Tahap perkembangan kepercayaan Fowler

mana individu mulai mengembangkan tanggung jawab pribadi terhadap kepercayaan dan perasaannya. Individu memperluas pandangannya untuk mencapai jalan dalam kehidupannya. Pada tahap kelima kepercayaan konjungtif, seseorang mulai mengenali berbagai pertentangan yang terdapat dalam realitas kepercayaannya. Terjadi transedensi terhadap kenyataan dibalik simbol-simbol yang diwariskan oleh sistem. Pada tahap keenam, kepercayaan universal, terjadi sesuatu yang disebut pencerahan. Manusia mengalami transedensi pada tingkat pengalaman yang lebih tinggi sebagai hasil dari pemahamannya terhadap lingkungan yang konfliktual dan penuh paradoksal.

2. Tahap perjalanan pertumbuhan spiritual Peck

33 Menurut M. Scott Peck 1997, perkembangan spiritual bersifat sukarela. Seseorang akan mengalami perkembangan spiritual atau tidak adalah merupakan pilihan otonom. Peck banyak mendasari teorinya dalam buku Further Along The Road Less Traveled – The Unending Journey Toward Spiritual Growth berdasarkan pemikiran Karl Gustav Jung. Peck, dengan melakukan analisis hubungan yang terjadi pada spiritualitas seseorang, menyatakan bahwa perjalanan spiritual seseorang terdiri dari empat tahap perkembangan, yaitu: kekacauanantisosial, formalinstitusional, skeptikindividual, dan mistikalkomunal. a. Kekacauanantisosial 33 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008, h. 299. Orang yang berada pada tahap perkembangan ini memiliki karakter egosentrik, berfokus pada diri sendiri, dan hanya memerhatikan pemuasan diri. Hal ini tidak berarti bahwa mereka jahat, kejam atau memiliki penyakit jiwa. Mereka mungkin masih anak-anak atau orang dewasa yang secara emosional dan psikologis tidak matang, karena itu tidak dapat memerhatikan kepentingan terbaik, kecuali bagi diri mereka sendiri. Tahap ini juga termasuk orang-orang kriminal, mereka yang mengalami kecanduan obat, dan mereka yang selalu menyakiti orang lain; yang menghalalkan segala cara untuk kepentingan pribadi. Kehidupan mereka membingungkan, penuh kekacauan, dan menyakitkan. Secara umum, individu ini tidak memiliki konsep pribadi terhadap Tuhan, dan walaupun mereka mengakui adanya Tuhan, mereka tidak dapat menghubungkannya dengan keberadaan diri mereka sendiri. b. Formalinstitusional 34 Membutuhkan jawaban yang jelas dan pasti terhadap masalah kehidupan, dan belum dapat hidup dalam dikotomi paradoks kehidupan. Banyak orang yang memilih organisasi dan memberikan kehidupan mereka pada kontrol institusi. Beberapa orang masuk militer atau masuk agama yang memberi mereka daftar prilaku yang benar dan salah secara rinci. Tahap perkembangan ini berfungsi bagi orang dewasa yang mengalami kebingungan dan tanggung jawab pengasuhan, pembayaran 34 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008, h. 300. tagihan, dan persyaratan untuk memiliki pekerjaan tetap. Ketika bebas dari kontrol orang tua, mereka mencari figur orang tua dalam bentuk institusi yang dapat mengarahkan perilaku mereka dan memberikan mereka ganjaran pelanggaran disiplin. Bahaya yang terdapat pada tahap ini adalah menyerahkan kekuatan kehidupan pada orang lain yang tidak dapat memenuhi kepentingan jiwa yang terbaik. c. Skeptikindividual 35 Orang dalam tahap perkembangan ini memercayai terdapat kekuatan tertinggi yang mengatur alam semesta, tetapi mereka lebih mengarah pada sumber tertinggi. Orang ini dapat mengatur diri sendiri dan tidak membutuhkan orang tua spiritual yang bersifat eksternal. Mereka umumnya memiliki tingkat pendidikan yang baik dan merupakan pemimpin di dalam komunitasnya, melayani dengan cara yang dapat mereka lakukan, memberi konstribusi sesuai waktu dan sumber daya. Sering kali, mereka jug seorang ilmuwan, profesional dalam pendidikan tinggi dan umumnya mereka pemikir ilmiah. Mereka adalah orang tua yang baik dan menjaga keluarga sebagai tanggung jawab tertinggi mereka. Mereka memiliki komitmen tinggi terhadap idealisme, dan menjadi contoh teladan bagi warga negara dan masyarakat. Mereka umumnya setuju bahwa agama sangat fungsional bagi banyak orang, namun mereka tidak harus menggunakannya. Individu ini memiliki 35 Aliah B. Purwakania Hasan, Psikologi Perkembangan Islami, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008, h. 300.