AGAMA . KEPERCAYAAN DAN AGAMA 1. KEPERCAYAAN

44 2.3. KEPERCAYAAN DAN AGAMA 2.3.1. KEPERCAYAAN Kepercayaan yang dianut oleh masyarakat tradisional Batak Toba adalah kepercayaan yang mengakar pada tradisi leluhur. Dengan kata lain, sebelum kedatangan missionaris Kristen yang berasal dari Jerman di bawah institusi Rheinische Mission Gesellfschaft RMG, orang Batak Toba percaya terhadap Mulajadi Na Bolon sebagai dewa tertinggi mereka, pencipta 3 tiga dunia: dunia atas banua ginjang, dunia tengah banua tonga dan dunia bawah banua toru. Sebagai Debata Mulajadi Na Bolon, ia tinggal di langit dan merupakan maha pencipta 20

2.3.2. AGAMA .

Sianturi 2003:22 lebih menjelaskan lagi, wujud pancaran kekuasaannya Mulajadi Na Bolon adalah Debata Na Tolu yaitu Batara Guru dengan wujud kebijakan hahomion lambang warna hitam, kesucian habonaron disebut Debata Sori dengan lambang warna putih, Debata Balabulan sumber kekuatan hagogoon lambang merah. Masuknya kekristenan memberikan paradigma berpikir yang baru kepada masyarakat Batak Toba. Kedatangan para misionaris kristen ke tanah Batak memberikan nuansa baru. Para misionaris tersebut banyak mengalami tantangan. Sebagai jalan alternatif, para misionaris melakukan pendekatan budaya, misalnya dengan mendirikan Rumah Sakit dan pendidikan formal sekolah. Melalui ini masyarakat Batak Toba mulai tertarik dengan kegiatan para misionaris dan mengikuti pendidikan formal. Pendidikan yang dibawa para misionaris membawa perubahan sosial budaya dan pandangan masyarakat tentang pendidikan secara universal. 20 repository.usu.ac.idbitstream123456789327224Chapter20II.pdf akses 10 juli 2014 Universitas Sumatera Utara 45 Lumbantobing dalam bukunya Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak menjelaskan dengan detail tentang masuknya agama kristen di Tanah Batak. Kristen datang melalui misionaris dari Eropa yang mengirimkan tiga pemberita injil yaitu Richard Burton, Nathaniel Ward dan Evans penyebar pertama yang datang membawa agama Kristen ke Tanah Batak. Mereka bertiga sengaja diutus gereja baptis Inggris sebagai penginjil ke Indonesia khususnya ke Tanah Batak, Sumatera Lumbantobing, 1996:65. Setibanya mereka di Bengkulu pada Tahun 1820, Burton ditempatkan di Sibolga, Evans bertugas di Padang, sedangkan Ward di Bengkulu. Namun setelah 4 Tahun menginjil disana, mereka bertiga mengalihkan penginjilan ke arah Tanah Batak, karena diketahui daerah tersebut sebagaian besar penduduknya masih kafir atau belum memiliki agama. Holland mengirim Van Asselt untuk bekerja sebagai penginjil di sumatera. Dia tiba di Padang pada bulan Desember 1856, Gubernur Sumatera Barat mempekerjakannya sebagai pengawas produksi perkebunan kopi milik pemerintah Belanda di Angkola sekaligus untuk misi penginjilannya. Setibanya di Sipirok kawasan Angkola, dia menunaikan tugas penginjilan. Inilah usaha pertama kali yang berhasil dilakukan di Tanah Batak. Dengan berbagai usaha dia berhasil membaptis Jakobus Tampubolon dan Simon Siregar sebagai orang pertama masuk agama Kristen di Sipirok bahkan diseluruh kawasan Tanah Batak. Pekabaran injil PI yang paling kuat dan membuahkan hasil adalah usaha yang dilakukan Ludwiq Ingwer Nommensen. Dia adalah pendeta yang diutus Rheinische Mision Gesellschaft RMG suatu organisasi misionaris Jerman di kota Bremen. Ia tiba dikota Padang pada tanggal 14 Mei 1862 setelah menempuh perjalanan selama 142 hari dengan kapal Laut. Rencana awal dimulai dari Sipirok Universitas Sumatera Utara 46 dengan misi ke Barus. Pengijilan tersebut terus berkesinambungan hingga ke daerah Batak Toba, Silindung, Tukka, Bungabondar, Simangambat, Huta Banjar, Sigotom. Pekerjaan Nommensen untuk mengabarkan injil di tanah Batak sangatlah sulit, dia harus mengalami banyak penolakan, menghadapi ancaman pencobaan pembunuhan dan hinaan. Diperlakukan begitu tidak membuat Nommensen menyerah, tetapi bersikap tetap ramah dan lemah lembut. Menurut Nommensen benteng keberhalaan 21 Melihat sikap Nommensen yang tetap baik akhirnya ada beberapa orang yang takluk dan hormat padanya. Nommensen mulai membuka pelajaran katekisasi Batak yang kukuh tidak dapat ditaklukkan dengan kekerasan. Tetapi harus dengan kesabaran, kesopanan, kerendahan hati dan kasih sayang secara tulus. Dengan cara tersebut, Nommensen berharap pertahanan tersebut dapat diruntuhkan. 22 yang pertama. Awalnya muridnya hanya beberapa orang lama kelamaan bertambah banyak setelah sekolah itu banyak tersiar tentang keberadaannya. Berikutnya, para penganut agama suku berbondong-bondong minta diterima sebagai jemaat. Mereka berbalik menyatakan bahwa melalui pendidikannya mereka mendapat sahala 23 Timbulnya doktrin terhadap pendidikan meyakini orang Toba bahwa melalui pendidikan, ambisi dan cita-cita dapat terwujud yang bermuara para cita-cita orang Toba yaitu 3H. Hal ini memotivasi para orangtua untuk menyekolahkan anak-anaknya . Menurut perhitungan mereka melalui pendidikan akan mendapat kesempatan bekerja yang memberikan upah besar, kuasa dan kehormatan. Hal ini sesuai dengan cita-cita masyarakat Batak Toba hamoraon, hagabeon, dan hasangapon 3H. 21 Benteng keberhalaan yang penulis maksud adalah sesuatu yang dipakai masyarakat Batak Toba untuk mempertahankanmembentengi diri dari pengaruh luar 22 Katekisasi adalah kegiatan pengajaran dan bimbingan iman tentang iman kristen yang dilakukan oleh gereja, diberikan kepada orang-orang sebelum mereka diterima jadi orang Kristen. Martin Luther, Katekismus Besar Jakarta:bpk Gunung Mulia, 2001 23 Sahala adalah kemuliaan, kharisma, hikmat, kewibawaan, kebesaran otoritas, penuh kesaktian. Setiap orang memilikinya, tetapi tidak sama besarnya untuk semua orang http:haposanbakara.blogspot.com201202sahala.html akses 09 Agustus 2014 Universitas Sumatera Utara 47 setinggi-tingginya. Kebanyakan anak yang mengecap pendidikan menyebar ke daerah lain untuk mendapatkan peluang pekerjaan yang lebih baik. Pandangan masyarakat terhadap kekayaan juga mengalami perubahan, yang tadinya kekayaan diukur dari materi berubah menjadi diukur dari keberhasilan anak juga. Keberhasilan anak menjadi kekayaan yang berorientasi kepada penghargaan moralitas kepada orangtua. Masuknya injil ke tanah Batak juga mengubah paradigma berpikir masyarakat Batak Toba. Sadar atau tidak sadar para misionaris telah menjadi wakil budaya bangsanya. Merekalah yang memperkenalkan dan memasukkan unsur-unsur budaya Barat ke dalam tata kehidupan masyarakat Batak Toba tanpa lebih jauh menyadari atau memikirkan akibatnya. Misalnya membangun rumah gereja menurut gaya Jerman, yang berbeda dengan gaya bangunan Batak dengan atapnya yang indah melengkung. Juga kebiasaan menempatkan lonceng di menara gereja, alat kelengkapan gereja Jerman, dijadikan juga sebagai persyaratan untuk gereja Batak Lumbantobing, 1996: 78 Purba dalam artikelnya “Gereja dan Adat: Kasus Gondang Sabangunan Dan Tortor” sejak peradaban Barat masuk ke tanah Batak sudah banyak terjadi perubahan dalam tata-laksana adat, sehingga banyak ketentuan adat lama yang dihilangkan atau jadi kurang dihargai. Salah satu dampaknya adalah berubahnya konsepsi atau pemahaman masyarakat Batak Toba tentang tradisi gondang sabangunan, tortor dan adat. Tradisi tersebut mengalami proses pendekontekstualisasi melepaskan tradisi secara sistematis dari praktek adat dan kepercayaan pra-Kristen, dan perekontekstualisasi memberikan fungsi dan konteks baru pada tradisi tersebut 24 24 Mauly Purba, “Gereja dan Adat: Kasus Gondang Sabangunan Dan Tortor,” Jurnal Antropologi Indonesia, No. 62 Mei-Agustus, 2000, hal 25-41. tetapi untuk masa selanjutnya sikap masyarakat Batak Toba mulai terbuka dalam Universitas Sumatera Utara 48 menerima agama baru diluar kekristenan. Hal ini merupakan paduan antara keinginan untuk merubah hidup dan gigihnya pekerjaan para zending.

2.4. Adat