Nafs Muthma’innah The Contented Self

7. Nafs Safiyah The Pure Self

50 Mereka yang telah mencapai tahap akhir telah mengalami transedensi diri yang seutuhnya. Tidak ada nafas yang tersisa, hanya penyatuan dengan Allah. Pada tahap ini, seseorang telah menyadari kebenaran sejati, “Tidak ada Tuhan selain Allah”. Ia sekarang menyadari bahwa tidak ada apa-apa lagi kecuali Allah, dan hanya keilahian yang ada, dan setiap indra manusia atau keterpisahan adalah sebuah ilusi. Titik ini tanpa panjang dan lebar, tidak menutupi daerah atau ruang tertentu. Inilah kesucian. Tidak ada keinginan atau keluhan. Inilah yang awal dan yang akhir. Pada setiap titik, segala pengetahuan meliputinya. Jika mereka yang memiliki jiwa yang murni bergerak, gerakannya merupakan kekuatan yang penyayang; jika ia berbicara kata-katanya adalah kebijaksanaan dan musik yang indah didengar telinga. Jika ia muncul, terlihat indah dan menggembirakan yang melihatnya. Secara keseluruhan keberadaannya adalah ibadah, setiap sel dari tubuhnya tidak henti-hentinya memuji Allah. Dia sederhana, meskipun ia tidak berdosa, ia selalu mengeluarkan air mata pertaubatan. Kebahagiaannya adalah melihat manusia dapat mencapai Tuhannya. Rasa sakitnya adalah jika melihat manusia menjauhi-Nya. Ia mencintai orang yang mengabdi pada Allah lebih dari segalanya. Ia marah jika melihat orang durhaka. Ia seorang yanga adil, dan lebih daripada adil. Ia adalah orang yang berusaha untuk menyadarkan orang yang berdosa. 50 Ibid, h. 311. Dengan adanya tingkatan spiritual diatas menunjukkan bahwa untuk mendalami spiritual harus melalui beberapa tingkatan terlebih dahulu. Apabila proses tingkatan tersebut telah dilalui sampai pada tingkatakan yang tertinggi maka pada setiap titik pengetahuan meliputinya. Dalam setiap detik dan gerak ia tidak pernah luput dari mengingat Allah, prilaku yang berakhlak, akidah yang bertauhid serta syariat yang kokoh itulah yang tergambar dari orang telah sampai pada tingkatan yang paling tinggi, yaitu nafs safiyah.

J. MANFAAT SPIRITUAL DALAM KEHIDUPAN

Mengingat bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Melalui bukti- bukti historis dan antropologis kita mengetahui bahwa pada manusia primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenai Tuhan, ternyata mereka mmepercayai adanya Tuhan, sungguhpun Tuhan yang mereka percayai itu terbatas pada daya khayalnya. Mereka misalnya, mempertuhan pada benda-benda alam yang menimbulkan kesan misterius dan mengagumkan. Pohon kayu yang usianya ratusan tahun tidak tumbang dianggap memiliki kekuatan misterius yang selanjutnya mereka pertuhankan. 51 Proses perjalanan hidup manusia tidak lepas dari nilai-nilai ketuhanan dan spiritual. Dalam ilmu psikologi ada yang disebut dengan mekanisme coping. Mekanisme coping disini sering digunakan untuk tujuan mengurangi, menghilangkan serta menghidari dampak negatif dari suatu hubungan sosial. 51 Prof. Dr. H. Abudin Nata, M.A, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, cet ke-9, 2004, h. 19.