MIGRASI BATAK TOBA KE KOTA MEDAN

42 kelompok satu daerah asal sahuta dari tingkat pemuda hingga jenjang ke keluarga yang sudah menikah. Hubungan komunikasi diantara sesamanya dapat dipupuk terus melalui kumpulan-kumpulan marga.

2.2.1. MIGRASI BATAK TOBA KE KOTA MEDAN

Pendidikan sudah masuk sekitar tahun 1860-an ke tanah Batak yang dibawa oleh para misionaris kristen RMG 19 Sekolah yang diselenggarakan saat itu, masih setara SDSMP. Orang yang berkesempatan untuk melajutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi, harus keluar dari desa. Kemudian dari situlah mulai muncul konsep hamajuon kemajuan, konsep inilah yang mendorong orang Toba untuk mendapatkan pendidikan dan mendorong orang Toba keluar dari desa. Mendorong mereka mendapatkan . Ketika penyebaran agama kristen mengalami perkembangan, umumnya dibarengi dengan pembukaan sekolah. Adanya kesatuan antara sekolah dan gereja tidak terlepas dari keinginan orang Toba yang kuat untuk bisa sekolah. Seperti Aritonang menjelaskan dalam bukunya: “faktor penunjang utamanya adalah kesatuan gereja dengan sekolah karena gereja yang bertumbuh itu merupakan Gereja Rakyat, maka dalam ungkapan “kesatuan gereja dan sekolah” itu terkandung pengertian bahwa rakyat memberi dukungan sepenuhnya bagi sekolah karena dalam diri mereka tertanam rasa memiliki atas sekolah-sekolah itu.” Aritonang, 1988:31 19 Lihat aritonang 1988:6 Universitas Sumatera Utara 43 pendidikan di luar kota untuk bisa mendapatkan pekerjaan melalui pendidikan yang dimilikinya. Dalam buku Migran Batak Toba di Luar Tapanuli Utara 1998: 1-273 migrasi orang Toba sudah dimulai sejak tahun 1900-an keluar dari kampung halamannya di Tapanuli dan kota Medan merupakan salah satu tujuan migrasi orang Toba. Orang Toba melakukan migrasi ke daerah Simalungun, Pematang Siantar, Dairi, Asahan, Labuhan Batu, Karo, Serdang, Medan dan kota lainnya. Semua daerah tersebut didatangi oleh orang Toba untuk membuka perkampungan yang baru akibat dari luas lahan persahawahan yang semakin sempit di Tapanuli. Sementara itu cita- cita untuk selalu mengejar 3H hamoraon, hagabeon, hasangapon tidak pernah padam dalam diri setiap orang Toba. Berbagai keterbatasan yang dihadapi di Tapanuli mendorong orang Toba untuk meninggalkan kampung halamannya. Di Medan sendiri, pada tahun 1905 sudah ada 14.250 jiwa penduduk Medan termasuk orang Toba yang jumlahnya relatif kecil Purba O.H.S, 1997:98. Sumber yang sama menyebutkan pada tahun 1919 diperkirakan tidak kurang dari 200 orang Batak Toba sudah tinggal di Medan yang terdiri dari para pemuda dan yang sudah berkeluarga. Pada sumber lain disebutkan dalam tahun 1930, hanya ada 820 orang Batak Toba di kota Medan, tetapi dalam 1981 terdapat 182.686 orang Batak Toba. Secara kuantitatif populasi Batak Toba meningkat 222 kali lipat Pelly, 1994:84. Orang Toba yang melakukan migrasi ke daerah Medan awalnya untuk mencari pekerjaan di daerah perkebunan di Langkat, dan Deli Serdang. Di tahun berikutnya, orang Toba yang datang ke Medan bukan hanya untuk mencari pekerjaan tetapi juga untuk melanjutkan pendidikan. Dan pada tahun 1940-an merupakan timing-nya orang Toba keluar dari desa. Universitas Sumatera Utara 44 2.3. KEPERCAYAAN DAN AGAMA 2.3.1. KEPERCAYAAN