Etika Senda Gurau LISAN DAN SENDA GURAU

3 Bergurau yang tidak menakutkan orang lain. Nukman bin Basyir RA berkata, Sesungguhnya, kami bersama Rasulullah SAW dalam satu perjalanan. Seorang lelaki mengantuk di atas tunggangannya. Seorang lelaki yang lain mengambil anak panah dari busurnya, dan mengejutkan lelaki yang mengantuk itu, menyebabkan dia terperanjat. Rasulullah SAW bersabda, Tidak boleh bagi seorang muslim untuk menakutkan sesama saudara muslim. Nabi juga bersabda, “Janganlah kamu mengambil barang kepunyaan saudara seIslamnya dengan niat bergurau atau betul-betul. ” 4 Janganlah bergurau di tempat yang serius dan janganlah serius di tempat yang bergurau. Dalam Islam, ada tiga perkara yang dianggap diambil hukumnya walaupun dalam keadaan bergurau. Nabi SAW bersabda, “Tiga perkara yang mana diambil hukumnya sama dalam keadaan bergurau atau serius yaitu nikah, cerai dan membebaskan hamba. ” 10 Sulaiman bin al- „Asy‟asy Abu Dawud al-Sijistani al-Azdi, Sunan Abu Dawud, Beirut: Dar al-Fikr. 11 Sulaiman bin al- „Asy‟asy Abu Dawud al-Sijistani al-Azdi, Sunan Abu Dawud, Beirut: Dar al-Fikr. 12 Abî Hisyâm Muh ammad bin „Isâ bin Tsaurah, Sunan Tirmîdzî, Beirut:Dâr al-Ma‟rifah, 2002. Sesungguhnya, Allah telah mencela orang-orang musyrikin yang ketawa ketika mendengar bacaan al-Quran. Firman Allah SWT dalam surah an-Najm, ayat 59-61,             Adakah kamu hai musyrikin rasa hairan dengan ayat-ayat suci al-Quran? Kamu ketawa ketika mendengarnya, tidak menangis ketika mendengranya dan kamu dengar dengan keadaan lalai. 5 Hendaklah bergurau sekedar yang perlu dan tidak berlebihan. Nabi SAW bersabda, Janganlah kamu banyak ketawa. Sesungguhnya banyak ketawa boleh mematikan hati.. Saidina Ali RA juga pernah berkata, Masukkan gurauan dalam kata-kata sekedar kamu memasukkan garam dalam makanan kamu. 14 Adapun adab Bersenda Gurau sebagai berikut: a Bercanda adalah perkataan yang dimaksudkan untuk melapangkan dada, dan tidak sampai menyakiti, bila menyakiti maka berubah menjadi mengejek. b Bercanda juga dianjurkan di antara saudara dan sahabat sebab hal itu dapat membuat hati menjadi tenang. 13 Abî Hisyâm Muh ammad bin „Isâ bin Tsaurah, Sunan Tirmîdzî, Beirut:Dâr al-Ma‟rifah, 2002. 14 Yusuf Qardhawi, Fiqih Al-lahwi At-Tarawih, Terj. Dimas Hamsyah, Fiqih Hiburan, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005. c Saat bercanda jangan sampai menuduh, menceritakan aib orang, tenggelam dalam canda yang dapat menurunkan harga diri, mengurangi kewibawaan pribadi, perkataan kotor yang dapat menimbulkan permusuhan, tidak memunculkan keributan dan tindakan bodoh, tidak memunculkan pengkhianatan dan tidak pula bermuatan kebohongan. d Di antara canda para shahabat radhiallahu anhum adalah saling melempar semangka, sementara dalam pentas realita mereka adalah para pejuang. e Di antara bercanda dan bermain yang tidak diperbolehkan sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayatkan Abdullah bin As-Saib dari Ayahnya dan dari kakeknya ia berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda: 15 Janganlah seseorang diantara kalian mengambil harta saudaranya dengan main-main atau sengaja, Jika di antara kalian mengambil tongkat saudaranya maka hendaklah dia mengembalikannya . f Tidak memperbanyak bersendra gurau, jika hal tersebut melewati batas sehingga terbentuk menjadi tabi‟at pribadi, akhirnya menjatuhkan harga dirimu dan para penganggur mempermainkanmu. 15 Sulaiman bin al- „Asy‟asy Abu Dawud al-Sijistani al-Azdi, Sunan Abu Dawud, Beirut: Dar al-Fikr. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh orang yang bersenda gurau: a Hendaknya senda gurau dilakukan pada waktunya yang sesuai b Tidak tenggelam dan terlewat batas c Tidak berbicara dengan perkataan yang buruk. d Tidak bersenda gurau dengan memperolok-olok agama. e Tidak bersenda gurau dengan orang-orang yang bodoh. f Hendaknya menjaga perasaaan orang lain. g Bersanda gurau dengan orang yang lebih tua dan alim dengan sesuatu yang pantas. h Tidak terbuai sampai tertawa terbahak-bahak. i Tidak memudharatkan diri sendiri

C. Pendapat Ulama tentang Senda Gurau

Nabi saw sedikit sekali bersenda gurau. Sekalipun bersenda gurau, beliau hanya mengatakan perkataan yang benar. Umar bin Abdul Aziz ra berkata: “Berhati- hatilah kalian terhadap senda gurau karena hal itu berbuntut pada dendam dan menimbulkan keburukan.” Dikatakan pula, “Setiap sesuatu itu mempunyai benih, dan benih dari permusuhan adalah senda gurau.” Naisaburi berkata: “Senda gurau itu memancing untuk saling mencela, sesungguhnya senda gurau itu awalnya manis tetapi be rakhir dengan permusuhan.” 16 Hassan Al-Banna telah menyusun dan merintis semula mengenai isu ini dengan meletakkan suatu pesanan yang sangat berguna kepada para da‟i dan setiap Muslim yang beriltizam dengan agama Islam ini. Beliau tidak meletakkan hukum haram dalam gurauan dan ketawa. Namun, beliau seperti Baginda SAW dan Saidina Ali RA, telah menyeru dan memperbaharui seruan melalui wasiatnya supaya umat Islam ini kurangkan bergurau dan lebihkan amalan dan tindakan. Hal ini disebabkan, dengan banyak ketawa atau gurauan, dapat menyebabkan hati dan fikiran mati daripada memikirkan nasib dan permasalahan ummah yang menderita akibat terus- terusan dijajah. 16 Ali al-Dihami, Menjaga Hati, Jakarta: Gema Insani, 2005, h. 97 32

BAB IV STUDI KRITIK SANAD DAN MATAN HADIS SENDA GURAU

A. Pengertian dan Fungsi Hadis

Menurut bahasa kata hadits memiliki arti : sesuatu yang baru, lawan dari qadîm. Bisa juga diartikan dengan Qarîb yang dekat, selain itu juga bisa diartikan dengan khabar yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain dan ada kemungkinan benar atau salahnya. Hadis merupakan sumber Islam kedua setelah Alquran. Dimana ia adalah sinonim dari kata sunnah yaitu yang diartikan sebagai segala sesuatu yang diambil dari Rasulullah saw, baik berupa perkataan, perbuatan, dan penetapan. 1 Keberadaannya bisa dijadikan sebagai penguat dari Alquran, penjelas dari sesuatu yang masih global yang terdapat dalam Alquran, menerangkan yang sulit, membatasi yang mutlak, mengkhususkan yang umum, dan menguraikan ayat-ayat yang ringkas, bahkan kadangkala menetapkan suatu hukum yang tidak terdapat dalam Alquran. 2 Dalam referensi lain juga disebutkan bahwa kedudukan hadis adalah sebagai penjelas, baik berbentuk sabda, perbuatan, maupun penetapan pada hal-hal yang yang masih global dan sebagainya dalam 1 Fathur Rahman, Ikhtisar Mustalah Hadis , Bandung:PT Ma‟arif, 1974, h.24 2 Ending Syaifuddin Ansyari, Wawasan Islam: Pokok-pokok Pemikiran Islam dan Umatnya, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 1993, h.35