Kesalahan Konsep Eksponen dan Logaritma

Berdasarkan tabel dan histogram di atas dapat dilihat rendahnya penguasaan siswa pada materi eksponen dan logaritma. Dari 31 siswa, hanya 5 siswa atau hanya 16,13 saja yang nilainya tuntas mencapai KKM, sementara sebanyak 83,87 siswa lainnya belum mencapai KKM. 4 Nilai rata-rata, modus, dan mediannya pun sangat rendah yakni berturut-turut 47,71; 37,83; dan 43,86. 5

4. Kesalahan Umum Siswa dalam Menyelesaikan Soal Eksponen

dan Logaritma

a. Kesalahan Konsep Eksponen dan Logaritma

Umumnya kesalahan siswa dalam mengerjakan soal adalah berupa kesalahan konsep. Contoh kesalahan yang dilakukan siswa dikarenakan belum memahami konsep eksponen, dapat diamati dari langkah penyelesaian soal berikut ini: Soal no.7b Tes Diagnostik Eksponen dan Logaritma Gambar 4.2 Contoh Kesalahan Konsep Perkalian Bentuk Pangkat Dari 32 siswa ada sebanyak 8 siswa atau sebanyak 25 siswa yang mengerjakan soal 7b dengan langkah seperti pada gambar 4.2. Jika diamati, pada perkalian bilangan berpangkat ini siswa mengalikan basis eksponen sekaligus menjumlahkan pangkatnya. Berdasarkan wawancara dengan Responden D, terkait dengan pengerjaan soal no. 7b tersebut, 4 Lampiran 23 hal 107 5 Lampiran 19 hal. 103 siswa mengemukakan alasan “Bentuk pangkat kalau dikali pangkatnya dijumlah, kalau bagi dikurang”. 6 Dari pernyataan tersebut, siswa menyatakan dia ingat gurunya mengajarkan bahwa pada perkalian bilangan berpangkat, maka pangkatnya dijumlah, jika dibagi pangkatnya dikurang. Rupanya kalimat ini yang tertanam di ingatan siswa. Siswa tidak mengingat kalau sifat bilangan berpangkat tersebut hanya berlaku untuk perkalianpembagian bilangan berpangkat yang basisnya sama. Kesalahan konsep dalam materi bentuk eksponen dapat dilihat juga pada contoh berikut: Contoh : Soal no.2b Tes Diagnostik Eksponen dan Logaritma Gambar 4.3 Contoh Kesalahan Konsep Bentuk Pangkat Kesalahan seperti pada gambar 4.3 sangat umum dilakukan oleh siswa. Dari 31 siswa ada sebanyak 11 siswa atau sekitar 35,48 siswa yang melakukan kesalahan tersebut. Saat diwawancarai berkenaan dengan kesalahan ini Responden E menjawab, “Masing-masing dipangkatin -2 bu. Ini kan ada pangkat trus dipangkatin lagi, jadi pangkatnya dikali bu. -1x-2 = 2, -2x-2 = 4 jadi ini 3 2 + 3 4 bu”. 7 Dari jawaban siswa tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa siswa tidak memahami konsep bahwa a + b n ≠ a n + b n . Salah satu kemungkinannya adalah mereka salah menggeneralisasikan sifat a x b n = a n x b n kepada bentuk penjumlahan. 6 Lampiran 16 hal 96, Hasil wawancara dengan Responden D pada tanggal 11 November 2011 7 Lampiran 16 hal 96. Hasil wawancara dengan Responden E pada tanggal 11 November 2011 Banyak lagi contoh kesalahan konsep yang dilakukan oleh siswa pada bentuk eksponen, antara lain: 8 1 3 2 + 3 4 = 3 2+4 = 3 6 2 3 -2 = -9 3 5. 5 x-2 = 25 x-2 4 3 -1 + 3 -2 -2 = 5 3 -1 + 3 -2 -2 = -2 = 6 3 -1 + 3 -2 -2 = 3 -2 + 3 -3 + 3 -4 Sedangkan kesalahan konsep pada bentuk akar yang umum dilakukan oleh siswa dapat dilihat pada contoh berikut ini: Soal no. 3 Tes Diagnostik Eksponen dan Logaritma Gambar 4.4 Contoh Kesalahan dalam Merasionalkan Penyebut Dari 31 siswa, ada sebanyak 14 siswa atau sekitar 45,16 siswa mengerjakan seperti terlihat pada Gambar 4.4. Ketika ditanya melalui wawancara, Responden A menjawab. “Seinget saya, kalo merasionalkan akarnya udah sama ngitungnya yang depan akarnya dikuadratin trus yang belakang juga dikuadratin ”. 9 Generalisasi seperti ini mereka simpulkan 8 Lampiran 24 hal 108. Foto-foto Lembar Jawaban Siswa. 9 Lampiran 16 hal.96. Hasil wawancara dengan Responden A pada tanggal 11 November 2011 setelah melihat contoh-contoh soal tentang merasionalkan penyebut pecahan yang diberikan oleh guru atau yang mereka lihat di buku, yakni mengalikan penyebut dengan bentuk akar sekawan yang perhitungannya adalah bilangan awal dan akhir sama-sama dikuadratkan. Misal : = 8 – 6; = 7 – 2; = 12 – 3; dan sebagainya. Siswa kemudian menggeneralisasi bahwa = 8 + 6; = 7 + 2; dan sebagainya. Hal ini peneliti simpulkan dari hasil wawancara dengan Responden A yang mengatakan,” Abis kalo saya liat contoh yang diajarin guru trus contoh yang ada di buku begitu bu kalo merasionalkan penyebut, ya saya mah ikutin aj a”. 10 Yang mengherankan adalah siswa menjawab benar saat mengalikan yakni sama dengan 14 + 2 . Ketika ditanya mengapa saat merasionalkan menjawab = 8 + 6 = 14, Responden A menjawab “ ya kan beda Bu, kalo merasionalkan ngitungnya emang gitu ”, yakni maksudnya bahwa dalam merasionalkan saja seperti itu cara menghitungnya. 11 Ini merupakan kesalahan konsep yang fatal. Contoh lainnya tentang kesalahan konsep bentuk akar adalah pada penjumlahanpengurangan bentuk akar, antara lain: 12 1 2 3 = . Sedangkan pada materi logaritma, umumnya siswa kesulitan dalam menggunakan sifat-sifat logaritma dalam menyelesaikan soal. Mungkin hal ini disebabkan guru hanya memberikan contoh-contoh dasar penggunaan sifat logaritma pada soal-soal sederhana. Siswa paham 10 Lampiran 16 hal.96. Hasil wawancara dengan Responden A pada tanggal 11 November 2011 11 Lampiran 16 hal.96. Hasil wawancara dengan Responden A pada tanggal 11 November 2011 12 Lampiran 24 hal 108. Foto-foto Lembar Jawaban Siswa. penjelasan dan contoh soal yang diberikan, akan tetapi konsepnya tidak benar-benar mereka pahami, sehingga ketika mengerjakan soal siswa seringkali menggunakan sifat-sifat logarima tersebut secara salah. Terlebih lagi jika untuk menyelesaikan soal tersebut harus menggunakan dua atau lebih sifat logaritma, maka siswa tidak mampu memilah sifat mana yang harus mereka gunakan untuk menyelesaikan soal tersebut. Kesalahan siswa dalam menggunakan sifat logaritma dapat dilihat pada contoh berikut ini: Contoh : Soal no.5a Tes Diagnostik Eksponen dan Logaritma Gambar 4.5 Contoh Kesalahan Penggunaan Sifat Logaritma Berdasarkan wawancara dengan Responden C, pada dasarnya siswa tahu bahwa ada sifat logaritma : sehingga mereka mengubah 2 log 2 3 .3 menjadi 3. 2 log 2.3 = 3.3 = 9. 13 Akan tetapi siswa tidak menyadari kesalahan penggunaan sifat logaritma ini pada pengerjaan soal tersebut. Perhatikan contoh lain kesalahan siswa dalam menggunakan sifat logaritma pada soal no. 5b Tes Diagnostik Eksponen dan Logaritma berikut ini: 13 Lampiran 16 hal.96. Hasil wawancara dengan Responden C pada tanggal 11 November 2011 Soal no. 5b Tes Diagnostik Eksponen dan Logaritma Gambar 4.6 Contoh Kesalahan Penggunaan Sifat Logaritma Bila kita analisa, siswa ini menganggap bahwa jika basis logaritma sama maka operasi hitung bisa dilakukan. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Responden C yang berkata, “Salah ya Bu? Saya mikirnya kan kalo di logaritma pembagian bisa berubah jadi pengurangan, berarti pengurangan bisa berubah jadi pembagian, gitu Bu. Abis saya juga bingung gimana lagi cara ngerjainnya .” 14 Maksudnya adalah bahwa yang diingat oleh siswa tersebut adalah sifat logaritma a log = a log b – a log c. Siswa tidak benar-benar memahami sifat tersebut sehingga dia menerapkannya dengan salah. Siswa merasa sulit untuk menghapal sifat- sifat logaritma dalam bentuk variabel, sehingga mereka mengingat dengan cara menanamkan kalimat ’kalau bagi jadi kurang’ dan sebagainya. Kata- kata “Abis saya bingung Bu gimana lagi cara ngerjainnya”, merupakan ungkapan kesulitan yang dialami siswa dalam memilah sifat logaritma mana yang dapat mereka pergunakan untuk menyelesaikan soal logaritma. Siswa tidak “sadar” bahwa pada bentuk soal seperti ini mereka bisa menggunakan sifat logaritma: . Kesulitan siswa dalam menggunakan sifat logaritma terjadi antara lain mungkin dikarenakan siswa jarang mengerjakan soal-soal secara mandiri. 14 Lampiran 16 hal.96. Hasil wawancara dengan Responden C pada tanggal 11 November 2011 Kesalahan siswa dalam menggunakan sifat logaritma juga dapat dilihat pada soal no. 6a Tes Diagnostik Eksponen dan Logaritma berikut ini: Gambar 4.7 Contoh Kesalahan Penggunaan Sifat Logaritma Seperti terlihat pada Gambar 4.7, siswa mengerjakan soal tersebut dengan cara mengubah 8 log 49 menjadi . Dari 32 siswa ada sebanyak 9 siswa atau sekitar 28,125 mengerjakan dengan cara yang persis sama. Peneliti kemudian melakukan wawancara dengan beberapa siswa tersebut. Responden A menjawab, “Ya kan emang gitu Bu.. Pak Guru kalo ngajarin juga begitu Bu.. diubah jadi bentuk pecahan ”. 15 Lebih lanjut peneliti bertanya mengapa pada pembilang dipilih logaritma berbasis 2 dan pada penyebut dipilih basis 5, tetapi bukan basis yang lain dan mengapa tidak pada pembilang saja dipilih logaritma berbasis 5 dan pada penyebut dipilih basis 2? Siswa tersebut menjawab, karena yang diketahui 5 log 2 = p dan 2 log 7 = q. Mereka memilih basis 2 pada pembilang sehingga muncul 2 log 7, yakni: 2 log 49 = 2 log 7x7 = 2 log 7 + 2 log 7 = q + q = 2q. Sedangkan jika pada pembilang digunakan basis 5 maka yang muncul adalah 5 log 7, dan itu tidak diketahui nilainya. 15 Lampiran 16 hal.96. Hasil wawancara dengan Responden A pada tanggal 11 November 2011 Demikian pula pada penyebut dipilih basis 5 sehingga mereka bisa langsung mendapatkan nilainya. 16 Dari jawaban siswa tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa siswa tersebut belum memahami konsep dan sifat logaritma. Mereka juga telah melakukan generalisasi yang salah terhadap apa yang diajarkan oleh guru. Mereka beranggapan menyelesaikan soal tersebut intinya adalah mengubah ke bentuk pecahan dan memilih basis yang sesuai dengan yang diketahui sedemikian sehingga nilainya dapat langsung ditentukan. Siswa tidak lagi memperhatikan sifat-sifat logaritma atau ketentuan-ketentuan dalam mengubah bentuk logaritma, yang terpenting mereka bisa menyelesaikan soal tersebut dan mereka menganggap cara ini memang benar demikian untuk soal seperti no.6b tersebut. Kesalahan penggunaan sifat-sifat logaritma pada pengerjaan soal juga banyak dijumpai, antara lain: 17 1 2 5 log 320 – 5 log 64 = = = 5 3 5 log3. 5 log3 = 5 log 9

b. Kesalahan Prinsip Operasi Hitung