Pengertian Model Quantum Learning

27 Dengan demikian, kemampuan menyusun struktur kalimat dapat berarti kecakapan dalam memahami dan mengatur urutan kata-kata yang ingin diucapkan maupun ditulis, terdiri dari Subyek, Predikat, Objek, dan Keterangan yang disusun secara teratur dan sistematis menggunakan tata bahasa yang telah disepakati.

C. Model Quantum Learning

1. Pengertian Model Quantum Learning

Istilah kuantum quantum bukan berasal dari ilmu pendidikan, melainkan dari ilmu fisika. Quantum dalam ilmu fisika dapat diartikan sebagai konsep perubahan energi menjadi cahaya. Rumus yang sangat terkenal dalam fisika quantum adalah E=mc², “E” sebagai simbol energi atau cahaya, “m” sebagai simbol massa atau materi, dan “c” sebagai simbol kecepatan DePorter dan Hernacki, 2009:16. Jadi, cahaya akan diperoleh melalui interaksi atau perkalian antara materi dengan kecepatan massa. Bobby DePorter 2009:16 mendefinisikan quantum learning sebagai “interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya”. Istilah quantum dalam ilmu fisika maupun dalam bidang pendidikan memang berbeda, namun memiliki keterkaitan. Dalam hal ini, peserta didik dianalogikan sebagai energi atau cahaya, kurikulum dianalogikan sebagai materi, dan cara belajar dianalogikan sebagai kecepatan masa Suyadi, 2013:97. Apabila teori DePotter dihubungkan dengan rumus fisika 28 quantum E=mc², kurikulum dan cara belajar dikalikan, maka peserta didik akan meraih lompatan prestasi belajar dengan cepat, secepat cahaya melesat. Rumus tersebut menjelaskan bahwa, apabila guru menerapkan kurikulum dan cara belajar yang sesuai dengan kemampuan serta kebutuhan siswa, maka akan terjadi interaksi yang nantinya menjadi energi atau cahaya. Dalam interaksi ini, siswa akan mampu meraih prestasi serta kesuksesan. Sejalan dengan pendapat DePotter, Syaefudin 2009: 126 juga menjelaskan bahwa model quantum learning merupakan bentuk inovasi penggubahan bermacam-macam interaksi yang ada di dalam dan di sekitar momen belajar. Interaksi-interaksi ini dapat mencakup unsur-unsur belajar efektif yang mempengaruhi kesuksesan siswa dalam belajar. Proses interaksi yang dilakukan mengubah kemampuan dan bakat alamiah siswa menjadi cahaya yang bermanfaat bagi mereka sendiri dan bagi orang lain. Kaifa 1999 dalam Syaefudin 2009: 125 menjelaskan model pembelajaran kuantum atau quantum learning merupakan salah satu model, strategi, dan pendekatan pembelajaran khususnya menyangkut ketrampilan guru dalam merancang, mengembangkan, dan mengelola sistem pembelajaran sehingga guru mampu menciptakan suasana pembelajaran yang efektif, menggairahkan, dan memiliki ketrampilan hidup. Model quantum learning pertama kali dikembangkan oleh Bobby DePotter pada tahun 1980an dalam kegiatan super camp. Super camp memiliki prinsip bahwa kegiatan pembelajaran harus dilakukan dengan menyenangkan. Kegiatan Super Camp yang dilakukan oleh dePotter beserta kawan-kawanya mengembangkan berbagai macam unsur, berupa 29 ketrampilan akademis, ketrampilan fisik, dan ketrampilan hidup. Ribuan lulusan dari super camp telah berhasil melanjutkan keperguruan tinggi, serta dapat sukses dengan karir mereka masing-masing. Untuk itu, Bobby DePotter 2009: 15 mengartikan quantum learning sebagai seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur. Model quantum learning berakar dari teori suggestology yang dicetuskan oleh Dr. Georgi Lozanov DePotter, 2009: 14. Prinsip dari teori suggestology adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil belajar, dan setiap detail apapun memberikan sugesti positif maupun negatif. Sugesti positif sangat diperlukan dalam pembelajaran agar pembelajaran menjadi lebih bermakna dan siswa lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan guru. Sugesti positif juga dapat merangsang serta meningkatkan minat belajar siswa sehingga siswa lebih termotivasi dalam belajar. Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk memberikan sugesti positif dalam pembelajaran antara lain mendudukan siswa secara nyaman, penerangan kelas, memasang musik, meningkatkan partisispasi siswa, menggunakan poster-poster, dan menyediakan guru yang berdedikasi tinggi Syaefudin, 2009: 125. Model quantum learning juga sangat menekankan pada proses percepatan pembelajaran. Tidak jauh berbeda dengan pendapat Syaefudin, beberapa cara yang dapat digunakan untuk mempercepat proses pembelajaran menurut Sugiyanto 2010: 66 adalah pencahayaan, iringan musik, suasana yang menyegarkan, lingkungan yang nyaman, penataan 30 tempat duduk yang rileks, dan lain-lain. Selaian teknik-teknik atau lingkungan pendukung dalam proses pembelajaran yang telah diungkapkan oleh ahli, model quantum learning juga mengembangkan variasi gaya belajar berupa visual, kinestetik, dan auditorial. Menurut DePotter 2009: 113 variasi gaya belajar dalam model quantum learning antara lain, 1 visual yaitu belajar dengan cara melihat, 2 auditorial yaitu belajar dengan cara mendengar, 3 kinestetik yaitu belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan menyentuh. Gaya belajar visual dapat dilakukan dengan penggunaan foto-foto atau gambar-gambar untuk membantu proses pembelajaran. Gaya belajar auditorial dapat dilakukan dengan penggunaan iringan musik dalam proses pembelajaran. Gaya belajar kinestetik dapat dilakukan dengan penggunaan teknik atau metode pembelajaran yang dapat memanfaatkan gerak tubuh siswa. Berdasarkan pendapat dari para ahli yang mendalami quantum learning, dapat ditegaskan bahwa model quantum learning adalah suatu model strategi dan pendekatan pembelajaran yang memberikan suasana menyenangkan, nyaman, serta mampu mengaktifkan siswa dengan menggabungkan beberapa metode pembelajaran serta pengoptimalan penggunaan media dan alat peraga sehingga proses pembelajaran efektif, menggairahkan, dan dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Lingkungan pendukung dalam quantum learning antara lain kebersihan ruang kelas, adanya pencahayaan atau penerangan ruang kelas, adanya sirkulasi udara yang baik, adanya iringan musik, serta tersedianya gambar 31 atau poster. Selain itu, penggunaan variasi gaya belajar juga perlu dilakukan berupa visual yaitu penggunaan foto atau gambar sebagai media pembelajaran, auditorial yaitu penggunaan musik, serta kinestetik yaitu penggunaan teknik atau metode pembelajaran yang dapat memanfaatkan gerak tubuh siswa. Namun, dalam penerapan pembelajaran terhadap anak tunarungu penggunaan musik atau pengembangan gaya belajar auditorial tidak diterapkan secara optimal.

2. Prinsip Model Quantum Learning

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYUSUN POLA-POLA HUBUNGAN KALIMAT PADA SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI II Peningkatan Kemampuan Menyusun Pola-Pola Hubungan Kalimat Pada Siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri II Padarangin Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri

0 1 13

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENYUSUN POLA-POLA HUBUNGAN KALIMAT PADA SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI II Peningkatan Kemampuan Menyusun Pola-Pola Hubungan Kalimat Pada Siswa Kelas VI Sekolah Dasar Negeri II Padarangin Kecamatan Slogohimo Kabupaten Wonogiri

0 1 20

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA SISWA TUNARUNGU KELAS V DI SEKOLAH LUAR BIASA NEGERI 2 BANTUL YOGYAKARTA.

0 0 202

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN MELALUI METODE GLOBAL PADA SISWA TUNARUNGU KELAS DASAR II DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) BHAKTI WIYATA KULON PROGO.

0 0 236

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN MELALUI METODE PEER TUTORIAL (TUTOR SEBAYA) ANAK TUNARUNGU KELAS DASAR II DI SLB WIYATA DHARMA 1 SLEMAN.

0 0 199

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KALIMAT MELALUI PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA ANAK TUNARUNGU KELAS V DI SEKOLAH LUAR BIASA WIYATA DHARMA 4 GODEAN.

0 1 229

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PERMULAAN ANAK TUNARUNGU KELAS DASAR I MELALUI MEDIA PERMAINAN SCRABBLE DI SLB WIYATA DHARMA 1 SLEMAN YOGYAKARTA.

0 4 215

PENINGKATAN PERBENDAHARAAN KATA ANAK TUNARUNGU PADA KELAS 1 MELALUI PEMBELAJARAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DI SLB B WIYATA DHARMA 1 SLEMAN YOGYAKARTA.

0 2 213

PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MELALUI MEDIA RANTAI HURUF PADA SISWA TUNARUNGU KELAS 2 DI SEKOLAH LUAR BIASA WIYATA DHARMA I SLEMAN.

0 0 233

PENINGKATAN PENGUASAAN KOSAKATA MENGGUNAKAN METODE GUIDED DISCOVERY PADA SISWA TUNARUNGU KELAS IV DI SEKOLAH LUAR BIASA WIYATA DHARMA I SLEMAN.

12 80 276