BAB VI ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH
6.1. Analisis
6.1.1. Analisis Penerangan di Ruang Kontrol Produksi PT. Central Proteina Prima Medan
Ruang kontrol produksi PT. Central Proteina Prima Medan memiliki dimensi ruangan sebesar 12 m x 6 m. Berdasarkan hasil pengukuran awal dengan
menggunakan lux meter terdapat hasil pencahayaan yang kurang baik, iluminasi di ruang kontrol produksi PT. Central Proteina Prima Medan berkisar antara 18-67 lux.
Nilai pencahayaan tersebut tidak sesuai dengan standar KEPMENKES RI No. 1405MENKESSKIX02, yang menetapkan kriteria pencahayaan untuk ruang
kontrol sebesar 300 lux. Pada kisaran iluminasi 18 – 67 lux tersebut mata harus berakomodasi maksimal sehingga otot siliaris akan lebih cepat mengalami kelelahan,
impuls lelah dari otot siliaris akan disampaikan ke sistem syaraf pusat, kemudian sistem syaraf pusat akan memerintahkan sistem syaraf motorik melambat sehingga
ketajaman mata akan menurun. Ruang kontrol produksi PT. Central Proteina Prima Medan berada di dalam
area ruang produksi, sehingga tidak dipengaruhi oleh pencahayaan alami. Berdasarkan pengamatan, penyebaran pencahayaan pada ruang kontrol produksi PT.
Central Proteina Prima Medan tidak merata, karena beberapa lampu dalam keadaan
Universitas Sumatera Utara
mati dan dari hasil pengukuran dengan menggunakan lux meter, iluminasi pada setiap area kerja operator nilainya berbeda. Jumlah lampu yang digunakan pada ruang
kontrol produksi PT. Central Proteina Prima Medan sebanyak 18 bola lampu jenis Fluorescent Philips essential 18 W , yang aktif menyala sebanyak 14 buah dan 4
buah tidak menyala.
6.1.2. Analisis Hasil Korelasi antara Iluminasi dan Luminansi dengan Kelelahan Mata di Ruang Kontrol Produksi PT. Central Proteina Prima
Medan
Dari hasil perhitungan korelasi antara faktor iluminasi dan fliker fussion frequency, didapat hasil bahwa adanya hubungan antara faktor iluminasi dan
kelelahan mata. Namun, hubungan antara korelasi iluminasi dan kelelahan mata tersebut sangat rendah, hal ini menunjukkan bahwa faktor iluminasi bukan faktor
utama yang menyebabkan kelelahan mata operator.
Sifat korelasi pada nilai r
hitung
negatif, artinya bahwa setiap penurunan intensitas penerangan diikuti peningkatan kelelahan mata atau sebaliknya.
Jika dilihat dari grafik fliker fussion frequency pada Gambar 5.6, frekuensi fliker menurun seiiring dengan lamanya durasi operator bekerja, kemudian frekuensi
naik kembali setelah operator istirahat. Hal ini menunjukkan bahwa kelelahan mata operator meningkat seiring dengan lamanya operator bekerja
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil perhitungan korelasi antara faktor luminansi dan fliker fussion frequency, didapat hasil korelasi bahwa terdapat hubungan antara faktor luminansi
dan kelelahan mata, namun hubungan korelasi antara faktor luminansi dan kelelahan mata adalah hubungan yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa faktor luminansi
bukan faktor utama yang menyebabkan kelelahan mata operator.
Sifat korelasi pada nilai r
hitung
negatif, artinya bahwa setiap penurunan luminansi diikuti peningkatan kelelahan mata atau sebaliknya.
Dilihat dari jenis monitor yang digunakan di ruang kontrol PT. Central Proteina Prima Medan, monitor yang digunakan adalah monitor
LCD. Monitor LCD lebih bagus jika dibandingkan dengan monitor CRT, karena tidak menimbulkan efek kedipan fliker free, sehingga mata tidak cepat lelah.
6.2. Pemecahan Masalah