rujukan berupa mushaf Alquran. Akan tetapi untuk menelusuri sebuah hadis, tidak cukup hanya menggunakan sebuah kamus atau sebuah kitab hadis yang
disusun oleh mukharijnya. Karena hadis terhimpun di dalam banyak kitab sehingga diperlukan kitab-kitab kamus hadis untuk memudahkan kegiatan
takhrij hadis dan memahami cara penggunanya. Untuk mengetahui kejelasan hadis beserta sumber-sumbernya seorang peneliti haruslah mengetahui
metode-metode dalam mentakhrij hadis.
10
Metode-metode tersebut adalah: 1.
Men-takhrij hadis melalui periwayatan pertama. Kitab yang digunakan diantaranya adalah kitab-kitab athraf dan kitab-kitab
musnad. 2.
Men-takhrij melalui lafal pertama hadis awal matan. Kitab yang digunakan dalam metode ini adalah al-J
âmi’ al-Saghîr min ahâdîts al-Basyîr al-Nadzîr, al-Fathu al-Kabîr fî Dammi
al-Ziyâdah ila al-J âmi’ al-Saghîr dan kitab Mausû’ah al-Atrâf
al-Hadîts al-Nabawî al-Syarîf. 3.
Men-takhrij hadis melalui lafal yang terdapat dalam matan hadis. Kitab yang digunakan dalam metode ini adalah al-
Mu’jam al-Mufahras li Alfâdz al-Hadîts al-Nabawî. 4.
Men-takhrij hadis melalui tema hadis. Kitab yang digunakan dalam metode ini adalah kitab Kanz al-
‘Ummâl, kitab Muntakab Kanz al-
‘Ummâl.
10
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 43
5. Men-takhrij hadis melalui klasifikasi jenis hadis. Kitab yang
digunakan dalam metode ini adalah kitab al-Azhar al- Mutanatsiruh
, kitab al-Ittihâfât al-Saniyyah, kitab al-Hadîts al- Qudsiyyah
, kitab al-Marâsil, kitab Tanzîh al-Syarî ’ah al-
Marfû ’ah, dan kitab al-Masnû’.
Dari kelima metode tersebut di atas tidak mengharuskan seorang peneliti menggunakan semua metode. Terkadang
ditemukan hanya tiga atau dua metode saja, jika yang digunakan itu sudah dapat memenuhi usaha penelusuran
hadis.
11
C. Kegiatan Penelitian dan I’tibar Sanad
a. Pengertian I‟tibar dan Sanad
Kata i‟tibar إا
ْع ت ب
را merupakan masdar dari kata
ر ب تعإ. Menurut bahasa, arti al-
i‟tibar adalah “Peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud untuk dapat diketahui sesuatu yang jelas.” Menurut istilah ilmu
hadis, al- I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu
hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain
tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadis yang dimaksud.
12
11
Abu Muhammad Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul Hadi, terj Said Agil Husain al- Munawar H.A. Rifki Mukhtar, Metodelogi Takhrij hadis, Semarang: Toha Putra Group, 1994,
h.78
12
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h.49
Dengan dilakukannya al-i ’tibar, maka akan terlihat dengan jelas
seluruh jalur sanad hadis yang diteliti demikian juga nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan oleh masing-
masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan al-i ’tibar adalah
untuk mengetahui keadan sanad hadis seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung berupa periwayat yang berstatus mutt
abi’ atau syahid
. Yang disebut mutt abi’ biasa juga disebut tabi‟ dengan jama‟
tawabi’ ialah periwayat yang berstatus pendukung para periwayat yang bukan sahabat Nabi. Pengertian syahid dalam istilah ilmu hadis biasa
diberi kata jamak dengan syawahid ialah periwayat yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk sahabat Nabi. Melalui
al- i’tibar akan dapat diketahui apakah sanad hadis yang diteliti memiliki
mutt abi’ dan syahid ataukah tidak.
13
Sanad berarti tarîq, yaitu jalan. Sedangkan menurut istilah adalah jalan yang menyampaikan kita kepada matan hadis. Dalam referensi lain,
sanad menurut bahasa ialah sandaran, tempat bersandar, atau dapat juga berarti yang dapat dipegang atau dipercaya.
14
Setelah melalui kegiatan takhr
ȋ j hadis, kemudian dilanjutkan dengan kritik sanad hadis. Dalam kritik sanad hadis ini menyajikan biografi tiap sanad yang menjadi jalur
hadis tersebut yang sampai kepada matan hadis, kemudian menyajikan guru-guru dan murid-murid beliau sehingga sanad dapat dipastikan
13
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h.50
14
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1999, cet ke-4, h. 168
bersambung ittisâl, dan selanjutnya menyajikan tentang komentar ulama terhadapnya sehingga bisa diketahui melalui kitab rijal hadis
apakah sanad tersebut termasuk yang positif ta’dîl atau yang negatif
tajrîh. Kriteria kesahihan sanad hadis terdapat beberapa syarat yaitu: bersambungnya sanad, diriwayatkan oleh perawi yang
ḏâbiṯ, tidak ada kejanggalan Syâdz maupun cacat
‘illat.
15
Kritik sanad hadis ini merupakan cara untuk mengetahui kualitas perawi yang menjadi rentetan sanad hadis, melalui kitab-kitab rijal hadis
seperti Tahdz ȋb al-Tahdzîb, Tahdzîb al-Kamâl, dan lain sebagainya.
D. Kegiatan Penelitian Matan
Untuk mengetahui status kehujjahan hadis, penelitian sanad dan matan memiliki kedudukan yang sama penting. Karena dalam suatu hadis
barulah dinyatakan sahih apabila sanad dan matan hadis itu sama-sama berkualitas sahih. Adapun yang menjadi unsur-unsur acuan utama yang
harus dipenuhi oleh suatu matan yang berkualitas shahih adalah terhindar dari Syudzudz kejanggalan dan
‘Illat kecacatan. Namun terdapat juga beberapa kriteria kesahihan matan hadis,
16
yaitu: tidak bertentangan dengan akal, tidak bertentangan dengan Alquran, tidak bertentangan dengan hadis yang mutawattir, tidak bertentangan
15
Kamaruddin Amin, Menguji Kembali Keakuratan Metode Kritik Hadis, Jakarta: PT Mizan Publika, 2009, h.20.
16
Dr.Bustamin M.SI, Metode Kritik Hadis, diterbitkan oleh Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010