat perbaikan perlu selalu mendapatkan monitoring dan pengawasan agar diketahui kemajuan belajarnya. Jika dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan segera diberikan bantuan.

3. Fleksibilitas dalam Metode Pembelajaran dan Penilaian

Sejalan dengan sifat keunikan dan kesulitan belajar peserta didik yang berbeda-beda, maka dalam pembelajaran remedial perlu digunakan berbagai metode mengajar dan metode penilaian yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.

45

Sistem Penilaian KTSP, Pembelajaran Remedial, oleh Direktorat Pendidikan Nasional dari http://www.dikmenum.go.id


(43)

4. Pemberian Umpan Balik Sesegera Mungkin

Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik mengenai kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin. Umpan balik dapat bersifat korektif maupun konfirmatif. Dengan sesegera mungkin memberikan umpan balik dapat dihindari kekeliruan belajar yang berlarut-larut yang dialami peserta didik.

5. Kesinambungan dan Ketersediaan dalam Pemberian Pelayanan

Program pembelajaran reguler dengan pembelajaran remedial merupakan satu kesatuan, dengan demikian program pembelajaran reguler dengan remedial harus berkesinambungan dan programnya selalu tersedia agar setiap saat peserta didik dapat mengaksesnya sesuai dengan kesempatan masing-masing.

Dari uraian-uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran remedial pada prinsipnya mendasarkan diri pada kesadaran bahwa pada setiap kegiatan pembelajaran umumnya ada siswa yang mengalami kesulitan belajar. Kesulitan setiap individu disebabkan oleh faktor yang berbeda-beda. Atas dasar asumsi inilah, seorang guru harus menyusun program perbaikan/remedial bagi siswanya sedemikian sehingga siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat mengatasi kesulitan belajarnya. Dengan diadakannya pembelajaran remedial, maka diharapkan siswa akan mampu mengatasi kesulitan belajarnya, dan dapat pula mencapai standar kompetensi minimal (KKM) yang ditetapkan.

Indikator pencapaian KKM ini antara lain dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Secara individual, siswa dikatakan tuntas dalam suatu materi pembelajaran jika hasil belajarnya telah mencapai KKM yang telah ditetapkan oleh satuan pendidikan sesuai prosedur. Hasil belajar yang menunjukkan tingkat pencapaian kompetensi melalui penilaian diperoleh dari penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses diperoleh melalui postes, tes kinerja, observasi dan lain-lain. Sedangkan penilaian hasil diperoleh melalui ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester. Apabila kesulitan belajar yang dipantau melalui tes ini dialami oleh banyak siswa, maka upaya perbaikan sebaiknya


(44)

diberikan secara kelompok. Akan tetapi, apabila kesulitan belajar itu hanya dialami oleh satu hingga tiga orang siswa, maka perbaikan secara individual tentunya akan lebih efektif dan efisien.

Dengan diberikannya pembelajaran remedial bagi peserta didik yang belum mencapai tingkat ketuntasan belajar, maka peserta didik ini memerlukan waktu lebih lama daripada mereka yang telah mencapai tingkat penguasaan. Waktu-waktu yang dapat digunakan untuk pembelajaran remedial antara lain sebelum atau sesudah jam pelajaran, di akhir pekan, atau di waktu-waktu khusus seperti selesai melaksanakan ulangan pada pekan ulangan. Siswa yang satu mungkin mengalami kesulitan yang berbeda dengan siswa lainnya sehingga memerlukan observasi secara individual. Mereka juga perlu menempuh penilaian kembali setelah mendapatkan program pembelajaran remedial sehingga diketahui apakah siswa telah mencapai standar kompetensi minimal (KKM) atau masih mengalami kesulitan dalam belajarnya. Sedangkan bagi siswa yang telah mencapai di atas standar ketuntasan belajar minimum atau berada di atas rata-rata kelompoknya dapat ditindaklanjuti dengan mengikuti program pengayaan.46

46


(45)

33

A.

Tempat dan Waktu Penelitian

Waktu yang penulis gunakan untuk mengadakan penelitian ini adalah pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011, yakni dari bulan November - Desember 2010. Penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri 7 yang beralamat di Jl. Bina Warga No.99 Srengseng Sawah Jagakarsa Jakarta Selatan.

B.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu suatu metode yang bertujuan untuk membuat deskripsi , gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, akurat mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.1

Akan tetapi, dalam kaitannya dengan tugas mengajar guru maka jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang memiliki dampak terhadap pengembangan profesi guru dan peningkatan mutu pembelajaran. Untuk itu walaupun penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif yang bersifat ex post facto, namun tetap mendeskripsikan upaya untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran. Lebih tepatnya rancangan penelitian ini dapat disebut penelitian deskriptif analisis yang berorientasi pemecahan masalah. Hal ini sesuai definisi penelitian deskripsi sendiri yakni penelitian yang berusaha untuk menentukan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data- data, menyajikan data, menganalisis data dan menginterpretasikannya.

Jadi, penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif analisis yang berorientasi pemecahan masalah, karena pada penelititan ini akan dideskripsikan upaya guru mengatasi masalah belajar matematika siswa melalui pelaksanaan pembelajaran remedial. Akan dideskripsikan pula apakah program

1

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 75.


(46)

pembelajaran remedial efektif untuk mencapai ketuntasan belajar matematika, dengan cara menganalisis instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian.

C.

Unit Analisis

Unit analisis pada penelitian ini adalah siswa kelas X di Madrasah Aliyah Negeri 7 Jakarta yang terdaftar pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011. Namun karena pertimbangan beberapa hal, khususnya keefektifan pembelajaran remedial bagi siswa, maka peneliti mengkhususkan analisis pada satu kelas yang dipilih secara acak yaitu kelas X4.

D.

Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik tes dan wawancara. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar soal tes diagnostik dan pedoman wawancara.

1. Lembar soal tes diagnostik. Instrumen ini digunakan untuk mendiagnosis faktor-faktor intelektual yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belajar dan menyebabkan hasil belajar siswa tidak mencapai KKM, yakni dengan cara mengidentifikasi kesalahan umum siswa dalam menyelesaikan soal eksponen dan logaritma. Hasil diagnosis ini digunakan untuk mengelompokkan siswa berdasarkan jenis kesulitan yang dialaminya. Untuk keperluan diagnosis, maka instrumen yang digunakan adalah tes dengan bentuk essay. Tes diagnostik yang digunakan sebelumnya telah diuji nilai validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu sehingga data penelitian memiliki kualitas yang cukup tinggi.

2. Pedoman wawancara. Instrumen ini digunakan untuk mengetahui lebih jauh faktor penyebab kesulitan belajar siswa. Hasil wawancara ini juga sebagai pertimbangan untuk menentukan tindakan paling tepat dalam mengatasi kesulitan masing-masing siswa.

Validitas instrumen tes diagnostik yang digunakan adalah validitas isi (content validity). Butir-butir soal tes diagnostik disusun sesuai dengan standar


(47)

kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pembelajaran. Pengujian validitas ini menggunakan rumus Korelasi Product Moment Pearson memakai angka kasar sebagai berikut:2

x y r = ) ) ( ).( ) ( ( ) )( ( 2 2 2

2 X N Y Y

X N Y X XY N Keterangan:

N = banyaknya peserta tes X = skor butir soal

Y = skor total

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y

Nilai rxy kemudian dibandingkan dengan nilai rtabel. Jika nilai rxy > rtabel

maka soal tersebut dinyatakan valid. Sebaliknya, jika rxy≤ rtabel maka soal tersebut

didrop ( tidak digunakan ).

Soal yang dinyatakan valid kemudian dihitung reliabilitasnya. Reliabilitas adalah ketepatan atau ketelitian suatu alat evaluasi. Reliabilitas yang digunakan untuk mengukur tes hasil belajar bentuk uraian menggunakan rumus Alpha yaitu:3

Keterangan:

= reliabilitas instrumen

k = banyaknya butir soal

= jumlah varians butir soal = varians total

2

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002) h. 146

3


(48)

E.

Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif meliputi reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/ verification).

Reduksi data pada penelitian ini yakni dengan cara memilah lembar jawaban tes diagnostik, memfokuskan pada kesalahan umum siswa dalam mengerjakan soal eksponen dan logaritma. Data kesalahan umum siswa disajikan dalam kumpulan gambar/foto. Sedangkan data hasil tes siswa sebelum dan setelah remedial disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan histogram. Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga makin mudah dipahami. Kesimpulan peneliti kemukakan berdasarkan analisis lembar jawaban tes diagnostik siswa, kemudian diperkuat (diverifikasi) melalui analisis hasil wawancara dengan siswa.

Selain menggunakan analisis kualitatif, data juga akan dianalisis menggunakan perhitungan statistik deskriptif. Perhitungan statistik yang digunakan adalah Prosentase (%) dan Rata-rata (Mean).

Untuk menghitung rata-rata digunakan rumus Rataan Hitung Data Berkelompok, sebagai berikut:4

=

Keterangan:

= Rataan Hitung Data Berkelompok

= Jumlah perkalian antara nilai tengah kelas ke-i dengan frekuensi kelas ke-i

= Frekuensi total

Untuk menghitung nilai Median data digunakan rumus Median untuk data berkelompok, sebagai berikut:5

4

Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 1995), h. 67

5


(49)

Me = b + p.

Keterangan:

Me = Nilai Median data berkelompok b = Tepi bawah kelas median

= Frekuensi total data

F = Frekuensi kumulatif bawah kelas median f = Frekuensi kelas median

p = panjang kelas/interval kelas

Untuk menghitung nilai Modus data digunakan rumus Modus data berkelompok, sebagai berikut:6

Mo = b + p. Keterangan:

Mo = Nilai Modus data berkelompok b = Tepi bawah kelas Modus

b1 = Selisih frekuensi kelas Modus dengan frekuensi kelas bawah Modus

b2 = Selisih frekuensi kelas Modus dengan frekuensi kelas atas Modus

p = panjang kelas/interval kelas

6


(50)

38

A.

Temuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas X4 Madrasah Aliyah Negeri 7 Jakarta pada pokok bahasan eksponen dan logaritma. Penelitian diawali dengan mengamati hasil belajar siswa pada pokok bahasan tersebut, kemudian memberikan tes diagnostik untuk mengetahui letak kesulitan siswa. Tes Diagnostik yang diberikan kepada subjek penelitian telah diuji coba dan dihitung validitas serta reliabilitasnya terlebih dahulu.

1. Uji Validitas Instrumen

Sebelum diberikan kepada siswa, tes diagnostik eksponen dan logaritma sebanyak 24 soal diuji validitasnya terlebih dahulu. Setelah dilakukan pengujian diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1

Hasil Uji Validitas Uji Coba Soal

No. No. Item Soal Keterangan

1. 1a,1b,2a,2b,2c,3b,4a,4b,4c,4e,

4f,5a,5b,5c,5d,6a,6b,7a,7c Soal Valid

2. 2d,2e,3a,4d,7b Soal Tidak Valid

Berdasarkan pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa setelah dilakukan uji validitas, dari 24 soal yang diujicobakan terdapat 5 soal yang tidak valid yaitu soal dengan nomor 2d, 2e, 3a, 4d dan 7b. Soal ini tidak valid karena memiliki nilai rhitung ≤ r tabel, dengan nilai r kritis (db-2, 5%) = r kritis (32-2, 5%) = r kritis (30, 5%) =

0.361.1

Selanjutnya berarti ada 19 soal yang valid. Dari 19 soal yang valid tersebut diambil 15 soal untuk diberikan kepada kelas yang menjadi subjek penelitian. Soal ini diberikan sebagai tes diagnostik yang nantinya menjadi alat

1


(51)

untuk mengidentifikasi kesulitan siswa dari segi intelektualitas. Lembar jawaban dari tes tersebut selanjutnya akan dianalisis dan nilai hasil tes dijadikan sebagai data yang akan digunakan dan diolah sebagai hasil penelitian.

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Soal uji coba yang telah dinyatakan valid sebanyak 19 soal kemudian diuji reliabilitasnya terlebih dahulu sebelum diberikan kepada subjek penelitian. Dari hasil perhitungan, diketahui bahwa nilai koefisien reliabilitas tes diagnostik eksponen dan logaritma tersebut adalah 0,90.2 Angka 0,90 terdapat pada rentang 0,70 < rit ≤ 0,90. Berarti nilai koefisien reliabilitas masuk dalam kategori tinggi.

Maksud dari reliabilitas yang tinggi adalah tes yang peneliti gunakan mempunyai keajegan atau kekonsitenan yang baik.

Tes yang telah dinyatakan valid dan reliabel tersebut kemudian dikerjakan oleh kelas yang menjadi subjek penelitian. Dengan menganalisis lembar jawaban tes, peneliti mencoba mendiagnosis kesalahan-kesalahan yang menyebabkan hasil belajar siswa tidak mencapai KKM. Nilai KKM yang ditetapkan oleh sekolah adalah 70 dari rentang nilai 0 - 100. Selain menganalisis lembar jawaban siswa, peneliti juga melakukan wawancara kepada siswa untuk mengetahui lebih dalam tentang kesalahan-kesalahan dalam pengerjaan tes diagnostik.

3. Hasil Tes Diagnostik Eksponen dan Logaritma pada Kelas yang menjadi Subjek Penelitian

Dari 19 soal yang dinyatakan valid, peneliti mengambil 15 soal untuk diujikan kepada subjek penelitian.3 Hal ini dilakukan karena soal tersebut dirasakan terlalu banyak mengingat waktu yang tersedia untuk mengerjakan soal. Selain itu, 15 soal yang dipilih ini telah mewakili setiap indikator dari standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa.

Hasil tes diagnostik yang diberikan kepada kelas yang menjadi subjek penelitian dengan jumlah siswa sebanyak 32 siswa, disajikan dalam bentuk tabel

2

Lampiran 14 hal 94

3


(1)


(2)


(3)


(4)


(5)


(6)