KESIMPULAN DAN SARAN A.
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan atau sekolah. Kemudian beliau menambahkan, KTSP merupakan salah
satu wujud reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan
wilayah daerah masing-masing, sesuai karakteristik masing-masing sekolah; serta sesuai kondisi, karakteristik dan kemampuan peserta didik. Untuk merealisasikan
usaha tersebut menurut E. Mulyasa 2006:272, sekolah perlu memberikan wawasan yang luas pada peserta didik tentang karakteristik dan kekhususan yang
ada di lingkunganya, potensi daerah, baik yang berkaitan dengan kondisi alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya, maupun kebutuhan daerah serta minat dan
kebutuhan peserta didik atau muatan lokal. Dalam surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia nomor 0412U1987 Tanggal 11 Juli 1987 yang dimaksud dengan kurikulum muatan lokal adalah program pendidikan yang isi dan media
penyampainnya di kaitkan dengan lingkungan alam dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah dan wajib dipelajari oleh murid di daerah itu. Menurut
Suharsimi Arikunto 1995:6, kurikulum muatan lokal adalah rencana pengajaran dengan bahan kajian dan bahan pelajaran yang di tetapkan di daerah, diambil dari
dan disesuaikan dengan keadaan, kondisi lingkungan setempat, serta pembangunan daerah dan menurut E. Mulyasa 1999:5, kurikulum muatan lokal
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran yang ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah
masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Kurikulum muatan lokal keberadaannya di Indonesia telah dikuatkan dengan surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
dengan Nomor 0412U1987 tanggal 11 Juli 1987 tentang penerapan kurikulum muatan lokal di sekolah dasar. Petunjuk pelaksanaan penerapan muatan lokal
telah dijabarkan dalam keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 173CKepM87 Tanggal 7 Oktober 1987. Dalam kurikulum
tahun 1994 muatan lokal diberlakukan di Sekolah Dasar SD dan Sekolah Menengah Pertama SMP. Muatan lokal yang diselenggarakan di Propinsi DIY
adalah muatan lokal bahasa daerah bahasa Jawa. Sesuai dengan Surat Edaran Gubernur DIY No. 434437 Tanggal 3 Maret 2004 tentang penerapan muatan
lokal bahasa Jawa, Surat Edaran Gubernur DIY No. 423.50912 Tahun 2005 tentang penerapan muatan lokal bahasa Jawa di SMP dan peraturan menteri
No.22, 23, 24 tahun 2006 tentang bahasa Jawa diangkat sebagai muatan lokal. Bahasa Jawa sebagai muatan lokal yang wajib diajarkan pada Sekolah Menengah
Pertama atau Madrasah Tsanawiyah kelas VII, VIII, dan IX. Menurut pengamatan peneliti di sekolah menengah pertama kecamatan
Depok, ada sekolah yang sudah menerapkan bahasa Jawa yang harus digunakan di hari-hari tertentu, namun ada juga sekolah yang muridnya menganggap pelajaran
bahasa Jawa kurang penting untuk dipelajari dibandingkan pelajaran lain. Seperti yang diungkapkan L. Sunoto Suara Merdeka Senin, 30 Mei 2005 mata pelajaran
mapel bahasa Jawa di sekolah oleh kalangan guru selama ini dirasa kurang
mendapatkan perhatian. Mapel bahasa Jawa kurang dihargai atau bahkan disepelekan karena hanya sebagai mapel muatan lokal mulok dalam kurikulum
SD dan SLTP. Bahasa Jawa pun akhirnya hanya menjadi mata pelajaran komplementer, sekadar ada.
Lemahnya perhatian, penghargaan dan kebanggaan para peserta didik bahkan guru terhadap mata pelajaran muatan lokal bahasa Jawa dibutuhkan
penanganan yang serius. Hal utama yang harus ditumbuhkan kepada peserta didik adalah rasa bangga ketika menggunakan bahasa Jawa, kebanggan yang disertai
dengan kebutuhan niscaya dapat mendorong kelestarian budaya Jawa. Hal ini bisa dilakukan dengan membuat bahasa Jawa penting untuk dipelajari, sebagaimana
bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Serta diperlukan kurikulum bahasa Jawa
yang kreatif dan inovatif dengan manajemen yang baik yang mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan penilaian kurikulum evaluasi. Selain itu juga
diperlukan desain dan prosedur evaluasi untuk menentukan nilai atau manfaat dari suatu praktik pendidikan baik berupa program, kurikulum, pembelajaran,
kebijakan, manajemen, struktur organisasi sampai sumber daya penunjangnya. Berdasarkan uraian diatas, selayaknya setiap perubahan kurikulum
diantisipasi dan dipahami berbagai pihak. Hal ini dikarenakan dalam implementasi kurikulum sebagai rancangan pembelajaran memiliki kedudukan
yang sangat strategis dalam keseluruhan kegiatan pembelajaran, yang akan menentukan proses dan hasil peserta didik; bahkan hasil pendidikan secara
keseluruhan.